tag:blogger.com,1999:blog-30754866795949850822024-03-13T05:08:35.353-07:00cerita atah-atahcerita 17 + bikin kamu kamu horny n saia ndak nanggung jika efek samping terjangkit ke anda para pembaca atah-atahgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.comBlogger226125tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-18689761153444979932009-12-28T20:51:00.000-08:002009-12-28T20:53:36.152-08:00Bisnis Dolar<a href="http://bravevolitation.com/pages/index.php?refid=hagemaru"><img src="http://bravevolitation.com/images/banner.gif" border="0" alt="BraveVolitation.com"></a><br /><br />BACA E-MAIL DAN KLIK IKLAN DIBAYAR GILA-GILAAN DOLLAR<br /><br />Bro ada program yang sangat menarik nich buat kalian yang ingin menambah dollar.Program ini namanya Link2communion.com sangat muah dijalankan oleh siapapun! Cuma baca E-mail kita dibayar $400 klo dihitung dalam rupiah sekitar 4 jutaaaan/E-mail Blom lagi pas ente daftar GRATIS dan yang lebih heboh lagi pas Daftar langsung dapet $ 3500 atau sekitar 35 Jutaan BRoooo! Yang belum daftar silahkan Daftar dan NGaak ada ruginya SOALNYA GRATIS Pembayarannya ATAU transfer bisa lewat AlertPay, Check, E-Bullion, E-Gold, MoneyBookers,<br />Liberty Reserve, Money Order, Western Union.<br /><br />NO SCAM.........<br />CARA MENDAPATKAN DOLLARS ($) LEWAT INTERNET TANPA MODAL SATU SEN PUN ( GRATIS.........), HANYA DENGAN KEMAUAN UNTUK MENCOBA & KESABARAN SEBAGAI MODALNYA<br />TIPS YANG HARUS DIPERHATIKAN :<br />- Satu Nama<br />- Satu E-mail<br />- Satu Account &<br />- Satu IP ( Internet Protokol )<br />Artinya, anda tidak diperkenankan membuat lebih dari satu nama, email & account dalam satu IPLangkah-langkah yang harus anda baca dulu sebelum anda memutuskan untuk bergabung :<br />1. klik/ copy link ( URL ) dibawah ini :<br />http://bravevolitation.com/pages/index.php?refid=hagemaru<br /><br />2. Anda akan masuk ke web yang anda klik.<br />3. Pilih menu Join now dan masukan E-mail anda ( email yang valid ) dan klik Continue<br />4. Setelah beberapa saat..cek Email anda dan klik link ( URL ) nya untuk memulai registrasi<br />5. Untuk kolom Select categories of interests to you centanglah pilihan lebih dari satu<br />6. Anda akan diminta untuk mengisi data yang benar, karena data inilah yang akan dipakai untuk payout ( pembayaran ).<br />7. Untuk Payment Methode, pilih WESTERN UNION ( Jasa transfer uang yang gak ribet dan gak perlu punya account ).<br />8. Usahakan luangkan waktu untuk cek account anda tiap hari, karena selalu ada iklan yang bisa anda klik<br />( PTc ) Paid To click, juga di inbox nya 3 hari sekali ada iklan yang harus anda klik, karena di inbox Ptc nya lumayan gede lho.<br />9. Semakin anda rajin maka Earnings ( Pendapatan ) anda akan cepat memenuhi syarat , apabila sudah<br />memenuhi syarat anda dapat melakukan Request untuk payout nya.<br />- Untuk Link2Communion syarat earning yg terkumpul sebesar US $ 50.000,-<br />10. Setelah earnings anda mencukupi, anda request untuk payout nya dengan meng klik Redemption, maka<br />akan terbuka 4 katagori yang akan di redemp, karena keanggotaan anda gratis...pilih yang Free Member<br />11.Tunggu balesan nya di E-mail anda yang akan berisi :<br />- Nama Sipengirim<br />- Nama yang berhak menerimanya<br />- Kode MTCN ( Money Transfer Controll Number )<br />12. Kalau sudah dapat pada point 10....anda print deh...trus bawa deh ke Bank yang ada layanan<br />Western Union nya.<br />13. Pihak bank akan mengkonfirmasikan ke absahan data anda ( makanya saat regristrasi gunakan data yang sesuai dengan KTP anda ).<br />14. Sudah...anda menjadi Jutawan Sekarang...gampangkan...asal mau coba aja koq..tapi jangan lupa zakat nya dikeluarkan ya...supaya berkah....<br />15. Forwad Messages ini ke teman2 anda..karena semakin banyak teman anda yang bergabung semakin cepat uang anda terkumpul...<br />selamat mencoba & terima kasih<br /><br /><br /><a href="http://bravevolitation.com/pages/index.php?refid=hagemaru"><img src="http://bravevolitation.com/images/banner.gif" border="0" alt="BraveVolitation.com"></a>gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-26247798099506812332009-12-25T22:01:00.000-08:002009-12-25T22:02:07.648-08:00Yang tak terlupakanCerita ini merupakan pengalaman pribadi yang sangat berkesan sekali bagi saya. Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Awalnya bermula pada pertengahan masa-masa kuliah saya di sebuah Perguruan Tinggi ternama di Jakarta. Bukan apa, selama ini entah kenapa selalu timbul rasa penasaran dalam diri saya untuk ingin mengungkapkan semua yang pernah terjadi pada diri saya. Secara kebetulan saya bertemu dengan seorang teman sekerja dan menyarankan untuk menceritakan kembali pengalaman saya ini. Terus terang saya baru tahu ada site semacam ini di Internet. <br /><br />Saya sangat tertarik dan ingin membagi cerita pada seluruh pembaca. Tentang kenyataan yang ada dan mungkin sering terjadi disekeliling kita. Kelebihan dan kekurangan dari isi cerita ini adalah menurut yang saya alami. Terserah apapun tanggapan dari para pembaca. Dan ucapan terima kasih saya kepada 17thn bila cerita sederhana ini dimuat. Sebutlah nama saya Fandy tetapi teman-teman biasa memanggil saya Andy saja. <br /><br />Saya mengenal sex bisa dikatakan belum terlalu lama juga. Baru mulai semester 3 semasa duduk dibangku kuliah dulu (saat itu usia saya baru 20 tahun). Kali pertama keperjakaan saya terenggut oleh mbak Dewi (salah seorang karyawati XXX di kampus yang sempat menjadi kekasih saya selama kurang lebih 2 tahun). Semenjak itu sex bagi saya seolah sudah menjadi salah satu kebutuhan utama sehari-hari. Saya seolah terjebak dengan keindahan fantasi kenikmatan surgawi yang mbak Dewi berikan dan ajarkan kepada saya. <br /><br />Hubungan saya dengan mbak Dewi bisa dibilang lumayan lama juga, dan malahan sampai beberapa kali membuahkan kehamilan. Meski begitu mbak Dewi selalu saja menggugurkannya. Hal ini terjadi berulang sampai lima kali. Gila memang, tetapi entah kenapa mbak Dewi justru sangat menikmati hasil perbuatan saya selama hampir kurang lebih 2 tahun hubungan asmara kami itu berlangsung. Saya tidak tahu apakah itu termasuk suatu penyimpangan perilaku atau bukan. Yang jelas setiap kali terjadi kehamilan dengan bangga ia memberitahukannya kepada saya dan mengatakan bahwa saya adalah pria paling hebat yang pernah dikenalnya. <br /><br />Bagi saya sendiripun mbak Dewi adalah segala-galanya. Meski secara fisik ia lebih tua hampir 5 tahun dibanding usiaku, namun itu tidak menjadi beban dan halangan bagi saya untuk mengasihi dan menyayanginya sebagai layaknya seorang kekasih. Kuakui saya bukanlah pria pertama dalam kehidupan cintanya, tetapi itu bukan masalah karena saya sangat mencintainya. Memang meski secara resmi kami belum menikah namun untuk masalah sex kami sudah melakukannya sebulan semenjak pertama kali saling berkenalan. Bercinta dengannya seakan tak pernah bosan. <br /><br />Sex menurutnya adalah suatu keindahan yang setiap saat harus bisa dinikmati. Ibarat nasi, 2 atau 3 hari saja rutinitas intim itu tertunda pasti keesokan harinya mbak Dewi langsung uring-uringan tanpa alasan yang jelas. Kalau sudah demikian hanya ada satu obat paling manjur untuk mengatasinya. Meredamnya dengan buaian-buaian kenikmatan surgawi. Menurutnya saya adalah pria yang paling berharga dan paling menggairahkan dalam hidupnya. Saat itu sudah begitu besar keyakinan dan perasaan cinta saya terhadapnya dan kukira begitu pula sebaliknya. Dan tak pernah terlintas sekalipun di benak saya hubungan indah ini akan berakhir begitu saja. <br /><br />Sampai suatu ketika, kebetulan saya ada suatu keperluan mendadak yang sangat penting dan harus ke Bandung selama hampir 2 minggu. Mbak Dewi melepas kepergianku dengan berat hati. Ia tak akan sanggup bila terlalu lama berpisah denganku. Saya sendiri sangat memaklumi perasaannya. Bagaimanapun selama ini tiada hari tanpa kami lewati bersama-sama. Saya ingin mengajaknya turut serta namun itu berarti ia harus bolos kerja. Aku tak menginginkan itu jika ia sampai kena teguran lagipula saat itu saya tak meragukan kesetiaannya. <br /><br />Namun kenyataannya tanpa pernah kuduga sama sekali mbak Dewi melakukan kesalahan besar dan membuat geger karena tertangkap basah sedang melakukan hubungan intim dengan salah seorang dosen senior. Hanya sehari sebelum kedatanganku pulang. Fatalnya mereka melakukannya justru disalah satu ruang kantor ketika pegawai yang lain sedang mengikuti rapat rutin mingguan. Memalukannya lagi kejadian tersebut sempat menjadi tontonan gratis beberapa orang mahasiswa yang kebetulan mengetahui kejadian mesum tersebut. <br /><br />Terus terang saya sangat kecewa, malu dan sakit hati dengan perbuatannya tersebut. Saya benar-benar tidak menyangka mbak Dewi tega menghianati saya dan berselingkuh dengan orang lain. Saya merasa benar-benar telah tertipu dengan perasaan saya sendiri. Padahal saya sangat menyayangi mbak Dewi sebagaimana layaknya seorang kekasih bahkan calon istri. Saya tidak pernah menghianati cinta saya kepadanya, karenanya ini benar-benar sangat menusuk perasaan. Akhirnya karena terlanjur malu mereka berdua menikah hanya kurang dari 1 minggu semenjak kejadian memalukan tersebut. Mbak Dewi setengah mati berusaha meminta maaf kepadaku atas segala perbuatannya. Dia mengaku khilaf dan meminta pengertianku. <br /><br />Meski dengan berat hati apapun alasannya saya berusaha memaafkan dan mengikhlaskan semuanya. Saya berusaha untuk tak menemuinya lagi. Hal ini terasa terlalu sangat menyakitkan. Namun anehnya, hanya 2 hari menjelang pernikahannya entah kenapa aku merasa begitu cemburu dan ingin sekali berjumpa dengannya. Seolah tahu akan perasaan dan keinginanku, mbak Dewi ternyata memang telah menunggu kedatanganku. Tidak perlu saya ceritakan detilnya, yang jelas saat itu kembali terulang kemesraan yang biasa kami lakukan sebelum kejadian tak mengenakkan tersebut. Bahkan saking rindunya saya sampai menyebadaninya berulang-ulang kali tanpa henti selama beberapa jam. Apalagi bila melihat kemolekan dan kemulusan kulit tubuhnya yang tergeletak pasrah telanjang bulat diatas ranjang begitu mempesona penglihatanku. Membuat gairah birahiku terus bergelora seakan tak pernah padam. <br /><br />Kenikmatan demi kenikmatan kami raih dan entah sudah berapa kali kami berdua saling menyemburkan cairan kenikmatan. Rintihan dan erangan kepuasan berulang kali terdengar lembut dari mulut mungilnya yang indah. Kedua bibir merahnya selalu digigitnya gemas setiap kali kuberhasil memberinya seteguk demi seteguk anggur kenikmatan. Seakan pengantin baru hampir sepanjang siang sampai sore kami berdua menikmati indahnya surga dunia meskipun hanya sesaat itu saja. Kusadari sepenuhnya bahwa kemungkinan ini adalah terakhir kalinya kami dapat tidur bersama. Satu yang tak bisa kulupakan hingga detik ini dan sampai kapanpun juga, hasil perbuatan kami tersebut ternyata kembali membuahkan kehamilan. Hanya saja kali ini mbak Dewi sama sekali tidak menggugurkannya sebagai bukti rasa kasihnya kepadaku. <br /><br />Beruntung suaminya tidak pernah curiga dengan kehadiran anak laki-laki pertama mereka yang mukanya sangat mirip sekali denganku. Saat ini usianya hampir menginjak 4,5 tahun. Hampir 3 minggu kemudian setelah pernikahan mereka kami mulai jarang bertemu apalagi bertatap muka. Di kampus pun mbak Dewi seakan berusaha menghindar bila melihat kedatanganku. Aku berusaha mengerti atas semua sikapnya karena bagaimanapun juga ia sekarang telah menjadi milik orang lain. Aib yang ia alami dulu seolah menjadi trauma yang memalukan baginya. Hari-hari yang biasanya selalu indah ceria seakan berubah dan berbalik 180 derajat. Saya sering melamun dan dilanda rasa cemburu yang berlebihan. Ingin marah tetapi entah kepada siapa. <br /><br />Pada dasarnya saya bukanlah orang pendendam, sehingga sedikitpun tidak ada keinginanku untuk membalas semua perbuatannya. Hanya saja rutinitas sex yang biasanya saya lakukan hampir setiap hari bersama mbak Dewi seakan terhenti total. Hal ini ternyata sangat mengganggu pikiran dan baru saya sadari setelah sekitar 3 minggu kebiasaan rutin tersebut terhenti. Bagaimanapun saya adalah laki-laki normal yang sebelumnya sudah terbiasa melakukan rutinitas sexual. Saya kira pembaca pasti mengerti apa yang saya maksudkan. <br /><br />Itulah kenyataannya, pada mulanya saya sering merasa pusing tanpa sebab, sering sampai tidak bisa tidur dan yang paling menyiksa bila alat kelelakian saya hampir setiap saat sering tegang sendiri. Kalo sudah begitu bisa sehari semalam saya tidak bisa tidur sama sekali. Saya sendiri bukanlah pria yang senang bermasturbasi atau onani. Sejak dulu bisa dikatakan hanya sekali atau dua kali saja saya melakukannya sebelum mengenal mbak Dewi. Setelah itu paling sering justru mbak Dewi sendiri yang melakukannya bila ia sudah tak sanggup lagi melayaniku atau kalau kebetulan dia sedang kepingin melakukan oral sex. <br /><br />Aku hanya tersenyum geli dan mengiyakan permintaannya yang sedikit diluar kebiasaan. Karena terus terang saya lebih senang mengeluarkan air mani saya didalam liang vaginanya. Mungkin karena saat itu saya merasa hanya mbak Dewi saja satu-satunya wanita didalam hidup ini yang paling kucintai, saya mengira hanya mbak Dewi sajalah yang memiliki (maaf) liang vagina paling nikmat di dunia. Lucu memang. Dan setiap kali bahkan sampai kapanpun saya akan selalu teringat atas segala keindahan dan pesona sexual yang dimilikinya. <br /><br />Bercinta dan bersetubuh dengannya membuatku benar-benar merasa sangat berharga dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Saya merasa bangga dan bahagia bisa melihatnya merintih merasakan kenikmatan yang kuberikan dan membuatnya orgasme hingga berkali-kali. Mbak Dewi sangat menyukai perlakuanku setiap kali aku memuasinya. Mungkin saja dia termasuk golongan wanita yang hiperaktif, karena apapun bentuk kenikmatan yang sedang dirasakannya ketika orgasme selalu diekspresikan seketika itu juga. Menjerit, memekik, menggeliat bahkan kadang sampai menendang-nendang. Bila sedang mencapai puncak mbak Dewi seakan seperti terkencing-kencing dan begitu hebat tubuhnya menggeliat sambil menyemprotkan cairan kemaluannya. <br /><br />Terkadang saya nggak pernah habis pikir bila mbak Dewi sedang berada di puncak gejolak birahinya. Bila sedang orgasme cairan yang disemburkannya relatif sangat banyak untuk ukuran wanita seperti dia. Mungkin jauh lebih banyak dibanding semburan air mani pria manapun juga. Dan uniknya mbak Dewi sanggup melakukannya berkali-kali. Bila sedang terangsang paling tidak saya harus mengulang menyetubuhinya maksimal sebanyak 7-8 kali dalam setiap permainan. Mbak Dewi selalu memuntahkan cairan orgasmenya sampai menyembur keluar dari liang vaginanya. Persis seperti air mancur kecil. Waktu itu saya tidak tahu apa setiap wanita memang begitu adanya bila sedang orgasme. Bila sudah demikian dengan sabar terpaksa saya harus mencabut keluar batang penis saya dari jepitan liang vaginanya agar cairan kewanitaannya bisa tumpah keluar. Kalau tidak, rasanya seperti sedang berada di dalam kolam renang air panas. <br /><br />Dengan manja mbak Dewi mencium bibir saya mesra lalu segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan kemaluan dan selangkangannya yang basah. "Mmm ...cupp ... kau hebat sekali Andy ... mmm ..sebentar sayang ... aku ke kamar mandi dulu yaa ... cupp ...", bisiknya penuh kemesraan setelah orgasme pertamanya selesai. Ia tertawa kecil melihat alat kelelakianku yang basah berlendir terkena semburannya. Sementara diatas sprei juga tampak mulai basah tersiram cairan orgasmenya yang luar biasa banyaknya. "Oooh ... kau luar biasa sekali Dewi ... benar-benar membuatku terangsang ...", ujarku takjub. "O yaaa ... mmm ..sabar sayang ... tunggu saja giliranmu ...mmm ...cupp ... aku juga menginginkan semburanmu Andy ...hhh .. aku ingin benih kita benar-benar menyatu sayang ...mmm ..", bisiknya genit. Dua menit kemudian ia kembali lagi keatas ranjang dan menyuruhku langsung menyetubuhinya seperti semula. Demikian berulang-ulang saya selalu melakukannya sampai sebanyak 4-5 kali dan begitu pula ia selalu membersihkan diri ke kamar mandi setiap kali selesai orgasme. Selebihnya biasanya mbak Dewi hanya bisa terbaring lemas kelelahan diatas kasur. <br /><br />Ia memang sangat sensitif dan mudah sekali orgasme. Setiap kali alat vitalku menekan kedalam dan merangsang dinding vaginanya, paling tidak selama kurang lebih 2-3 menit mbak Dewi sudah mencapai klimak dan cairan orgasmenya langsung menyemprot keluar mengguyur batang kelelakianku. Karena itu, setiap kali menyetubuhinya harus saya lakukan secara perlahan-lahan. Jangan sampai penis saya menggesek liang vaginanya terlalu cepat. <br /><br />Waktu sudah menjelang sore ketika ia kembali mencapai klimak, .... kucabut keluar alat kejantananku yang liat dan panjang dari dalam jepitan liang vaginanya. Mbak Dewi sontak menggeliat dan mengejan sambil mengangkat pinggulnya keatas. Aku segera bergeser sedikit ke sisi kanan tubuhnya. Dan ... Pyuuurrr ... untuk kelima kalinya cairan orgasmenya menyemprot keluar dari sela-sela celah vaginanya membasahi selangkangannya sendiri dan sebagian sprei tempat tidur. "Fuuuhhh ... kau keluar lagi Dewi .... nikmat ya sayang ...". "Aaahh ...Andy ....nngghh ......uuwwwhhh ....ooohhh ..", pekiknya keras setengah tertahan sebelum akhirnya pinggulnya terhempas kembali keatas ranjang.. Sejenak kuusap seluruh batang kejantananku yang basah kuyub dengan selimut, lalu dengan bernafsu kuarahkan kembali kepala penisku yang semakin mengkilat ke liang vagina mbak Dewi yang mulai menutup rapat lagi. <br /><br />"Aaww ...uuuuhhh .... Andy ...", rintihnya nikmat sambil memelukku lagi. Aku kembali mengayuh naik turun menggoyang tubuhnya. Memberikannya kenikmatan. Mbak Dewi hanya menatapku pasrah melihatku kembali menyetubuhinya seakan ingin membuat dirinya orgasme berulang-ulang kali tanpa henti. " Su ...sudah Andy ... a ..aku lemas sekali ... aku bisa keluar lagi ...oohh ..... ja ..jangan ... jangan sekarang Andy .... oooww ... ooww ...uuuuuhh ... yaaahh ... ", rintihnya lemas menahan nikmat ketika hanya dalam 2 menit cairan orgasmenya yang panas kembali menyembur dan seolah mendorong kepala penisku keluar. <br /><br />Untuk kesekian kali kembali kucabut batang kelelakianku dari jepitan rapat liang vaginanya. Dan ... pyuuur ... cairan orgasme mbak Dewi langsung tumpah keluar membasahi bibir kemaluan dan selangkangannya lagi. Sebagian besar langsung meresap kedalam sprei tempat tidurnya yang semakin basah lembab berair. "Wooww ... kau luar biasa sekali Dewi ... mmm ... kau cepat sekali keluar sayang ...", ujarku takjub. "Nngg ...hhh ...su ..sudah Andy ... aku lemas sekali ... oohhhh ... ayo dong Andy sekarang giliranmu ... beri aku semburanmu sayang ...", rintihnya lemas. "Mmm ... sebentar lagi sayang ... kau menggairahkan sekali Dewi ... hhh ...aku ingin melihatmu orgasme sekali lagi ....", ujarku gemas sambil kubenamkan kembali batang penisku yang besar dan panjang ke dalam liang vaginanya. "Nngghh .... ja ..jangan Andy ...a..aaku lemas sekali ......aawww ..", rintihnya kecil ketika batang kelelakianku kembali menembus dan membelah liang vaginanya sampai menekan peranakannya. " Ooohh Dewi ... ahh ... nikmat sekali sayang ....", erangku keenakan merasakan gesekan lembut dinding vaginanya yang basah dan rapat. " A.. ahh ...Andy ... a..aku bisa pingsan sayang ... nnnnggghh ... ja ..jangan teruskan Andy ....aaaww ... oohh .. duh gusti ... uuuuuuuuhhh .. ooww ... ooww yaaahhh ..", pekiknya nikmat ketika begitu singkat ia kembali orgasme entah untuk kesekian kalinya. "Wooowww ... Dewii ... kau luar biasa sekali sayang ... mmm ... oohh ... vaginamu mudah sekali terangsang sayang....", ujarku gemas melihatnya kembali mereguk anggur kenikmatan. <br /><br />Kurasakan cairan kewanitaannya yang menyembur hebat berusaha mendorong batang kelelakianku keluar. " Aahhh ... A...andy ... su ..sudah ..sudah sayang .... aku sudah lemas sekali ...", rintihnya semakin lemah. Kupandangi wajah cantiknya yang berkeringat. Terlihat rona-rona kenikmatan yang amat sangat terbayang di wajahnya. Bibir merahnya yang mungil sedikit megap-megap mengatur napas. Aku tersenyum bahagia melihatnya. Kukecup lembut bibirnya yang hangat dan mengajaknya bercumbu untuk sesaat. "Andy ... kenapa kau belum juga keluar sayang .... oohhh ..berapa lama lagi aku harus menunggumu sayang ... a ...aku sudah lemas sekali Andy ...", bisiknya masih kelelahan. "Fuuhh ... nanti saja sayang ... kita istirahat dulu ....", ujarku penuh kasih sayang. Aku jadi tak tega melihatnya. "Andy ... jangan begitu sayang ... lakukanlah ... aku juga ingin melihatmu puas ...ayo dong sayang ... jangan bersikap begitu ..", bisiknya mesra. "Tapi kau masih letih Dewi .... kau bisa keluar lagi nanti ...", ujarku khawatir. "Hehh ... lakukanlah Andy ... aku tak peduli sayang ... atau ...atau aku akan meng-onani alat vitalmu ...", ujarnya nakal. "Wooww ...kau nakal sekali Dewi ... tadi kau minta berhenti ... mmm ternyata kau masih kurang puas juga sayang .. mmm cupp ...ok .. kau ingin melihatku puas juga sayang ....", bisikku penuh gairah. Mbak Dewi tersenyum gemas lalu mencubit pinggulku mesra. "He-eh .. Andy ... kau tahu aku sangat menyukainya sayang .... semburan hangatmu yang mmmm ...", bisiknya lembut penuh gairah. <br /><br />Selama kurang lebih 3 menit aku kembali menggoyang pinggul turun naik menyetubuhinya. Dinding vaginanya yang hangat dan lembut seakan meremat-remat hebat pertanda mbak Dewi akan segera orgasme kembali. "Andy ...ooh ...Andy ...duh gusti ... aku mau keluar lagi ... ooh ... oohh ja ..jangan terlalu cepat sayang .. a...a ..aku... ooww ..oww ..uuuuww ....", pekiknya kuat menahan rasa nikmat. " Keluarkanlah Dewi ... yaahh ... aku ingin merasakan semburanmu ....ssshhh ...." "A...andy ... sekaraaang .....sekarang .... aakkhhhh .. oooowwwwwhgk ", teriaknya tertahan. Secepat kilat kucabut batang kelelakianku dari jepitan dinding vaginanya yang rapat lalu kugeser tubuhku kebawah sehingga mukaku kini persis berada diatas selangkangannya. Jemari tangan kananku secepat kilat meraih dan memlintir daging clitorisnya. Dan ... Pyuuuurr .... Kembali mbak Dewi memuntahkan keluar cairan orgasmenya yang bening. Begitu kuat semprotannya hingga sebagian besar sampai mengenai dan menyiram mukaku. Dengan cepat mulutku menangkap cairan kenikmatannya dan langsung kutelan nikmat. Terasa hangat dan encer. Mmmm ... tiada yang lebih nikmat dan indah kecuali merasakan seutuhnya air surgawinya. Kerongkonganku yang tadinya agak kering kini sedikit terasa lebih segar dan basah. Kukecup dan kukulum gemas pentil daging clitorisnya yang kemerahan. Sementara ujung lidahku menggapai masuk kedalam liang kemaluannya sembari menyedot sisa-sisa cairan orgasmenya yang masih merembes keluar. <br /><br />Kali ini mbak Dewi benar-benar lemas tak berdaya. Napasnya semakin megap-megap karena nikmat luar biasa yang dirasakannya. Selangkangannya benar-benar basah kuyub oleh cairan orgasme yang berulangkali ia semburkan. "Mmm ... aku menyukai rasanya sayang .... aah ... kau menikmatinya Dewiku sayang ...",ujarku puas melihatnya tak berdaya. "A...andy ... a...a...aku su..sudah tak kuat lagi sayang ... oohh ..a..aku seperti terkuras Andy ...", rintihnya lemas. " Aku tahu sayang ... sekarang tidurlah .... kau kelihatan capek sekali ...", ujarku mesra. "Ka ..kau bagaimana sa..sayang ....", bisiknya setengah bingung melihatku masih belum terpuaskan. " Sudahlah Dewi ... tidak apa-apa ...tidurlah ...", kataku pelan. <br /><br />Kupeluk mesra tubuh telanjangnya yang basah berkeringat dan menina bobokkannya. Kubelai dan kuremas lembut kedua buah payudaranya secara bergantian. " Oohh ..Andy ...aku akan memuasimu setelah ini sayang ... mmhh ....hhh ..hhh..", rintihnya perlahan sambil mengatur napas. " Sudahlah Dewi ... tidurlah dulu ... nanti setelah segar kau boleh memuasi aku ...Ok ..!", bisikku penuh kasih sayang. Dewi mencium bibirku sampai lama sekali sebelum akhirnya kemudian ia jatuh terlelap saking lelahnya. Wajahnya yang cantik terlihat sedikit pucat, namun tampak rona kepuasan yang tak terhingga terbayang disitu. Mulutnya yang indah merekah terlihat tersenyum. Senyum kepuasan.<br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-30024927563491780172009-12-25T22:00:00.003-08:002009-12-25T22:00:59.393-08:00WANITA PENUH VARIASIWANITA PENUH VARIASI<br /><br />Nama saya Jeffry dan saya saat ini sedang kuliah di salah satu PTS di salah satu kota besar di Indonesia, dan hari ini adalah hari pertama saya datang ke kota ini karena besok perkuliahan saya sudah dimulai. Sesudah sampai dari kampung, maka saya segera menuju tempat kost saya karena saya sendiri sebenarnya belum mengenal kost baru itu. Sesampainya saya segera menekan bel tapi kemudian terdengar dari rumah sebelah seorang wanita setengah baya memanggil saya dan berkata,<br />"Kamu Jeffry yach?"<br />Dan saya menjawabnya,<br />"Iya, kok tahu?" tanya saya penuh rasa ingin tahu.<br />Lalu wanita itu segera berkata, "Nggak, saya adalah ibu kost rumah ini dan saya tinggal di sebelah sini."<br />Lalu saya bergumam,<br />"Ooh..."<br />Setelah itu ibu ini segera membawa saya untuk masuk dan mengenalkan tempat kost ini.<br /><br />Ibu itu segera menerangkan keadaan rumahnya, rumah ini terdiri dari 4 tingkat dan di dalam sudah ada penghuninya yaitu sepasang suami istri yang menyewa tingkat 2, seorang wanita yang menghuni tingkat 3 dan 3 orang mahasiswa dari luar kota yang menghuni tingkat 4 yang terdiri dari 4 ruangan kamar 3x2 meter dan kami masing-masing menempati kamar-kamar ini, dan kamar untuk saya tepat menghadap ke arah tempat jemuran. Setelah itu saya pun berkenalan dengan para mahasiswa ini dan malamnya ketika kami sedang menonton TV (yang di letakkan di tingkat 3) tercium oleh saya wangi parfum yang sangat mengoda. Ternyata seorang wanita yang saya taksir berusia sekita 35 tahun naik ke atas dan dialah yang menghuni kamar di tingkat 3 ini.<br /><br />Lalu saya pun segera berkenalan. Dia bernama Eva, meski sudah berumur tapi dilihat dari bentuk tubuh dan wajahnya dia tak beda dengan wanita usia 20-an. Wajahnya terlihat sangat manis belum lagi dada dan pinggulnya yang sangat menantang. Sungguh membuat saya menelan ludah. Lalu saya tahu dari ketiga temen saya kalau Mbak Eva ini bekerja di salon dan mungkin saja menjadi simpanan seorang pria, lalu saya mengangguk tanda mengerti.<br /><br />Tak terasa saya sudah tinggal di kost itu hampir 2 minggu dan kalau di pagi hari rumah itu selalu kosong karena selain ketiga teman baru saya itu kuliahnya pagi, Mbak Eva juga selalu keluar rumah dan sepasang suami istri itu juga jarang pulang ke rumah ini. Singkatnya kalau pagi hari saya selalu sendirian, dan pagi ini saya bangun tentu saja suasana sunyi senyap dan saya melihat keluar jendela yang menghadap ke tempat jemuran tampak oleh saya dijemur celana dalam yang berwarna hitam dan tentu saja saya tahu kalau itu adalah celana dalam Mbak Eva, tapi entah kenapa timbul niat saya untuk melihat CD itu dari dekat. Lalu saya pun segera keluar dan setelah melihat situasi cukup aman saya segera mengambilnya ke dalam kamar saya dan di dalamnya saya segera mencium CD itu dan tercium wangi deterjen yang harum. Belum puas dengan tindakan itu, saya segera menurunkan celana sekaligus dengan CD saya dan segera memakai CD itu dan tampak oleh saya sangat memikat yaitu terdapat renda di sekelilingnya dan sekitar selangkangannya terdapat jala-jala yang kalau dipakai oleh Mbak Eva tentu akan tampak di jala-jala ini bulu kemaluannya.<br /><br />Langsung saja kemaluan saya segera menegang dan setelah mengembalikan CD-nya ke tempat semula. Saya segera masuk ke kamar mandi untuk mandi dan tentu saja saya segera melakukan onani untuk memuaskan nafsu saya. Setelah kejadian itu saya hampir setiap pagi mempunyai kegiatan rutin yaitu mengamati CD Mbak Eva dan tentu saja memakainya sambil melihat keindahannya, dan tak lama kemudian saya sudah hampir dapat mengetahui jumlah CD Mbak Eva (mungkin karena selalu mengamati CD-nya ), CD Mbak Eva berjumlah sekitar 6 potong dan setiap potongnya mempunyai keunikannya baik dalam coraknya maupun warnanya sepeti warna hitam berenda, warna pink dengan lipatan lipatan kecil, dan warna kuning kilat. Tapi yang paling menarik menurutku adalah CD warna putihnya yang setengahnya yaitu bagian depannya terdiri dari renda dan bagian belakangnya terbuat dari sutra. Selain itu saya juga suka CD-nya berwarna biru langit dan di depannya yaitu tepat di arah selangkangannya terdapat gambar seekor kucing dalam gaya memberikan tanda "peace" (lucu juga CD ini dalam pikiranku).<br /><br />Semuanya berjalan lancar hingga suatu pagi ketika bangun tentu saja saya segera melihat keluar dan tampak oleh saya CD Mbak Eva. Lalu saya bermaksud untuk mengambilnya untuk diamati. Begitu melepas jepitan jemurannya dan mengambilnya tiba-tiba terdengar ada suara orang naik ke atas dan tentu saja saya terkejut dan segera melempar CD-nya ke lantai lalu saya bermaksud kembali ke kamar saya, tapi baru sampai di pintu saya melihat Mbak Eva sedang memakai baju tidur terusannya dan Mbak Eva bertanya kepada saya, "Lho baru bangun yach?" lalu saya mengiyakannya dan bertanya, "Mbak Eva nggak kerja hari ini?" dan dijawab, "Nggak, malas tuh," dan saya segera masuk ke kamar saya dengan perasaan was-was lalu tak berapa lama kemudian terdengar pintu kamar saya diketuk, dengan perasaan berdebar saya membuka pintunya.<br /><br />Tampak di luar Mbak Eva dan dengan mata tajam Mbak Eva berkata, "Boleh saya masuk? saya ingin bicara sama kamu," dan saya pun membiarkan Mbak Eva masuk lalu Mbak Eva masuk dan bertanya sama saya,<br />"Kamu tadi mau mengambil celana dalam saya yach?"<br />"Nggak kok."<br />"Apanya yang nggak, buktinya itu CD saya terjatuh di lantai padahal saya sudah menjepitnya dengan kuat."<br />Seperti sudah tak dapat disembunyikan saya pun mengakui kalau saya yang mengambilnya. Lalu Mbak Eva berkata lagi,<br />"Sudah berapa lamu kamu melakukan ini?"<br />"Sudah hampir 2 minggu Mbak."<br />"Apa yang kamu lakukan dengan CD saya?"<br />"Saya menciumnya lalu memakainya, itu saja kok nggak ada yang lain."<br /><br />Lalu Mbak Eva tersenyum dan berkata, "Apa enaknya kamu mencium dan memakainya, kamu mau nggak melihat saya yang memakainya dan mencium wangi yang sesungguhnya?"<br />Seperti mendapat kesempatan emas lalu saya berkata, "Ah.. Mbak jangan bercanda ah.."<br />Dan Mbak Eva berkata, "Nggak, saya nggak bercanda, saya serius, kalau kamu nggak mau yach sudah, Mbak mau turun," sambil Mbak Eva membalikkan badannya.<br />Tapi saya segera menarik tangannya dan segera berkata, "Saya mau kok Mbak!"<br />Sedangkan tangan saya satunya lagi segera menarik rok baju tidurnya ke atas dan tampak oleh saya CD-nya yang menjadi kesukaan saya yaitu CD berwarna putih dengan renda di bagian depan dan bagian belakangnya terbuat dari sutra.<br />Lalu Mbak Eva berkata, "Ih... kamu jangan gitu ah...'" tapi saya segera mencium bibirnya yang mengoda itu dan Mbak Eva membalasnya dengan hisapan dan gigitan kecil dan tangannya memegang kemaluan saya yang sudah mulai mengeras itu, lalu saya melepas ciuman saya sedangkan tangan Mbak Eva masih di kemaluan saya meskipun cuma dari luar celana tidur saya.<br /><br />Kemudian saya segera mendorong tubuh Mbak Eva untuk merapat di dinding, dan kemudian tangan saya mulai bergerilya di daerah sensitifnya dan tentu saja dari luar CD-nya tapi tak lama kemudian karena tak sabar saya segera memasukkan tangan saya ke dalam CD-nya dan menyentuh kemaluannya, Mbak Eva mendesah "Uuh... geli Jeff... tapi nikmat sekali... terus... enak sekali... uh... ah..." Lalu tak lama kemudian kemaluan Mbak Eva sudah mulai basah. Karena sudah terangsang maka Mbak Eva segera mendorong tubuh saya ke tempat tidur dan dengan segera Mbak Eva memeloroti celana saya dan CD saya, lalu dengan pelan dia menjilat kepala kemaluan saya yang sudah menegang itu kemudian memasukannya ke dalam mulutnya hingga masuk semuanya ke dalam mulutnya dan menghisapnya seperti menghisap es batangan. Tanpa sadar karena keenakan saya mendesah, "Uh... enak sekali Mbak... isap terus Mbak... jangan berhenti...!" Lalu tangan saya mulai menjambak rambutnya dan menekan kepalanya terus, sedangkan kaki saya mulai menegang karena keenakan, lalu Mbak Eva menghentikan kegiatannya.<br /><br />Kemudian Mbak Eva mulai membuka baju piyamanya dan tampaklah oleh saya sepasang buah dadanya yang sangat menantang terbungkus oleh BH yang unik sekali, tapi seperti sudah tidak tahan Mbak Eva segera melucuti BH-nya dan melepas CD sutranya. Tampaklah oleh saya pemandangan yang sangat indah dengan buah dada yang bulat dan pentilnya yang berwarna kecoklatan menantang dan paha yang mulus tapi yang paling menggoda adalah bagian selangkangan yang ditumbuhi pelindung alami yang cukup lebat tapi terbentuk dan terawat sangat rapi, sungguh membuat saya menelan ludah.<br /><br />Lalu Mbak Eva naik ke atas tubuh saya, dan dalam posisi jongkok kemudian mengarahkan lubang kemaluannya ke arah kepala kemaluan saya. Begitu tersentuh, saya dan Mbak Eva menjerit pelan bersamaan, "Uuh..." dan dengan pelan Mbak Eva menekan lubang kemaluannya dan kepala kemaluan saya amblas ke dalamnya meskipun tidak terlalu susah tapi untuk ukuran wanita seperti Mbak Eva kemaluannya termasuk sangat sempit, dan Mbak Eva berteriak, "Aduh... sakit sekali... tapi terasa nikmat," dan saya tak hentinya menjerit, "Terus Mbak... nikmat sekali kemaluannya... terus Mbak..." lalu Mbak Eva makin menekan turun tubuhnya dan tak lama kemudian maka masuklah seluruh batang kemaluan saya yang termasuk ukuran besar itu ke dalam lubang surgawinya. Kemudian tubuh Mbak Eva segera menimpa badan saya dan berteriak, "Aduh sakit sekali... uh... aduh... uh... ahh..." Sesudah istirahat hampir 5 menit lamanya Mbak Eva mulai bangkit dan batang kemaluan saya tentu saja masih di dalam lubang kemaluannya. Lalu Mbak Eva mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur sambil tangannya menopang pada tubuh saya dan terdengar suara tubuh kami berbenturan, "Piak pret piak..." dan dengan gerakan yang liar Mbak Eva menaiki tubuh saya dan sambil terus menggoyang tubuhnya dan terus berpacu untuk mencapai puncak kenikmatan dunia dan terus mendesah, "Uuh... ah... ah... nikmat sekali... uh... ah..." Sedangkan tangan saya tak hentinya meremas buah dadanya dan memainkannya.<br /><br />Lalu sesudah hampir 10 menit Mbak Eva berkata, "Saya mau sampai..."<br />Saya pun berkata, "Saya juga Mbak... tahan sebentar lagi..."<br />Tak lama kemudian terdengar Mbak Eva menjerit "Uuh... saya sampai... uh..."<br />Dan saya juga merasa bendungan saya sudah jebol dan mendesah, "Uh... saya juga... nikmat sekali... ahhh.... enakkk..." dan terasa adanya cairan hangat di kemaluan saya, lalu Mbak Eva jatuh lemas di tubuh saya, sedangkan kemaluan saya juga belum dicabut keluar karena kami sudah lemas sesedah pertempuran yang hebat tersebut. Lalu setelah hampir 15 menit Mbak Eva bangkit dan sambil tersenyum berkata, "Nikmat sekali Jeff... kamu hebat dech..." dan saya berkata, "Sekali lagi dong Mbak... yach...!" tapi Mbak Eva berkata, "Lain kali aja yach, Mbak capek...' Lalu saya mengiyakannya dengan sangat kecewa.<br /><br />Lalu Mbak Eva bangkit dan bermaksud mengambil pakaiannya, tapi melihat bukit kemaluannya Mbak Eva, nafsu saya bangkit kembali. Lalu saya menarik tangan Mbak Eva serta mendorongnya merapat ke dinding lalu saya jongkok dan saya benamkan kepala saya ke selangkangan Mbak Eva dan dengan pelan saya menjilatinya, dan Mbak Eva mendesah, "Aduh... geli.. ah... udah dech!" sambil tangannya menekan kepala saya, tapi saya tidak menghiraukan peringatannya sambil terus memainkan lidah saya di kemaluannya. Setelah seluruh bulu kemaluan Mbak Eva basah, saya beralih ke klitorisnya dan Mbak Eva mendesah hebat sambil menjambaki rambut saya, "Uuh... terus... enak sekali... sungguh... ah... ahhh... ehmm..." dan terus saja lidahku bermain di klitoris dan lubang kemaluannya. Tak lama kemudian jambakan Mbak Eva makin dahsyat dan menjerit serta mencapai orgasme keduanya, "Aduh... saya sampai... terus Jeff... uh... ehm... uh... hu..." dan saya segera menghisap habis seluruh cairan kemaluannya.<br /><br />Setelah agak lama Mbak Eva mulai tenang dan setelah itu saya bangkit tapi tubuh Mbak Eva seperti kehilangan keseimbangan dan mau jatuh, untung saya segera menangkapnya dan dia berkata, "Huh... kamu ini, Mbak lemas sekali gara-gara kamu..."<br />Dan saya berkata, "Sorry Mbak, soalnya saya nafsu sekali melihat Mbak, tapi Mbak Eva musti janji yach, lain kali Mbak harus menebus kekurangan hari ini."<br />Mbak Eva berkata, "Iya dech... Mbak janji tapi sekarang Mbak musti istirahat, Mbak capek sekali, kalau nanti sudah pulih Mbak pasti melayani kamu lagi, tapi sekarang sebagai hukuman kamu musti nemenin Mbak ke bawah, soalnya Mbak lelah sekali nanti jatuh lagi."<br />Saya berkata, "Beres Mbak!"<br /><br />Setelah mengantar Mbak Eva ke tempat tidurnya saya mencium pipinya dan berkata, "Selamat beristirahat Mbak!" Mbak Eva tersenyum. Sebelum keluar dari kamarnya, tangan saya pun meremas buah dadanya yang empuk sedangkan tangan satu lagi bergerilya di dalam CD-nya dan memainkan bukit kemaluannya. Mbak Eva segera melototkan matanya kepada saya dan saya segera berlari keluar dengan tersenyum dan Mbak Eva berkata, "Dasar kamu ini nggak pernah puas yach... dan tolong tutup pintunya..!" dan saya menjawabnya penuh kepuasan, "Beres Mbak...' Lalu saya kembali ke kamar tidur saya lagi.gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-70956771266972593882009-12-25T22:00:00.001-08:002009-12-25T22:00:27.152-08:00WANITA PENJAGA TOKOCerita ini berawal dari keisengan saya untuk selalu mencoba hal-hal yang baru dan pengalaman baru. Suatu ketika seorang teman bernama Herry, datang ke tempat kost dan bercerita mengenai petualangannya mencari wanita penjaga toko. Karena saya merupakan tipe orang yang tidak mudah percaya dengan omongan teman saya tersebut, maka saya mengajak teman saya membuktikan omongannya. Jam 8.30 malam tepat, teman saya mengajak pergi ke pertokoan di alun-alun Bandung. Karena perjalanan dari tempat kami dari Buah Batu memerlukan waktu sekitar 30 menit, maka jam 9.00 tepat kami sudah sampai di pertokoan tersebut.<br /><br />Sesampainya di sana toko-toko sudah mau tutup, dan kami memasuki salah satu toko serba ada di sana. Langsung saja saya menuju counter pakaian, sambil berkeliling pura-pura mau membeli pakaian. Kebetulan toko sudah sepi karena mau tutup, dan pengunjungnya hanya beberapa orang. "Mau cari baju apa Mas?" tanya seseorang menyapa. Waktu saya lihat ke arah suara tadi, ternyata wanita penjaga counter yang mirip dengan bintang sinetron CT. "Ini Mbak, mau cari jeans ini yang nomor 32 ada nggak ya?" tanyaku. Si Mbak pun mencarikan jeans yang saya maksud. Karena letaknya di bagian bawah, maka si Mbak mencari dengan membungkukkan badan. Karena rok yang di pakai 10 cm di atas lutut, maka paha mulusnya pun terpampang di depan saya. "Wah gile bener nih.. mulus banget." Pikiran saya jadi ngeres nggak karuan lihat pemandangan di depan saya.<br />"Yang ini Mas?", tanyanya.<br />"Oh.. ya..", jawabku.<br />Lalu si Mbak pun menuliskan bon untuk dikasihkan ke kasir.<br /><br />"Mmm... Mbak... boleh tahu namanya?" tanyaku mengawali pembicaraan.<br />"Sheilla", katanya.<br />"Denny", kataku sambil mengulurkan tanganku.<br />"Ini Mas bonnya", katanya.<br />"Makasih, mmh.. Mbak pulang jam berapa?" tanyaku.<br />"Ntar jam 9.30", jawabnya.<br />"Ada yang nganter?" tanyaku lagi.<br />"Mas mau nganter?" tanya dia menantang.<br />"Wah, kalau situ mau ya bolehlah", jawabku mantap.<br /><br />Tak lama kemudian ada pengumuman bahwa toko mau tutup, dan saya pun membayar barang belanjaan, dan menunggu bersama teman saya di luar di depan pintu tempat karyawan toko keluar. Tak lama kemudian terlihatlah Sheilla menuju ke arahku.<br />"Kelamaan nunggunya ya Den?" tanyanya.<br />"Wah, kalau nunggu wanita secakep Sheilla sih rasanya sangat lama", kataku.<br />"Ah bisa aja kamu..." kata Sheilla sambil nyubit pinggangku.<br />Kami bertiga pun meninggalkan toko tersebut.<br />"Emang Sheilla rumahnya di mana?" tanyaku.<br />"Saya di Jalan S", katanya.<br />"Oohh, okelah!" jawabku.<br /><br />Kami pun menuju tempat parkir dan saya starter Katana yang sudah menemani saya selama 5 tahun ini.<br />"Denn, saya turunin di sini Den..." kata Herry saat mobil melewati panti pijat di Jalan S. Dan mobil pun kuhentikan, Herry turun langsung masuk ke panti pijat. Wah ini anak memang gila beneran.<br />"Itu sudah deket kok Den, tempat kost Sheilla", katanya.<br />"Yah kiri, di situ." katanya lagi.<br /><br />Kami pun turun, saat di tempat kost penghuninya sudah tidur semua, tapi karena Sheilla memiliki kunci sendiri, kami pun tak ada kesulitan untuk masuk.<br />"silakan duduk dulu Den!" katanya.<br />Dan Sheilla pun pergi ke dapur membuat minuman. Kamar Sheilla ukurannya 3 X 4 meter, di dalamnya hanya ada televisi, VCD, sama kursi. Meja dan tempat tidur. Tempat tidurnya diletakkan di bawah di atas karpet. Kubuka koleksi VCD-nya, wah ini ada VCD xxx-nya. Sheilla masuk dengan membawakan segelas STMJ dan memakai kaos strecth dan celana pendek.<br /><br />"Wah, semakin kelihatan seksi nih anak", pikirku.<br />"Nih diminum Den, biar anget", katanya.<br />"Shell... kamu suka ya lihat film-film macem ginian?" tanyaku.<br />"Ah nggak juga, cuma buat nonton kalau lagi butuh." katanya.<br />"Butuh apaan?" tanyaku berlagak bodoh.<br />"Yah, butuh itu tuh..." katanya sambil tertawa.<br />"Eh, saya mau nonton yah..." kataku.<br />"Yah silakan, asal nggak terpengaruh loh ya! resiko ditanggung sendiri", katanya sambil tersenyum genit.<br /><br />Aku pun mulai menyalakan VCD dan menonton. Di situ diperlihatkan seorang wanita yang diikat tangan kakinya di ranjang dan ditutup matanya, disetubuhi oleh lelaki dengan nafsunya. "Ahh... no... no... uhshhhh..." jerit wanita tersebut sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya. "Eh Den, kalau yang itu saya juga belum liat tuh", kata Sheilla. Kemudian Sheilla pun duduk di samping saya. Terlihat lagi kemudian ikatan tali itu dilepas, dan si wanita menungging, dan si lelaki berdiri di belakangnya, dan mulai menyetubuhinya dengan gaya anjing. "Ohh... yess... ahhh.... ahhh.... yesss... yesss..." jerit wanita tersebut.<br /><br />Sheilla duduk semakin mendekat ke tubuhku saat menonton adegan tersebut, dan dadanya malah digesekkan ke lenganku. "Wah, kayaknya dia terangsang nih", pikir saya. Kemudian adegan pun semakin seru, si wanita menggoyang maju mundurkan pantatnya mengimbangi laju kemaluan laki-laki tersebut ke dalam ke kemaluannya. "Oohh baby, yess... ahhk", jerit wanita tersebut dan Sheilla pun semakin menggesekkan dadanya ke lenganku dan akhirnya saya beranikan diri untuk memegang dadanya, dan ternyata Sheilla diam saja sambil terus memperhatikan gambar. Saya semakin berani dengan mencium bibirnya, yang dibalas dengan ciuman pula oleh Sheilla.<br /><br />Akhirnya saya dan Sheilla pun terlibat dalam acara pagut memagut yang sangat seru. Lidah kami saling melilit satu sama lain. Kemudian Sheilla melepaskan kaos strechtnya. Saat kaos sampai di kepalanya dan matanya masih tertutup kaos tersebut, saya menciumi bibirnya dengan ganas, "Mmmm", dan dibalas dengan ganas pula oleh Sheilla. Akhirnya saya turun ke bawah menciumi lehernya yang panjang dan agak melengkung ke depan berbentuk seperti kuda. Kata orang sih wanita dengan bentuk leher seperti ini nafsunya besar.<br /><br />Kemudian Sheila pun mendesah, "Oohhh... shhh... shhhh", dan kemudian saya buka kaitan branya dengan gigi saya dan terpampang di depan mata saya gundukan gunung kembar berbentuk kerucut dengan puncaknya berwarna merah muda. Langsung saya jilati dari lembah gunung kembar tersebut terus menuju ke puncaknya. "Aakhhh... Dennn... shhh... terus Den...", hanya kata itu yang keluar dari bibir Sheilla. Tak lama kemudian ujung gunung kembar itupun berubah menjadi keras seperti penghapus pensil dan semakin keras saja. Selanjutnya habis mengerjakan tugas di puncak gunung, saya turun sedikit menuju lembah dan tepat di atas pusar saya jilati lagi. Terus saya berhenti.<br /><br />"Aahhh... shhh... loh... sshh kok berhenti? ssshhh", tanya Sheila.<br />"Shell kamu punya susu kental manis nggak?" tanya saya.<br />"Loh kan udah ada susu kenyal nikmat", katanya.<br />"Beneran nih Shell", kata saya.<br />"Tuh di atas meja", katanya sambil menunjuk ke meja.<br />Langsung saja saya ambil dan saya bawa menuju ke Sheilla.<br />"Wah mau diapain Den?" tanyanya.<br />"Biar lebih manis", kata saya sambil mengoleskan susu kental tersebut ke daerah di sekitar pusar Sheilla, dan menjilatinya.<br />"Wah tubuhmu memang lezat pakai susu ini Sheilla, mmh... slurppp", kata saya sambil menjilat dan menghisap-hisap tubuhnya.<br />"Ahh... shhh... ukhhh... ssss..." desah Sheila.<br /><br />Kemudian saya mulai membuka celana pendek Sheilla dan membuka celana dalam warna kremnya. Dan setelah seluruh susu kental di tubuh Sheilla habis, saya langsung turun ke daerah selangkangan Sheilla. Posisi Sheilla sekarang tidur di sofa dengan kaki mengangkang membentuk huruf M dan saya duduk di bawah dan menjilati pangkal pahanya. "Mmm... mmmm... slurppp... mmmh... saya jilati seluruh permukaan rambut di daerah segitiga terlarang tersebut di situ tumbuh dengan lebatnya rambut-rambut halus bagaikan hutan tropis Kalimantan sebelum kebakaran. Kujilati hingga rambut di situ basah semua, dan kemudian saya menuju ke bibir-bibir kemaluan Sheilla. Kujilati bibir-bibir indah tersebut dengan ganasnya, "Okhh... akkhh... yesss.... Dennn... ahh..." desah Sheilla sambil mengangkat pinggulnya.<br /><br />Kemudian kusingkap kedua bibir untuk mengetahui rahasia di dalam kemaluannya. Terlihat dengan jelas tonjolan daging yang ada di dalamnya dan kujilati dengan lidahku. "Ohh... di situu terus Den... akhh... oukhh... akkk", jerit Sheilla saat saya jilati daging, yang biasa disebut klitoris.<br /><br />Setelah menjilati daging tersebut, kumasukkan tanganku ke dalamnya terasa ada yang menyedot jariku. dan kugesek-gesekkan jari-jariku ke dalam kemaluan Sheilla dan terasa daging yang bergelombang-gelombang di dalamnya. Mungkin ini yang disebut G-spot pikir saya. Langsung saja saya korek-korek daerah situ. Sheilla pun semakin tak terkendali, "Aahh... ssshh... ohkkk... uhhh... yesss, Dennyy... terusss... ahkkkh..." jeritnya semakin nggak jelas. Saya semakin memperbesar frekuensi mengobrak-abrik daerah tersebut, yang makin lama terasa semakin basah dan semakin menyedot-nyedot jariku. Tak lama kemudian, "Ohh... Dennyy... shhh... akkhhh..." jerit Sheilla mengejang tanda mencapai klimaks, dan jariku di dalamnya pun semakin basah oleh semburan air dari dalam kemaluannya. Kemudian saya keluarkan tangan saya dari cengkeraman kemaluannya dan menciumi Sheilla. "Sudah puas sayang?" tanya saya. Dia pun tersenyum genit.<br /><br />Kemudian Sheilla saya rebahkan di karpet dan saya ambil inisiatif 69 dan saya mulai menjilati kemaluan Sheilla. "Den... masih ngilu... kamu aja yang saya jilatin deh!" kata Sheilla. Saya langsung duduk di sofa, dan Sheilla mulai menjilati kemaluan saya. Dia jilat kantung kemaluan saya dengan nikmatnya sambil sekali-kali melirik ke arah saya. Kemudian dia menjilati batangan saya yang 7 inchi menyusuri jejak urat-urat yang menonjol di situ. Saya cuma bisa bilang, "Ahh... ohh... shhhh", saat dia menjilati batangan saya. Dia pun lalu mulai menjilati kepala kemaluan saya yang seperti helm astronot sambil memainkan lubangnya dengan lidah yang menari-nari di atasnya. kemaluan saya pun semakin tegang saja, dan kemudian dia mulai memasukkan dan mengeluarkan kemaluan saya di dalam mulutnya dengan frekuensi tinggi, sehingga dengan gerak reflek saya maju mundurkan kemaluan saya sambil memegangi rambutnya. Setelah hampir 6 menit berlalu sepertinya dia sudah capai karena saya nggak keluar-keluar juga. Akhirnya dia pun menghentikan aktivitasnya. "Denn... lama bener sih keluarnya, masukin aja ya biar cepet keluar!" katanya.<br /><br />Kemudian Sheilla mengambil sesuatu dari lemarinya. Ternyata dia mengambil kondom yang bentuknya lucu seperti ikan lele, ada sungutnya. Dan memberikan ke saya. "Nih Den pake, biar saya nikmat dan tahan lama", katanya. Lalu saya memakaikan kondom tersebut ke kemaluan saya, dan Sheilla sudah siap tempur dengan tidur telentang dan kakinya membentuk huruf M. Langsung saya masukkan kemaluan saya ke dalam kemaluan Sheilla. Wah, ternyata masih seret juga nih lubangnya pikir saya. Dan dengan dorongan sedikit tenaga masuklah batang saya ke dalam cengkraman kemaluannya. Saya dorong keluar masuk kemaluan saya ke dalam kemaluannya. "Aahh... ooohhh... shhh... akhhh... shh... terusss... Denn... ahhh..." desah Sheilla semakin tak beraturan. Kemudian saya berhenti, kemaluan saya di dalam kemaluannya dan memainkannya seperti orang sedang menahan air pipis. "Ih... kamu nakal... Den..." dan Sheilla ganti membalasnya dengan perlakuan seperti saya. Saat dia melakukan hal tersebut, kemaluannya terasa menjepit-jepit seluruh batang kemaluan saya secara periodik, dan membuat saya tak bisa mengendalikan diri.<br /><br />Kemudian saya genjot lagi kemaluan saya dan menggesekkan sungut-sungut pada kondom, sepertinya membuat sensasi tersendiri pada kemaluannya, "Ahh.. ooohhh... Denny... sungut lelemu... ohksss... akkk... yes ahhh... ohkk..." jerit Sheilla menikmati sungut lele dan dia pun menggoyangkan pinggulnya semakin kuat dan berbunyi kecipak-cipak saat saya memasuk-keluarkan kejantanan saya di dalam kewanitaan Sheilla yang makin basah.<br /><br />Setelah 15 menit kemudian Sheilla mendesah, "Deny... ouchh.... akuu.... mmmaaauu.... akh, sampaiii." Tak lama kemudian terasa tumpahan cairan dari kemaluan Sheilla membuat batang kemaluan saya panas dan terasa ada yang menghisap-hisap kemaluan saya yang membuat saya tak bisa mengendalikan diri, dan keluarlah lahar panas dari kemaluan saya pada kantong kondom di dalam kemaluan Sheilla. Kami berdua pun lemas dalam kenikmatan. Saya biarkan kemaluan saya di dalam kemaluan Sheilla sampai hilang hisapan-hisapan dari kemaluannya. Kemudian kukeluarkan kemaluan saya dan saya lepas kondom dan saya berikan ke Sheilla. "Nih, sumbangkan ke bank sperma", kata saya. Dia pun tersenyum genit, dan pergi ke kamar mandi untuk membuang kondom tersebut. Kemudian kami pun tertidur dengan tubuh tanpa busana sampai keesokan harinya.gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-6601912650774901742009-12-25T21:59:00.001-08:002009-12-25T21:59:56.773-08:00ViviVivi tidak bisa menerima sikap dan tindakan Ardi akhir-akhir ini yang ia lihat sudah melupakan dan membiarkan keluarganya. Tindakan ini dilihat Vivi saat Ardi akan pergi ke luar kota untuk meninjau perusahaannya di kota lain. Vivi menduga pasti Ardi telah melakukan suatu perselingkuhan dan menyeleweng dikarenakan Ardi tidak lagi memberikan nafkah batin untuk Vivi, sedangkan Ardi selalu pergi ke luar kota setiap minggu dengan begitu hubungan seks-nya dengan istrinya pasti tersalur, sedang saat ini Ardi telah lupa akan kewajibannya. Siapa wanita yang telah merebut Ardi dari tangannya, Vivi tidak mengetahui. Oleh sebab itu Vivi sering merenung dan berpikir apakah selama ini ia tidak melayani kebutuhan dan kesenangan suaminya, namun semua itu ia rasa tidak mungkin dan sepengetahuannya ia selalu melayani dan melaksanakan kesenangan dan kesukaan suaminya. Sedang kalau ia lihat bentuk tubuhnya yang mungkin telah berubah? namun ia sadari tidak mungkin juga, Vivi menyadari ia dan Ardi telah berumah tangga kurang lebih 6 tahun dan dikaruniai 2 orang anak yang paling besar berumur 5 tahun, mustahil bentuk tubuhnya akan menyebabkan Ardi berpaling.<br /><br />Di depan cermin sering Vivi mengamati tubuhnya, ia pun rajin senam dan melangsingkan tubuhnya, namun apa gerangan Ardi berubah dan tidak mau menjamahnya? Secara fisik Vivi memang seorang ibu rumah tangga yang telah beranak dua, namun jika melihat tubuh dan kulitnya banyak membuat gadis yang iri karena bentuk tubuhnya amat serasi dan menggiurkan setiap lelaki yang menatapnya. Umur Vivi baru 32 tahun, di saat itu ia butuh pelampiasan birahi jika malam hari menjelang, namun sikap Ardi telah membuatnya menjadi tidak percaya diri. Atas saran teman karibnya yang juga ibu rumah tangga dan wanita karir, maka Vivi disarankan untuk meminta tolong pada seorang dukun sakti yang bisa mengembalikan suami dan membuat Ardi bertekuk lutut kembali. Ini telah lama di coba Lusi, dulunya suaminya juga menyeleweng. Namun atas bantuan dukun itu suaminya telah melupakan wanita simpanannya.<br /><br />Dengan saran dan nasehat dari karibnya itu Vivi memberanikan diri untuk datang ke tempat dukun itu walaupun jaraknya agak jauh kurang lebih 2 jam perjalanan dengan mobilnya. Dengan bantuan Lusi, Vivi mengemudikan Balenonya ke tempat dukun itu. Mereka berangkat pagi harinya. Sesampai di gubuk dukun yang memang terpencil di sebuah kampung itu, Vivi memarkirkan mobilnya di samping gubuk itu. Lalu Lusi mengetuk pintu gubuk itu dan dengan adanya sahutan dari dalam mempersilakan mereka berdua masuk, di dalam telah ada dukun itu yang duduk dengan sambil menghisap rokoknya.<br />"Ooo... Bu Lusi? ada apa Bu? ada yang bisa saya bantu?" dukun itu berbasa basi.<br />"Eee... ini Mbah, teman saya ini ada masalah dengan suaminya, namun ia ingin suaminya seperti sedia kala lagi..." jawab Lusi.<br />Lalu Lusi memperkenalkan sang dukun yang bernama Mbah Dudu itu kepada Vivi. Sambil berjabat tangan Mbah Dudu mempersilakan kedua wanita itu untuk duduk bersila di lantai gubuknya itu. Sepintas Vivi merasa agak risih dari mulai ia memasuki gubuk itu. Ada perasaan tidak enak namun karena keinginannya mengembalikan suaminya ia tidak mengambil pusing semuanya. Tanpa ia sadari dari saat ia masuk dan bersalaman dengan Vivi mata mbah dukun itu tidak henti-hentinya memandang ke arah Vivi. Lalu ia memanggil Vivi untuk maju selangkah ke arahnya, dan Vivi diperintahkan untuk memasukkan tangannya ke dalam wajan yang berisi air kembang, lalu Mbah Dudu membakar menyan dan membaca mantranya.<br /><br />Tidak berapa lama kemudian ia buka matanya dan berkata bahwa mata hati suaminya telah dipengaruhi oleh wanita simpanan Ardi dan membuat Ardi melupakan keluarganya. Atas saran mbah dukun supaya Ardi kembali maka Vivi harus memakai jimat yang akan dibuatkannya, asal Vivi mau menjalani syarat-syaratnya dan itu semua terpulang kepada Vivi. Karena besarnya keinginan agar Ardi kembali, maka Vivi menyanggupi segala syarat-syaratnya. Setelah itu sang dukun berkata bahwa besoknya Vivi akan mendapatkan jimat itu dan akan dipasangkan ke tubuh Vivi dan akan dibuatkan malam ini. Mbah Dudu adalah lelaki asal Nias yang telah lama memiliki ilmu yang amat sakti. Tidak sedikit orang yang telah dibantunya. Mbah Dudu tinggal seorang diri di gubuk itu dan tidak memiliki istri. Umurnya telah beranjak tua yaitu 70 tahun namun fisik dan sosoknya tidak menggambarkan ketuaan. Selanjutnya Vivi minta diri dan menitipkan amlop untuk memenuhi syarat-syaratnya, dan berjanji besok akan datang. Lalu Lusi minta diri kepada Mbah Dudu, lalu mereka pulang ke rumah dan besok Vivi harus mengambil jimatnya.<br /><br />Besok hari yang telah ditentukan, Vivi minta Lusi membantu menemaninya ke tempat dukun itu, namun karena adanya kesibukan di kantornya maka Lusi tidak dapat menemani. Dan berangkatlah Vivi mengendarai Balenonya seorang diri ke tempat dukun itu. Lebih kurang 1,5 jam perjalanan Vivi, sampailah di gubuk itu dan memarkirkan mobilnya di samping gubuk, sedangkan hari saat itu telah mendung dan berangin sepertinya hari akan hujan. Lalu Vivi mengetuk pintu gubuk dan kemudian pintu itu dibuka Dudu dari dalam dan mempersilakan masuk. Lalu Vivi masuk ke gubuk dan duduk di lantai. Lalu Mbah Dudu meminta Vivi untuk langsung ke depan dan menerima saran dan cara-cara memakai jimat itu. Vivi diharuskan untuk berbaring dan memakai kain sarung lalu menelentangkan diri, karena jimat itu akan dipasangkan pada tubuh Vivi yang biasa di sentuh suaminya. Lalu Vivi minta ijin untuk memakai sarung yang dipinjamkan sang dukun di kamar yang telah tersedia.<br /><br />Dalam kamar itu, hanya ada satu dipan kayu yang telah lama dan saat itu Vivi membuka seluruh pakaianya, sedang BH dan CD-nya tetap terpasang pada tubuhnya. Sesaat kemudian sang dukun memasuki kamar itu dan minta Vivi berbaring di dipan itu. Vivi menuruti kata dukun itu, lalu Mbah Dudu memulai melakukan aktifitasnya dengan memasangkan cairan jimat itu mula-mula ke kulit muka Vivi lalu turun ke leher jenjang dan ke dada yang masih tertutup BH. Sesampai pada dada Vivi sang dukun menyadari adanya getaran birahinya mulai datang dan lalu di sekitar dada Vivi ia oleskan cairan itu, tangan sang dukun masuk ke dalam dada yang terbungkus BH. Di dalam BH itu tangan Dudu memilin dan memilintir puting susu Vivi, dengan cara itu Vivi secara naluri seksnya terbangkit dan membiarkan tindakan sang dukun yang memang kelewatan dari tugasnya itu, Vivi hanya diam. Lalu sang dukun membuka pengait BH Vivi dan melemparkan BH itu ke sudut kaki dipan itu dan terpampanglah sepasang dada montok yang putih mulus kemerahan karena gairah yang dipancing Mbah Dudu itu.<br /><br />Di sekitar dada itu sang dukun mengoleskan jimatnya berulang-ulang sampai Vivi merasa tidak kuat menahan nafsunya. Lalu sang dukun tangannya turun ke perut dan ke selangkangan Vivi. Di situ tangan sang dukun memasuki selangkangan Vivi, tindakan ini membuat Vivi protes,<br />"Jangan! saya mau diapakan Mbah?" tanyanya.<br />"Ooo... ini adalah pengobatannya, Lusi pun dulunya begini juga," jawab mbah dukun sambil mengatur nafasnya yang terasa sesak menahan gejolak nafsu. Di lubang kemaluan Vivi, jari tangan sang dukun terus mengorek-ngorek isi kemaluan Vivi sehingga Vivi merasakan ia akan menumpahkan air surgawinya saat itu. Sambil membuka kain sarung yang melilit tubuh Vivi sang dukun lalu menurunkan CD yang menutup lubang kemaluan Vivi itu. Lalu ia letakkan CD Vivi di samping dipan yang beralaskan bludu usang itu. Sesaat kemudian Vivi telah telanjang bulat dan jari tangan sang dukun tidak henti-hentinya beraksi di sekitar daerah sensitif tubuh Vivi. Sedang jimatnya telah dioleskan pada seluruh bagian-bagian tubuh Vivi.<br /><br />Lalu tibalah saat untuk memasukkan keampuhan jimatnya, maka sang dukun minta kepada Vivi untuk mau bersengggama karena jimat itu tidak akan bisa dipakai jika Vivi tidak melakukan senggama dengan dukun itu. Karena Vivi telah merasa kepalang basah dan ingin niatnya kesampaian maka ia ijinkan sang dukun melakukan persenggamaan. Lalu tangan sang dukun membuka paha Vivi yang mulus terawat itu. Lalu ia buka lubang kemaluan Vivi dengan tangannya dan memainkan klitoris Vivi dan kembali Vivi histeris ingin dituntaskan nafsu yang telah sampai di kepalanya, ditambah telah beberapa bulan tidak berhubungan seks dengan suaminya. Mbah dukun yang telah sama-sama-sama bugil dengan Vivi lalu memasukkan batang kemaluannya yang cukup besar itu dan kuat ke dalam lubang kemaluan Vivi yang telah dibasahi air kewanitaan Vivi yang tampaknya siap untuk melakukan penetrasi ke dalam lubang kemaluan yang telah basah itu. Setelah dipaksakan agak keras lalu batang kemaluan yang tegak menantang masuk seluruhnya ke dalam lubang kemaluan Vivi, dan Mbah Dudu melakukan gerakan maju mundur, sedang tangannya tidak henti-hentinya memilin dan menekan pinggul padat Vivi itu. Buah dada Vivi tidak luput dari jelajahan tangan sang dukun.<br /><br />Lebih kurang 30 menit lubang kemaluan Vivi digenjot dengan paksa lalu sang dukun barulah sampai klimaks dengan menumpahkan air maninya ke dalam lubang kemaluan itu sebanyak-banyaknya. Sedangkan air yang keluar dari lubang kemaluan Vivi itu ia oleskan ke lidah Vivi untuk kasiat bahwa Vivi tidak bisa dilupakan suaminya. Dalam persenggamaan itu Vivi sempat orgasme 3 kali, itu pun saat ia terengah-engah di saat batang kemaluan sang dukun mengaduk-aduk isi kemaluanya tadi. Sejam kemudian barulah permainan itu selesai setelah sang dukun minta permainan dilakukan 2 kali. Setelah itu Vivi minta diri pulang dan membawa yang akan ia pakaikan di rumahnya saat mandi. Mbah dukun mengatakan ada jimat yang akan dipasang di dalam kamar Vivi namun belum siap, dan mbah dukun berjanji akan mengantarkannya ke rumah Vivi 2 hari lagi.<br /><br />Tepat 2 hari kemudian sang dukun mendatangi rumah Vivi yang megah. Saat itu suami Vivi belum pulang dari luar kota dan di rumah saat itu hanya ada ia dan seorang pembantunya yang sedang menjaga anak-anaknya. Sang dukun berkata, "Bu Vivi, jimat ini akan saya pasangkan pada kamar Ibu nanti malam," sedangkan Vivi merasa khawatir, bagaimana jika suaminya pulang. Namun karena kesaktiannya, sang dukun berkata, "Bu Vivi nggak usah khawatir, suami Ibu pulang lusa, sedang ia sekarang menurut penglihatan saya sedang di Lampung," kata sang dukun. Lalu bagaimana ia menerangkan kepada pembantunya karena adanya kehadiran dukun tua itu? Lalu ia hanya berkata bahwa familinya dari kampung dan menumpang barang 1 hari di rumahnya. Lalu Vivi mempersilakan sang dukun untuk istirahat di sebuah kamar yang memang diperuntukkan untuk tamu. Lalu sang dukun memasuki kamar yang telah disediakan.<br /><br />Malam harinya saat akan memasangkan jimat di kamar Vivi, dilakukan pada pukul 9.00 malam, sedang pembantunya telah tidur di kamar belakang, tempat kamar tidur pembantu memang jauh di belakang dan tidak mengganggu ke rumah induk tempat kamar Vivi berada. Di dalam kamar itu sang dukun melakukan ritualnya dengan membaca mantera, lalu ia membakar menyan, sedang Vivi duduk diam melihat apa yang dilakukan sang dukun dari atas tempat tidurnya. Lalu sang dukun berkata, "Sebaiknya jimat ini kita pasangkan pada saat tepat jam 12.00 malam nanti, berarti masih ada waktu 3 jam lagi, Bu Vivi..." katanya. "Sekarang sebaiknya kita ngomong-ngomong saja dulu menunggu waktu," kata sang dukun. "Baiklah Mbah," lalu Vivi mempersilakan sang dukun keluar kamar. Bagaimanapun ia merasa berat hati untuk membawa dukun itu ke dalam kamar pribadinya. Sang dukun berkata, "Tidak usah keluar... Bu Vivi... di sini saja." Lalu sang dukun berdiri dari duduknya dan menuju ke arah Vivi duduk dan mbah dukun itu juga duduk di samping Vivi. Lalu tangannya menggapai tangan Vivi dan berkata, "Sebaiknya kita berdua melakukan seperti saat Ibu di gubuk saya, sebab jika tidak para jin yang membantu saya akan lari dan tidak mau menolong Ibu," kata mbah dukun. Vivi hanya bergidik, bulu kuduknya merinding. Haruskah ia mengulangi kesalahan saat ia harus bersenggama dengan dukun itu di gubuknya? Namun karena adanya pengaruh dan keinginan Vivi maka ia biarkan sang dukun mengulangi perbuatan maksiat itu di kamarnya, saat itu Vivi memang merasa menjadi seorang wanita sempurna karena ia telah mendapatkan siraman batin dari dukun tua itu meskipun tidak ia dapatkan dari suaminya.<br /><br />Lebih kurang 2 jam mereka berdua mengayuh samudera kenikmatan bersama sang dukun dan membuat Vivi orgasme berulang-ulang dan membuat lubang kemaluannya sampai lecet karena kebuasan batang kemaluan dukun yang sangat besar itu. Lalu tepat pada jam 12 malam barulah jimat itu terpasang pada bawah ranjang Vivi dan menjelang pagi mereka terus melakukan hubungan seksual dengan menggebu-gebu. Lalu Vivi tertidur dan tidak menyadari hari telah pagi dan sang dukun telah pergi, sedang Vivi merasa tubuhnya pegal-pegal dan tulangnya serasa mau lolos. Sejak saat itu memang jimat pemberian sang dukun ada perubahan pada diri suami Vivi dan ia sangat berterima kasih dan lalu ia mendatangi sang dukun. Sedang sang dukun cuma minta Vivi tidak melupakannya, dengan cara Vivi harus 2 kali dalam sebulan datang untuk memberikan jatah hubungan seks kepada sang dukun seperti Lusi juga melakukan hal yang sama. Memang setelah itu Vivi selalu rajin mendatangi sang dukun dan terkadang sang dukun yang datang ke rumah Vivi untuk minta jatah senggamanya. Memang sebagai dukun ilmu hitam, Mbah Dudu harus mensenggamai pasiennya, karena dengan demikian si pasien akan mampu disembuhkan dan ilmu sang dukun dapat dipelihara.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-21196586083480265032009-12-25T21:58:00.001-08:002009-12-25T21:58:53.971-08:00*** Tragedi ***Pagi harinya, di gelanggang renang SMU 87. “Semangat !, semangat !, semangat !” teman-temannya mendukung Sativa sedang latihan renang.<br />Ketika dia sudah sampai di putaran pertama, Pelatih menghentikan stopwatch-nya.<br />“Kerja yang bagus Sativa, itu baru semangat.” Ucap pak pelatih.<br />“Ahak… ah… ah… ah… ah…” dia melepas kaca mata renangnya dan menghirup udara dengan tergesa-gesa.<br />“Jangan lupakan apa yang telah kamu lakukan, dengan nilai prestasimu ini, kamu akan…”<br />****<br />Di stasiun kebayoran, aku sedang berdiri menyender tembok, aku melihat waktu di jam tanganku, tampaknya Lisna belum datang-datang juga.<br />“Eh he..?” Salah seorang anak perempuan berpakaian SMP sedang mendekatiku dengan matanya penuh curiga.<br />“Ngh…” Aku menengok.<br />“Aaaa…ah… dia tidak bisa diam ?” <br />“IIYAKS...!!” Aku kaget sekali, membuat jantungku berdebar-debar.<br />“Eh… he…he…he…” <br />“A… apanya ?” <br />“Haaah…!” dia melihat-lihat switer baju dan celana jeansku.<br />“7, 5, 6, 4, 3, 5 ,7…” Dia melangkah-langkah kakinya sambil berputar di tempat aku berdiri. “Dihitung semua cuman 37 point !, kamu masih punya waktu untuk pergi rupanya.”<br />“Ngaaa, Woi.. apa maksudmu berkata begitu ?, lalu apa yang kau maksud dengan 37 point ?” ucap Aku sambil marah.<br />“Maafkan dia, Rio…” <br />“Nh ?” terdengar suara Lisna sudah datang, aku langsung nengok kebelakang.<br />“Lisna…?, AAARGH….Jangan-jangan dia...?!”<br />“Iya… dia adalah adikku.” <br />“Namaku Putri Meirani !, Senang berkenalan denganmu, kak Rio !”<br />“A…aaaah…, Sssst…. Apa adikmu ingin ikut bersama kita ?” tanya Aku kepada Lisna sambil membisikan kupingnya.<br />“Eh… aku pikir… dia cuman ngikutin aku saja…?”<br />“AAH Jangan khawatir !, meskipun ini musim panas… aku tidak akan mengganggu kencan romantis kalian !” <br />“Ke… kencan romantis…., Hei Putri..!” Lisna tersinggung mendengarnya.<br />“Ya sudah… Putri harus cepat-cepat ke tempat latihan…, Eh tunggu…” Putri menarik lengan bajuku. “Ngh…??”<br />“Awas ya… kau tidak boleh menggigit kakakku sekarang.”<br />“MHH…!?” Aku terkecut ketika Putri membisiki kupingku, itu membuat wajahku malu sekali.<br />“AH… Pipinya menjadi merah !, Ternyata masih perjaka !” sambil menunjuk-nunjuk kearahku. “Ah… ha… ha… ha… selamat berjuang !!” Putri langsung lari dan melambai-lambaikan tangannya. “Tap ! tap ! tap !”<br />“Da… Da… DASAR TIKUS KECIL !” teriak aku dengan marah.<br />“Maafkan dia, Rio…” <br />“Ah…” <br />“A… Apakah Putri mengatakan sesuatu yang buruk ?”<br />“Eeeh tidak…maksudku… bu… bukan…, Apakah Putri selalu kelihatan semangat ?”<br />“Eh… Iya… dia kelihatan semangat sekali.”<br />“Aku mengerti, Putri mirip sekali seperti Sativa !”<br />“Begitu ya…, Kau tahu…., Putri ingin sekali mengikuti klub renang !”<br />“E… masa ?”<br />“Mh…, Dia bersaing dan selalu menang dalam pertandingan, dia bilang Sativa adalah idolanya.”<br />“Aaaah… Berenang itu pasti pertarungan…”<br />“Tap… tap… tap…” Aku dan Lisna langsung masuk kedalam kereta.<br />****<br />“Jes… jes… jes…” Dalam perjalanan, “………………………” aku tampak lelah dan mengantuk sekali. “Apa kamu tidak apa-apa Rio ?” <br />“Ee… Ah… enggak apa-apa kok.” Aku langsung bangun dan tersenyum.<br />“Apa kamu kurang tidur ?”<br />“Semalaman aku terlalu banyak main dindong bersama Budi.”<br />“Itu tidak baik untukmu !”<br />“Mh….ngh…” sambil menggaruk-garuk kepalaku dan tersenyum.<br />“Bagaimana keadaan belajarmu sekarang ?” <br />“Ng… Biasa-biasa saja…”<br />“Kelihatan bagus apabila kamu serius meneruskan belajar ke universitas…., Universitas Indonesia sangat jauh dari sini…, Universitas Mercu Buana sangat dekat, jadi kita bisa pergi kesana bersama-sama…, Jika kamu mau mencobanya sekarang…. Sudah tentu…, Hei Rio..., Universitas Mercu Buana sepertinya pilihan yang…”<br />“Ngh…” Aku tertidur dan menyender kebahunya Lisna.<br />“Ah.” Lisna terkecut.<br />“……………………” Aku tertidur pulas sekali.<br />“Mh…” Lisna wajahnya tersenyum.<br />****<br />Di stasiun merak, aku dan lisna turun dari kereta. “Kita… kehilangan tempat tujuan….” Aku dan Lisna berpegangan tangan sambil memandang lautan. “Mmm.” dia mengagukan kepalanya.<br />“Teeeeeng….” Kereta yang kami tumpangi, telah berangkat kembali ke jakarta.<br />“Seharusnya kamu membangunkan aku barusan.”<br />“Tetapi Rio tertidur nyenyak sekali… dan wajahmu kelihatan manis, Jadi aku hanya…” ucap Lisna sambil menatap kebawah.<br />“Begitu ya… Maaf kan aku, Lisna.” Aku langsung merangkulnya.<br />“Ah… Kamu tahu, aku membawakan sesuatu yang enak loh.” Lisna memperlihatkan tas ranjangnya kepadaku. “Ayo kita cari tempat duduk.”<br />“Mh.” Aku mengagukan kepala.<br />“Kwaaaak…. Kwaaaak…. Kwaak…” Terdengar suara kicauan burung-burung bangau berterbangan di atas pantai. Aku dan Lisna sedang duduk-duduk di bangku stasiun. Ketika tas ranjangnya sedang dibuka. <br />“Untunglah, Kue Pai nya masih utuh !”<br />“Wah.. Kue Pai !…., Kelihatannya enak sekali !” <br />“Eh.. he.. he…, Aku dengar… katanya kamu sangat menyukai kue pai ?, Aku sudah coba membuatnya beberapa kali, tetapi tidak pernah berhasil dengan baik.., Aku khawatir dengan yang satu ini. Mungkin…”<br />Lisna langsung memotong kue painya.<br />“Jika tidak enak, Jangan ragu-ragu mengatakannya kepadaku.”<br />“Ngeh.. aku mengerti !” Aku mengambil kuenya dan memakannya.<br />“Aaaaam… nyam… nyam….”<br />“Bagaimana rasanya ?”<br />“Mmmmuh… Enak sekali !” sambil mengacungkan jempol.<br />“Benarkah ?!”<br />“Iya… ini benar-benar enak !” Aku mengagukan kepalaku.<br />“Aaah… syukurlah…!” <br />“Hap… nyam… nyam….” <br />“Aku ingin mencobanya !….., Hap… nyam… nyam….” Lisna mencoba kuenya.<br />“Benar…. Ini enak sekali !”<br />“………………………” Aku menatap Lisna yang sedang memakan kuenya.<br /><br />“Kwaaaak…. Kwaaaak…. Kwaak…” setelah kami memakan kue pai, Aku dan Lisna menatap lautan yang indah. Aku merasakan tiupan angin pantai dibarengin kicauan burung-burung bangau yang sedang berterbangan di atas langit.<br />“Indah sekali.” Ucap Lisna.<br />“………………………” Aku menengok menatap wajah Lisna tersenyum.<br />Tampak stasiun merak terlihat sepi, hanya kami berdua yang sedang duduk bersama, melihat orang-orang sedang bermain selancar dipinggir laut.<br />“Indah sekali.” Lisna kepalanya menyender ke bahuku. “Iya….”<br />****<br />Sore harinya di pusat pertokoan pondok indah, ketika Sativa hendak pulang ke rumah sehabis latihan renang di sekolah. “Eeh… Jangan !” seorang wanita bersama pacar lakinya sedang bergandengan tangan didepan Sativa. <br />“………………………” dia berhenti dan melihat mereka sedang bicara.<br />“Ayolah…!, Hari ini bagaimana kita lakukan sekarang…” Ucap laki-laki itu.<br />“Apa yang harus kulakukan ?” Tanya wanita tersebut.<br />“Ngh…” Sativa menundukan wajahnya menatap kebawah.<br />****<br />Malam harinya, didepan rumah Lisna. “Jika kamu mau, Ayo kita masuk ke dalam ?” Tanya Lisna untuk masuk kedalam rumahnya. “Eh, Iya tapi ?”<br />“Itu berat dikatakan ya ?” dia tampak murung.<br />“Bu… bukan, maksudku…” Aku hendak memegang tangannya.<br />“SELAMAT DATANG !!” <br />“WAA….!!” Aku terkecut, tiba-tiba Putri telah datang.<br />“Ah… Putri.” Lisna menengok melihat adiknya berdiri dibelakangku.<br />“Waah… aku lapar sekali.” Putri langsung masuk ke dalam rumahnya. <br />“Ngh… apa yang sedang kalian tunggu disitu ?, Ayo cepat masuk kedalam ?!” Putri balik lagi, melihat kami masih berdiri saja di luar.<br />“A… aku…” Aku bingung sekali apa yang harus kulakukan.<br />“Iiiih… kamu ini, mau masuk kedalam apa enggak sih ?, Ayo cepat…3, 2, 1.” Putri menawarkan tangannya kehadapanku.<br />“Tidak… ini sudah terlalu malam, dan aku tidak mau mengganggu…. Waaaa…?!”<br />Aku terkecut, tiba-tiba putri mendorongku masuk kedalam rumahnya.<br />“Jangan khawatir.”<br />“Tunggu Putri ?!” Lisna memanggilnya dan langsung masuk kedalam.<br />“Assallamuallaikum !, aku pulang. Putri membawa seorang tamu nih !”<br />“Ma… maaf… Assalla….muallaikum…..” Tidak lama kemudian, aku, Lisna, Putri dan bersama kedua orang tuanya sedang berada diruang makan. Aku seperti bingung sekali sambil menundukan kepala, menatap steak didepanku yang telah disajikan oleh ibunya, aku menengok melihat Lisna dari tadi diam-diam saja dengan wajah malunya, dan aku menatap Putri bersama ibunya sedang tersenyum menatapku. <br />“Rio agustina, jangan sungkan-sungkan !” ucap ayahnya.<br />“Ahk… Iya….” Aku menundukan lagi kepalaku.<br />“Ayolah… jangan diam-diam saja… silahkan dimakan.” Ayahnya tersenyum.<br />“Jika masih kurang, katakan saja…. Ibu masih banyak loh membuatnya.”<br />“Ahk… Iya….”<br />“Ahk… Iya….” Putri meniru ucapanku sambil menundukan kepala. “Ah… HA… HA… HA…!!” dia langsung tertawa saking senangnya sambil menunjuk-nunjuk tangannya kehadapanku.<br />”PUTRI HENTIKAN !!” Lisna langsung berdiri dan marah kepada adiknya.<br />“Uuuuugh….” Putri jadi sebal melihat kakaknya.<br />“Maafkan dia Rio….”<br />“Eh… he…. he…. he…” Aku sedikit tertawa.<br />“A…. Ha… Ha… Ha…!!” Kedua orang tuanya tertawa melihat wajahku malu sekali. “Hei Putri….. sudah-sudah….” Ucap Ayahnya.<br />Setelah itu, aku langsung makan steaknya dan sedikit berbicara dengan orang tuanya, aku melihat Lisna tersenyum, ini baru pertama kalinya aku merasakan keharmonisan keluarga mereka disini.<br />Aku tersenyum ketika Lisna sedang bicara denganku.<br />“Waaah…. Apa-apaan ini ?” Tiba-tiba Putri berdiri didekat kami sedang bicara.<br />“KYAH…” Lisna sedikit terkecut, aku pun juga.<br />“Sssst… Hei kakak ipar…., kamu sedang memikirkan sesuatu yang jorok-jorok iyakan ?” Tanya Putri sambil membisik-bisiki kupingku.<br />“AAARGH !!” Aku kaget sekali mendengarnya, dan ingin langsung marah.<br />“He… he… he…” Putri menghindar kebelakang kakaknya.<br />“Kamu ini…., Ah ?… ka…. Kakak ipar ?”<br />“Iya…., Apa kedengaran aneh ?” ucap Putri.<br />“E… enggak kok…. Enggak kedengaran aneh ?” aku bingung apa maksudnya.<br />“Aku ini ingin sekali mempunyai kakak ipar, Nampaknya kamu sedikit tidak percaya, Tapi Putri akan selalu melakukan yang terbaik untukmu.” Putri memegang pundakku.<br />“Aaa… begitu…?” Aku melanjutkan makan steaknya.<br />“Jadi, maukah kamu menikah dengan kakakku tersayang.”<br />“UGH… UHUK… UHUK…!!” Aku terbatuk-batuk mendengarnya.<br />“PUTRI !!, apa yang kamu katakan barusan ?” Lisna langsung teriak dan marah.<br />“Ah… Ha… Ha… Ha…!!” kedua orang tuanya tertawa.<br />“………………” Aku dan Lisna tidak bisa berkata-kata karena malu mendengarnya.<br />“Hem… masa depan kalian sudah dekat, Rio agustina…. Bapak harap kamu mau menjaga Lisna baik-baik ketika kalian sedang pacaran.” Ucap ayahnya.<br />“Mm… Mm… Mm…” Putri mengangukan kepalanya.<br />“Bapak titipkan dia kepadamu.”<br />“A… IYA PAK !!” Jawab aku dengan tegas.<br />Lisna tersenyum sambil menundukan wajahnya menatap kebawah.<br />****<br />Setelah acara makan malam selesai, Aku dan Lisna berjalan kaki tidak jauh dari rumahnya. “Besok… Acara bazar tahun baru akan digelar di masjid pondok indah, bagaimana kalau kita pergi kesana ?” Aku ingin sekali mengajaknya.<br />“Baiklah, tetapi Sativa…. Dia terlihat sibuk dan tidak bisa datang katanya.”<br />“Sibuk ?, apa dia sudah mempunyai pacar ?”<br />“Eh… masa ?, karena itu….” Lisna berhenti dari jalannya.<br />“Ada apa ?” Aku menengok.<br />“Iya…, katanya Sativa sudah mempunyai pacar ?, itulah kenapa…”<br />“Eh, benarkah ?!”<br />“Kata Putri, sewaktu pulang dari latihan renang, dia bertemu Sativa sedang berjalan dengan seseorang.”<br />“Ah… Jadi dia sungguh-sungguh ya ?, ya sudah, yang penting kita berangkat besok, hanya untuk kita berdua saja…., Ng…. aku tidak usah mengajak Budi ya ?”<br />“Eh… he… he… he… berarti Budi tidak usah diajak dong.” Lisna tertawa.<br />“Tidak apa-apa…. Sampai jumpa lagi Lisna.”<br />“Mgh.” sambil mengagukan kepalanya.<br />Aku memegang dagunya Lisna dan mencium mulutnya dengan lembut. “Cup……”<br />****<br />Di apartemen gandaria, “Kriiiing…. Kriiiing…. Kriiing…!” suara telepon berdering. “Klek.” Terdengar suara pesan telepon menerimanya.<br />“Iya…Ini Rio agustina…., aku sekarang sedang berada diluar…. Jika ada keperluan, silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi pip.”<br />“Piiip !” teleponku merekam pesannya. <br />“…………………………”<br />“Klek.” teleponnya langsung ditutup.<br />****<br />Keesokan sore harinya, digelangang renang SMU 87. Sativa sedang latihan renang sendirian. “Tap…. tap…. tap….” Aku datang menemuinya.<br />Tidak lama setelah Sativa latihan, aku memanggilnya ketika dia sedang berdiam diri sambil mengambang ditengah-tengah kolam. “Sativa !”<br />“Muh…” dia matanya menengok, melihatku berdiri tidak jauh didekatnya.<br />“Kemaren… kenapa teleponnya tidak kamu angkat ?”<br />“Eh… Lu nelpon balik ya ?”<br />“Kamu sudah tiga kali meninggalkan pesan, apa ada masalah ?”<br />“E… enggak kok…”<br />“………………………” Aku hendak pergi meninggalkannya.<br />“Rio…. Maukah kamu mendengarkan sesuatu ?!” <br />“Tap.” Aku berhenti dan tidak jadi pergi.<br />****<br />Di lapangan masjid pondok indah yang ramai dan dipenuhi orang-orang yang berdatangan ke acara bazar tahun baru. “…………………………” tampak Lisna sedang menungguku datang, dia berpakaian rapih dan berpenampilan cantik sekali.<br />****<br />Diatas bukit belakang sekolah, Aku dan Sativa sedang duduk-duduk menyender pohon sambil menatap matahari mulai terbenam. “Krriik…. Kriiik…. Kriik…” suara jangkrik dari semak-semak rerumputan.<br />“Ini tentang pacarmu ya ?” Aku bertanya kepadanya.<br />“Gua tidak pernah mempunyai pacar.”<br />“Aku dengar kamu sudah punya….”<br />“Gua cuman ngikutin dia jalan-jalan saja, tetapi… dia mengakuinya kemaren.”<br />“Apa kamu mengajaknya pacaran ?”<br />“Gua tidak tahu …………….., Hei… coba elu pikir… apa yang harus gua lakukan ?”<br />“Eh… apa maksudmu ?, kalau aku sih akan selalu mendukungmu… terserah apa yang akan kamu putuskan.”<br />“Mh… Masa… gua harap begitu….” Sativa menundukkan wajahnya. <br />“……………………” dengan diam aku menengok sedikit menatapnya.<br />“Walaupun gua kelihatan seperti ini, dia adalah orang kesepuluh untuk mengakunya, Tetapi… gua tolak mereka semua.” Sambil menatap keatas.<br />“Kamu sedang membual ya ?”<br />“B o d o h…. Mau gua hajar ?!” <br />Aku tersenyum melihat dia mulai marah.<br />“Mereka semua selalu memuji rambut gue…, Tetapi Gua tidak suka itu.” Sambil memegang rambut panjangnya. “Gua, orang yang tidak seperti rambut ini, selalu keras kepala…. Hanya satu dari mereka yang tidak memuji rambut gue…. Dia bilang, itu kelihatan pendek sekali.”<br />“Apa…. kamu menyukai dia ?”<br />“Gua tidak tahu….., Terus terang saja…. Gua tidak tahu….”<br />Aku langsung menatap kedepan, tampak Sativa masih terus menatapku dan mengedip matanya menatap kebawah. “…………………………”<br />Sativa langsung berdiri dari duduknya. “Sudah gua putuskan…. Gua tidak akan pergi bersamanya !” ucap sambil berjalan sedikit kedepan. “Gua ingin sendirian saja dan kesepian seperti Lisna.”<br />“Masa…, Aku pikir kedengarannya bagus.”<br />“Hem…” dia tersenyum.<br />“Eh !” Sativa menengok melihat cahaya keramaian dimasjid pondok indah dari kejauhan. “Bazar…?”<br />“Iya.” Aku langsung berdiri dan mendekatinya.<br />“Itu enggak apa-apa…, bukannya lu pergi bersama Lisna sekarang ?” <br />“Ah aku lupa !, Aku akan minta maaf .”<br />“…………………………” Sativa mulutnya menganga.<br />“Sreeek…….!” Terdengar suara langkah kaki menginjak rumputan dibelakang kami berdua.<br />“Kalian ada disini !” Ucap Budi datang bersama Lisna.<br />“Ngah…” Sativa terkecut dan menengok kebelakang.<br />“Budi !, Lisna !” Aku memanggilnya.<br />“Rio !, Kenapa lu ini…!” Budi langsung lari mendekatiku. “Bukannya lu sudah janjian, ngajak Lisna ke bazar… Kenapa lu membiarkan dia sendirian ?!, Dia menjadi khawatir bahwa lu tidak datang, itu bikin dia menangis bodoh !” ucap marah-marah.<br />“Itu tidak apa-apa, Budi !” Lisna mendekati budi yang sedang marah. Kemudian dia langsung diam dan menengok Lisna dibelakangnya.<br />“Kalian semua tidak apa-apa kan…?”<br />“Maafkan aku, Lisna !!” ucap Sativa minta maaf kepadanya.<br />“Ah.” Aku menengok melihat Sativa cemas.<br />“Aku tidak tahu bahwa kalian sedang pacaran…, Sengaja Aku ajak dia kesini untuk bicara…, Sesuatu telah terjadi kepadaku, dan…” Sativa menundukan wajahnya dengan murung.<br />“Sa… sativa...” Lisna terlihat khawatir.<br />“Jadi begitu ya.” Ucap Budi baru mengetahui yang sebenarnya.<br />“Aku merasa tidak enak kepadamu Lis, tetapi aku tidak bisa meninggalkan Sativa sendirian.” Aku memberi pengertian kepadanya. “Aku benar-benar minta maaf.”<br />“Mgh… itu enggak apa-apa kok… jika itu masalahnya.” Lisna langsung memegang tangannya Sativa. “Karena kamu adalah temanku yang terpenting !”<br />“Teman…?, ……………. Mh………… Terima kasih.” Sativa tersenyum.<br />“Srak… srak…” Lisna mundur sedikit kebelakang dan melihat-lihat kami bertiga.<br />“Tetapi… kita semua telah berkumpul sekarang !, Teman adalah yang terpenting seperti ini !”<br />“Lisna…, Baiklah karena kita semua sudah berkumpul, ayo kita pergi kebazar sama-sama !” <br />“Lalu sebagai ucapan minta maaf, aku akan traktir kalian semua !” Ucap sativa.<br />“Kedengarannya boleh juga, tetapi sebelum itu… Ayo kita ambil Foto sama-sama.” Budi mengeluarkan kamera foto dari kantong celananya.<br />“Ketika kamu mengatakan itu…, ini akan menjadi foto pertama buat kita berempat !” Aku mendekati Lisna berdiri.<br />“Iya, ini akan jadi foto kenang-kenanganan.”<br />Kamera foto diletakan diatas dahan pohon oleh Budi. “Sreeeeeeeeeeeeee….” Terdengar suara dari kamera tersebut untuk mengambil foto mereka secara otomatis.<br />“Ayo semuanya berdekatan !” Ucap Budi.<br />“Seperti ini ?” Aku berdiri disebelah Sativa.<br />“Lisna….”<br />“Kyaaah….”<br />“KLEEK !!” Malam hampir kelihatan larut, Aku dan Lisna pulang kerumah sehabis mengunjungi bazar. Kami berdua jalan kaki bersama sambil bergandengan tangan. “Maaf ya, soal waktu itu…” ucap Aku minta maaf kepadanya.<br />“Tidak apa-apa kok… Sativa sepertinya khawatir, iyakan ?, Aku pasti akan melakukan hal yang sama.”<br />“Begitu ya.”<br />“Aku senang, kalau kamu perduli kepadanya.”<br />“Mh.” Aku tersenyum mendengarnya. “Huh ?” Aku berhenti melihat rumah Lisna tampak gelap tidak ada siapa-siapa.<br />“Ah… orang tuaku sedang pergi keluar….”<br />“Mmmm…”<br />“Putri juga ikut bersamanya.”<br />“Masa…” Sambil menggaruk kepala.<br />“Rio… maukah kamu masuk kedalam ?”<br />“Eeee….” <br />“Aku masih ingin berbicara denganmu.”<br />“………………” Aku bingung dan sedikit malu. “Ba….. baiklah…..” <br />****<br />“Klik.” Lampu kamar dinyalakan. “Klekek !” Suara pintu ditutup.<br />“Jadi ini kamarmu ya ?”<br />“Mmh…” Lisna mengagukan kepalanya dengan malu.<br />“Eeeeeeeh…..” Aku berjalan menuju lemari bukunya. “Kamu memiliki banyak buku cerpen bergambar.”<br />“Aku sangat menyukainya.” Lisna mendekatiku.<br />“Apa… bulan ini kamu mempunyai buku Kenangan Kata Terakhir ?”<br />“Tidak…” sambil menggelengkan kepalanya.<br />“Bagaimana dilain waktu kita cari sama-sama.”<br />“Iya, ……… Sewaktu aku kecil, di dalam mimpi aku ingin sekali bercita-cita sebagai novelis… maka begitu aku akan masuk ke universitas…. Aku akan mengambil jurusan psikologi anak-anak.”<br />“Heh… Itu hebat sekali Lisna, aku yakin kamu pasti bisa.”<br />“Ngh.” Lisna menyenderkan kepalanya ke bahuku.<br />Aku langsung merangkulnya. “Jika ada waktu, bagaimana kalau kamu nulis cerita tentang kita berempat.”<br />“Ah… Kedengarannya manis sekali.” Lisna memegang tanganku.<br />“Mmh….” Aku mencium mulutnya dengan lembut. “Cup…”<br /><br />Tidak lama, aku membaringkan Lisna ke tempat tidurnya. “Ah..ha….”<br />“Lisna…” aku menatap wajahnya dengan malu.<br />“Ah…haaaa…” dia membuka mulutnya pelan-pelan.<br />“………………………” Aku menunggunya untuk mengatakan iya atau tidak.<br />“A….. iya….” Lisna langsung menutup kedua matanya.<br />Aku melepaskan pakaiannya begitu juga dengan pakaianku. Kami berdua membuat cumbu untuk pertama kalinya. Lampu kamar aku matikan, hanya lampu belajar yang aku nyalakan agar suasana terlihat redup.<br />Aku mulai mencium-cium lehernya sambil memegang rambutnya dengan tangan kiriku kemudian meremas-remas dadanya dengan tangan kananku. “Aaaaaaah……” Aku merasakan Lisna mulai terangsang. Aku terus-terusan mencium lehernya. Lisna terlalu memelukku dengan kuat dan mencakar-cakar punggungku.<br />“Mmmmmhhh…..”<br />“AKH… Akh….. akh…” terasa Lisna mulai kesakitan sambil menjambak rambutku. “Ah…. Ah…. Ah…” Aku bersenggama sedikit demi sedikit dengan pelan-pelan. “Akh…. Aaaaaah…” <br />“Mmmmh… akh… ah… ah….” Sepertinya Lisna kesakitan, aku berhenti bersenggama kemudian melihat wajahnya. “Ngh…?” <br />“Maafkan aku…” sambil menghusap air matanya, aku tahu walaupun ini dosa aku akan selalu mencintainya dan segera menikahinya.<br />“Mmh….” Lisna tersenyum.<br />****<br />Tampak mobil sedan yang ditumpangin Putri bersama orang tuanya telah tiba. Di depan pintu gerbang rumah, Putri turun dari mobilnya “Aku langsung masuk duluan.” sambil menutup pintu mobilnya.<br />“Ngh… apa-apaan ini ?” Putri melihat lampu kamar kakaknya terlihat redup.<br />****<br />Aku terus-terusan mencium mulutnya Lisna sampe tidak mau lepas. “Ting… nong…! Ting… nong !” Terdengar suara bel pintu dibawah.<br />“HAAAAH...!!” Aku dan Lisna terkecut.<br />****<br />Diruang tamu, Putri membuka pintunya dan langsung masuk kedalam. “Kakak…. Kamu ada didalam….?” <br />Putri melihat sepatuku di bawah. “Mmm…” dia tersenyum.<br />****<br />“DUK… DUK… DUK…!!” Terdengar suara langkah kaki berlarian dan mendekati kamarnya Lisna. “KLEKEK !!” Putri langsung membuka pintunya dengan cepat. “AKU SUDAH PULANG !!” <br />“Aa….., huh ?” Putri melihat-lihat tempat tidur kakaknya, dikiranya aku dan Lisna sedang bercumbu disana.<br />“Putri… selamat datang.” Lisna memanggilnya.<br />“Ah…” Putri menengok melihat kami sedang duduk-duduk dilantai.<br />“Kamu pulang terlambat ya ?” <br />“Eeeeeeeeh……” Tampak di wajahnya Putri mulai curiga.<br />“Duk… duk…. duk….” dia berjalan mendekatiku.<br />“Kakak ipar… Apakah kamu menggigit kakak ku ?”<br />“IIIIIIIH….!!” Aku dan Lisna langsung shock mendengarnya.<br />“Pu…Putri, Apa yang barusan kamu katakan ?” Lisna wajahnya keringatan.<br />“Mencurigakan sekali !” Sambil memegang dagunya.<br />“Putri, kamu ini…. mau menghalangiku atau… mendukungku ?…, Pilih salah satu ?” Aku menanyakan dengan mulut gemetaran.<br />“Mmmmm…. Keduanya !”<br />“Duk… duk… duk…., Klekek !!” Putri langsung lari dan keluar dari kamar Lisna.<br />“Aaaaaaaaah….” Aku dan Lisna jadi legaan.<br />“Ngh ?” Ketika Aku menengok.<br />“Mh… Eh… he… he… he…” Lisna tertawa, begitu pun aku sambil menyenderkan kepala.<br />“Maaf ya, soal yang tadi itu…”<br />Aku langsung memegang pipinya dan memeluknya. “Lisna…, kamu tidak perlu khawatir lagi…, Kita sudah punya banyak waktu untuk berdua.”<br />“Mmh….” Sambil tersenyum. <br />“Hey, Rio…. Ayo kita buat mantera janji.”<br />Lisna mengangkat kedua tangannya kemudian aku mengangkat kedua tanganku. “Seperti ini ?” Aku mengepal jari-jari tangannya. “Mmh.” Lisna mengagukan kepalanya.<br />“Ikuti kata-kata yang akan ku ucapkan.” Lisna menutup matanya.<br />“Seperti bintang-bintang berkilauan diatas langit…”<br />“Seperti bintang-bintang berkilauan diatas langit…” Aku mengikutinya.<br />“Perasaan kita tidak akan pernah menghilang.”<br />“Perasaan kita tidak akan pernah menghilang.”<br />“Sekali pun tangan kita berpisah…”<br />“Sekali pun tangan kita berpisah…”<br />“Diantara kita, tidak akan pernah melupakan selamanya…”<br />“Diantara kita, tidak akan pernah melupakan selamanya…”<br />****<br />Keesokan siang harinya, “Jes… jes… jes….” Suara kereta api di stasiun kebayoran. Tampak Lisna sudah datang sambil melihat jam tangannya. <br />“Tap… tap… tap…” Dia melihat-lihat kekiri kekanan.<br />****<br />Di toko buku gramedia palmerah, aku sedang membeli buku UMPTN.<br />“Akan kedengaran manis jika kamu serius pergi ke Universitas Mercu Buana.” Ingatan ucapan Lisna ketika kami sedang berada didalam kereta. <br />“Ngh ?” Aku melihat buku Kenangan Kata Terakhir tidak jauh ditempatku berdiri.<br />****<br />Di restauran Mac Donald palmerah, “Bohong kali, Lu bercanda ya ?!” tanya Budi kepadaku. “Iya, Gue akan memutuskan pergi ke Universitas Mercu Buana.” <br />“Memutuskan kata lu…?”<br />Aku melihat foto-foto yang sudah jadi sewaktu bazar kemaren.<br />“Uuh… Gampang sekali lu bicara seperti itu.” Budi menyender kebelakang kursi.<br />“Pasti karena Lisna kan ?”<br />“Iya… iya…” Jawab aku sambil minum coca-cola, kemudian menatap buku Kenangan Kata Terakhir yang kubungkus berikut foto-foto yang akan kuberikan ke Lisna.<br />****<br />“Tap ! tap ! tap !” Aku berlari-lari ke stasiun palmerah. “Aduh… sudah terlambat, pasti Lisna sudah kelamaan nunggu.” Sambil melihat jam tangan. <br />“Tap ! tap ! tap !” <br />“Rio !” terdengar seseorang memanggilku.<br />“Ngh ?!” Aku berhenti dan menengok kebelakang.<br />“Apa yang sedang lu lakukan disini ?” Sativa datang mendekatiku.<br />“Sativa !” tampak Dia berpenampilan cantik dan feminim dengan rok pendeknya sambil membawa amplop besar ditangannya.<br />“Ada apa dengan pakaianmu ?, mau pergi pacaran ?”<br />“B…o...d…o…h !, Gua ini tadi habis pergi dari gelanggang renang senayan tahu.”<br />“EH… cuman itu ?” <br />“Apa maksud lu cuman itu ?” <br />“Nh… he… he… he…” Aku tertawa.<br /><br />“Tap… tap…. Tap…” Aku dan Sativa jalan kaki bersama. “Bagaimana keadaan lu sekarang ?, pergi pacaran bersama Lisna ?” Tanya Sativa kepadaku.<br />“Yah…, kami berdua sudah janjian untuk ketemu di stasiun kebayoran.”<br />“Nghhhhh…. Lu melakukannya dengan baik sekali….Gua jadi iri.”<br />“Sudah pasti…. Sudah pasti !” ucap sambil menatap wajahnya. “Ya sudah… sampai ketemu lagi… daaa…!” kulambaikan tangan dan langsung pergi.<br />“AH… RIO… KAMU TAHU ENGGAK…!!” Sativa berteriak memanggilku.<br />“Tap.” Aku berhenti dan menengok kebelakang.<br />“Sebenarnya…. Hari ini adalah ulang tahunku.”<br />“…………………………” Aku mendekatinya.<br />“Jadi…..” Tampak wajah Sativa terlihat malu.<br />****<br />“………………………” Sudah terlalu lama Lisna menungguku di sebelah telepon umum, kemudian dia melihat waktu di jam tangannya. Aku melihat-lihat cincin yang dijual pedagang dipinggir jalan. “Ah… ini bagus sekali.” Ucap Sativa sedang memilih-milih cincin kesukaannya.<br />“Set.” Dia mengambil cincin yang terbuat dari perak. <br />“Eh… cincin ?” Aku bertanya kepadanya. <br />“Enggak kelihatan bagus ya ?” Tanya Sativa kepadaku.<br />“Sebuah cincin untuk kado ulang tahunmu, bukannya….” Aku berpikir-pikir sambil memegang dagu.<br />“A…. begitu ya… maaf.” Sativa meletakan lagi cincin tersebut. “Mmmm…. Ya sudah…Ng….” dia mulai melihat-lihat lagi. “OH…” dia terkecut.<br />Aku langsung mengambil cincin yang baru dipilih olehnya. “Aku ambil yang ini saja.” sambil menunjukan cincin tersebut ke abang penjual.<br />“Inih….” <br />“Eh… enggak apa-apa nih Rio…. Bukanya lu ?!”<br />“Kamu pasti tidak akan senang, memilih sesuatu yang kamu inginkan, iyakan ?” Aku langsung mengambil dompet disaku celana.<br />“…………………………” tampak Sativa terlihat diam.<br />“Berapa harganya ?”<br />“Hanya Rp. 38.000,00” ucap abang penjual cincin.<br />“IGH… mahal sekali ?!”<br />“Eh… he… he… he…” Sativa tertawa.<br />Setelah itu, Sativa mengenakan cincin di jari tangan kirinya. “Aaah…..” dia tampak senang melihatnya. “Rio… terima kasih banyak…. Gua akan selalu memakainya.”<br />“Ooooh… sebagai gantinya… aku akan membuatmu membayar sepuluh kali lipat di hari ulang tahunku nanti !” <br />kemudian Aku melihat waktu dijam tanganku. “NGH ya ampun !, sudah terlambat !” aku melambaikan tangan. “Udah ya !” dan langsung pergi. “Tap ! tap ! tap !”<br />“Ngh….” Sativa terlihat senyum dan menjadi murung ketika aku pergi meninggalkannya sendirian.<br />****<br />Lisna masih terus menungguku. Kemudian dia menatap langit dengan wajah murungnya. “………………………………”<br />****<br />“Teeeeeeeeng….!!, Jes… jes… jes…. jes…!” kereta api yang ku tumpangi telah sampai di stasiun kebayoran. “Tap… tap… tap…” aku keluar sambil melihat waktu dijam tanganku. <br />“Kleek.” Suara pintu mobil ditutup seseorang. “Breeem….. Teeenooo…. Teeenoo… teeenooo….!!” Terdengar sirine mobil ambulan tidak jauh ditempatku berdiri.<br />“Ng ?” Aku melihat kerumunan orang sedang melihat kecelakaan.<br />“Kecelakaan… berbahaya sekali.” Aku menengok-nengok mencari Lisna.<br />“Aku harap… Lisna mungkin sudah pulang kerumah…”<br />“Tap… tap… tap…” Aku terus berjalan mendekati kerumunan tersebut.<br />“…………………………….” Aku berhenti.<br />“Berbahaya sekali…”<br />“Iya…”<br />terdengar orang-orang membicarakan sesuatu ketika sedang melewatiku.<br />“Apa anak perempuan itu baik-baik saja ?”<br />“Dia ditabrak mobil sampai separah itu… aku ingin tahu apa mungkin dia sedang menunggu seseorang disana ?, menyedihkan sekali….”<br />“Ah…” Jantungku terasa deg-degkan, aku takut telah terjadi sesuatu terhadap Lisna.<br />Aku melangkahkan kakiku terasa berat diangkat. “Lis…. Lisna…!” aku memanggil seseorang didepanku. “Ngh.” Wanita itu menengok. “Maaf.” Aku pikir orang itu Lisna, soalnya dia hampir mirip dengannya.<br />“LISNA…?” aku terus berteriak memanggilnya dan mencarinya. “LISNA…?”<br />“TAP ! TAP ! TAP !!” Aku berlari ke kerumunan orang. “LISNA…?”<br />Orang-orang dibelakang menengok melihatku berteriak.<br />“Maaf… permisi… beri aku jalan !” Aku langsung masuk kedalam kerumunan dan bergegas menuju lokasi kejadian. “LISNA…? DIMANA KAMU…. LISNAA…?!”<br />“ARRRGH…., Permisi !” ketika sampai didepan garis pembatas polisi.<br />“AAH….!!” Aku terkecut, Aku melihat pita rambut warna merah jambu seperti milik Lisna di kepalanya dan pecahan kaca beserta bercak darah yang berceceran dijalan.<br />“Iya kejadiannya baru saja jam 2 siang lewat 15 menit.” Aku mendengar seorang polisi sedang menginformasikan kejadian dengan HT-nya.<br />“AAAKH….” Aku terdiam kaku dengan mataku melotot.<br />“Sudah didapatkan identitas korbannya….” Polisi itu sedang membaca kartu pelajar ditangannya. “Dia sekolah di SMU 87….. murid kelas tiga…” <br />“Lisna… Maharani….”<br />“NGH !!” aku Shock dan langsung menjatuhkan barang bawaanku ke jalan.<br />“Sreeek… plaaak.. pak..pak..”<br /><br />KU TAK DAPAT BERHENTI<br /><br />Album pertama Gemuruh Hati. Cipt : Rio Agustina<br />Vokal : Lisna Maharani<br />Dalam pelukan, dislimuti angin…<br />Pera…saanmu, apa sedang berduka…<br />Seorang diri di atas bukit, <br />kau ama…ti perubahan musim…<br />Ku ingin tahu, apa…<br />yang kau lihat dilangit nan biru…<br />Ku ingin keberanian….<br />Ku harap ini kesunyian…<br /><br />Ku tak dapat berhenti !<br />Hari-hari romantis, terjebak dalam pelukkanmu disini…<br />Sedikit, ingatan musim panas, hidup kembali.<br />Kemilau kem..bang api, menyinar diri, hingga skarang…<br /><br />Kehidupan ini, ku tak mengerti,<br />Kau hada…pi semangat pengorbanan…<br />Ku ingin tahu, apa, <br />Yang kau simpan dilubuk hatimu<br /><br />Ku ingin kejujuran<br />Ku harap ini kebenaran…<br /><br />Ku tak dapat berhenti !<br />Hari-hari romantis, terjebak dalam pelukkanmu disini…<br />Sedikit, ingatan musim panas, hidup kembali.<br />Kemilau kem..bang api, menyinar diri, hingga skarang… <br /><br />****gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-46177236615804015432009-12-25T21:57:00.003-08:002009-12-25T21:57:57.255-08:00There Something About Bu RWHalo kaskuser semua (sengaja nyantumin kaskus biar kalo ada yang kopi paste keliatan asalnya ). Saya mo bagi cerita lagi nih.... biasa, kayaknya udah kurang stok cerita baru Oh iya, saya postingnya sebelum RUU anti pornografi di legalin ya, jadi gak boleh diusut (awas kalo mimin bongkar-bongkar rahasia ke polisi )<br /><br />Biasanya kembang disuatu kompleks adalah seorang gadis SMU ato kuliah yang memang lagi mekar-mekarnya, tapi beda dengan kompleks dimana aku tinggal. Ya, dikompleks ini yang menjadi kembang adalah ibu RW yang tinggal disebelah rumahku. Mungkin sebagian besar pembaca tidak percaya, tapi memang tante lia, bu rw tetanggaku itu bagaikan magnet bagi semua laki-laki dikompleks ini. <br /><br />Aku gak bisa mendeskripsikan secara tepat mengapa tante lia bisa begitu mempesona. Memang secara fisik tante lia jauh diatas perempuan rata-rata. Kulitnya putih seperti kebanyakan wanita sunda, tapi kulitnya mulus tak bercacat. Sebenarnya aku gak tau pasti gimana kulit ditubuhnya, tapi yang pasti kulit yang membalut betis indahnya mulus tak bercacat, aku bisa memastikan itu sebab aku sering mengagumi betis bulir padi itu saat tante lia keluar rumah memakai celana selutut kesayangannya. Tubuhnya tidak terlalu gemuk tapi juga tidak terlalu kurus, makanya payudara sedangnya sangat cocok mengimbangi pinggul dan pantatnya yang sedikit tonggeng.<br /><br />Tapi selain fisiknya yang memang cantik dan berbody aduhai, tante lia punya sesuatu yang memancar dari dirinya. Mungkin kalau orang bilang tante lia punya inner beauty yang sangat kuat. Senyum selalu menghiasi bibir mungilnya, keramahannya menanggapi lawan bicaranya, tawa lepasnya yang segar dan keanggunannya menghela rambut yang selalu dibiarkan terurai itu... Hmmmm... sosok wanita idaman setiap pria.<br /><br />Sebenarnya tante lia punya seorang anak perempuan yang bernama sarah yang sudah duduk di kelas 2 SMU. Jelas sarah mewarisi kecantikan ibunya, tapi inner beauty tante lia memang susah untuk ditandingi.<br /><br />Aku sangat akrab dengan tante lia, sebab selain memang bertetangga, dulu aku berusaha untuk mendekati sarah dari ibunya . Tapi sepertinya usaha itu gagal. Hubunganku dengan sarah gak lebih dari cuma say hello, tapi sebaliknya dengan ibunya, tante lia senang sekali mengajak aku mengobrol. Bahkan tante lia melarang aku untuk membayar iuran warga yang memang ditanganinya untuk beberapa bulan sekaligus. Aku diwajibkan untuk membayar per bulan. Alasan dia sih untuk ngembangin silaturahmi, makanya setiap aku membayar iuran warga, pasti tante lia mengajakku mengobrol terlebih dahulu, hasilnya minimal 1 jam aku tertahan dirumahnya.<br /><br />Dua bulan lalu, saat aku hendak membayar iuran warga, aku mendatangi rumah tante lia. Aku mendapati rumahnya kosong.<br /><br />"Pada kemana tan ?" tanyaku saat kami mengobrol diruang tamu.<br /><br />"Oh... Sarah sama papanya lagi ke sukabumi, kerumah neneknya" jawab tante lia.<br /><br />"Kok tante gak ikut ?" tanyaku. "Maunya sih, tapi besok ibu-ibu pkk ada kegiatan, gak enak kalo tante gak dateng" jelas tante lia. Aku cuma mengangguk tanda mengerti.<br /><br />Setelah itu kami mengobrol seru seperti kebiasaanku kalau berkunjung kerumahnya. Sampai tante lia menanyakan hal pribadi padaku.<br /><br />"Rian, kapan nih kamu menikah ?" tanya tante lia menyelidiki.<br /><br />"He..he..he.. kapan ya tan ?" jawabku setengah becanda. "Masih belom punya calon nih tan" lanjutku.<br /><br />"Ah masa sih kamu gak punya calon. Kan kamu lumayan ganteng, materi juga udah lumayan, mo nunggu apa lagi" tanya tante lia lagi.<br /><br />"Maunya sih secepetnya, udah gak tahan" jawabku sambil tertawa, tante lia ikutan tertawa. "Tapi mo gimana lagi, emang belom ada calonnya" kataku meneruskan.<br /><br />"Emang kamu mo cari cewek kayak gimana ?" tanya tante lia. "Kayak gimana ya ? Mungkin kayak tante lia ini lah" jawabku bercanda. Sebenernya aku berharap dengan jawaban itu tante lia mau menawarkan anaknya sarah ke aku . Tapi jawaban sungguh diluar dugaan.<br /><br />"Kayak tante ??? Emang tante masih cantik ya sampe brondong kayak kamu mimpiin dapet istri kayak tante" jawab tante lia sambil tersenyum genit.<br /><br />Sebenarnya aku sedikit kecewa atas reaksinya, tapi berhubung sudah terlanjur, aku teruskan saja. "Tentu aja tan, cowok mana sih di kompleks ini yang gak ngakuin kalo tante perempuan paling cantik disini" kataku sedikit menggombal <br /><br />Tante lia terseyum kecil, mukanya sedikit memerah, mungkin dia malu. "Masa sih Rian, tante kan udah tua" kata tante lia.<br /><br />"Hmm.. walau tante udah punya anak gadis, tapi menurutku tante masih terlihat seperti anak gadis. Jujur kalo melihat tante sama sarah, saya sering menganggap tante adek kakak sama sarah" lanjutku, dalam hati aku heran kenapa aku jadi merayu gitu.<br /><br />"Masa sih tante masih kayak anak gadis, badan tante udah kendor sana-sini begitu" jawab tante lia yang kemudian berdiri dan memperhatikan tubuhnya sendiri. Dasternya ditarik kebelakang agar melekat ketubuhnya, hasilnya tubuh aduhainya tercetak. Terlihat jelas lekuk pinggul dan dadanya. Kemudian dia berputar-putar sambil mengamati tubuhnya, tentu aja mataku juga ikut mengamati atau lebih tepatnya menikmati tubuhnya. Apalagi karena dasternya ditarik, terlihat pangkal pahanya yang putih mulus. Mungkin kalau ditarik sedikit lagi celana dalamnya juga ikut terihat.<br /><br />"Gak usah khawatir tante. Tante emang gak kalah sama anak gadis. Jujur aja saya juga sering bayangin tante sebelum tidur..." damn... aku nyesel banget ngomong kayak gitu, tapi wtf lah, udah terlanjur <br /><br />"Masa sih kamu bayangin tante ?" tanyanya dengan muka tidak percaya. "Masa sih tante bisa merangsang kamu ?" tanya lagi. Aku cuma terdiam malu.<br /><br />"Tapi kamu gak usah jawab deh, tuh adek kamu udah ngejawab sendiri" kata tante lia sambil ketawa. Damn, gundukan penisku yang menegang dibalik celanaku ternyata terlihat sama dia aku cuma tersipu malu.<br /><br />"Gak usah malu gitu yan" kata tante lia yang kemudian duduk disebelahku. "Kamu kan udah gede, wajar kalo terangsang sama cewek" lanjut tante lia yang kemudian mengelus penisku dari luar celana. Aku menepisnya, tapi sayang tangan tante lia sudah mencengkram penisku dari luar.<br /><br />"Hmmm... punya kamu gede juga ya" kata tante lia yang kemudian meremas-remas penisku dan sesekali mengocoknya, aku meringis keenakkan. <br /><br />Setelah beberapa lama, aku berkata "Udah tan, nanti ada orang" katakuku dengan agak gugup, soalnya ruang tamu ada dibagian depan, orang bisa aja tiba-tiba melongok melalui jendela.<br /><br />"Ya udah, kalo gitu kekamar tante yuk" ajak tante lia. Aku cuma terdiam. "Kalo mau, tante tunggu didalam ya" ajaknya sambil tersenyum genit. Kemudian dia berdiri berjalan menuju kamarnya.<br /><br />Sesaat aku terdiam, jujur dalam hati aku ingin segera menyusulnya, tapi dipikiranku masih ada yang mengganjel. Ada sesuatu yang melarangku mengikutinya kekamar. Tapi pikiran itu gak lama, nafsuku menguasai semua pikiranku. Aku segera beranjak.<br /><br />Aku buka perlahan pintu kamarnya dengan sangat gugup. Setelah dibuka aku melihat tante lia sedang duduk dipinggir tempat tidurnya sambil membuka-buka majalah. Melihat aku masuk tante lia tersenyum senang kemudian berdiri menyambutku.<br /><br />"Tante kira kamu gak mau" kata tante lia yang kemudian memelukku. Aku membalas memeluknya erat sambil mengelus-elus punggungnya. Sambil memeluk aku cium keningnya. Menerima kecupanku, dia memandangku mesra, kemudian meyodorkan bibirnya sambil matanya terpejam. Melihat gerakannya, aku mengerti, aku kecup bibirnya lembut. Kecupannku diikuti oleh kecupan-kecupan lain dibibirnya.<br /><br />Awalnya ciumanku ke bibir mungil tante lia pelan dan lembut. Tapi lama-lama ciuman itu menjadi lebih liar, apalagi aku dan tante lia saling menggesek-gesekan tubuh satu sama lain. Saat lidahku menelusuri rongga mulut dan lidahnya, tanganku tak lupa penyelusuri tubuhnya. Awalnya tanganku mengelus-elus punggung dan rambutnya. Tapi kemudian tanganku turun ke pantatnya. Aku meremas-remas pantat bulat tante lia dan sesekali aku mendorong pantat itu agar kemaluannku tergesek dimemeknya. Walau masih dari luar tapi cukup membangkitkan birahi.<br /><br />"Crop.............Crooop.........Croooop" cuma suara itu yang terdengar mengiringi sedotan-sedotan ciuman kami. Kadang tante lia menggumam kecil saat pantatnya ditekan kearah penisku.<br /><br />Sambil berciuman, aku dorong tubuh tante lia kearah tempat tidur. Saat kakinya menyetuh pinggir tempat tidur, tante lia terduduk. Aku tidak melepas ciumanku, aku terbungkuk mengikuti tubuhnya. Aku dorong tante lia lagi ketengah tempat tidur, sebab aku ingin bercumbu sambil tiduran. Tante lia mengerti, dia bergeser ketengah tempat tidur dan terlentang disana. Aku segera menindihnya dan meneruskan ciumanku.<br /><br />Pada posisi yang lebih menguntungkan itu, aku mengarahkan tanganku kepayudaranya. Aku meremas daging kenyal itu. Hmm.... benar-benar masih kencang payudara tante lia !<br /><br />Setelah meremas-remas payudaranya beberapa kali, aku menarik dasternya keatas, dan tanganku mulai meremas payudaranya dari luar BHnya. Untung dia pakai BH yang lembut, sehingga remasanku bisa maksimal walau masih dari luar.<br /><br />Aku mengangkat BH tersebut keatas, terlihatlah kedua puting hitam tante lia. Ciuman aku pindahkan dari bibir ke puting sebelah kanan. Sambil menyedot dan sesekali menjilat puting kanan, payudara kiri tante lia aku remas-remas. Kadang aku hanya memutar-mutar puting kiri tersebut.<br /><br />Bosan dengan yang kanan, aku berpindah ke yang kiri. Selama aku menyedot-nyedot payudaranya tante lia hanya merem-melek keenakkan. Bibir bawahnya digigit, entah mengapa, mungkin supaya suara dia tidak keluar. Sambil memegangi BHnya supaya tidak turun, tante lia mulai meracau. "Ah..ah..ah.. enak sayang, enak..."<br /><br />"Klik..." aku buka pengait BH yang ada dibelakang tubuhnya. Segera setelah itu aku dorong daster beserta BHnya keatas dan melepasnya. Makanya aku suka banget cewek pake daster, gampang banget dibugilin <br /><br />Setelah dasternya tersingkir, tante lia merems-remas sendiri payudaranya, sambil menatap lemah padaku seakan berharap mulutku menggantikan peran tanggannya. Aku menanggapinya dengan menciumi lagi pentil payudaranya, bergantian kiri dan kanan "shhh.....ahhhh....ahh...." cuma itu yang terdengar dari mulut tante lia.<br /><br />Tangan tante lia kemudian menarik kaosku keatas, dia berusaha untuk membukanya, aku membantunya, aku lepas kaosku. Setelah kaosku terbuka aku menindih lagi tubuh dan mencium bibirnya sambil menggesekkan dadaku ke payudaranya. Tapi tante lia yang sudah tinggal CD itu tidak berhenti, dia membuka ikat celana pendekku dan mendorongnya kebawah. Aku buka celana pendekku sehingga kami sama-sama tinggal celana dalam.<br /><br />Aku menindihnya kembali dan mencium bibirnya. Tanganku tidak lupa bergerayangan meremas-remas payudaranya. Dengan hanya celana dalam, aku menggesek-gesekkan penisku yang sudah tersembul sedikit ke vaginanya. Tante lia meresponnya dengan menggerak-gerakkan pinggulnya.<br /><br />Tanganku yang meremas-remas payudaranya sesekali mengelus tubuhnya dari atas kebawah. Sampai bawah, aku elus-elus paha dalammnya agak lama. Kata orang paha dalam termasuk darah sensitif diluar vagina. Beberapa kali mengelus-elus paha dalamnya, aku naikkan elusanku kearah selangkangannya. Saat menyentuh cdnya, terasa cd tersebut sudah basah dan lembab. Sepertinya tante lia sudah terangsang hebat.<br /><br />"Ah...ah..ah... " rintih tante lia saat aku mengelus-elus vaginanya dari luar. Tanpa diduga tante lia membalasnya dengan menarik penisku keluar. Dengan mengocok penisku tante lia membuka cdnya dari pinggir. Kemudian dia mengarahkan penisku ke vaginanya.<br /><br />Aku mengerti maksudnya. Dengan satu tangan dia masih menahan cdnya dari samping. Aku menyapukan kepala penisku ke permukaan vaginanya, terasa sudah basah disana. Kemudian aku menekan sedikit penisku kevaginanya. "Agh..... ayo sayang masukin" kata tante lia. Kemudian aku mendorong lagi hingga masuk semuanya. "Ohhhh.. enak banget sayang, enak banget sayang" tante lia meracau sambil memejamkan matanya. Kepalanya terdongak saat aku masukkan penisku seluruhnya. Sebenarnya lucu juga posisi kami saat itu. Aku dan dia masih paka celana dalam !! udah gak tahan lagi soalnya <br /><br />Aku mulai memaju mundurkan penisku. "aghhhhh....aghhh....agh..." rintih tante tergetar menerima pompaanku. Karena keenakan tante lia melepaskan pegangan celana dalamnya sehingga menjepit penisku dari samping. Aku berhentikan pompaanku. Saat aku berhenti tante lia menatapku dengan tatapan marah, sepertinya dia tidak rela pompaanku terhenti. "Sebentar tante, kita buka celana dalam aja, sakit soalnya" Aku segera bangkit melepaskan cdku dan cd tante lia yang terkulai.<br /><br />Selesai membuka cd aku posisikan badanku diantara selangkangannya yang terbuka lebar. Dengan tanganku aku mengarahkan penisku ke vaginanya. Saat tepat didepan vaginanya, aku dorong penisku kencang. "Hghghhhhh...." rintih tante lia saat penisku masuk ke memeknya. "Enak yan... kontol kamu gede banget" katanya sambil melingkarkan kakinya ketubuhku. Aku mulai lagi pompaanku. Kadang aku pompa cepat, kadang aku pompa lambat. Kadang saat pompanku lambat, tiba-tiba aku dorong keras. Tante lia cuma bisa merintih-rintih keenakan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya kesana kemari.<br /><br />"Kamu hebat ya, kamu udah gagahin aku" kata tante lia disela-sela pompaanku. Aku cuma tersenyum, aku sedang berkonsentrasi menikmati gesekkan penisku di dinding vaginanya.<br /><br />"Sebentar ya, aku mo pipis" tiba-tiba kata tante lia. "Mo pipis apa emang mo orgasme" tanyaku sedikit kecewa. "Enggak yan, emang mo pipis" jawab tante lia. wah payah nih, masa ada interupsi begitu. Aku cabut penisku dari memeknya dan bangkit. Tapi dia masih tiduran.<br /><br />"Katanya mo pipis tan ?" tanyaku kecewa. "Gendong dong ya..." katanya manja. Hmm.. sebenernya aku sedikit marah, tapi akhirnya aku gendong juga. Secepetnya dia pipis, secepet itu juga ngentotnya dilanjutin kan ? <br /><br />Aku mengangkatnya dan menggendongnya dengan mendekapnya didepan, tangannya dikalungkan keleherku sedang kakinya dilingkarkan ketubuhku. Penisku tepat dibawah vaginanya, tapi tidak dimasukkan.<br /><br />Baru beberapa langkah tante lia berkata "Kok gesekan kontol kamu enak banget sih yan, masukkin dong" katanya manja. Penisku yang memang masih berdiri tegak aku arahkan ke vaginanya. Dia mengangkat tubuhnya sedikit agar aku mudah memasukkan penisku. "Ahhhh..." rintihnya panjang saat penisku masuk ke memeknya. Tapi kemudian dia malah menaik-turunkan tubuhnya sehingga penisku dan memeknya bergesekkan lagi.<br /><br />"Katanya mo pipis ?" tanyaku sambil menahan nikmat. "Entar deh yan, lagi enak banget." jawab tante lia nakal.<br /><br />Akhirnya aku bawa tante lia kembali tempat tidur, kurebahkan dipinggir. Dengan tetap penisku di vaginanya aku bawa tubuh tante lia ketengah. Aku pompa lagi memek tante lia, aku memompa maksimal agar kita sama-sama orgasme sebelum dia mo pipis lagi. Tapi baru beberapa tusukan tubuh tante lia menegang dan vaginanya terasa banjir. dia menggigit bibirnya.<br /><br />"Tante dah sampe ya..." tanyaku. "Iya..." katanya malu. "Maaf ya tante duluan" Aku pompa lagi memek tante lia. Dengan cairan vaginanya yang banyak, memeknya terasa licin dan nikmat. "Crot..crot..crot" tak lama akupun menyemburka spermaku ke vaginanya.<br /><br />Tubuhku ambruk memeluknya, tapi kemudian posisi kemi bertukar, dia tiduran diatas dadaku. Akupun mengelus-elus kepalanya mesra.<br /><br />"Rian... kenapa sih kamu susah banget ngerti kalo tante suka kamu. Dari dulu tante udah pake baju seksi depan kamu, tapi kamu gak respon" tanyanya sambil tiduran didadaku.<br /><br />"Ya udah, yang penting sekarang tante tau kalo aku sayang tante" jawabku sambil mengecup kepalanya. Dia membalas dengan mencium dadaku. Kemudian kami berdua tertidur.gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-23088780176309007502009-12-25T21:57:00.001-08:002009-12-25T21:57:34.260-08:00Tetangga Yang MenggodaIni adalah cerita pengalamanku yang sedang kualami sekarang. Dan aku mengetiknya di sela-sela istirahat sehabis melakukan seks. Aku seorang pengusaha muda dan mahasiswa jurusan ekonomi. Aku tinggal di sebuah kompleks bank pemerintah yang kini bank tersebut sudah dimerger. Aku sudah mempunyai pacar yang kebetulan tetanggaku di kompleks tersebut. Orangtuaku termasuk orang terpandang, sehingga aku di kalangan anak muda di kompleks tersebut cukup disegani. Dua tahun yang lalu aku merupakan ketua organisasi remaja, sehingga aku semakin dikenal oleh berbagai kalangan di lingkunganku.<br /><br />Kebetulan di lingkunganku banyak gadis remaja yang cantik-cantik. Termasuk pacarku yang sekarang merupakan salah satu gadis yang menjadi incaran anak-anak muda di lingkungan tersebut. Entah kenapa dia mau menjadi pacarku. Sejujurnya aku menyukai beberapa gadis cantik selain pacarku tersebut, tetapi aku berpikir dua kali jika aku berbuat macam-macam pasti akan menjadi bahan omongan di lingkunganku.<br /><br />Singkat cerita, aku tergoda oleh salah satu anak tetangga orangtuaku, sebut saja Gita (nama sengaja kusamarkan). Padahal aku sudah menjalin asmara dengan gadis yang juga tetanggaku. Kami bahkan sudah bertunangan. Gita adalah seorang mahasiswi Tarqi. Ia mempunyai body yang sangat menggoda, walaupun agak sedikit gemuk, tetapi ia mempunyai bibir yang sexy dan mempunyai payudara berukuran 36B. Sebagai gambaran, body-nya mirip dengan artis Feby Febiola, dan bibirnya seperti Cornelia Agatha. Tingkah lakunya selalu menggodaku. Sebagai laki-laki normal, kadang aku berpikiran agak kotor.<br /><br />Hingga suatu kesempatan, ia meminta bantuanku untuk dicarikan HP dengan harga miring. Tentu saja kesempatan itu tidak kusia-siakan (dalam hatiku aku akan membelikannya HP tersebut dengan cuma-cuma). Aku menyanggupinya, tetapi aku memberikan syarat agar ia mau kuajak pergi makan dan nonton berdua tanpa sepengetahuan pacarku dan teman-temanku. Dasar Gita memang centil, persaratanku ia setujui karena ia pikir sangat mudah sekali untuk menjalaninya.<br /><br />Akhirnya aku membelikannya HP yang ia inginkan, dan aku pun menagih janjinya. Kemudian pada hari minggu siang, aku dan Gita pergi berdua untuk makan siang dan nonton. Ketika kami sedang nonton, kesempatan tersebut tidak kusia-siakan untuk sekadar mencium dan meraba-raba tubuhnya. Tidak kusangka ia malah bilang kepadaku sebenarnya ia juga menyukaiku. Ketika aku dengan hot-hotnya menciumi dan menggerayangi tubuhnya, ia berbisik kepadaku bahwa ia sudah horny, dan mengajakku keluar dari bioskop untuk pergi ke pantai. Ketika di tengah perjalanan, aku memberanikan diri untuk mengajaknya 'chek in' di hotel yang terdekat, ternyata ia menyetujuinya.<br /><br />Aku tiba di hotel yang dituju sekitar puku 3 sore. Setelah aku membayar kamar hotel tersebut, aku dan Gita dengan langkah yang terburu-buru menuju ke kamar hotel. Sesampainya di kamar hotel dan mengunci pintu, aku langsung melancarkan ciumanku, dan Gita membalasnya dengan sangat antusias. Kemudian masih dalam keadaan berdiri kubuka pakain serta celana panjangnya hingga ia hanya memakai BH dan CD yang berwarna hitam. Kemudian ia juga memintaku untuk membuka baju dan celana panjangku.<br /><br />Kini kami dalam keadaan hanya memakai pakaian dalam saja. Kemudian ia kubimbing ke atas ranjang yang berukuran double size. Aku mulai melumat bibirnya yang sexy dan menciumi serta menjilat seluruh tubuhnya. Kemudian ketika aku mencium CD-nya, di bagian kemaluannya yang sudah basah, ia menggelinjang dan sesekali merintih-rintih keenakan. Setelah aku puas menciumi seluruh tubuhnya, kemudian kubuka BH dan CD-nya. Aku pun membuka CD-ku, kini kami berdua sudah benar-benar bugil.<br /><br />Aku sampai menahan nafas ketika kulihat payudaranya yang besar dan montok. Dengan sangat bernafsu kulumat puting susunya yang berwarna coklat kemerah-merahan. Karena sebenarnya Gita masih berusia 20 tahun, sehingga terlihat body-nya yang serba kencang. Aku juga meraba dan mengusap bulu-bulu di kemaluannya yang sangat lebat. Aku semakin bernafsu mencium dan menjilat seluruh tubuhnya yang mulus.<br /><br />Kemudian aku memasukkan dua jari tanganku ke dalam vaginanya yang sudah basah, sedangkan lidahku sibuk menjilati puting susunya yang berwarna coklat kemerah-merahan. Gita semakin merintih-rintih dan menggelinjang serta nafasnya mulai berat. Kemudian kubuka kedua pahanya lebar-lebar agar aku dapat dengan leluasa memainkan lidahku ke dalam vaginanya. Aku menjilati dan memainkan klitorisnya dengan penuh gairah. Setelah kupuas, giliran Gita memainkan rudalku yang sudah tegang dengan lidahnya. Ia jilati kemaluanku yang berukuran lumayan panjang dan besar (kira-kira 20 cm dengan diameter 3,5 inchi).<br /><br />Ia menjilat dan mengulum rudalku dengan penuh kenikmatan. Aku tidak menyangka kalau kemaluanku akan dibersihkan oleh gadis impianku. Setelah ia puas, kemudian Gita mengambil posisi telentang dengan kedua paha dibuka lebar-lebar, ia memintaku untuk segera memasukkan rudalku ke dalam vaginanya. Aku mengambil ancang-ancang untuk memasukkan batang kemaluanku ke dalam vaginanya yang sudah basah. Kupikir pasti aku tidak akan kesulitan untuk memasukannya, ternyata beberapa kali aku mencoba selalu saja meleset, dengan tidak sabar Gita menarik rudalku dan mengarahkan ke arah lubang kewanitaannya.<br /><br />Ternyata Gita masih perawan, tetapi dengan kegigihanku akhirnya aku berhasil memasukkan ujung rudalku ke dalam vaginanya. Ketika kutekan dengan sedikit paksaan, Gita menjerit kesakitan, kemudian aku menghentikan sejenak seranganku sampai kulihat ia sudah siap kembali, dan perlahan-lahan kumasukkan batang rudalku. Gita kembali merintih menahan sakit.<br />Aku bertanya, "Git, kamu mau diterusin atau nggak..?"<br />Ia menjawab, "Terusin dong sayang, tapi pelan-pelan ya..!"<br /><br />Akhirnya dengan perjuangan yang cukup melelahkan, aku berhasil memasukkan setengah batang kemaluanku, dan aku mendiamkan sejenak aktifitasku. Aku merasakan dari vagina Gita keluar darah segar pertanda keperawanannya sudah hilang. Dinding vaginya yang lembut dan hangat memijat-mijat batang kemaluanku. Aku tidak terlalu memaksa untuk membenamkan seluruh rudalku ke dalam vaginanya. Mungkin ukuran rudalku yang lumayan panjang, sehingga membuat sakit vagina Gita yang baru pertama kali melakukan seks.<br /><br />Kemudian aku mulai menaik-turunkan pantatku secara perlahan dan beraturan. Dan secara perlahan-lahan aku membenamkan rudalku sedalam-dalamnya, hingga akhirnya seluruh batang kemaluanku amblas ke dalam vagina Gita. Gita sudah mulai terbiasa dengan rudalku, malah ia mulai memutar pinggulnya, sehingga semakin menambah kenikmatan pergumulan kami saja.<br /><br />Aku semakin bersemangat untuk memainkan rudalku dengan cepat. Permainanku diimbangi Gita dengan menjepit pantatku dengan kedua kakinya. Aku merasakan rudalku semakin mentok saja mengenai ujung rahimnya. Kami berganti posisi dengan cara sambil duduk. Gita semakin terlena, karena posisi tersebut membuat rudalku semakin bergesekan dengan klitorisnya, sehingga hal itu membuat Gita semakin terbakar birahinya.<br /><br />Kami sempat beristirahat sejenak, karena posisi tersebut banyak menguras tenaga kami. Sambil istirahat aku meremas-remas dan menjilati serta menghisap puting susuya secara bergantian. Setelah tenaga kami terkumpul, kami melanjutkan kembali dengan lebih menggebu-gebu.<br /><br />Setelah kira-kira 25 menit kami bergumul hebat, aku mulai merasakan spermaku akan keluar, begitupun dengan Gita, ia mulai mendekati orgasmenya. Aku merasakan dinding vaginanya yang berdenyut kencang dan semakin banjir.<br />Aku berkata setengah berbisik, "Git, aku sudah mau keluar nih, kita keluarinnya sama-sama ya..?"<br />Gita menjawab dengan terputus-putus, "Ia.. sa.. yaaa.. ngg.. sshhh.. cepetan dong keluarinnya aku.. sebentar lagi selesai nih..!"<br />Dengan nafas yang tidak beraturan, aku menjawab, "Tahan sebentar ya sayang.., aku juga sudah mau keluar.."<br /><br />Tidak lama kemudian aku memuntahkan spermaku ke dalam rahimnya, dan aku pun merasakan cairan hangat dari dalam vagina yang mengenai rudalku.<br />"Ooohhh.. shhh..." hampir bersamaan kami melenguh mengakhiri perjalan yang melelahkan dan penuh kenikmatan.<br />"Sayang.., vaginaku hangat banget sama spermamu.." Gita memberikan komentar puas dengan keperkasaanku.<br /><br />Kemudian kami beristirahat sejenak sambil memberikan pujian kepuasan masing-masing. Tetapi tanganku dan Gita masih meraba-raba dan mengusap kemaluan kami satu sama lain, sehingga birahi kami kembali timbul. Kali ini Gita yang mendahului dengan menjilat dan melumat hampir seluruh rudalku ke dalam mulutnya. Bukan hanya itu saja, ia juga dengan sangat agresif menciumi seluruh tubuhku.<br /><br />Aku mendorong tubuhnya ke samping hingga ia telentang. Kini giliranku untuk menciumi seluruh tubuhnya. Payudara Gita yang sudah mengeras dan puting susu menjulang tinggi, membuatku semakin bernafsu untuk meremas, menjilati serta menghisap-hisap puting susunya hingga puting susu Gita semakin terlihat basah dan mengkilap. Jari-jari tanganku dengan nakal memainkan klitoris dan menyodok-nyodok ke dalam vaginanya yang sudah banjir.<br /><br />Gita semakin kelojotan dan mulai memohon-mohon kepadaku untuk segera memasukkan rudalku ke dalam lubang kewanitaannya. Aku merubah posisi dengan tidur telentang, sementara Gita berjongkok sambil mengangkang untuk mengambil posisi memasukkan zakarku ke vaginanya. Dengan tidak sabar Gita meraih batang kemaluanku dan dituntun ke arah vaginanya. Ketika rudalku mulai memasuki vagina Gita yang pinggirannya ditumbuhi bulu-bulu lebat, aku merasakan dinding vaginanya yang sudah banjir menghangatkan dan memijat-mijat batang zakarku.<br /><br />Gita mulai menggerakkan pinggulnya yang montok ke atas ke bawah, dan memutarnya ke kiri dan ke kanan. Sedangkan tanganku mulai meremas-remas sepasang payudara yang besar dan kencang. Gita dengan sangat bernafsu menekan pantatnya kuat-kuat, sehingga rudalku seluruhnya amblas ditelan vaginanya. Kali ini Gita yang memegang peranan, aku menurutinya saja, karena kulihat dengan posisinya yang di atas ia sangat bergairah sekali. Aku mengangkat badanku untuk melumat puting susunya. Perbuatanku semakin membuat Gita mabuk kepayang. Ia memeluk kepalaku ke arah payudaranya. Pantatnya semakin cepat ditarik dan diputar-putar. Hingga akhirnya ia mencapai orgasme yang kedua kalinya.<br /><br />Aku yang belum mencapai klimaks membuat keputusan berganti posisi dengan dogie style. Gita mengambil posisi menungging, kemudian kuarahkan rudalku ke vaginanya lewat belakang. Aku sangat bernafsu sekali melihat pantatnya yang lebar dan sexy. Tangan kananku memegang dan menepuk-nepuk pantatnya, sedangkan tangan kiriku meremas-remas payudaranya. Gerakan tersebut kulakukan secara bergantian. Ternyata posisi tersebut membuat Gita bangkit kembali gairahnya, karena klitorisnya terkena gesekan rudalku.<br /><br />Kali ini Gita mulai memberikan perlawanan. Ia menggoyang-goyangkan pantatnya maju mundur berlawanan dengan arah goyangan pantatku. Ketika Aku mendorong pantatku ia menyodorkan pantatnya ke belakang, dan ketika Aku menarik pantatku ke belakang ia menarik pantatnya kedepan.Irama nafas kami semakin cepat, kami melakukan goyangan dengan cepat, sehingga setiap kali kucabut dan menyodok vaginya dengan rudalku timbul bunyi akibat vagina Gita yang banjir oleh lendir birahi. Aku mulai merasakan spermaku akan segera keluar. Ternyata Gita juga sudah merasakan ia akan mengalami orgasme yang ketiga kalinya. Tidak lama kemudian rudalku memuntahkan sperma secara berturut-turut di dalam vaginanya. Aku pun merasakan gerakan Gita yang bergoyang-goyang pelan dan tegang, sedangkan punggungnya telihat melengkung seperti udang karena ia juga telah orgasme.<br /><br />Aku mencabut batang kemaluanku dari vaginanya setelah Aku tidak merasakan muncratan spermaku. Aku telentang lelah, sedangkan Gita menjilati sisa-sisa spermaku yang masih keluar dari zakarku. Ia menghentikan aktifitasnya setelah spermaku tidak keluar lagi.<br /><br />Kami berpelukan erat sambil menghayati kenikmatan yang barusan kami lakukan. Kami melakukan bukan hanya sekali saja, tetapi entah sampai berapa kali. Permainan kami semakin lama bertambah hot saja, karena ternyata Gita mulai terbiasa dan ketagihan dengan keperkasaan rudalku. Kami memutuskan pulang setelah merasa sudah sama-sama lemas dan puas. Andai saja kami melakukannya pada malam minggu, mungkin kami akan terus melakukannya sampai pagi.<br /><br />Setelah kejadian pada malam itu, hingga kini kami jadi sering melakukannya sampai pagi. Aku melakukan hubungan seks dengan Gita dengan system kalender, hal itu kami lakukan untuk menghindari kehamilan. Aku semakin ketagihan, karena tunanganku adalah tipe gadis pendiam dan alim, dan aku tidak pernah mendapatkan pelayanan darinya. Kemanapun aku pergi, termasuk chek-in, aku selalu membawa laptop. Komputer tersebut kupergunakan untuk memantau perkembangan usahaku, selain itu juga digunakan untuk mengetik ceritaku dan memutar film blue sebagai pembakar hasrat birahi kami. Tentu saja perbuatanku yang sedang menceritakan seks kami tidak diketahui oleh Gita, karena ia masih tertidur untuk istirahat sejenak.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-28590477873896716342009-12-25T21:56:00.000-08:002009-12-25T21:57:00.879-08:00TerdakwaSinopsis: Cemburu itu perlu, tetapi akan jadi repot bila menjadi cemburu buta. Bagaimana bila anda dalam posisi sebagai terdakwa? Dalam hal ini, istri anda bukan lagi menuduh atau menyangka, tetapi mendakwa anda telah berselingkuh, sementara anda sendiri tidak melakukannya. Cukup sulit memang menjelaskan persoalan yang sebenarnya kepada pasangan yang sedang dibakar api cemburu, dan terlebih menyakitkan adalah masa-masa proses menunggu padamnya api cemburu tersebut. Senjata ampuh untuk memadamkan api cemburu adalah kesabaran dan waktu.<br /><br />Seperti pada umumnya, pasangan muda yang sama-sama bekerja mengakibatkan urusan pekerjaan rumah terpaksa dikerjakan oleh pihak lain dalam hal ini pembantu rumah tangga. Kami menempati sebuah rumah mungil dengan dua kamar tidur, yang terdiri dari satu kamar agak besar untuk kami di bagian depan, sementara yang satu lagi di bagian belakang dengan ukuran sedang dicadangkan untuk anak kita kelak. Kami berniat ingin mempunyai anak satu saja. Karena kami belum mempunyai anak, maka kamar tersebut lebih sering digunakan sebagai kamar tamu. Sementara itu kamar prt (pembantu rumah tangga) ada di bagian belakang.<br /><br />Istriku adalah anak bungsu dari lima bersaudara, sementara aku adalah anak nomor tiga dari enam bersaudara. Karena kami berdua dari keluarga besar, dengan alasan inilah kami ingin mempunyai anak tunggal saja. Pembantu rumah tanggaku telah berganti beberapa kali, mungkin tetangga melihat kami berdua itu seperti apa gitu, galak, jahat, atau sejenisnya. Kami berdua sepakat sebelum mempekerjakan prt bahwa tidak akan mempekerjakan prt yang telah berumur. Selain risih menyuruh orang tua, juga gimana sih kalau minta tolong sama orang yang berumur, nggak tega. Walaupun dia prt, khan manusia juga.<br /><br />Biasanya prt yang telah berumur memang tidak sekuat yang muda, tetapi lebih telaten, dan biasanya masakannya lumayan enak. Kemudian diusahakan jangan yang janda. Ini permintaan istriku sendiri. Alasannya membuatku tertawa, dia bilang kalau janda khan sudah pernah merasakan hubungan intim, terus kalau pas lagi "nafsu", khan bisa repot. Repotnya, dia bisa "main" sama tetangga, terus mainnya di rumah kami, khan jadi kacau urusannya. Kalau prianya baik. Kalau nggak? bisa terkuras habis deh isi rumah. Apalagi bila sampai aku digodanya juga, katanya sambil memencet hidungku.<br /><br />Pernah dapat pembantu dari suatu yayasan. Ternyata belum ada satu minggu sudah tidak betah. Akhirnya diganti oleh yayasan tanpa keluar biaya lagi. Nampaknya kejadian itu berulang, hingga akhirnya kami putuskan tidak pakai prt, karena setiap ganti khan kami harus memberikan pengarahan pekerjaannya. Lha kalau tiap minggu ganti, khan sama saja dengan kami yang mengerjakannya.<br /><br />Karena kesibukan kantor, nampaknya kami tidak sanggup melakukan pekerjaan rumah lagi. Bayangkan, mencuci baju digabung dalam satu minggu dikerjakan hari sabtu, khan lumayan tuh. Aku yang mencuci, istriku kebagian menyetrika pakaian seminggu. Dia yang masak apa adanya, dan aku yang menuci piring. Dia yang menyapu, aku yang mengepel. Pertama sih biasa, lama kelamaan tidak sanggup juga.<br /><br />Kami mendapatkan info ada tempat pengelolaan prt (bukan yayasan). Yah kami coba. Kami ambil satu orang, sampai rumah sudah agak malam, eh, besok paginya sudah hilang, ninggalin surat bahwa dia disekap sama pengelola itu, dan ngambil uang belanja di dekat kulkas, untuk pulang kampung katanya, sambil mengucapkan maaf dan terima kasih.<br /><br />Istriku geleng-geleng. Yah, balik lagi kerja sendiri lagi. Ternyata lebih capek mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak pernah ada habisnya. Makanya aku salut sama para ibu rumah tangga yang sehari-hari pekerjaannya mengurusi rumah yang kerja dari pagi hari sebelum matahari terbit hingga jauh malam hari. Yang memasak untuk keluarganya, yang berdandan untuk suaminya (kalau pekerja khan dandannya bukan untuk suami, terus kalau di rumah pakaiannya seadanya, tul nggak?), yang memperhatikan semua anak-anaknya (hanya saat sekolah saja, dia tidak melihat), yang menyambut bila suami pulang kerja dengan cantiknya (khan cantik untuk suami), yang melayani kebutuhan suaminya dengan sepenuh hati.<br /><br />Akhirnya kami pun dapat rejeki. Sebelah rumahku sedang memperbaiki rumah, saat istirahat siang selagi bicara masalah bangunan, salah satu tukangnya menawarkan keponakannya untuk bekerja di rumahku. Kalau sekedar merawat rumah dan bersih-bersih sih bisa katanya, hanya tidak bisa masak. Karena pengalaman dikerjain prt, aku coba menanyakan ke tetanggaku, si pemilik rumah, kenal tidak dengan tukang yang menawarkan prt itu. Ternyata dia kenal, karena perusahaannya mempekerjakan tukang itu (perusahaan tetanggaku bergerak di arsitektur), dan sedang dipinjam untuk memperbaiki rumahnya.<br /><br />Aku dan istriku setuju untuk mengambilnya, saat dia pulang kampung dia mengajak keponakannya itu. Anaknya masih kecil, umurnya sekitar 16 tahun, hitam kelam, rambut ikal, kakinya nampak banyak bekas luka, agak kurus, seperti tidak terawat. Sebelum pulang, pak tukang mengatakan bahwa dia menitipkan keponakannya untuk bekerja di sini, mohon untuk dididik perilakunya, terasa lebih kekeluargaan ketimbang bisnis di yayasan tadi. Kalau dirasa tidak cocok, dapat menghubungi di kantor tetanggaku, dan dia akan membawanya kembali ke kampung. Sambil pamit, aku memberikan uang pengganti transport yang dikeluarkannya.<br /><br />Seperti biasa, istriku memberikan contoh apa saja yang akan dikerjakan, tentunya bertahap, tidak sekaligus, biar dia tidak bingung. Hasil kerjanya cukup lumayan, rumah selalu bersih, pakaian tertata rapi. Biasanya aku dan istriku suka berantem mencari pakaian yang satu di mana, pasangannya di mana, kadang ada yang belum disetrika, kadang lupa belum diangkat dari jemuran di lantai atas. Kondisi saat ini boleh dibilang sudah lebih baik buat kami. Soal masak, karena prt-ku tidak bisa masak, jadi kami catering saja. Istriku juga tidak bisa masak, jadi dia tidak dapat mengajarkan prt-ku (Istri yang sempurna khan harus 3M, macak/berias, masak, dan manak/hamil. Di sini m1 bagus, m2-nya tidak bisa, tinggal m3 tunggu tanggal mainnya).<br /><br />Tidak terasa sudah sebulan. Mudah-mudahan dia betah lama tinggal di sini, soalnya mencari prt itu gampang-gampang susah. Dari istriku, aku tahu bahwa dia meninggalkan kampungnya karena bapaknya kimpoi lagi dan ikut dengan istrinya yang baru, sementara ibunya (adiknya tukang bangunan tadi) yang belum sempat dicerai, pacaran dengan pria beristri. Runyamlah suasana rumahnya bila kedatangan istri pacar ibu-nya. Selain malu dengan tetangga, suasana rumah juga mendukung untuk meninggalkan kampung. Sementara untuk ke bapak, sepertinya lebih berat dengan istri barunya ketimbang sama anaknya. Oleh sebab itu dia sangat senang dengan bekerja di tempatku.<br /><br />Karena kerajinannya, istriku memberikan beberapa fasilitas padanya, mulai peralatan mandi untuknya, termasuk pembalut wanita, juga memberikan beberapa kosmetika bekas istriku yang masih dapat dipakai (hampir habis, tadinya oleh istriku sudah mau dibuang, tetapi justru dia yang meminta), juga diberikan pakaian tidur. Semakin senang lah dia tinggal di rumahku. Dia juga jarang bergaul dengan para prt tetanggaku, ini merupakan keuntungan buatku, karena tidak tertutup kemungkinan ngerumpinya para prt, dapat membuat prt-ku loncat ke tetanggaku yang lain karena tergiur gaji yang lebih besar. Juga dengan lelaki, sepertinya dia anti laki-laki banget, mungkin karena di kampungnya dia punya masalah dengan beberapa laki-laki.<br /><br />Lama kelamaan perubahan mulai terjadi. Yang tadinya dia datang kurus, hitam, pokoknya seperti orang tidak keurus saat itu, sekarang sudah agak berisi malah sudah agak bulat badannya, mungkin perbaikan gizi. Kulitnya pun sudah tidak sehitam waktu baru datang, bisa jadi karena jarang keluar rumah, jadi tidak kejemur (dulu di kampung dia sering ke sawah). Sudah itu pakai handbody bekas istriku segala. Udah deh, asli berubah total. Pamannya saja sampai tidak mengenali sewaktu datang berkunjung. Apalagi kalau lagi mengepel lantai (kami berdua, aku dan istriku tidak pernah mengepel dengan tongkat, tetapi dengan cara merangkak, selain lebih bersih, juga hitung-hitung olah raga. Cara ini juga diterapkan ke prt), sepasang bukit kembarnya berguncang, sejalan dengan semakin bulatnya bentuk tubuhnya, payudaranya pun ikut berkembang, khan proporsional.<br /><br />Pernah nih, dia pakai bra-nya, mungkin sudah tidak muat kali, putingnya kelihatan di balik kaos tipisnya. Wah istriku, langsung menegurnya.<br />"Kamu pakai bajunya yang sopan, dong Min..!" kata istriku. Mimin nama prt-ku.<br />"Habis punyanya hanya ini Bu.."<br />Karena bra-nya ukuran untuk cup "A", sementara saat ini sudah mencapai cup "C", jadilah seksi banget gitu. Kami (aku dan istriku) tahu bahwa dia tidak mengada-ada, soalnya anaknya memang lugu (bukan lu-lu, gue-gue, lho), apa adanya.<br /><br />Ditanya sama istriku, "Kenapa kamu koq tidak belanja bra baru dengan gajimu..?"<br />"Sayang Bu, rencananya uangnya nanti buat modal jualan di kampung aja, ya saya pakai apa adanya saja," jawabnya polos.<br />Ternyata dia punya rencana. Bila sudah tidak diperlukan oleh kami lagi dia ingin wiraswasta, katanya. Hebat juga pikirannya, kataku dalam hati. Oleh sebab itu dia sayang sekali dengan uang yang diperolehnya. Uangnya ditabung di Bank Capek Antri, dekat rumahku. Karena pekerjaannya bagus dan rajin, istriku menghadiahkan beberapa bra dan pakaian baru yang dia beli di pasar. Senang sekali dia menerimanya.<br /><br />Pernah suatu siang hari aku menemukan dia sedang tertidur di ruang tamu sambil nonton televisi, atau lebih tepatnya televisi nonton dia tidur. Memang suasananya mendukung sekali, siang hari, capek habis mencuci dan menyetrika, habis makan siang, hujan turun deras, sambil nonton telenovela, yah sudah, telap, tidur lelap. Dia tidak tahu kalau aku datang. Aku dan istriku masing-masing memegang kunci rumah dan kamar tidur, sementara istriku masih di kantor. Aku pulang untuk mengambil berkas yang tertinggal. Tampak dia tidurnya pulas sekali. Hujan cukup lebat, hingga suara jatuhnya air cukup keras.<br /><br />Kuperhatikan roknya sudah tersingkap, sehingga tampak celana dalam yang kebesaran/longgar. Kaki kirinya lurus, sedangkan kaki kanannya ditekuk dan agak melebar. Kuperhatikan itu khan celana dalam istriku yang lama dan sudah tidak dipakai lagi, karena sudah berlubang di bagian depannya, berlubang bukan karena tajamnya rudalku, tetapi istriku pernah mens, terus tembus, atau mungkin karena perekatnya yang terlalu kuat, lama kelamaan bahannya menipis, nah aku mennyucinya terlalu kuat hingga berlubang, dan tidak dipakai lagi oleh istriku. Aku tidak tahu disimpan di mana dan akhirnya ditemukan oleh prt-ku dan saat ini sedang dipakai.<br /><br />Dengan celana dalam longgar dan berlubang itu nampak belahan vaginanya yang bulat dan tidak terlihat labia minor-nya, karena usianya yang masih belia, tampak beberapa bulu kemaluan yang halus dan hanya beberapa lembar saja. Pandanganku bergerak ke atas. Tampak bajunya tersingkap ke atas juga. Bra-nya terangkat ke atas, sehingga cup-nya tidak menutupi payudaranya. Kok bra yang baru tidak dipakai? Itu khan bra yang lama; mungkin tadi suasana sebelum hujan lumayan panas hingga tanpa sengaja, tergerak untuk mengangkatnya.<br /><br />Payudaranya lumayan juga, tidak putih tetapi mulus dan area sekitar puting coklat muda, dengan puting coklat muda sekali, mungkin lagi mekar-mekarnya, tampak beberapa bagian berwarna pink. Jakunku bergerak naik turun. Beberapa saat kuingat, beberapa hari lalu saat kedua mertuaku datang, istriku sedang melakukan percakapan dengan ibu mertuaku yang tidak sengaja kudengar.<br /><br />"Kamu hati-hati sama babumu itu.." kata ibu mertuaku yang mempunyai darah biru, nama depannya masih menggunakan RA, dan bapak mertua RM, sementara istriku Rr.<br />Dia memang agak tidak begitu senang dengan prt-ku, tidak tahu kenapa. Makanya kalau ngomong suka kasar sekali sama prt-ku.<br />"Iya Bu, tetapi namanya laki-laki Bu, bisa aja di rumah kalem penuh perhatian, kita nggak tahu kalau di luar. Ibaratnya kalau sudah semeter keluar rumah khan bujangan lagi.." kata istriku, aku tersenyum mendengarkannya.<br />"Betul itu, tetapi tetap kamu jaga, jangan sampai pagar makan tanaman.." kata ibu mertuaku.<br />"Yah, kita sudah komit, saling percaya. Yah terserah dia kalau mau menyalahgunakan kepercayaan yang aku berikan.." jawabnya diplomatis.<br /><br />Akal sehatku ternyata masih berfungsi. Pilih mana, "perang dunia ketiga" atau "kenikmatan sejenak". Untung sering melakukan "pengeluaran" di luar, sehingga dapat menahan laju nafsu birahiku dan berpikir jauh. Segera kuambil yang kuperlukan dan kembali ke kantor. Sorenya pulang dan seperti biasa lagi. Tapi memang dasar otak kotor, tiap melihat dia, bayanganku selalu saja ke kejadian tadi siang, sepertinya dia berjalan telanjang..<br /><br />Keesokan harinya, aku bangun dan terasa segar sekali pagi hari itu, saat aku akan telentang (aku biasa tidur telungkup), kok ada yang licin di kemaluanku. Belum sempat kubuka celanaku, tampak di bedcover ada sesuatu yang basah, piyamaku juga basah. Selagi bingung memperhatikan yang basah-basah tadi, tiba-tiba istriku sudah ada di sisi tempat tidur dan geleng-geleng kepala, sambil menjewer kupingku.<br />"Ngimpi sama siapa, he..?" tanyanya.<br />"Eh eh, enggak jelas Ma, wajahnya.." jawabku.<br />"Aku nggak tanya wajahnya, SIAPA ORANGNYA..?" tanyanya lagi sambil menjewerku lebih keras lagi.<br />"Iya, ampun, ampun, sama Mama, baru aku ingat, sama Mama.." kataku berbohong.<br />Aku baru ingat kalau aku ngimpi sama prt-ku. GILA. Tapi asli, susah sekali memerawaninya, tapi dalam mimpi, sampai-sampai karena susahnya belum masuk sudah keluar duluan, peltu gitu, yaitu yang sekarang lagi basah semua ini, jangan-jangan gara-gara lihat kemarin siang nih.<br /><br />Memang sih sudah lama aku tidak melakukan hubungan "timsuis" (hubungan intim suami istri). Akhirnya pagi itu juga aku dilayanin oleh istriku. Ternyata enak juga yah, breakfast dalam bentuk "timsuis". Rasanya seperti robot miliknya keponakanku yang baru diisi battery baru, Full Power. Setelah selesai, kami mandi dan kumasukkan semua pakaian kotor ke dalam ember pakaian kotor dan ke kantor bersama-sama. Akibat kejadian itu, istriku membuat kalender "timsuis", yakni setiap Kamis malam, dan Minggu malam. Kecuali ada yang mendesak, maka dengan kesepakatan bersama dilakukan di luar perjanjian, karena akan pergi melakukan perjalanan dinas atau sebaliknya. Jadwal tersebut tidak mengikat, bila salah satunya kurang sehat atau datang bulan, maka dapat dibatalkan.<br /><br />Beberapa minggu tidak ada kejadian yang menarik, hanya kedatangan kedua orangtuaku dan kedua mertuaku, hingga suatu hari istriku menemukan pembantuku sakit dan membawa ke praktek dokter terdekat. Pulang dari sana, masuk ke rumah. Aku dipanggil istriku dan diajak ke dalam kamar tidur.<br />"Pa.., Mimin hamil.." katanya sambil menatap tajam bola mataku, penuh selidik.<br />"Lho kok bisa..?" tanyaku.<br />"Ya bisa, dia khan udah mens, masalahnya di rumah ini laki-lakinya hanya kamu.." katanya lagi.<br />Aku berpikir sejenak, masak sih, pakaian kotorku waktu itu, setelah mimpi basah, kemudian dicuci olehnya menyebabkan hamil. Ah tidak mungkin lagi, khan sudah mati benihnya terkena udara bebas.<br /><br />"Ngaku aja Pa..!" kata istriku, mengagetkan lamunanku.<br />"Ngaku gimana, aku nggak ngapa-ngapain koq..!" kataku sambil tersenyum geli.<br />Gimana tidak geli melihat bola matanya memandangku melotot seakan mau keluar, terlihat juga kilatan cemburunya, mungkin sudah tingkat emosi. Tiba-tiba tangan kanannya bergerak akan menamparku. Segera kutangkap, dan kupeluk tubuhnya. Dia meronta-ronta. Kujatuhkan dia ke atas tempat tidur. Kukunci tubuhnya.<br />"Aku jijik sama kamu, Pa, jijik. Jangan sentuh aku," katanya mencoba melepaskan diri.<br />Kulonggarkan kuncianku. Segera dia melepaskan dan pergi ke kamar mandi. Aku tahu, dia bukan ingin buang hajat, tetapi melepaskan kesedihannya di sana, menyembunyikan diri, dan menguras air matanya. Dan esoknya tampak kelopak mata akan terlihat cekung, kebiasaan dia dari gadis, aku tahu itu.<br /><br />Aku bingung juga, tidak makan nangka dapat getahnya. Segera aku temui Mimin. Aku cari dia. Ternyata ada di dalam kamarnya. Kupanggil agar segera ke ruang tamu, kalau aku mengintrogasinya di kamarnya, semakin berat tuduhanku.<br />Setelah ke ruang tamu, "Min, kamu melakukannya sama siapa..?" tanyaku.<br />Kulirik istriku sudah keluar dari kamar mandi, dan berjalan ke ruang tamu dan ikut bergabung dengan kami. Bukannya menjawab, malah semakin deras air matanya. Repotnya urusan sama wanita, nih gini ini, kalau sudah terdesak, keluar deh air matanya. Diajak dialog seperti apa juga jawabnya sama, diam dan menangis.<br /><br />Ya sudah. Kutinggalkan mereka berdua. Aku segera pergi ke kantor sendiri. Pulang kantor suasana rumah tidak kondusif, tidak ramai, tidak ada canda. Makan sih bersama, nonton tv juga, tapi semua diam, mana malam itu jadwal "timsuis" lagi, apes. Tersiksa, jadi terdakwa, kalau dilihat dari alat bukti sih sudah jelas dia hamil, dan penyebabnya pasti seorang laki-laki, dan di rumah ini hanya aku laki-lakinya. Kalau orang luar kemungkinan kecil, mengingat dia jarang keluar. Ya tapi aku khan tidak berbuat, ah pusing. Aku mau tidur saja deh, mau masuk ke kamar tidur, sudah dikunci duluan, apes lagi deh. Terpaksa tidur di sofa di depan televisi dan masih menggunakan pakaian kerja.<br /><br />Keesokan harinya, di sore hari aku lihat ada kakak-kakak iparku datang. Wah tidak enak juga nih, urusan dalam negri melibatkan pihak asing. Tetapi demi kebenaran, tidak apa-apa deh, yang jelas para orang tua tidak diundang. Tidak enak, khan sudah tua masih saja mengurusi anaknya. Sudah gitu urusan ginian lagi, apalagi bila ibu mertuaku tahu, habis deh aku disemprot. Akhirnya kami berdialog. Dialog sesama lelaki itu lebih nyaman, walau kadang ada yang terbawa emosi. Ada yang memutuskan aku cerai dengan istriku, dan aku disuruh tanggung jawab. Ada yang usul lihat saja kalau sudah lahir, test dna-nya, pokoknya debat seru, bukan debat kusir. Pada intinya kubilang bahwa aku masih mencintai istriku, dan aku tidak "berbuat" dengan prt-ku. Kukemukakan juga pendapat kalau aku mau selingkuh buat apa sama prt-ku. Memangnya di luar tidak ada yang "lebih baik", memangnya aku tidak punya "modal" untuk berbuat, istriku malah melotot menatapku, biarin, habis kesal sekali dituduh terus-terusan.<br /><br />Akhirnya diputuskan, demi kemanusiaan biarin deh prt-ku tetap kerja, dan biaya persalinan ditanggung olehku. Khan sebagai terdakwa. Dan nanti akan ditest dna-nya. Sementara itu tidak ada perceraian, tetapi tetap perang dingin. Jadi kami menunggu proses persalinan saja. Hari demi hari berlalu, dan hari ini, aku gajian. Seperti biasa, kalau gajian kuserahkan semua buat istri, tetapi karena lagi perang dingin, aku tidak menyerahkannya. Karena ada suara telpon, kupergi untuk mengangkat telpon di ruang keluarga dan amplop gaji kuletakkan di meja rias di kamar tidur.<br /><br />Sekembalinya dari telpon, eh tuh amplop sudah hilang. Kucari istriku sudah masuk ke kamar mandi. Segera kuperiksa map keuangan rumah tangga. Istriku selalu memasukkan uang gajian kami berdua ke dalam amplop yang sudah disediakan untuk pos-pos pengeluaran, mulai dari cicilan, biaya telekomunikasi, biaya kesehatan, biaya dapur, jajan, tabungan, asuransi, ngasih orangtua hingga biaya tak terduga. Kami memang sepakat untuk disiplin anggaran, lebih boleh ke dugem (dunia gemerlap), kalau tidak ya di rumah saja. Anggaran dibuat untuk satu tahun, dan disepakati bersama.<br /><br />Setelah istriku selesai mandi, giliran aku mandi. Uh sudah lama tidak "timsuis", melihat istri habis mandi keluar dari kamar mandi hanya ditutupi selembar handuk saja sudah langsung protes nih "adik"-ku. Aku segera masuk dan mandi, sambil mandi aku mikir, waktu kuletakkan amplop gaji dengan masuknya uang ke amplop-amplop pengeluaran, kok cepet bener yah. Dasar perempuan, perang dingin sih perang dingin, urusan uang mah tetap, disikat juga. Kalau kupikir-pikir, aku ini bayarnya bulanan, bukan jam-jaman, tetapi sekarang bayar mah tetep, makenya tidak, dasar apes. Yah sudahlah, besok saja dimasturbasi. Tetapi memang kalau lagi untung tidak kemana-mana.<br /><br />Paginya aku wetdream lagi. Sebentar, aku replay dulu sama siapa yah..? Hah, sama bosku. Gila, diprogram saja tidak lho. Oh, mungkin saat aku meeting anggaran, dia menerangkannya aku tidak konsen dan mikir ke yang lain, maklum sudah lama aku tidak "timsuis". Karena lagi perang dingin, jadi tidak dijewer lagi, dia hanya melirik terus buang muka, dalam hatiku salah sendiri kenapa tidak dikasih, khan jadi gini akhirnya. Malamnya aku nonton tv, biasa bertiga, tetapi yang bersuara hanya televisinya saja, sementara tiga manusia matanya menatap televisi tetapi tidak tahu ke mana arah pikirannya. Tidak berapa lama istriku tidak kuat ngantuk. Dia pergi tidur dan mengunci kamar tidur. Tinggallah kami berdua. Kucoba untuk bicara dengan prt-ku, kukecilkan suara tv-nya.<br /><br />"Mimin, kalau kamu nggak mengatakan siapa laki-laki itu, toh lama kelamaan akan ketahuan. Nanti kalau bayimu lahir akan ditest darahnya, dan itu bisa ketahuan siapa bapaknya!" kataku. Dianya hanya menunduk diam.<br />"Min, coba lihat suasana rumah sudah nggak enak khan, aku didiemin sama Ibu, Ibu menuduh Bapak, karena hanya aku sendiri yang laki-laki di sini!" kataku. Dianya diam saja.<br />"Tolong bantuin aku dengan mengatakannya siapa lelaki itu, Min.." kataku lagi. Dianya diam lagi.<br />"Kamu melakukannya sama tukang kebun sebelah atau sopir di depan..?" tanyaku. Dianya diam aja.<br />Capek ngomong sama patung, ya aku diam saja, nanti kalau ditekan malah semakin nangis.<br /><br />"Saya takut Pak untuk mengatakannya.." tiba-tiba dia mengeluarkan suaranya, tetapi tetap menunduk.<br />"Takut sama siapa..?" tanyaku, berhasil juga rayuanku.<br />"Takut sama Ibu.." jawabnya, masih menunduk.<br />"Nah sekarang Ibu khan udah tidur?" rayuku.<br />"Sama Mbah Kakung.." jawabnya dengan tertunduk.<br />HAAAHH. "Mbah Kakungnya Bapak apa Ibu..?" tanyaku.<br />"Mbah Kakungnya Ibu..!" jawabnya sambil melihatku dan menunduk lagi.<br />"Kamu yakin..?" tanyaku.<br />"Yakin Pak..!" jawabnya sambil mengangguk.<br /><br />Ah lega lah, mungkin beberapa saat lagi aku akan bebas dan dapat menikmati tubuh istriku, senangnya, tetapi gimana membuktikannya yah?<br />"Bisa nggak kamu jelasin kejadiaannya..?" tanyaku. Dia diam saja, mungkin malu, atau pahit mengenang kejadian itu.<br />"Kalau kamu keberatan yah sudah nggak apa-apa, tetapi akan sulit untuk membuat orang lain percaya padamu. Saat ini boleh dibilang kita ini senasib, Min. Kamu merasakan kepahitan hidup dengan hamil tanpa suami, sementara aku dituduh berbuat sama kamu dan aku jadi terdakwa.." kataku lemah.<br />"Waktu itu Mimin sedang membersihkan lantai.." jawabnya tiba-tiba.<br />Aku diam, menunggu penjelasannya lebih lanjut.<br />"Mbah Kakung sedang nonton televisi, Mbah Putri sedang tidur di ruang tidur tamu (BO70: dia sedang terapi, saat dia meminum obatnya maka dia akan tertidur pulas, ada petir juga tidak bakalan bangun, karena kata dokter dia harus banyak istirahat).<br /><br />"Saat saya membersihkan lantai, dia merhatiin saya terus Pak. Selesai membersihkan lantai, Mimin mandi. Setelah mandi, Mimin masuk ke kamar. Belum sempat pintu kamar tidur Mimin tertutup rapat, tiba-tiba Mbah Kakung masuk, dan Mimin "ditindih" di kamar Mimin..." jelasnya tertunduk sambil menangis mengingat kejadian itu.<br />"Kamu kenapa nggak ngelawan atau teriak..?" kataku.<br />"Udah Pak, waktu itu hujan lagi lebat, lagian Mbah putri kalau tidur khan pules bener.." katanya tertunduk, sambil menghapus air matanya dengan ujung bajunya.<br />"Berapa kali sama Mbah Kakung?" tanyaku.<br />"Yah cuman sekali itu.." jawabnya malu-malu.<br />"Sakit nggak..?" tanyaku.<br /><br />GOBLOK, ngapain aku nanya yang kayak gitu, khan malu kalau wanita ditanya soal gituan.<br />"Nggak.." jawabnya singkat sambil melihatku, tampak sudah kering air matanya.<br />Kaget juga aku kalau dia mau menjawab.<br />"Cuman merasa jijik aja sama kumisnya yang kasar, sama cairan yang menempel di sini.." katanya lagi sambil menunjukkan kemaluannya.<br />"Kamu sudah pernah melakukan seperti itu sebelumnya..?" kataku.<br />"Belum pernah?" tanyaku untuk memancingnya, "Bener, apa nggak punya keinginan?" kataku lagi.<br />"Nggak Pak, Mimin lihat keluarga Mimin berantakan seperti itu, makanya Mimin nggak mau kimpoi dulu, trauma. Makanya saya senang kerja di sini, biar nggak lihat suasana rumah di kampung. Kalau uangnya kumpul dan Mimin sudah nggak dibutuhkan, Mimin mau dagang di kampung, dan kontrak rumah sendiri.." katanya.<br /><br />Aku berpikir, dia disetubuhi hanya sekali, tidak merasa sakit, ehh.<br />"Min, waktu kejadian itu kamu telanjang nggak..? Maaf Min, aku nanya ini maksudnya sebagai bahan untuk membela kamu, jadi kamu jangan salah paham.." kataku.<br />Tidak segera dijawab, dia melihatku dulu, kemudian. "Waktu itu khan habis mandi Pak, mana sempat pakai baju..!" jawabnya.<br />Oh iya yah, Goblok kwadrat deh aku, maklum bentar lagi bebas jadi terdakwa, jadi processor mmx-ku, ada sedikit illegal operation.<br />"Mbah Kakung.." kataku terputus, gimana yah aku menjelaskannya, ah sudah lah cuek, "Memasukkan kemaluannya ke 'punyamu' nggak..?" tanyaku.<br />"Ya, dia berusaha Pak, cuman karena saya meronta, nggak keburu masuk, tapi nggak lama saya merasakan ada cairan hangat yang membasahi punya saya Pak. Ih jijik..!" jawabnya.<br />Kalimat terakhirnya hampir tak terdengar, euh, mulai lupa deh sama sedihnya. Duh, jawabannya polos sekali, mendengarkan dia cerita, aku merasa geli ya juga terangsang. Tapi dengan demikian aku dapat gambaran yang cukup jelas.<br /><br />Keesokan harinya, aku mencoba menghubungi kakak-kakak iparku, dan melakukan rapat keluarga lagi setelah pulang kerja. Pertama mereka meragukan informasi yang kuberikan. Akhirnya setelah melakukan pemeriksaan ke dokter terdekat, (sebelumnya Mimin menolak diperiksa selaput daranya bila dokternya pria, hingga kami berusaha memenuhi keinginannya mencari dokter wanita) terbukti bahwa dia masih perawan, percayalah mereka bahwa apa yang kuceritakan adalah benar. Sekarang tinggal bagaimana menceritakan kepada istriku, yang jelas jangan kepada ibu mertuaku, bisa kelenger dia kalau mendengarkan berita ini. Juga kelanjutan nasibnya Mimin dan melakukan konfirmasi ke bapak.<br /><br />Akhirnya diputuskan bahwa untuk membicarakan ke bapak melalui kakak iparku yang wanita, sedangkan untuk istriku lewat kakak iparku yang pria dan tertua. Untuk Mimin diputuskan dia tetap tinggal denganku, sedangkan bila selesai persalinan, anaknya diambil oleh kakak iparku yang tertua yang kebetulan belum memperoleh keturunan hingga kini. Malamnya suasana mulai agak berubah. Yang jelas istriku malu sekali dengan aku yang telah menuduhku yang bukan-bukan, hingga dia pun malu menegorku duluan. Walaupun posisiku sudah menang, tetapi bukan berarti semena-mena. Aku mencoba berkomunikasi dengannya.<br /><br />Saat malam aku mau tidur, aku mencoba membuka kamar tidur. Eh ternyata tidak dikunci. Ah sudah lampu hijau nih. Aku masuk dan segera ke tempat tidur. Aku merayunya, berusaha memanaskan tubuhnya. Aku belai, tanpa penetrasi kecuali diperintah, foreplay selama mungkin, perlahan. Malam itu kami melakukan hubungan "timsuis" tidak seperti biasanya, layaknya malam pengantin baru saja, maklum sudah hampir sebulan ini aku tidak melakukannya, dan kami melakukannya hingga beberapa kali. Memang rasanya lain bila melakukan hubungan "timsuis" setelah berpisah karena perjalanan dinas. Apalagi bila habis bertengkar kemudian baikan lagi, rasanya benar-benar meresap. Seperti ikan bandeng presto, bumbunya meresap dan tulang pun jadi lunak, dapat di 'mam' lagi.<br /><br />Akhirnya suasana rumah kami ceria kembali. Hingga Mimin bersalin, ibu mertua tidak mengetahui kalau dia punya anak tiri, sementara istriku senang sekali punya momongan, adiknya yang terkecil (???), khan benih dari 'bokap'-nya. Tidak ada itu namanya ANAK HARAM, semua anak terlahir dengan SUCI.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-79709940066294718402009-12-25T21:55:00.002-08:002009-12-25T21:56:20.120-08:00TerbuaiAku seorang wanita walau belum pernah menikah tapi sempat berhubungan intim dengan seorang pria kekasihku beberapa tahun yang lalu. Hubungan kami terpaksa berhenti setahun yang lalu ketika orang tuanya yang kaya raya tidak menyetujui hubungan kami tersebut. Terakhir ku dengan mantan kekasihku itu telah menikah dan pindah kekota lain yang tidak ingin kuketahui persisnya dimana.<br /><br />Saat ini umurku 28 tahun dan bekerja sebagai salah satu karyawan di perusahaan swasta asing sebagai salah satu staf public relation. Gaji yang kuterima cukup lumayan untuk tamatan sarjana publikasi, kemampuanku untuk berkomunikasi dengan baik dan ramah terhadap siapa saja membuat aku dipercaya untuk menghadapi persoalan-persoalan pelik, dan menerima tamu-tamu penting.<br /><br />Suatu hari aku dipanggil oleh big bossku, dia mengeluh karena ada inspektor dari kantor pusat di Australia yang datang dan nampaknya boss kewalahan menghadapi pertanyaan-pertanyaannya. Aku ditugasi untuk menemani tamu tersebut selama di Jakarta.<br /><br />Terus terang hatiku agak bergetar ketika pertama kali bertemu dengan Steve. Terus terang dia mempunyai sex appeal yang luar biasa, matanya tajam, mukanya bersih dan bicaranya jernih ditambah pakaiannya yang selalu rapih dan bermerk, termasuk wewangian yang digunakan. Mula-mula aku nervous juga di buatnya, tetapi setelah lama-lama hubungan kami makin relaks. Aku berusaha untuk menyembunyikan ketertarikanku padanya, tetapi dia nampak malah sengaja menggodaku. Mula-mula dia ajak aku makan beberpa kali sampai aku rileks. Terus satu hari dia ajakain aku ke cafe, nemenin dia minum, aku habis dua gelas wine kali padahal aku nggak pernah minum. Aku rasanya nggak mabuk tapi badan aku rada hangat dan rileks. trs dia ngajakin nonton, aku mau aja karena nggak terlalu malam. Karena yang nonton sepi, dia bebas rangkul-rangkul aku. Anehnya aku diem aja, rasanya nyaman dipelukin dia. Ngeliat aku diem aja dia makin berani, mukanya mulai di deketin ke aku tapi aku nolak kalo dia mau cium bibir aku. Tapi tambah parah karena yang dia cium kuping dan leher aku lama-lama lagi. Padahal itu termasuk daerah sensitif. Kelihatannya dia tau aku mulai ser... ser an... tangannya mulai turun ke dada aku dari bahu. Tangannya lihai banget meskipun dari luar putaran-putaran jarinya mampu membuat aku sesak karena buah dadaku mengeras.Tangannya terus aku pegang, tapi yang satu ketahan yang lain aktif, dia berhasil buka kancing-kancing bajuku bagian atas, tangannya muter-muter diatas BHku yang tipis, malu juga rasanya kalau dia tahu pentilku keras banget. Bibirnya yang bermain dileherku, mulai turun ke bahu, dan.... wah gawat ternyata dia sudah menurunkan tali beha dan bajuku sampai ke pinggang, bibirnya bermain dia atas behaku, dan sekali rengut buah dada kiriku terekspos pada bibirnya.......<br /><br />Begitu buah dada aku terekspos dia nggak langsung caplok tapi pentil aku yang keras disengol-sengol dulu sama hidungnya. Napasnya yang hangat aja sudah berhasil membuat putingku makin keras. Terus dia ciumin pelan pelan buah dadaku yang 34 C itu mula-mula bagian bawah terus melingkar sehingga hampir semua bagian buah dadaku dicium lembut olehnya. Belum puas menggoda aku lidahnya kemudian mulai menari-nari di atas buah dadaku. Aku tak tertahan mulai mendesah. Akhirnya apa yang akau khawatirkan terjadi lidahnya mulai menyapu sekitar puting dan akhirnya..... akh....... putingku tersapu lidahnya... perlahan mula mula, makin lama makin sering dan akhirnya putingku dikulumnya. Ketika akau merasa nikmat dia melepaskannya..... dan kemudian mulai mengecup dari bagian tepi lagi... perlahan mendaki ke atas dan kembali ditangkapnya putingku. Kali ini putingku digigit perlahan sementara lidahnya berputar putar menyapu puting itu. Sensasi yang ditimbulkan luar biasa, semua keinginanku yang kupendam selama ini serasa terpancing keluar dan berontak untuk segera dipuasi.<br /><br />Melihat aku mendesah di tambah berani. Selain menggigit-gigit kecil putingku sembari lidahnya menyapu-nyapu, tangannya mulai bermain di lututku. Terus terang aja selama menjanda aku belum pernah ML lagi. Perasaan yang kupendam selama ini kelihatannya mulai bergolak. Itu membuatku membiarkan tangannya menggerayangi lutut dan pahaku. Dia tahu tubuhku merinding menahan nikmat, karena kulitku mulai seperti strawbery titik-titik. Dengan lihai tangannya mulai mendaki dan kini berada diselangkanganku. Dengan lembut dia mengusap-usap pangkal pahaku dipinggiran CDku. Hal ini menimbulkan sensasi dan nikmat yang luar biasa. Aku tak dapat duduk tenang lagi, sebentar bentar menggelinjang. Aku sudah tak dapat lagi menyembunyikan kenikmatan yang kualami. Hal ini dia ketahui dengan lembabnya CDku. Jarinya yang besar itu akhirnya tak mampu kutahan ketika dia memaksa menyelinap dibalik CDku dan langsung menemukan clitku. dengan gemulai di amemainkan jarinya sehingga aku terpaksa menutup bibirku agar lenguhan yang keluar tak terdengar oleh penonton lain. Jarinya lembut menyentuh clitku dan gerakannya memutar membuat tubuhkupun serasa berputar-putar. Akhirnya pertahananku jebol, cairan kental mulai mengalir keluar di vaginaku. dan dia tahu persis sehingga dia mengintensifkan serangannya. Akhirnya puncak itu datang, kepeluk kepalanya dengan erat dan kuhujamkan bibirku ke bibirnya dan tubuhku bergetar. Dia dengan sabar tetap mengelus clitku membuatku bergetar-getar seolah tak berhenti. Lubang vaginaku yang basah dimanfaatkan denga baik olehnya. Sementara jari jempolnya tetap memainkan clitku, jari tengahnya mengorek-ngorek lubangku mensimulasi apa yang dapat dilakukan laki-laki terhadap wanita. Aku menggap-menggap dibuatnya.<br /><br />Entah berapa lama dia membuatku seperti itu dan sudah beberapa kali aku mengalami orgasme, tapi tidak ada tanda-tanda bagaimana dia akan mengakhiri permainan ini. Akhirnya aku yang memulai... gila... entah apa yang mendorongku, tanganku tau tahu meraba-raba selangkangannya..... disana jemariku menemukan gundukan yang mulai mengeras. Begitu tersapu oleh belaianku, gundukan itu berubah menjadi batang hangat yang mengeras. Entah mengapa aku jadi senang menggodanya, jariku terus membelai turun naik sepanjang batang tersebut yang menurutku agar luar biasa ukurannya. Secara perlahan batang tersebut bertambah panjang dan besar menimbulkan getaran-getaran yang membuatku kembali mencapai orgasme. Ketika orgasme tanganku secara tak sengaja meremas-remas bola-bolanya sehingga dia pun terangsang. Sambil mengecup daun telingaku Steve berbisik... shall we... go... Aku tak tau harus bagaimana dan menurutinya saja ketika dia menarik tanganku bangkit dari tempat duduk dan berjalan mengikutinya keluar bioskop melewati mall dan akirnya sampai di lobi sebuah hotel yang menyatu dengan bioskop dan mall tersebut. Langkahku agak tersendat ketika melewati lobi, tetapi jari tanganku tergengam erat padanya dan dia dengan sangat pasti menggiringku kerah lift yang mengantarkan kami ke kamar yang ternyata telah dipersiapkan sebelumnya olehnya. Di dalam lift Steve sempat mencium bibirku dengan lembut seperti mencium kekasihnya ini membuat tubuhku bertambah lunglai. Aku tertegun berdiri di depan kamar yang telah dibuka pintunya oleh Steve, dan dia dengan sopan mempersilahkan aku masuk. Beberapa saat aku berdiam di depan pintu bimbang. Melihat kebimbanganku Steve tidak memberi kesempatan dianggkatnya tubuhku dengan kedua tangannya yang kekar dan dibopongnya kau masuk. Dengan cekatan dia menutup dan mengunci pintu. Aku sempat berontak tetapi kembali bibirnya melumat bibirku cukup lama dan dalam sehingga kenikmatan tak tuntas di bioskop tadi kembali muncul.<br /><br />Sambil membopong aku Steve terus melumat bibirku dan perlahan namun pasti dia berjalan ke rah tempat tidur ukuran king size yang ada dalam ruang suite tersebut. Aku agak gelisah melihat situasi ini. Steve menyadari hal itu dan tanpa melepaskan ciumannya dia menurunkan tubuhku dengan perlahan tepat dipinggir ranjang. Kami berhadapan berpandangan sejenak, dia tersenyum dan kembali bibirnya mengecup ngecup bibir bawah dan atasku bergantian dan berusaha membangkitkan gairahku kembali. Aku berdesah kecil ketika tangannya memeluk pinggangku dan menarik tubuhku merapat ketubuhnya. Bibirnya perlahan mengecup bibirku, lidahnya merambat diantara dua bibirku yang tanpa sadar merekah menyambutnya. Lidah itu begitu lihai bermain diantara kedua bibirku mengorek-ngorek lidahku untuk keluar. Sapuan lidahnya menimbulkan sensasi-sensasi nikmat yang belum pernah kurasakan, sehingga perlahan lidahku dengan malu-malu mengikuti gerakan lidahnya mencari dan mengikuti kemana lidahnya pergi. Dan ketika lidahku menjulur memasuki mulutnya dengan sigap dia mengulumnya dengan lembut, dan menjepit lidahku diantara lidah dan langit-langit. Tubuhku menggeliat menahan nikmat yang timbul. Aku merasa melayang tak berpijak, pengaruh minuman juga menambah aku kehilangan kontrol. Pada saat itulah aku merasa Steve membuka kancing-kancing gaun malamku yang terletak dipunggung. Tubuhku sedikit menggigil ketika, angin dingin dari mesin AC menerpa tubuhku yang perlahan-lahan terbuka ketika Steve berhasil melorotkan gaun malamku kelantai. Aku membuka mataku perlahan-lahan dan kulihat Steve sedang menatap tubuhku dengan tajam. Dia nampak tertegun melihat tubuh mulusku yang hanya terbungkus pakaian dalam yang ketat. Sorotoan matanya yang tajam menyapu bagian-bagian tubuhku secara perlahan. Pandangannya agak lama berhenti pada bagian dadaku yang membusung. BH ku yang berukuran 34 D memang hampir tak sanggup menampung bongkahan dadaku, sehingga menampilkan pemandangan yang mengundang syahwat lelaki. Tatapan matanya cukup membuat tubuhku hangat, dan dalam hati kecilku ada perasaan senang dan bangga dipandangi lelaki dengan tatapan penuh kekaguman. Aku terseret maju ketika lengan Steve kembali merangkul pinggangku yang ramping dan menariknya merapat ketubuhnya. Tanganku terkulai lemas ketika sambil memelukku Steve mengecup bagian-bagian leherku sambil tak henti-hentinya membisikan pujian-pujian akan kecantikan bagian-bagian tubuhku.<br /><br />Akhirnya kecupannya sampai di daerah telingaku dan lidahnya secara lembut menyapu bagian belakang telingaku. Aku menggelinjang, tubuhku bergetar sedikit dan rintihan kecil lepas dari kedua bibirku. Steve telah menyerang salah satu daerah sensitifku, dan dia tau itu sehingga hal itu dilakukannya berkali-kali. Dengan sangat mempesona Steve berbisik bahwa dia ingin menghabiskan malam ini dengan bercinta denganku, dan di amemohon agar aku tak menolaknya, kemudia bibirnya kembali menyapu bagian belakang telingaku hingga pangkal leherku. Aku tak sanggup menjawab, tubuhku terasa ringan, tanpa sadar tanganku kulingkarkan di lehernya. Rupanya bahasa tubuhku telah cukup dimengerti oleh Steve sehingga dia menjadi lebih berani. Tangannya kini telah membuka kaitan BHku, dan dalam sekejap BH itu sudah tergeletak di lantai.<br />Tubuhku terasa melayang, ternyata Steve telah mengangkat tubuhku, dibopongnya ke tempat tidur dan dibaringkan secara perlahan. Kemudian Steve menjauhi ku dan dengan perlahan mulai melepaskan pakaiannya secara perlahan. Anehnya aku menikmati pemandangan buka pakaian ini. Tubuh Steve yang kekar dan sedikit berotot tanpa lemak ini menimbulkan gairah tersendiri. Dengan hanya mengenakan celana dalam kemudian Steve duduk di ujung ranjang. Aku berusaha menduga-duga apa yang akan dilakukannya. Kemudian dia membungkuk dan mulai menciumi ujunung-ujung jari kakiku. Aku menjerit kegelian dan berusaha mencegah, namun Steve memohon agar dia dapat melakukannya dengan bebas. Karena penasaran dengan sensasi yang ditimbulkan. akhirnya aku biarkan dia menciumi, menjilat dan mengulum jari-jari kakiku. Aku merasa, geli, tersanjung dan sekaligus terpancing untuk terus melanjutkan kenikmatan ini. Bibirnya kini tengah sibuk di betisku yang menurutnya sangat indah itu. Mataku terbelalak ketika kurasakan perlahan tapi pastibibirnya makin bergerak keatas menyusuri paha bagian dalam ku. Rasa geli dannikmat yang ditimbulkan membuat aku lupa diri dan tanpa sadar secara perlahan pahaku terbuka. Steve dengan mudah memposisikan tubuhnya diantara kedua pahaku. Pertahananku benar-benar runtuh ketika Steve menyapu-nyapukan lidahnya dipangkal-pangkal pahaku. Aku berteriak tertahan ketika Steve mendaratkan bibirnya diatas gundukan vaginaku yang masih terbungkus celana dalam.<br /><br />Tanpa memperdulikan adanya celana dalam Steve terus melumat gundungkan tersebut dengan bibirnya seperti dia sedang menciumkum. Aku berkali-kali menjerit nikmat, dan persaan yang telah lama hilang kini muncul kembali getaran-getaran orgasme mulai bergulung-gulung, tanganku meremas-remas apa saja yang ditemuinya, sprei, bantal dan bahkan rambut Steve, tubuhku tak bisa diam bergetar, menggeliat, dan gelisah, mulutku mendesis tak sengaja, pinggulku meliuk-liuk erotis secara reflek dan beberapa kali terangkat mengikuti gerakan kepala Steve. Untuk kesekian kalinya pinggulku terangkat cukup tinggi dan pada saat itu Steve tidak menyianyiakan kesempatan untuk menarik celana dalamku lepas. Aku agak tersentak, tetapi puncak orgasme yang semakin dekat membuat aku tak sempat berpikir atau bertindak apapun. Bukit vaginaku yang sudah lama tak tersentuh lelaki terpampang di depan mata Steve. Dengan perlahan lidah Steve menyentuh belahannya, aku menjerit tak tertahan dan ketika lidah itu bergerak turun naik di belahan vaginaku, puncak orgasme tak tertahankan. Tanganku memegang dan meremas ramput Steve, tubuhku bergerta-getar dan melonjak-lonjak. Steve tetap bertahan pada posisinya, sehingga lidahnya tetap bisa menggelitik klitorisku, ketika puncak itu datang. Aku merasa-dinding-dinding vaginaku mulai lembab, dan kontraksi-kontraksi khas pada lorong mulai terasa. Itulah salah satu kelebihanku lorong vaginaku secara refleks akan membuat gerakan-gerakan kontraksi, yang bisa membuat lelaki tak bisa bertahan lama. Steve nampaknya dapat melihat kontraksi-kontraksi itu, sehingga membuat bertambah nafsu. Kini lidah nya semakin ganas dan liar menyapu habis daerah selangkanganku, bibirnya ikut mengecup dan bahkan bagian cairanku yang mulai mengalir disedot habis olehnya. Nafasnya mulai memburu. Aku tak lagi bisa menghitung berapa kali aku mencapai puncak orgasme. Steve kemudian bangkit, dengan posisi setengah duduk dia melepaskan celana dalamnya, beberapa saat kemudian aku merasa batang hangat yang sangat besar mulai menyentuh, nyentuh selangkanganku yang basah. Steve membuka kakiku lebih lebar, dan mengarahkan kepala kemaluannya ke bibir vaginaku.<br /><br />Meskipun tidak terlihat olehku, aku bisa merasakan betapa keras dan besarnya milik Steve itu. Dia mempermainkan kepala penisnya di bibir kemaluanku di gerakan keatas ke bawah dengan lembut, untuk membasahinya. Tubuhku seperti tak sabar menanti tindakan yang selanjutnya. Kemudian gerakan itu berhenti. Dan akau merasa sesuatu yang hangat mulai mencoba menerobos lubang kemaluanku yang sempit. Tetapi karena liang itu sudah cukup basah, kepala penis itu perlahan tapi pasti terbenam, makin lama-makin dalam. Aku merintih panjang ketika Steve membenamkan seluruh batang kemaluannya. Aku merasa sesak, tetapi sekaligus nikmat luar biasa, seakan seluruh daerah sensistif dalam liang itu tersentuh. Batang kemaluan yang keras dan padat itu disambut oleh kehangatan dinding vaginaku yang telah lama tidak tersentuh. Cairan-cairan pelumas mengalir dari dinding-dindingnya dan gerakan kontraksi mulai berdenyut, membuat Steve membiarkan kemaluannya terbenam agak lama merasakan kenikmatan denyutan vaginaku. Kemudian Steve mulai menariknya keluar perlahan-lahan dan mendorongnya lagi, makin lama makin cepat. Sodokan-sodokan yang demikian kuat dan buas membuat gelombang orgasme kembali membumbung, dinding vaginaku kembali berdenyut, kombinasi gerakan ini dengan gerakan maju mundur membuat batang kemaluan Steve seolah-olah diurut, kenikmatan tak bisa disembunyikan oleh Steve, gerakannya semakin liar, mukanya menegang, dan keringat menetes dari dahinya. Melihat hal ini, timbul keinginanku untuk membuatnya mencapai nikmat. Pinggulku kuangkat sedikit dan kemudian membuat gerakan memutar manakala Steve melakukan gerak menusuk. Steve nampaknya belum terbiasa dengan gerakan dangdut ini, mimik mukanya bertambah lucu menahan nikmat, batang kemaluannya bertambah besar dan keras, ayunan pinggulnya bertambah cepat tetapi tetap lembut.<br /><br />Akhirnya pertahanannya bobol, kemaluannya menghujam keras dalam vaginaku, tubuhnya ambruk menindihku, tubuhnya bergetar dan mengejang ketika spermanya mencemprot keluar dalam vaginaku berkali-kali. Akupun melenguh panjang ketika untuk kesekian kalinya puncak orgasmeku tercapai. Sesaat dia membiarkan batangnya di dalamku hingga nafasnya kembali teratur. Tubuhku sendiri lemas luar biasa, namun harus kuakui kenikmatan yang kuperoleh sangat luar biasa dan belum pernah kurasakan sebelumnya. Kami kemudian terlelap kecapean setelah mereguk nikmat.<br /><br />>>>selesai<<<gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-42679401212105042712009-12-25T21:55:00.001-08:002009-12-25T21:55:52.785-08:00Teman chattingkuSebelumnya, kuperkenalkan diriku dulu. Namaku Yeni. Aku lahir dan dibesarkan di kota Bandung. Usiaku 33 tahun, aku bekerja di sebuah bank swasta di Jalan Asia Afrika, Bandung. Saat ini aku hidup sendiri. Aku pernah menikah, kurang lebih selama empat tahun. Pernikahanku tidak dikaruniai anak. Aku bercerai, karena suamiku berselingkuh dengan rekan bisnisnya.<br /><br />Untuk mengusir kejenuhan dalam kesendirianku selama kurang lebih satu tahun setengah, aku selalu menghibur diriku dengan membaca. Kadang aku chatting, akan tetapi aku tidak berharaf untuk bertemu dengan teman chatting-ku. Aku masih trauma akibat perlakuan suamiku terhadapku.<br /><br />Aku kenal beberapa orang teman chatting yang asyik untuk diajak bercanda ataupun berdiskusi, salah satunya adalah Ferdy. Dia anak kuliahan, semester akhir di perguruan tinggi swasta di Bandung. Ferdy merupakan teman chatting-ku yang pertama kali yang pernah bertemu denganku.<br /><br />Pada awal perkenalannya aku kurang respek terhadapnya, karena email-nya saja menyeramkan, dapat pembaca bayangkan, cari_ce_maniax@***.** (edited). Tapi entah angin apa yang membuatku penasaran untuk bertemu dengannya, padahal aku baru sekali chatting dengannya. Cerita selanjutnya adalah pertemuan pertamaku dengan Ferdy yang berakhir ke sebuah hotel di sekitar jalan Setiabudi.<br /><br />Hari itu, Sabtu tanggal 16 Juni 2001, aku berjanji untuk bertemu dengan Ferdy di sebuah cafe di belakang BIP pukul 16.00. Aku sengaja datang lebih awal sekitar pukul 15.45, dan memilih tempat yang agak ke pojok agar aku dapat melihat dia terlebih dahulu. Aku memesan minuman, dan mataku tertuju terus ke arah pintu masuk cafe.<br /><br />Sambil menunggu Ferdy datang, aku memperhatikan orang di sekelilingku. Aku merasa risih sekali, karena ada anak muda (usianya sekita 25 tahunan) yang duduk sendirian di meja sebelahku memperhatikan terus sejak pertama aku masuk cafe. Tapi aku cuek saja. Tepat pukul 16.00, anak muda itu menghampiri diriku dan memperkenalkan dirinya. Namanya Ferdy.<br /><br />Aku kaget sekali, karena tidak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa Ferdy itu masih muda. Dia masih sangat muda, padahal ketika chatting, dia mengaku berusia 35 tahun. Dan tentunya juga, selama aku berkomunikasi melalui telepon, suara Ferdy kelihatan seperti seorang bapak-bapak dan sangat dewasa sekali. Aku sangat grogi. Untuk menghilangkan rasa grogi, kupersilakan Ferdy duduk dan memesankan minuman.<br /><br />"Maaf Bu Yeni, saya berbohong kepada Ibu. Saya mengaku berusia 35 tahun, padahal usia saya tidak setua itu. Tentunya juga, saya mohon maaf tidak memakai pakaian yang saya janjikan. Saya harus panggil siapa nih? Ibu atau Mbak atau Tante atau siapa ya?"<br />"Yeni saja deh, biar lebih akrab," jawabku.<br />Selanjutnya Ferdy bercerita, kenapa dia berbohong usia, juga aktifitasnya sehari-hari, begitu juga aku menceritakan aktifitasku dan kehidupan sehari-hariku. Aku tidak menyangka dari cara dia berkomunikasi sangat dewasa dan banyak dibumbui dengan kata-kata humor, sehingga aku dibuat terpingkal-pingkal olehnya.<br /><br />Tidak terasa, waktu bergulir dengan cepat. Sekitar pukul 5 sore, Ferdy mengajak nonton bioskop di BIP. Aku tidak sungkan-sungkan, langsung mengiyakan saja. Sepulang nonton sekitar jam 7 malam, aku mengantarkan Ferdy pulang dengan Baleno-ku ke daerah Cihampelas. Ditengah perjalanan Ferdy mengajakku main ke Ciater. Aku sih tidak masalah, karena di rumah pun aku hanya tinggal sendirian.<br /><br />Di daerah Lembang kami beristirahat dulu dan bercengkrama sambil menghabiskan minuman dan jagung bakar. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. Akhirnya niat ke Ciater kubatalkan saja. Aku mengajak Ferdy pulang saja. Dia pun mengiyakannya.<br /><br />Sepanjang perjalanan pulang ke Bandung, Ferdy mulai agak-agak nakal. Sambil bercerita, dia sudah berani mengelus-elus tanganku ketika aku sedang memindahkan perseneling. Pada awalnya kutepis, tapi bandel juga ini anak. Dia tidak pernah kapok, walau kutepis berkali-kali. Karena bosan dan tidak ada hasilnya kalau kularang, maka kubiarkan dia mengelus-elus tanganku.<br /><br />Aku akui, elusannya itu membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Bahkan semakin lama elusannya semakin ganas, dan sudah mulai berani mengelus pahaku. Kubiarkan saja, dan aku tetap konsentrasi menyetir mobil. Entah karena suasana yang mendukung, karena kami hanya berdua-duaan, ataukah karena kesepianku selama ini, karena sudah lama tidak dielus laki-laki. Aku membiarkan tangannya beraksi lebih jauh. Aku mulai merinding, dan darahku serasa panas menjalar seluruh tubuhku. Semakin lama, Aku semakin menikmati elusan tangannya.<br /><br />Sekarang Ferdy sudah sangat berani! Dia sudah berani memegang payudaraku. Aku mulai terangsang. Aku sudah tidak kuat lagi merasakan elusan tangannya. Akhirnya mobil kupinggirkan. Aku tanyakan Ferdy, kenapa dia berani memperlakukanku seperti itu, padahal dalam hati aku pun menginginkannya. Dia minta maaf, tapi tangannya tetap tidak mau lepas dari payudaraku. Aku tak kuasa menahan rangsangannya. Akhirnya kubalas elusan tangannya dengan sebuah ciuman di keningnya. Aku tidak menyangka dia menarik tubuhku, dan menciumi bibirku. Dia melumat bibirku, sampai-sampai aku sulit untuk bernafas.<br /><br />Dia mulai berani menyelusupkan tangannya di kaos ketat unguku. Aku biarkan saja. Sungguh permainan yang indah, mulutku sudah tersumpal oleh lidah Ferdy, dan tangannya pun begitu terampil mengelus-elus payudaraku. Bahkan putingku pun sudah dia elus.<br />Aku melenguh, "Sh.. ah.. sh.. ah... sh.. ah..."<br /><br />Tangan kirinya mulai turun ke arah pangkal pahaku. Aku geli sehingga menggerinjal. Tangannya mulai membuka reseletingku perlahan-lahan. Detik demi detik kurasakan tangannya mulai mengelus kemaluanku. Aku semakin keras mengeluarkan suara. Dan akhirnya aku kaget, ketika ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi dari arah berlawanan, menyorotkan sinar lampunya. Konsentrasiku buyar. Aku lalu membereskan reseletingku dan kaos ketat unguku. Begitu juga Ferdy. Akhirnya permainan yang berlangsung sekitar setengah jam itu harus berakhir karena sorotan lampu mobil yang lewat tadi. Di sekitar selangkanganku terasa basah.<br /><br />"Yeni, maafin Ferdy ya. Telah berlaku kurang ajar sama Yeni."<br />"Nggak apa-apa koq Fer. Tapi saya bingung, kenapa koq kamu berani berbuat seperti itu kepada saya. Padahal kamu kan 8 tahun lebih muda dari saya."<br />"Nggak tahu deh, Yen. Mungkin saya mulai menyukaimu sejak pertemuan kita di Cafe."<br />"Gombal ah..." kataku agak manja.<br />"Aku geli banget lho, waktu kamu elus tadi. Mungkin karena aku baru merasakan lagi sentuhan pria, ya Fer. Kalau boleh aku jujur, baru kali ini, ada cowok yang menyentuh aku lho Fer. Sejak perceraian aku dengan suami satu setengah tahun yang lalu."<br />"Sudahlah Yen, jangan ngomongin perceraian, nanti kamu sedih. Mendingan kita melanjutkan perjalanan deh..."<br /><br />Aku melanjutkan perjalanan dengan berbagai gejolak perasaan dan kenikmatan yang baru aku raih bersama Ferdy. Sambil aku menyetir mobil, Ferdy tidak lupa mengelus pahaku juga payudaraku.<br />"Yen, bagaimana kalau kita berhenti dulu di hotel. Biar kita bisa lebih tenang melakukannya."<br />Aku bingung, antara mengiyakan dan tidak. Jujur saja, aku ingin merasakan lebih jauh lagi dari elusan lembutnya itu. Tapi aku ragu dan malu. Akhirnya kuputuskan, mengiyakan ajakkannya.<br /><br />Sesampainya di kamar Hotel "S" di sekitar Setiabudi, Ferdy tidak memberikan kesempatan untukku beristirahat. Dia langsung memelukku dan melumat bibirku. Aku gelapan dan tidak kuasa menolaknya ketika Ferdy mulai mebuka kaos ketat unguku dan membuka celana panjangku. Aku disuruhnya duduk di atas meja. Dengan elusan tangannya, Ferdy telah membuka bra-ku yang berukuran 36B dan celana dalamku. Dia semakin beringas, bagaikan macan kelaparan. Ferdy mulai menciumi lubang kewanitaanku.<br />"Ah.. uh.. ah.. uh.. ah.. teru..s Fer.. Ah.. Enaa..k ah.. uh shhh.. shhh.. uh.."<br />Rasanya tidak terlukiskan, badanku menggeliat-geliat bagai ulat kepanasan. Lidah Ferdy merojok-rojok vaginaku dan menjilat klitorisku yang sebesar kacang kedelai.<br /><br />Lalu kubuka kemeja dan celana jeansnya Ferdy. Kaget! Ternyata "barang"-nya Ferdy sudah keluar melewati celana dalamnya. Kelihatan ujungnya memerah. Aku takut, apakah lubang kewanitaanku muat untuk "barang"-nya Ferdy.<br /><br />Sudah terasa satu jari dimasukkan ke dalam lubang kewanitaanku. Dikeluar-masukkannya jari itu dan diputar-putar. Digoyang ke kanan dan kiri. Satu jari dimasukkannya lagi. Terasa sakit, tapi nikmat. Mungkin masih penasaran, Ferdy memasukkan jarinya yang ketiga. Dikeluar-masukkan, digoyang kiri kanan. Nikmat sekali. Sedangkan tangan kirinya membantu membuka lubang kewanitaanku untuk mempermudah memasukkan jari-jari kanannya.<br />"Ah.. uh.. ah.. sh.. uhhh.. shhh.. terus Fer... aduh.. nggak kuat Fer... Aku mau keluar nih.."<br />Akhirnya aku basah. Aku tersenyum puas.<br /><br />"Sekarang gantian ya, jilatin punyaku dong Yen..." Ferdy memohon kepadaku.<br />"Iya Fer, tapi punyamu panjang, muat nggak ya..?" jawabku.<br />"Coba saja dulu, Yen. Nanti juga terbiasa."<br />"Auh... aw... jangan didorong dong Fer, malah masuk ke tenggorokkanku, pelan-pelan saja ya. Punyamu kan panjang."<br /><br />Sekitar lima belas menit kemudian erangan Ferdy semakin menjadi-jadi.<br />"Ah.. uh.. oh.. ah.. sh.. uh.. oh.. uh.. ah.. uh.."<br />Kuhisap semakin kuat dan kuat, Ferdy pun semakin keras erangannya. Ferdy mulai ingat, tangannya bekerja lagi mengelus vaginaku yang mulai mengering, basah kembali. Mulutku masih penuh kemaluan Ferdy dengan gerakan keluar masuk seperti penyanyi karaoke.<br /><br />"Sudah dulu Yen, aku nggak tahan.., masukkin saja ke punyamu ya..?" pinta Ferdy.<br />Aku hanya menganggukkan kepala saja, sambil berharaf-harap cemas apakah punyaku muat atau tidak dimasuki kepunyaannya Ferdi. Kedua kakiku diangkat ke pundak kiri dan kanannya, sehingga posisiku mengangkang. Dia dapat melihat dengan jelas kemaluanku yang kecil namun kelihatan gemuk seperti bakpau.<br /><br />Kulihat dia mengelus kemaluannya, dan menyenggol-nyenggolkan pada kemaluanku, aku kegelian. Dibukanya kemaluanku dengan tangan kirinya, dan tangan kanan menuntun kemaluannya yang besar dan panjang menuju lubang kewanitaanku. Didorongnya perlahan, "Sreett..," dia melihatku sambil tersenyum dan dicobanya sekali lagi. Mulai kurasakan ujung kemaluan Ferdy masuk perlahan. Aku mulai geli, tetapi agak sakit sedikit. Mungkin karena lubang kewanitaanku tidak pernah lagi dimasuki kemaluan laki-laki. Ferdy melihat aku meringis menahan sakit, dia berhenti dan bertanya.<br />"Sakit ya..?"<br />Aku tidak menjawab, hanya kupejamkan mataku ingin cepat merasakan kemaluan besarnya itu.<br /><br />Digoyangnya perlahan dan, "Bleess.." digenjotnya kuat pantatnya ke depan hingga aku menjerit, "Aaauuu..."<br />Kutahan pantat Ferdy untuk tidak bergerak. Rupanya dia mengerti kemaluanku agak sakit, dan dia juga ikut diam sesaat. Kurasakan kemaluan Ferdy berdenyut dan aku tidak mau ketinggalan. Aku berusaha mengejang, sehingga kemaluan Ferdy merasa kupijit-pijit. Selang beberapa saat, kemaluanku rupanya sudah dapat menerima semua kemaluan Ferdy dengan baik dan mulai berair, sehingga ini memudahkan Ferdy untuk bergerak. Aku mulai basah dan terasa ada kenikmatan mengalir di sela pahaku. Perlahan Ferdy menggerakkan pantatnya ke belakang dan ke depan. Aku mulai kegelian dan nikmat. Kubantu Ferdy dengan ikut menggerakkan pantatku berputar.<br /><br />"Aduuhhh.., Yeni..," erang Ferdy menahan laju perputaran pantatku.<br />Rupanya dia juga kegelian kalau aku menggerakkan pantatku. Ditahannya pantatku kuat-kuat agar tidak berputar lagi, justru dengan menahan pantatku kuat-kuat itulah aku menjadi geli dan berusaha untuk melepaskannya dengan cara bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya. Kulakukan lagi gerakan berulang dan kurasakan telur kemaluan Ferdy menatap pantatku licin dan geli. Rupanya Ferdy termasuk kuat juga, berkali-kali kemaluannya mengocek kemaluanku masih tetap saja tidak menunjukkan adanya kelelahan bahkan semakin meradang.<br /><br />Kucoba mempercepat gerakan pantatku berputar semakin tinggi dan cepat, kulihat hasilnya Ferdy mulai kewalahan, dia terpengaruh iramaku yang semakin lancar. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak bergerak berputar lagi, tapi dia semakin kuat memegangnya. Kuturunkan kakiku menggamit pinggangnya, dia semakin tidak leluasa untuk bergerak, sehingga aku dapat mengaturnya. Aku merasakan sudah 4 (empat) kali kemaluanku mengeluarkan cairan untuk membasahi kemaluan Ferdy, tetapi Ferdy belum keluar juga.<br /><br />Kupegang batang kemaluan Ferdy yang keluar masuk liang kewanitaanku, ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang senggamaku.<br />Aku pun terus mengerang keasyikan, "Auh.. auh.. terus Fer.. auh... Ena..k Fer... Ugh... ah... lebih cepat lagi Fer... ugh.. ah... ssshhh... uh.. oh.. uh.. ash... ssshhh.."<br />"Kecepek.., kecepek.., kecepek..," bunyi kemaluanku saat kemaluan Ferdy mengucek habis di dalamnya.<br />Aku kegelian hebat, "Yeni.. aku mau keluar, Tahan ya..," pintanya menyerah.<br /><br />Tanpa membuang waktu, kutarik kemaluanku dari kemaluannya, kugenggam dan dengan lincah kumasukkan bonggol kemaluan tersebut ke dalam mulutku, kukocok sambil kuhisap kuat-kuat, kuhisap lagi dan dengan cepat mulutku maju mundur untuk mencoba merangsang agar air maninya cepat keluar. Mulutku mulai payah tapi air mani yang kuharapkan tidak juga keluar. Kutarik kemaluan dari mulutku, Ferdy tersenyum dan sekarang telentang. Tanpa menunggu komando, kupegang kemaluannya, kutuntun ke lubangku dengan aku mendudukinya. Aku bergerak naik turun, dan dia memegang susuku dengan erat. Tidak lama kemudian ditariknya tubuhku melekat di dadanya, dan aku juga terasa panas.<br /><br />"Sreeet.., sreett.., sreett..," kurasakan ada semburan hangat bersamaan dengan keluarnya pelicin di kemaluanku, dia memelukku erat demikian pula aku.<br />Kakinya dijepitkan pada pinggangku kuat-kuat seolah tidak dapat lepas. Dia tersenyum puas.<br />"Yeni.., aku baru merasakan kemaluan seorang wanita. Kamu adalah wanita pertama yang merenggut bujanganku. Aku selama ini paling banter hanya melakukan peting saja. Sungguh luar biasa, enak gila, kepunyaanmu memijit punyaku sampai nggak karuan rasanya, aku puas Yen.."<br />"Aahhh kamu bohong, masa seusiamu baru pertama kali melakukan kayak beginian," manjaku.<br />Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibirku kuat-kuat.<br /><br />"Sumpah, Yen..! Apakah kamu masih akan memberikannya lagi untukku..?" tanyanya.<br />"Pasti..! Tapi ada syaratnya..," jawabku.<br />"Apa dong syaratnya, Yen..?" tanyanya penasaran.<br />"Gampang saja, asal kamu bisa kuat seperti tadi. Atau nanti saya kasih pil untuk kamu ya, biar lebih kuat lagi..!"<br />"Oke deh.. Mandi bareng yuk, Yen.." ajaknya.<br />Dan kami pun mandi bersama, dan sekali lagi Ferdy memberikan kepuasan yang selama ini tidak kudapatkan selama kurang lebih satu setengah tahun.<br /><br />Aku bersiap-siap pulang. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Aku langsung check out menuju Cihampelas mengantarkan Ferdy pulang. Mobil keluar hotel dengan berjalan perlahan.<br />Sepanjang perjalanan aku berfikir, "Kok bisa-bisanya aku mmberikan sesuatu hal yang aku jaga selama ini, padahal Ferdy baru pertama kali bertemu denganku. Sekaligus juga aku membayangkan kapan lagi aku dapat memperoleh kepuasan dari Ferdy."<br /><br />Kini tangan Ferdy menempel pada pahaku, dan tanganku menempel di celananya. Sesekali Ferdy menyandarkan wajahnya ke dadaku dan jari nakal Ferdy mulai beraksi dengan manja. Kurasakan gumpalan daging kemaluan Ferdy mulai mengeras lagi, dia tersenyum melihatku. Akhirnya tidak terasa aku sudah sampai di Cihampelas, dan menurunkan Ferdy. Selanjutnya aku pulang ke rumahku di sekitar Sukarno-Hatta.<br /><br />Terakhir, khusus bagi Anda WANITA (----KHUSUS WANITA----) yang sebaya ataupun senasib dengan saya (saya janda, berusia 33 tahun), sudi kiranya Anda membagikan tips-nya untuk saya, agar saya dapat membahagiakan dan memuaskan Ferdy lebih lama.., dan la..ma lagi. Karena saya sepertinya mulai menyukai dia, dan tidak mau melepaskan dia. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya. Silakan Anda (----KHUSUS WANITA----) kontak saya. Terima kasih.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-44336027636806823772009-12-25T21:54:00.002-08:002009-12-25T21:55:04.236-08:00Teman baikku bernama YuniAku kembali menceritakan kisah nyata yg pernah aku alami. Seperti biasa nama dan tempat sengaja aku samarkan untuk menjaga privasi yg terlibat.<br /><br />----------------------------------------------------------------------<br /><br />Sejak pengalamanku dgn Mbak Wulan aku telah melakukan kegiatan seks dgn beberapa wanita lain. Berkat bimbingan Mbak Wulan aku jadi lumayan ahli dlm hal seks untuk anak seumurku (20 thn-an) pada waktu itu. Aku pun jadi percaya diri dlm berhubungan dgn wanita.<br /><br />Setelah berhubungan seks dgn bbrp wanita aku jadi menarik kesimpulan bahwa ada dua jenis manusia dlm urusan syahwat ini. Yg pertama adalah yg menurut istilahku sendiri aku sebut "pelahap seks" dan yg kedua adalah "penikmat seks".<br /><br />Pelahap seks dan penikmat seks sebetulnya adalah sangat mirip, keduanya sama² sangat menyukai seks. Bedanya, pelahap seks biasanya melakukan kegiatan seks hanya untuk memenuhi birahinya saja. Ibarat orang makan itu tujuan utamanya adalah mencari kenyang, kurang mementingkan rasa dari apa yg dia makan. Jangan salah, pelahap seks tidak harus orang yg hyper-sex, nafsu birahi dia bisa biasa² saja. <br /><br />Sebaliknya, seorang penikmat seks melakukan kegiatan seks dgn tujuan utama menikmati seks itu sendiri. Ibarat orang makan itu dia lebih mementingkan cita rasa makanannya. Kadang sekalipun dia tidak makan kenyang tapi bisa menikmati apa yg dia makan. Agak susah memang menerangkan hal ini, tapi itu lah yg aku simpulkan.<br /><br />Mbak Wulan (dan aku) adalah para penikmat seks. Kami sangat menikmati apa yg kami lakukan tanpa harus berbuat berlebihan. <br /><br />Berbeda dgn para wanita lain yg pernah berhubungan seks dgnku, mereka semua masuk kategori pelahap seks. Memang selama melakukan kegiatan seks dgn mereka aku selalu "kenyang" tapi hampir² tidak bisa menikmatinya secara lahir bathin. Semuanya berlalu tanpa kesan. Aku sampai agak pesimis apakah aku akan menjumpai seorang wanita penikmat seks seperti Mbak Wulan. Sampai satu saat aku bercinta dgn Yuni.<br /><br />Maaf kepada para pembaca kalau pendahuluanku terlampau panjang dan berlarut. Se-mata² aku hanya ingin memberikan gambaran bathin apa yg aku rasakan sehingga para pembaca bisa lebih memahami apa yg aku rasakan dalam cerita pengalaman nyataku berikut ini.<br /><br />Hubunganku dgn Yuni sebetulnya cukup dekat. Kami adalah teman kuliah satu angkatan dan satu jurusan. Jadi hampir setiap hari kami bertemu. Kami sering mengerjakan tugas² bersama. Saling menceritakan kehidupan pribadi kami bukan hal yg asing antara aku dan Yuni. Kami sudah menjadi sahabat yg cukup akrab. Aku juga tahu bahwa Yuni sudah punya pacar sejak SMA dan mereka sudah merencanakan untuk menikah setelah Yuni lulus nanti. Saat itu kami masih di semester 6.<br /><br />Secara fisik Yuni cukup menarik. Wajahnya berbentuk oval dan manis. Tidak terlalu cantik tapi jelas tidak bisa dikatakan jelek. Tingginya sekitar 160 cm, beratnya seimbang. Rambutnya dipotong pendek dgn poni di dahinya. Kulitnya cukup putih untuk ukuran orang Indonesia. Pokoknya tidak memalukan lah kalau kita ajak jalan dia di tempat umum. Sayang ada satu kekurangannya, Yuni kurang bisa bersolek, kesannya malah agak tomboy. Ke-mana² dia hampir selalu pakai celana jeans dgn kemeja agak longgar. Padahal perilakunya sangat feminin, jadi agak kontras dan kurang cocok.<br /><br />Sore itu aku sedang mengerjakan tugas di perpustakaan kampus. Yuni juga kebetulan ada disana, tapi dia di meja lain dgn beberapa teman. Aku asyik mengerjakan tugasku sendiri sehingga aku tidak memperhatikannya. Tiba² ada orang yg duduk di seberang meja. Aku lihat ternyata Yuni.<br /><br />"Ngerjain apa Ben? Kok asyik banget"<br />"Eh ... ini tugas makalah metodologi. Kamu udah selesai Yun?"<br />"Yuni mah udah kelar kemarin²."<br />"Enak dong udah bisa santai, aku juga udah hampir selesai kok."<br />"Ben ke kantin yuk ... haus nih."<br /><br />Aku bereskan kertas² tugasku lalu aku kembalikan buku² referensi ke raknya. Kami berdua berjalan bareng ke kantin. Obrolan kami lanjutkan di kantin sambil minum.<br /><br />"Yun, aku kok udah lama ndak liat kamu sama Mas Robby. Kemana dia?"<br /><br />Mas Robby adalah pacar Yuni. Dia sudah bekerja tapi biasanya suka menjemput Yuni di kampus. Aku tidak terlalu kenal dia cuman sebatas "say hello" saja.<br /><br />Mendengar pertanyaanku tadi Yuni cuma menghela napas panjang. Wajahnya yg manis tiba² tampak muram. Dgn agak lirih dia menjawab,<br /><br />"Kami sudah putus Ben."<br />"Oh ... sorry Yun. Kalau boleh tahu, kenapa Yun?"<br /><br />Yuni kembali menghela napas panjang. Aku tahu mereka sudah pacaran cukup lama, mungkin ada lebih dari 3 thn. Jadi aku tahu bagaimana perasaan Yuni saat itu. Pasti berat buat dia.<br /><br />Akhirnya Yuni bercerita kalau Mas Robby ternyata dekat dgn wanita lain. Ketika Yuni minta penjelasan dari dia ternyata Mas Robby malah marah². Akhirnya dua minggu yg lalu Yuni tidak mau lagi ketemu dgn dia. Sungguh malang nasib Yuni, padahal mereka sudah begitu dekat dan mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Secara eksplisit memang Yuni tdk pernah bicara ttg hal ini kepadaku, tapi dari gelagatnya aku yakin itu.<br /><br />Pembicaraan kami sore itu jadi melankolis dan kelabu. Seperti mendung kelabu yg menggelayut di langit. Satu hal yg aku kagumi dari Yuni, dia begitu tegar menerima kenyataan ini. Tak ada setitik air mata pun yg mengambang di matanya saat menceritakan perpisahannya dgn Mas Robby.<br /><br />Langit sudah agak gelap pertanda datangnya senja ketika kami keluar dari kantin untuk pulang. Aku tawarkan Yuni untuk mengantarnya pulang dan dia setuju. Dalam perjalanan pulang, Yuni yg duduk di boncengan motorku tak berkata sepatah pun. Kami pun sampai di rumah Yuni.<br /><br />"Masuk dulu yuk Ben," ajak Yuni sambil membuka kunci pintu rumahnya.<br /><br />Beberapa kali aku pernah mengantar pulang Yuni tapi aku tidak pernah mampir ke rumah Yuni. Kali ini kebetulan aku kebelet kencing, jadi aku mau diajak masuk rumahnya.<br /><br />"Aku mau numpang ke kamar mandi Yun."<br />"Disitu Ben," Yuni menunjuk ke salah satu pintu.<br /><br />Aku segera menuntaskan urusanku di kamar mandi. Rumah Yuni sangat sederhana tapi sangat bersih dan tertata rapi. Keluarga Yuni memang bukan golongan orang yg berada. Senja itu suasana rumah Yuni sepi² saja.<br /><br />"Kok ndak ada orang Yun. Orangtuamu kemana?"<br />"Sudah 2 hari di rumah Mbak Dewi di Solo. Dia kan baru saja melahirkan anak pertama."<br /><br />Yuni pernah cerita kalau dia hanya dua bersaudara. Kakaknya, Mbak Dewi, sudah menikah dan tinggal di Solo. Jadi saat itu Yuni sendirian di rumah.<br /><br />Aku baru saja hendak berpamitan dgn Yuni ketika tiba² mendung tebal yg sedari tadi menggantung di langit turun menjadi hujan yg cukup lebat.<br /><br />"Pulang ntar aja Ben, Hujan tuh. Yuni bikinin kopi ya."<br /><br />Tanpa menunggu jawabanku Yuni segera ke dapur dan aku dengar detingan cangkir beradu dgn sendok. Aku duduk di sofa di ruang tamu yg sekaligus berfungsi sebagai ruang keluarga itu. Tak berapa lama Yuni muncul dgn secangkir kopi yg masih mengebul di tangannya. <br /><br />"Kamu ngopi dulu Ben. Yuni mau mandi dulu bentar."<br /><br />Yuni kembali ke dalam dan sejenak kemudian aku dengar deburan air di kamar mandi. Aku duduk santai sambil menghirup kopi hangat yg dibuatkan Yuni. Di luar hujan semakin bertambah lebat sambil sesekali terdengar bunyi guruh di kejauhan. Suasana sudah bertambah gelap, apalagi lampu rumah belum dihidupkan.<br /><br />Tiba² lampu jadi hidup terang benderang menerangi ruang tamu itu. Ternyata Yuni yg telah selesai mandi menghidupkan lampu. Aku menatap Yuni dgn pangling. Sekarang dia mengenakan kaos ketat berwarna biru tua dipadu dgn celana pendek yg sewarna. Aku melihat Yuni yg lain dari yg aku kenal. Kaos ketatnya memperlihatkan lekuk tubuhnya yg nyaris sempurna yg biasanya tersembunyi di balik kemeja longgarnya. Kulit pahanya yg putih mulus biasanya terbungkus celana jeans. Tanpa aku sadari dari mulutku terlontar kata,<br /><br />"Kamu cakep dan seksi sekali Yun."<br /><br />Yuni tampak tersipu mendengar kata²ku. Dia sedikit tersenyum, guratan kepedihan sudah tak tampak lagi di wajahnya.<br /><br />"Ngerayu apa ngerayu nih ...," Yuni mencoba menutupi ketersipuannya dgn canda.<br />"Bener kok Yun ... kamu cakep banget."<br /><br />Yuni duduk di sofa di ujung yg lain. Kebetulan aku duduk di ujung sofa yg dekat dgn bagian dalam rumah, sedang Yuni di ujung satunya yg dekat pintu. Kami duduk ngobrol sambil mataku tak hentinya mengagumi kemolekan tubuh Yuni. Yuni pun kayaknya suka aku perhatikan seperti itu. Entah sengaja atau tidak, kakinya disilangkan sehingga pahanya yg mulus makin tampak jelas.<br /><br />Kami masih ngobrol ngalor ngidul ketika kami dikagetkan dgn bunyi guntur yg begitu keras. Seketika itu pula suasana jadi gelap gulita. Ternyata listrik mati. Secara reflek aku berdiri. Aku beranjak ke pintu hendak menyalakan lampu motorku yg aku parkir di teras untuk menerangi sementara. Belum selangkah aku beranjak, aku merasakan tubrukan dgn tubuh Yuni yg ternyata juga sudah berdiri hendak masuk ke dalam.<br /><br />Tubrukan itu pelan saja sebenarnya, tapi krn terkejut Yuni jatuh tertelentang di sofa dgn kakinya menjuntai ke lantai. Aku pun kehilangan keseimbangan dan menindih tubuh Yuni. Untung siku kiriku masih sempat berjaga di sandaran sofa sehingga Yuni tidak tertindih seluruh berat tubuhku. <br /><br />Aku rasakan tubuh hangat Yuni menempel di tubuhku. Tanpa sadar dan semuanya terjadi begitu tiba², aku peluk Yuni sambil kukecup keningnya dgn lembut. Yuni tidak bereaksi menolak, dia malah melingkarkan kedua lengannya ke leherku. Aku cium lembut pipi kiri Yuni, dia pun membalas mencium pipi kananku tak kalah lembutnya. Dalam gelap gulita itu, secara alami dan terjadi begitu saja, bibir kami saling bertemu.<br /><br />Aku cium bibir Yuni dgn sangat lembut. Tidak ada penolakan dari Yuni, dia malah membalas mengulum bibirku. Bibir kami saling berpautan dan melepaskan kemesraan. Aku mulai berinisiatif menjulurkan lidahku dan membelai gigi seri Yuni. Yuni pun membuka mulutnya lebih lebar dan menjulurkan lidahnya saling beradu dgn lidahku. Kami terus berciuman dalam gelap. Petir yg me-nyambar² sudah tidak kami hiraukan lagi. Lidah Yuni yg masih menjulur ke mulutku aku kulum dgn mesra. Sesaat ganti Yuni yg mengulum lidahku.<br /><br />Entah berapa lama kami saling menikmati ciuman mesra itu. Rasanya aku sangat ingin kejadian itu berlangsung selamanya. Perlahan aku alihkan sasaran ciumanku. Aku mulai menciumi bagian bawah dagu Yuni. Kemudian secara sangat perlahan ciumanku mengarah ke lehernya yg jenjang itu. Aku tidak bisa melihat reaksi Yuni karena gelap, yg aku rasakan hanya belaian lembut di rambutku. Belakang telinga kanan Yuni aku ciumi dgn mesra sambil sesekali aku gigit lembut daun telinganya. Yuni sedikit meronta kegelian.<br /><br />Dia bereaksi dgn mendengus pelan di dekat telinga kananku. Hembusan nafasnya membuat aku kegelian. Lalu aku rasakan benda lembut yg hangat menggelitik lubang telingaku. Ternyata itu lidah Yuni. Sungguh geli rasanya tapi sangat menggairahkan. Bagi yg belum pernah mengalaminya sendiri tentu susah menggambarkannya. Kami masih saling menggelitik telinga dgn lidah.<br /><br />Aku agak mengangkat tubuh sedikit ketika tangan Yuni aku rasakan mencari ruang untuk membuka kancing kemejaku. Dalam posisi sulit dan gelap seperti itu Yuni berhasil membuka dua kancing kemejaku yg paling atas. Dia agak merubah posisi sehingga kepalanya tepat berada di bawah dadaku yg sudah terbuka sebagian. Dgn lembut Yuni mulai menciumi dadaku. Tangannya sambil beraksi membuka semua kancing kemejaku. Sekarang dadaku sudah terbuka lebar tanpa terhalang kemeja yg masih aku pakai. Jari² lembut Yuni mulai menggerayangi punggungku. Bibirnya masih menciumi seluruh permukaan dadaku. <br /><br />Aku agak meronta kegelian ketika kedua bibir Yuni mengulum puting kiriku. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh wanita manapun. Biasanya aku yg melakukan ini terhadap wanita. Sensasinya sungguh sulit di gambarkan. Birahiku mulai bangkit. Tangan kananku mulai meremas lembut payudara kiri Yuni dari luar kaosnya. Buah dada Yuni terasa sangat kenyal dan padat.<br />Yuni terus menciumi, menjilati dan mengulum kedua putingku, menghantarkan kegelian dan rangsangan ke seluruh tubuhku. Aku masih me-remas² buah dada Yuni. Waktu terus berlalu tanpa kami sadari.<br /><br />Tiba² mata kami dibutakan oleh terang yg menerpa retina kami. Ternyata listrik telah hidup kembali. Secara reflek kami melepaskan diri satu sama lain. Sambil mengerjapkan mata aku berdiri dan melihat Yuni masih dalam posisi seperti tadi, telentang di sofa dgn kaki menjuntai di lantai. Yuni menatapku dgn penuh kemesraan, tatapan yg belum pernah aku lihat di mata Yuni ditujukan kepadaku. Untuk sesaat aku tak tahu harus berbuat apa.<br /><br />"Di kamarku aja yuk Ben." Suara Yuni memecah kebuntuanku.<br /><br />Yuni bangkit menutup pintu depan dan kami berjalan bergandengan tangan masuk kamar Yuni. Yuni mematikan lampu utama kamarnya lalu ke meja riasnya dan menghidupkan lampu kecil disana. Suasana jadi agak temaram dan makin syahdu. <br /><br />Kali ini aku ambil inisiatif. Aku peluk Yuni dari depan, aku cium lembut bibirnya. Tanganku memeluk punggungnya. Dengan ibu jari dan jari tengah tangan kananku aku pegang kaitan BH Yuni dari luar kaosnya, dgn gerakan sedikit mengatup dan memelintir lepaslah kaitan BH Yuni. Sepertinya Yuni cukup terkesan dgn "keahlianku", dia makin mempererat pelukannya sambil mulut kami masih saling berpagut.<br /><br />Dengan lembut tangan kiriku aku selipkan di balik tepi bawah kaos Yuni lalu aku raba punggungnya. Aku belai² punggung Yuni yg rata, aku nikmati kehalusan kulitnya yg seperti sutera itu. Yuni sedikit meronta sehingga aku melepaskan pelukanku. Kesempatan itu digunakannya untuk melepas kemejaku dgn kedua tangannya. Tak ku sia² peluang itu, aku pun menggamit tepi bawah kaos Yuni menariknya ke atas bersama dgn BH hitam yg sudah lepas kaitannya. Sedetik kemudian kami berdua sudah bertelanjang dada.<br /><br />Apa yg aku lihat di hadapanku sungguh luar biasa. Sepasang payudara yg benar² indah bentuknya. Penerangan lampu yg redup makin memepertegas silhouette dari buah dada yg padat berisi. Putingnya yg kecil dan bulat menyembul di puncak bukit yg menantang itu. Harus aku akui bahwa sampai saat itu payudara Yuni adalah yg terindah yg pernah aku lihat. Ukurannya tidak terlalu besar meskipun tidak bisa dikatakan kecil. Tapi bentuknya sungguh luar biasa. Seperti sepasang mangkuk yg ditangkupkan di dada tanpa ada kesan melorot sedikit pun.<br /><br />Rupanya Yuni sadar kalau aku sedang mengagumi payudaranya. Tanpa canggung dia menyangga buah dada kanannya dgn telapak kirinya sambil lengannya menyangga yg kakan. Dgn jari² yg menangkup di dekatkannya kedua bukit indahnya. Tangan kanannya terangkat diletakkan di belakang lehernya. Tubuhnya sedikit meliuk ke belakang. Gerakan ini makin mempertegas keindahan bentuk buah dadanya. Ditambah terpaan sinar lampu lembut dari arah samping, sungguh pemandangan yg tidak pernah aku lupakan sampai hari ini. Tanpa sepatah kata pun terucap dari mulut Yuni, tapi aku tahu dalam hati dia pasti berkata: "Nikmatilah pemandangan indah buah dadaku Ben."<br /><br />Sebenarnya aku masih ingin terus menikmati pemandangan itu, tapi aku tahu aku harus mulai berbuat sesuatu. Aku duduk di tepi ranjang Yuni, aku tarik Yuni mendekat sehingga dadanya tepat ada di hadapanku. Aku ciumi buah dada Yuni secara bergantian. Kadang aku katupkan kedua bibirku di putingnya dan aku pelintir dgn gerakan bibirku ke kiri dan kanan. Yuni menggelinjang penuh kenikmatan. Tangannya me-remas² rambut di kepalaku. Dadanya semakin dibusungkan tanda dia menikmati apa yg aku lakukan. <br /><br />Aku perhatikan ternyata Yuni bukan orang yg "ribut" kala bercinta. Mulutnya tidak bersuara apa² kecuali desahan lembut nafasnya yg semakin cepat.<br /><br />"sssssshhhhh .... sssshhhhh .... ssssshhhhhh"<br /><br />Kedua tanganku me-remas² kedua buah dada Yuni dan mulutku masih sibuk dgn putingnya. Liukan tubuh Yuni semakin menggila tanda rangsanganku semakin tak bisa ditahannya. Sambil masih mengulum putingnya, tanganku menggapai kancing celana pendeknya. Tanpa banyak kesulitan aku berhasil membuka kancing itu krn Yuni juga membantu dgn mengecilkan perutnya sehingga tugasku semakin mudah. Perlahan aku turunkan ritsleting celananya terus aku tarik ke bawah sampai celana pendek Yuni terlepas dan tersangkut di kedua lututnya.<br /><br />Ternyata Yuni mengenakan CD model mini berwarna hitam, semakin mempertegas warna putih mulus paha dan perutnya. Aku raba lembut bagian depan CD nya, rasanya sudah sangat lembab dgn lendir yg pasti sudah membanjir di kemaluannya. Aku bukan type orang yg ter-buru². Masih dari luar CD nya, aku belai lembut bukit kecil yg menggelembung di dalamnya. Aku tekan² bagian tengahnya dgn jariku. Yuni semakin menggelinjang tanpa mengeluarkan suara apa pun. Hanya desah nafasnya semakin keras dan kuat.<br /><br />"SSSSHHHHHH .... SSSSSSHHHHHHH .... SSHHHHHHHH ..."<br /><br />Rupa²nya Yuni sudah tidak tahan lagi atas rangsanganku. Dengan kedua tangannya dia renggut CD nya, lalu dia pelorotkan bersama dengan celana pendeknya. Kedua kakinya melangkah bergantian melepaskan kain terakhir yg menutupi tubuh indahnya. Yuni sudah berdiri bugil di hadapanku. Dalam keremangan cahaya, aku lihat bukit kemaluan Yuni yg padat menggembung tanpa sehelai bulu pun disana! Satu lagi pemandangan nan indah yg belum pernah aku lihat sebelumnya.<br /><br />Secara naluri, tanganku segera membelai lembut kewanitaan Yuni. Kemudian jari²ku mulai menggelitik sekitar lubang kemaluannya. Di sana sudah basah dgn lendir licin tanda Yuni sudah sangat terangsang. Sekali lagi aku tak mau ter-buru². Perlahan aku pegang mata kaki kiri Yuni dan aku bimbing untuk di naikkan ke tepi ranjang. Sekarang Yuni dalam posisi berdiri mengangkang dgn kaki kiri terangkat di tepi ranjang. Perlahan aku berlutut di hadapan Yuni. Dgn tangan kananku masih membelai kewanitaan Yuni, aku mulai menciumi bagian dalam paha kanan Yuni pelan² ke arah atas sampai ke selangkangannya.<br /><br />Aku ulangi lagi dari mulai sekitar lutut terus ke atas sampai pangkal pahanya. Kadang² kulit paha Yuni yg mulus itu aku gigit lembut sehingga Yuni terjingkat kaget.<br /><br />"Iiiiihh .... ssssshhhhhh .... sssssshhhhhh ..."<br /><br />Tanganku masih terus membelai bukit kemaluannya sambil sedikit aku tekan dgn gerakan memutar. Yuni sudah menggelinjang tidak teratur. Kemudian aku ganti dgn pahanya yg kiri yg terangkat di tepi tempat tidur itu. Seluruh permukaan paha Yuni bagian dalam tak ada satu inci pun yg luput dari ciuman dan jilatanku. <br /><br />"ssshhhhhh .... shhhhhh .... ssssssshhhhhhhhh ....."<br /><br />Aku singkirkan tanganku dari kemaluan Yuni. Sekarang terlihat bibir bawah Yuni sudah merekah memperlihatkan liang kenikmatannya yg berwarna merah jambu itu. Aku dekatkan bibirku lalu aku mulai menciumi sekitar kemaluan Yuni. Baunya sungguh harum, bau sabun mandi yg dipakainya. Lidahku mulai menjalankan tugasnya. Lendir licin yg sudah menyelimuti sekitar liang senggama Yuni semakin mempermudah tugasku. Lidahku mulai menjulur masuk keluar lubang kewanitaannya sambil tanganku me-remas² pantatnya. Sesekali aku ganti variasi dgn menjilat dan mengulum klitoris Yuni yg terlihat membesar melebihi proporsinya. Desahan nafas Yuni semakin keras dan kadang berubah menjadi erangan. Goyangan tubuh Yuni semakin tak terkendali.<br /><br />"SSSSHHHHHH ... SSSSSSSSSSHHHH .... GGGGGGHHHHHHH .... GGGGGHHHHHH ..."<br /><br />Dari pengalamanku dgn berbagai wanita, aku tahu sudah saatnya melangkah ke jenjang selanjutnya. Aku tidak mau menyiksa Yuni lebih lama. Dgn gerakan tangan aku minta Yuni naik ke tempat tidurnya. Aku pun segera melepas celanaku. Batang kejantananku yg memang sudah berontak sedari tadi langsung bangkit berdiri. Aku lihat Yuni sudah telentang di tengah ranjang, kedua kakinya membuka lebar dan lututnya terangkat. Liang kenikmatannya terlihat mengkilap dengan lendir dan air liurku.<br /><br />Aku segera naik ke ranjang. Sambil posisi merangkak aku bertumpu pada tangan kiriku dan kedua lututku. Tubuhku aku turunkan pelan² sampai batang kemaluanku persis di atas selangkangan Yuni. Dengan tangan kananku aku pegang batang penisku lalu dgn lembut kepalanya aku gosok² ke klitoris Yuni yg sudah membengkak itu. Yuni kembali mendesah dan mengerang.<br /><br />"Sssssssshhhhh ... eeeeeeegggghhhh ... sssshhhhhhhh ..."<br /><br />Aku tahu Yuni sudah mendekati klimaksnya. Dari pengalamanku dalam kondisi seperti ini, sedikit gesekan pada dinding liang senggama pasti akan memicu orgasme yg penuh kenikmatan. Dgn sangat perlahan aku dekatkan kepala penisku ke lubang kewanitaan Yuni dan aku turunkan tubuhku sehingga batang kejantananku mulai menerobos masuk organ kenikmatannya. Aku benamkan seluruh senjataku ke dalam gua Yuni yg sudah sangat basah itu. Kehangatan segera menyambut batang penisku. Perlahan aku pompa dgn gerakan naik turun yg teratur. <br /><br />Tak sampai setengah menit aku rasakan tubuh Yuni mulai menegang. Pelukan tanggannya di punggungku semakin menguat. Aku memompa semakin cepat dan sesekali aku miringkan tubuhku sehingga kepala penisku semakin menggesek dinding liang senggama Yuni. Ternyata dugaanku tak keliru. Pertahanan Yuni ambrol saat itu juga, aku rasakan cairan hangat membasahi batang kemaluanku yg masih di dalam tubuh Yuni.<br /><br />"Nikmati saja Yun ... terus Yun .. jangan ditahan .. nikmati Yun ...," aku bisikan dgn mesra di telinga Yuni.<br />'SSSSSsssssssssssssssshhhhhhhhhhhhhhhhh ...." Yuni menjawab dgn desahan panjang.<br /><br />Batang penisku aku benamkan seluruhnya ke dalam lubang kenikmatan Yuni. Aku sudah berhenti memompa naik turun, sebagai gantinya pantatku aku putar beberapa kali. Aku bisa rasakan kepala penisku mengorek seluruh dinding liang kewanitaan Yuni. Mulut Yuni terbuka tanpa mengeluarkan suara apa pun. Matanya terpejam rapat dan tubuhnya menggigil hebat. Kami dalam kondisi demikian sampai beberapa saat.<br /><br />Kemudian berangsur Yuni membuka matanya. Dari dekat dipandangnya aku, ada sedikit senyum tersungging di bibirnya yg manis itu. Di kecupnya pipi kiriku dgn mesra, di dekat telingaku dia berbisik,<br /><br />"Ben ... sorry aku duluan ... ndak tahan aku Ben ... makasih .."<br /><br />Saat itu juga aku rasakan kenikmatan bathin yg tak terperikan. Ungkapan kepuasan tulus dari Yuni merupakan kenikmatan bagi aku. Dan kenikmatan bathin ini memicu birahiku semakin kuat. <br />Aku cium mesra bibir Yuni dgn perasaan lega luar biasa.<br /><br />"Kamu belum keluar ya Ben ... keluarin dong .... tapi jangan di dalam ya .."<br /><br />Yuni tak perlu menjelaskan lebih lanjut, aku sangat mengerti kemana arah pembicaraannya. Pelan² aku cabut penisku yg semakin menegang dari tubuhnya. Tangan Yuni segera menyambutnya. dibelainya batang penisku dgn lembut. Pelan² mulai di kocoknya. Aku sudah berubah posisi. Aku berlutut sambil duduk dgn ringan di atas perut Yuni. Berat badanku aku topangkan di kedua lututku supaya tidak memberati Yuni.<br /><br />Yuni terus mengocok lembut batang kejantananku. Aku makin terhanyut dalam permainan tangan Yuni. Aku bantu sedikit dengan memajumundurkan pantatku. Entah berapa lama kami dalam posisi ini. Klimaksku aku rasakan semakin mendekat. Nafasku semakin memburu, rupanya Yuni juga bukan orang awam dlm permaian seks. Dia bisa membaca tanda² seorang lelaki yg mau mencapai orgasme.<br /><br />Tangannya membimbing batang penis ke arah lembah di antara kedua bukit dadanya. aku harus memajukan posisiku beberapa inci. Ketika batang penisku sudah tepat berada di tengah kedua buah dadanya, kedua tangan Yuni mengatupkan kedua bukitnya yg indah sehingga batang penisku terjepit. Aku tahu apa yg dikehendaki Yuni. Aku pun segera mengayun pantatku maju mundur. Batang kejantananku ter-gesek² kulit buah dada Yuni yg padat itu. Sensasi yg aku rasakan tak bisa digambarkan dgn kata². Yuni mengimbangi dgn remasan² dan himpitan pada kedua payudaranya. <br /><br />Gerakan pantatku semakin kuat. Aku tahu dlm beberapa detik ke depan aku akan mengalami kenikmatan yg tiada taranya. Pantatku terus maju mundur. Penisku terus meng-gesek² buah dada Yuni. Mata Yuni terus memperhatikan kepala penisku yg hilang timbul dari antara himpitan buah dadanya. Mulut Yuni terbuka dan lidahnya sudah terjulur menanti air kenikmatanku. Akhirnya datang juga klimaksku. <br /><br />"Aaaaaaaarrrrrrgggghhhh .... crotttt croooot crooot"<br /><br />Air maniku menyembur kuat membasahi wajah Yuni, sebagian masuk ke dalam mulutnya yg memang menganga lebar, sebagian menetes di lidahnya yg masih terjulur dan sisanya meleleh di leher dan dada Yuni. Aku merasakan kenikmatan dan sensasi yg luar biasa. Dgn perlahan aku turun dari atas perut Yuni. Aku lihat Yuni sedang menjilati bibirnya membersihkan air maniku dgn lidahnya. Tampak beberapa kali Yuni menelan sesuatu. Matanya terpejam penuh kepuasan. Rupanya dia sangat senang bisa membahagiakan aku.<br /><br />Aku kecup kening Yuni sambil aku berbaring di sisinya.<br /><br />"Yun .... aku puas sekali ... makasih ..."<br /><br />Yuni hanya membalas dgn pandangan mesra dan senyuman tersungging di bibirnya. Beberapa tetes air maniku masih menghisasi hidung dan pipi Yuni semakin menambah kecantikannya.<br />Kami masuk kamar mandi bersama dalam kondisi bugil. Kami saling membersihkan diri dgn air yg terasa sangat dingin dan sabun. Yuni dgn telaten dan lembut menggosokkan sabun ke seluruh tubuhku. Aku pun melakukan hal yg sama terhadap Yuni. Di bawah sinar terang lampu kamar mandi, aku semakin bisa menikmati tubuh putih mulus Yuni yg betul² indah. Putingnya yg sudah tak sekeras tadi ternyata berwarna coklat muda, lingkaran gelap yg biasa ada di sekitar puting wanita hampir tak terlihat karena sewarna dgn kulitnya yg putih. Mungkin inilah payudara terindah yg pernah aku jamah.<br /><br />Kemaluan Yuni yg tidak ditumbuhi selembar rambut pun semakin terlihat menggairahkan dlm cahaya terang itu. Saat menggosok bagian ini dgn sabun sengaja aku agak ber-lama². Gairah kami kembali timbul di kamar mandi itu. Sayang hawa dan air mandi yg sangat dingin membuat kami mengurungkan niat untuk bercinta disitu. Kami segera membersihkan diri dan mengeringkan badan kami dgn handuk yg dibawa Yuni.<br /><br />Dalam kamar Yuni kami mengenakan kembali pakaian kami. Aku dipinjami T-shirt longgar oleh Yuni.<br /><br />"Pakai ini aja Ben ... bajumu kan sudah kotor dipakai seharian."<br /><br />Yuni kembali mengenakan kaos ketatnya yg tadi, kali ini dia tdk memakai BH. Bentuk tubuhnya semakin tampak sempurna.<br /><br />"Ben ... laper nih ... Yuni gorengin telur ya, kita makan bareng."<br /><br />Tanpa menunggu persetujuanku Yuni sudah berkelebat keluar kamar. Aku segera menyusul Yuni ke dapur. Yuni menggoreng telur mata sapi sambil aku rangkul dan rambutnya aku ciumi. Kami duduk berhimpitan di satu kursi dan makan bersama dari satu piring. Kalau ingat kejadian itu aku suka tertawa sendiri. Abisnya mirip lagu dangdut "Sepiring Berdua". Kami saling suap, atau lebih tepatnya Yuni menyuapi aku. Suasananya sungguh romantis. Sesekali kami saling kecup di pipi.<br /><br />Selesai makan kami duduk² di sofa sambil berdekapan. Kami saling ngobrol membicarakan pengalaman indah yg baru kami alami bersama. Dlm hal seks Yuni orangnya cukup terbuka, dia sama sekali tdk canggung membicarakan apa yg dia sukai saat bercinta. Rupanya kami sama² penikmat seks, bukan sekedar pelahap seks. Bagi kami seks bukan sekedar palampiasan birahi tapi lebih kepada sesuatu yg untuk dinikmati. Mungkin ada sekitar setengah jam kami ngobrol kemudian Yuni mengajak berbaring di kamarnya.<br /><br />Kami meneruskan obrolan kami sambil berbaring berdampingan. Semuanya berjalan begitu alami dan apa adanya. Tanpa terasa kami sudah saling berpelukan dan berciuman. Sangat lembut dan mesra jauh dari gelora gejolak birahi. Tanpa kami sadari kami berdua sudah kembali telanjang bulat sambil masih berpelukan dan bercumbu.<br /><br />Tubuh Yuni berbaring tengkurap, punggung dan pantatnya yg padat berisi dan mulus, membentuk bayangan yg sangat indah di temaram lampu kecil itu. Aku mulai menciumi punggung Yuni. Aku mulai dari tengkuknya, lidahku terus menari ke bawah menuju puncak bukit pantatnya. Begitu terus aku lakukan ber-ulang² sampai seluruh permukaan punggung dan pantat Yuni tak ada yg tak terjamah cimuanku. Sesekali aku gigit lembut bukit pantat Yuni yg merangsang itu. <br /><br />"Sssssshhhh ...... shhhhhh ..... shhhhhh ..."<br /><br />Desahan lembut Yuni mulai kembali terdengar. Tanpa teriakan dan lenguhan histeris justru menambah romantisnya suasana saat itu. <br /><br />Kemudian aku agak merubah strategi. Kali ini aku ciumi betis belakang Yuni terus naik ke pantatnya. Ini aku lakukan ber-kali² di kedua kakinya. Desahan Yuni menjadi sedikit lebih kuat diiringi gerakan meronta manja.<br /><br />Dgn dorongan lembut tanganku aku minta Yuni berbaring telentang. Aku kembali menciumi seluruh <br />tubuh Yuni kali ini dari depan. Mulai dari lehernya yg jenjang, turun ke dadanya, aku berhenti sejenak di kedua putingnya untuk melakukan hisapan lembut, terus turun lagi ke perutnya sampai daerah kemaluannya. Begitu seterusnya. di beberapa bagian Yuni tampak menggelinjang kegelian.<br /><br />Aku berlutut di kasur di sisi kanan Yuni, jari kananku mulai aku gosok²kan ke organ kewanitaannya yg sudah mulai licin berlendir. Tangan kiriku mulai meraba dan meremas buah dada Yuni yg kembali sudah menegang. Yuni kembali menggelinjang penuh kenikmatan. Mulutnya sedikit terbuka dan desahan erotis kembali terdengar.<br /><br />"Ssssshhh ... sssshhhhh ... ssshhhh ..."<br /><br />Kemudian tangan kanan Yuni mulai me-raba² mencari batang kemaluanku yg juga sudah kaku. Dibelainya dgn lembut dan dikocoknya perlahan. Kedua tanganku masih aktif di kemaluan dan buah dadanya. Tangan Yuni menggamit pantatku dan menariknya ke dekat mukanya. Aku beringsut sedikit sehingga selangkanganku tepat di kanan wajah Yuni.<br /><br />Mulut Yuni mendekat dan langsung mencium dan mengulum penisku. Perlahan dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya sambil dihisapnya lembut. Kemudian dgn lidahnya yg lincah dia mulai menggelitik kepala penisku. Sudah banyak wanita yg pernah menghisap penisku dan masing² punya gaya tersendiri. Apa yg Yuni lakukan merupakan hal baru buatku. Entah bagaimana caranya, lidahnya bisa melakukan gerakan melingkari leher penisku. Dia laukkan terus menerus dan ber-ulang² sambil disedotnya lembut. Apa yg Yuni lakukan merupakan hal yg unik dan sensasinya sungguh luar biasa. Kepala dan leher penisku yg paling sensitif se-akan² berada dlm pusaran air yg berputar lambat² dan teratur. <br /><br />"Yun ..... oh ... nikmat ... Yun ..."<br /><br />Sementara itu aku pegang tangan kiri Yuni, aku arahkan jarinya yg lentik ke arah kemaluannya. Sambil aku pegang, aku bimbing jari kiri Yuni untuk meng-gosok² klitorisnya sendiri. Beberapa detik Yuni tampak mencoba menarik tangan kirinya, tapi setelah dia rasakan nikmatnya gesekan jarinya di klitorisnya akhirnya tanpa bimbingan lagi dia bisa menikmatinya sendiri. Tangan kananku sekarang bebas untuk meremas payudara Yuni dan memelintir putingnya. <br /><br />Beberapa saat kami dalam posisi ini. Tangan kiri Yuni melakukan masturbasi di kemaluannya, tangan kanannya meremas lembut kantong bijiku dan mulutnya sibuk melayani penisku. Tangan kiriku mengelus rambut Yuni dan tangan kananku masih beraksi di buah dada Yuni kiri kanan bergantian. Tubuh Yuni aku rasakan semakin menegang, tandanya dia sudah siap untuk melangkah lebih jauh.<br /><br />Aku cabut penisku dari mulut Yuni. Dia dgn enggan melepaskannya dari hisapannya. Aku bangkit berdiri dan mengambil dompet dari saku celanaku. Aku comot sebungkus kondom dari sana dan aku sobek bungkusnya. Aku lihat Yuni masih menikmati masturbasinya sendiri dia tidak begitu memperhatikan apa yg aku lakukan.<br /><br />"Aku pakai ini ya Yun ..."<br /><br />Yuni hanya mengangguk lemah sambil matanya sedikit terpejam menahan nikmat dari gesekan jarinya sendiri. Aku pakaikan kondom ke penisku yg sudah menegang sampai ukuran maksimalnya.<br /><br />Dgn kedua tanganku aku balikkan badan Yuni sehingga dia sekarang telungkup. Jari² kirinya tak lepas dari klitorisnya, rupanya dia sangat menikmati itu. Perlahan aku angkat sedikit pantat Yuni sehingga dia di posisi agak nungging. Dari belakang dgn lembut aku arahkan penisku ke liang kewanitaannya. kemudian aku benamkan seluruh senjataku ke dalamnya. Perlahan aku turunkan badanku menindih punggung Yuni. Aku tekan selangkanganku ke pantat Yuni yg padat berisi itu. Dari balik karet kondom yg tipis aku bisa rasakan kepala penisku menyodok dinding liang senggama Yuni.<br /><br />"Arrrghhhh ... shhh ... shhhh shhhhh ..."<br /><br />Yuni sedikit mengerang, membuatku agak kaget krn ini pertama kali Yuni bersuara cukup keras selama kami bercinta.<br /><br />"Sakit Yun?"<br /><br />Aku lihat kepala Yuni yg sudah bertumpu d bantal menggeleng lemah sambil nafasnya kembali mendesah. Aku merasa lega, ternyata tadi erangan nikmat dari Yuni. Sekarang dgn lebih santai aku tindih punggung Yuni, Kepala Yuni menengok ke kanan, pipinya menempel pada bantal. Aku cium belakang telinga Yuni sambil aku gigit sedikit daun telinganya. Selangkanganku aku tempelkan ketat ke pantat Yuni dan aku diamkan seperti itu. Aku rasakan gosokan jari Yuni di klitorisnya semakin menguat dan cepat. Aku tahu Yuni sudah hampir mencapai klimaksnya. Dgn mesra aku bisikan di telinganya.<br /><br />"Terus Yun ... nikmati Yun .... ndak usah tunggu aku ... jangan di tahan Yun .. nikmati saja .. semua ini untuk kamu Yun ..."<br /><br />Yuni hanya menjawab dgn desahan<br /><br />"Ssssshhh ... shhhhhh.... shhhhh ..." <br /><br />Aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur, otomatis batang kemaluanku pun bergerak menggesek dinding liang kenikmatan Yuni. Aku tahu pertahanan Yuni sudah hampir ambrol. Dugaanku tak keliru. Beberapa detik kemudian aku rasakan tubuh Yuni menegang, jarinya yg menggosok klitorisnya sendiri pun sudah diam seperti patung. Kedua kakinya mengatup keras, aku semakin membenamkan senjataku ke tubuh Yuni dan ....<br /><br />"Ben! ... Ohhhhhhhh .... shhhh .... shhhhh .. shhhhh ..."<br /><br />Karet kondom yg aku gunakan menghalangi aku untuk merasakan lendir Yuni yg meleleh dalam liang kemaluannya. Aku hanya merasakan otot Yuni semakin mencengkeram penisku dan ada rasa hangat di kemaluanku. Yuni sudah mencapai orgasmenya.<br /><br />Aku masih terus diam, hanya menciumi balakang leher Yuni sambil sesekali menjilat telinga Yuni. Beberapa saat kemudian otot Yuni mulai melemas. Cengkeramannya di penisku sudah tidak terasa lagi. <br /><br />"Nikmat ya Yun ..... "<br />"He eh .... Ben .... "<br /><br />Aku mulai menggerakkan pantatku lagi. Kali ini gerakanku aku atur supaya tidak terlalu cepat. Tubuh Yuni mulai bereaksi, pantatnya digoyang memutar mengimbangi gerakanku. Jari Yuni pun kembali memainkan klitorisnya. Entah berapa lama kami dalam posisi ini.<br /><br />Semakin lama gerakan kami semakin cepat. Pertahananku juga sudah mulai goyah. Kami semakin giat bergerak. Aku tahu Yuni juga sudah mau mendapat kenikmatannya yg kedua. Tubuhku semakin aku rapatkan ke punggung Yuni.<br /><br />"Aku sudah hampir keluar Yun ... ayo Yun ... nikmati lagi ..."<br /><br />Seperti biasa Yuni hanya menjawab dgn desahan yg menggiurkan<br /><br />"SSSShhhh ...... ssshhhhhh .... sssshhhhhhh ..."<br /><br />Namun jawaban itu sudah cukup buatku. Aku memacu selangkanganku semakin kuat dan cepat sampai akhirnya tanggulku jebol diterjang air kenikmatanku.<br /><br />"Yun ... ahhhhh .. ahhhhh .. crooooot crooooot ..."<br /><br />Tubuh Yuni kembali kaku seperti tadi, tubuhnya menggigil dan tiba² diam seperti arca dgn seluruh ototnya menegang.<br /><br />"SSSSSSSSSSSSSSSSHHHHHHHHHHH .... SSSSSSSSSSSHHHHHHHHHHH ...."<br /><br />Akhirnya kami mencapai puncak kebahagiaan ber-sama². Aku tunggu sampai tubuh Yuni kembali melemas barulah aku cabut penisku dgn pelan dan aku berbaring di sisi Yuni. Sedetik kemudian Yuni memelukku dan menghujani ciuman di seluruh wajahku.<br /><br />"Ben .... Yuni betul² puas ... belum pernah Yuni merasakan yg seperti tadi .... makasih Ben .. makasih."<br /><br />Dia kembali menciumi seluruh wajahku.<br /><br />"Yun ... aku juga puas banget .... lahir bathin .... makasih Yun ..."<br /><br />Sejujurnya aku benar² merasakan kenikmatan lahir bathin yg masih aku kenang sampai sekarang. Sejak itu hubunganku dgn Yuni jadi agak aneh. Kami rutin melakukan kegiatan seks dan mendaki puncak kenikmatan bersama tapi kami tak pernah menjadi kekasih, tetap menjadi teman baik. Bahkan di muka umum bergandengan tangan pun kami tak pernah. Mungkinkah ini apa yg sekarang disebut sebagai TTM, teman tapi mesra? Hubungan ini kami lakukan selama lebih dari setahun sampai kami sama² selesai kuliah dan aku kembali ke kota asalku dan Yuni menjalin percintaan dgn pria lain.<br /><br />Yuni (atau siapa yg merasa sbg Yuni), kalau kamu membaca tulisan ini, ketahuilah bahwa aku masih tetap mengenang keindahan yg pernah kita jalani bersama. <br /><br />The Endgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-13042721559096585822009-12-25T21:54:00.001-08:002009-12-25T21:54:36.994-08:00Tanteku yang hebatNama saya Dodi. Sekarang saya masih kuliah di Universitas dan Fakultas paling favorit di Yogyakarta. Saya ingin menceritakan pengalaman saya pertama kali berkenalan dengan permainan seks yang mungkin membuat saya sekarang haus akan seks. <br /><br />Waktu itu saya masih sekolah di salah satu SMP favorit di Yogyakarta. Hari itu saya sakit sehingga saya tidak bisa berangkat sekolah, setelah surat ijin saya titipkan ke teman terus saya pulang. Ketika sampai di rumah Papa dan Mama sudah pergi ke kantor dan Mama pesan supaya saya istirahat saja di rumah dan Mama sudah memanggil Tante Vida untuk menjaga saya. Tante Vida waktu itu masih sekolah di sekolah perawat. Sehabis minum obat, mata saya terasa mengantuk. Ketika mau terlelap Tante Vida mengetuk kamarku. <br />Dia bilang, "Dod, sudah tidur?" <br />Saya jawab dari dalam, "Belum, tante!" <br />Tante Vida bertanya, "Kalau belum boleh tante masuk." <br />Terus saya bukakan pintu, waktu itu saya sempat kaget juga melihat Tante Vida. Dia baru saja pulang dari aerobik, masih dengan pakaian senam, dia masuk ke kamar. Walau masih SMP kelas 2 lihat Tante Vida dengan pakaian seperti itu merasa keder juga. Payudaranya yang montok seperti tak kuasa pakaian senam itu menahannya. Kemudian dia duduk di samping. Dia bilang, <br />"Dod, kamu mau saya ajari permainan nggak Dod?" <br />Tanpa pikir panjang, saya jawab, "Mau tante, tapi permainan apa lha wong Dodi baru sakit gini kok!" <br />Tante Vida berkata, "Namanya permainan kenikmatan, tapi mainnya harus di kamar mandi. Yuk" <br />Sambil Tante Vida menggandeng tanganku masuk ke kamar mandi saya. Saya sih mau-mau saja. Kemudian mulai dia melorotkan celana saya sambil berkata, <br />"Wah, burungmu untuk anak SMP tergolong besar Dod." <br />Tante Vida terkagum-kagum. Waktu itu saya cuma cengengesan saja, lha wong hati saya deg-degan sekali waktu itu. <br /><br />Lalu dia mulai membasahi kemaluan saya dengan air, kemudian dia beri shampo, terus digosok. Lama-lama saya merasa kemaluan saya semakin lama semakin keras. Setelah terasa kemudian dia melucuti pakaiannya satu demi satu. Ya, ampun ternyata tubuhnya sintal banget. Payudaranya yang montok, dengan pentil yang tegang, pantat yang berisi dan sintal kemudian vaginanya yang merah muda dengan rambut kemaluan yang lebat. Kemudian dia berjongkok, setelah itu dia mengulum penis saya, dadanya yang montok ikut bergoyang. Dada dan nafasku semakin memburu. Saya cuma bisa memejamkan mata, aduh nikmatnya yang namanya permainan seks. Kemudian, saya nggak tahu tiba-tiba saja naluri saya bergerak. Tangan saya mulai meremas-remas dadanya, sementara tangan saya yang satu turun mencari liang vaginanya. Kemudian saya masukkkan jari saya, dia meritih, <br />"Akhh, Dodi!" <br /><br />Saya semakin panas, saya kulum bibirnya yang ranum, saya nggak peduli lagi. Setelah bibir, kemudian turun saya ciumi leher dan akhir saya kulum punting susunya. Dia semakin merintih, <br />"Aakhh, Dodi terus Dod!" <br />Saya nggak tahu berapa lama kami di kamar mandi, terus tahu-tahu dia sudah di atas saya. <br />"Dodi sekarang tante kasih akhir permaianan yang manis, ya?" <br />Dia meraih kemaluan saya yang sudah tegang sekali waktu itu. Kemudian dimasukkan ke dalam vaginanya. Kami berdua sama-sama merintih, <br />"Akhh! Lagi tante... lagi tanteee." <br />Terus dia mulai naik turun, sampai saya merasa ada yang meletus dari penis saya dan kami sama-sama lemas. Setelah itu kami mandi bersama-sama. Waktu mandi pun kami sempat mengulangi beberapa kali. <br /><br />Setelah itu kami berdua sama-sama ketagihan. Kami bermain mulai dari kamar saya, pernah di sebuah hotel di kaliurang malah pernah cuma di dalam mobil. Rata-rata dalam satu minggu kami bisa 2-3 kali bermain dan pasti berakhir dengan kepuasan karena Tante Vida pintar membuat variasi permainan sehingga kami tidak bosan. Setelah Tante Vida menikah saya jadi kesepian. Kadang kalau baru kepingin saya cuma bisa dengan pacar saya, Nanda. Untung kami sama-sama tegangan tinggi, tapi dari segi kepuasan saya kurang puas mungkin karena saya sudah jadi "*********" atau mungkin Tante Vida yang begitu mahirnya sehingga bisa mengimbangi apa yang saya mau. Nah, buat cewek-cewek atau tante-tante bermukim di Yogya yang sama-sama tegangan tinggi, kapan-kapan kita bisa saling berkenalan dan berhubungan. Mungkin kita bisa bermain seperti Tante Vida. <br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-38804886616950774992009-12-25T21:53:00.000-08:002009-12-25T21:54:06.503-08:00Tak berdayaSebenarnya aku tidak istimewa, wajahku juga tidak terlalu tampan, tinggi dan bentuk tubuhku juga biasa-biasa saja. Namun aku berkacamata dan tidak ada yang istimewa dalam diriku. Tetapi entah kenapa aku banyak disukai pria. Bahkan ada yang terang-terangan mengajakku berkencan. Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas dua SMA. Padahal hampir semua teman-temanku yang laki-laki mengejek dan berkata bahwa aku Gay.<br /><br />Waktu itu hari Minggu pagi. Iseng-iseng aku berjalan-jalan memakai pakaian olah raga. Padahal aku paling malas berolah raga. Tetapi entah kenapa, hari itu aku memakai baju olah raga, bahkan memakai sepatu juga. Dari rumahku aku sengaja berjalan kaki. Sesekali berlari kecil mengikuti orang-orang yang ternyata cukup banyak juga yang memanfaatkan minggu pagi untuk berolah raga atau hanya sekedar berjalan-jalan menghirup udara yang masih bersih.<br /><br />Tidak terasa sudah cukup jauh juga meninggalkan rumah, dan kakiku sudah mulai terasa pegal. Aku duduk beristirahat di bangku taman, memandangi orang-orang yang masih juga berolah raga dengan segala macam tingkahnya. Tidak sedikit anak-anak yang bermain dengan gembira.<br /><br />Belum lama aku duduk beristirahat, datang seorang pria yang langsung duduk di sebelahku. Hanya sedikit saja aku melirik, cukup tampan wajahnya dan bertubuh atletis.<br />"Jalan-jalan yuk..!" ajaknya tiba-tiba sambil bangkit berdiri.<br />"Kemana..?" tanyaku sambil mengikutinya berdiri.<br />"Kemana saja, dari pada bengong di sini.." sahutnya.<br />Tanpa menunggu jawaban lagi, dia langsung mengayunkan kakinya, dan pria itu menggandeng tanganku. Bahkan sikapnya begitu mesra sekali. Padahal baru beberapa detik bertemu, dan aku juga belum mengetahui namanya.<br /><br />"Eh, nama kamu siapa..?" tanyanya, memulai pembicaraan lebih dulu.<br />"Sendy Wiratama..." sahutku.<br />"Akh.., kayak nama perempuan..." celetuknya. Aku hanya tersenyum saja sedikit.<br />"Kalau aku sih biasa dipanggil uwak..." katanya langsung memperkenalkan diri sendiri. Padahal aku tidak memintanya.<br />"Nama kamu bagus..," aku memuji hanya sekedar berbasa-basi saja.<br />"Eh, boleh nggak aku panggil kamu Dik Sendy..? Soalnya kamu pasti lebih muda dari aku.." katanya mengusulkan.<br /><br />Kami langsung menikmati bubur ayam yang memang rasanya nikmat sekali. Apa lagi perutku memang sedang lapar. Sambil makan Uwak banyak bercerita. Sikapnya begitu riang sekali, membuatku jadi senang dan seperti sudah lama mengenalnya. Uwak memang pandai membuat suasana jadi akrab.Selesai makan bubur ayam, aku dan pria itu kembali berjalan-jalan. Sementara matahari sudah naik cukup tinggi. Sudah tidak enak lagi berjalan di bawah siraman teriknya mentari. Aku bermaksud mau pulang. Tanpa diduga sama sekali, justru Uwak yang mengajak pulang lebih dulu.<br /><br />"Mobilku di parkir disana..." katanya sambil menunjuk deretan mobil-mobil yang cukup banyak terparkir.<br />"Kamu bawa mobil..?" tanyaku heran.<br />"Iya. Soalnya rumahku kan cukup jauh. Malas kalau naik kendaraan umum.." katanya beralasan,"Kamu sendiri..?" sambungnya.<br />Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu saja.<br />"Ikut aku yuk..!" ajaknya langsung.<br />Belum juga aku menjawab, Uwak sudah menarik tanganku dan menggandengku menuju ke mobilnya.<br /><br />Sebuah mobil Starlet warna hitam ter-paintbrush dengan indah dan tampaknya masih cukup baru. Uwak malah memintaku yang mengemudi. Untungnya aku sering pinjam mobil Papa, jadi tidak canggung lagi membawa mobil. Uwak langsung menyebutkan alamat rumahnya. Dan tanpa banyak tanya lagi, aku langsung mengantarkan pria itu sampai ke rumahnya yang berada di lingkungan Perak, sebenarnya aku mau langsung pulang. Tapi Uwak menahan dan memaksaku untuk singgah.<br /><br />"Ayo..." katanya sambil menarik tanganku.<br />Uwak memaksa dan membawaku masuk ke dalam rumahnya, bahkan dia langsung menarikku ke lantai atas. Aku jadi heran juga dengan sikapnya yang begitu berani membawa teman yang baru dikenalnya ke dalam kamar.<br />"Tunggu sebentar ya..!" kata Uwak setelah membawaku ke dalam sebuah kamar, dan aku yakin kalau ini pasti kamar Uwak.<br /><br />Sementara pria itu meninggalkanku seorang diri, entah ke mana perginya. Tetapi tidak lama dia sudah datang lagi. Dia tidak sendiri, tetapi bersama empat orang temannya yang sebaya dengannya. Dan pria itu memiliki wajah yang lumayan tampan dan bertubuh kekar. Aku jadi tertegun, karena mereka langsung saja menyeretku ke pembaringan. Bahkan salah seorang langsung mengikat tanganku hingga terbaring menelentang di ranjang. Kedua kakiku juga direntangkan dan diikat dengan tali kulit yang kuat. Aku benar-benar terkejut, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Karena kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba sekali, sehingga aku tidak sempat lagi menyadari.<br /><br />"Aku dulu.., aku kan yang menemukan dan membawanya ke sini..." kata Uwak tiba-tiba sambil melepaskan bajunya.<br />Kedua bola mataku jadi terbeliak lebar. Uwak bukan hanya menanggalkan bajunya, tetapi dia melucuti seluruh penutup tubuhnya. Sekujur tubuhku jadi menggigil, dadaku berdebar-debar, dan kedua bola mataku jadi membelalak lebar saat Uwak mulai melepaskan pakaian yang dikenakannya satu persatu sampai polos sama sekali. Baru kali ini aku melihat dada yang begitu besar dan padat. Uwak mendekatiku, tetapi keempat pria lainnya juga ikut mendekati sambil menanggalkan penutup tubuhnya.<br /><br />"Eh, apa-apaan ini? Apa mau kalian..?" aku membentak kaget.<br />Tetapi tidak ada yang menjawab. Uwak sudah menciumi wajah serta leherku dengan hembusan napasnya yang keras dan memburu. Aku menggelinjang dan berusaha meronta. Tetapi dengan kedua tangan terikat dan kakiku juga telentang diikat, tidak mudah bagiku untuk melepaskan diri. Sementara itu bukan hanya Uwak saja yang menciumi wajah dan sekujur tubuhku, tetapi keempat pria mengonani penisku. Sekujur tubuhku jadi menggeletar hebat seperti tersengat aliran listrik ketika merasakan jari-jari tangan Uwak menyambar dan langsung meremas-remas bagian batang penisku.<br /><br />Seketika itu juga batang penisku tiba-tiba menggeliat-geliat dan mengeras secara sempurna, aku tidak mampu melawan rasa kenikmatan yang kurasakan akibat penisku dikocok-kocok dengan bergairah oleh Uwak. Aku hanya dapat merasakan seluruh batangan penisku berdenyut-denyut nikmat. Aku benar-benar kewalahan dikeroyok lima orang pria yang sudah seperti kerasukan setan. Gairahku memang terangsang seketika itu juga. Tetapi aku juga ketakutan setengah mati. Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Aku ingin meronta dan mencoba melepaskan diri, tetapi aku juga merasakan suatu kenikmatan yang biasanya hanya ada di dalam hayalan dan mimpi-mimpiku. Aku benar-benar tidak berdaya ketika anusku serta mulutku dimasukkan oleh benda tumpul. Saat itu juga aku langsung menyadari kalau mereka Homo.<br /><br />Sementara itu Uwak menyodomiku dengan gairah yang sangat menggebu-gebu. Anusku terasa tercabik-cabik oleh benda yang sangat besar dan tumpul. Dan salah satu dari teman Uwak memasukkan penisnya ke dalam mulutku, sehingga aku tersedak oleh benda itu. Beberapa detik kemudian aku merasakan sperma Uwak menyemprot ke dalam lubang pantatku, sehingga tubuhku merasa ngilu dan mengejang. Lalu mereka bergantian menyodomiku dan memulai kembali menggenggam batang penisku erat-erat dengan genggaman tangannya. Dengan cepatnya teman Uwak menggenjot kembali lubang anusku. Aku merasakan bagaikan tertusuk-tusuk.<br /><br />Tidak lebih dari dua jam Uwak menyodomiku lagi, dan tiba-tiba dia menjerit dengan tertahan dan teman Uwak tiba-tiba menghentikan genjotannya, matanya terpejam menahan sesuatu, aku dapat merasakan semprotan spermanya. Setelah itu teman Uwak yang lain menggenjot kembali lubang pantatku. Setelah mereka berlima baru saja mendapatkan orgasme, mereka menggelimpang di sebelah tubuhku, setelah mencapai kepuasan yang diinginkannya. Sementara itu aku hanya dapat merenung tanpa dapat berbuat apa-apa. Bagaimana mungkin aku dapat melakukan sesuatu dengan kedua tangan dan kaki terikat seperti ini..? Aku hanya dapat berharap mereka cepat-cepat melepaskanku, sehingga aku dapat segera pulang dan melupakan semuanya.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-15412788074545537582009-12-25T21:52:00.002-08:002009-12-25T21:53:27.014-08:00Surabaya, 1998Waktu itu aku sedang sendiri. Aku baru saja (sekitar sebulan) berpisah dengan salah seorang gadis yang sangat kusayangi. Ah, aku sendiri heran, mengapa perpisahan yang kali ini membuatku sedikit sakit hati. Hari-hari terasa sangat berat tanpa kehadirannya, bahkan aku pun punya rasa sedih akan kehilangan seseorang (setidaknya itulah yang kupikirkan saat itu). Aku jadi semakin sering menelepon Enni (kekasih pertamaku) walau hanya sekedar menceritakan betapa aku merasa sangat sendirian. Mungkin kalian pernah merasakan (paling tidak sekali) serius menjalin hubungan dengan seseorang, dan begitu pula aku. Pathetic, untuk cowok sepertiku. Tapi, yah terkadang perasaan tak dapat selalu ditipu, bukan?<br /><br />Suatu hari aku (karena menganggur sekali) menghabiskan waktu luangku di toko buku Gramedia, di jalan Kertajaya, sekedar membaca-baca buku. Soalnya di sana satu-satunya toko buku bermutu dimana kita bisa membaca gratis. Waktu itu aku sedang menikmati membaca buku komik Jepang Elex Media terjemahan bahasa Indonesia (entah apa judulnya, soalnya aku tak ingin repot mengingatnya). Menyandarkan tubuhku di tembok di sebelah rak buku, dan membiarkan orang-orang memandangku dengan heran saat aku tertawa. Saat itulah tiba-tiba aku melihat sebuah kepala muncul dari balik buku yang kupegang.<br /><br />"Nia?" seruku tak percaya.<br />"Ray? Bener kan? Raaayyy!" seru gadis itu tak kalah sengit.<br />Kami berdua tanpa terasa saling berpelukan, tertawa-tawa, membiarkan adegan tak senonoh itu dilihat orang di sekitar kami.<br />"Ssshhh... banyak orang," Nia berkata kepadaku.<br />"Hahaha... nyari tempat yuk," kataku.<br />Kugandeng tangannya keluar dari Gramedia. Kami akhirnya mengambil tempat di salah satu warung di sebelah toko buku itu.<br /><br />"Ray, gimana aja kabarnya.. umm.. setahun yah?"<br />Ah ya setahun, lama memang.<br />"Yah, baik-baik saja. Kamu?"<br />Lalu Nia bercerita tentang bagaimana ia setelah lulus SMU, berangkat ke Jakarta untuk meneruskan kuliah D1 di sebuah universitas negeri di sana. Setelah tamat, ia kembali ke Surabaya dan bekerja di sebuah bank swasta yang namanya cukup kondang di Indonesia.<br /><br />Ceritanya sangat panjang (dan siapapun takkan mau mendengarnya, membosankan), namun yang kutahu saat itu aku butuh teman untuk bicara, untuk... "Ray, jadi inget waktu dulu." Aku pun teringat. Waktu...<br /><br />Kota Xxxxx, Jawa Timur, 1995<br /><br />Kami bertengkar hebat hari itu. Enni tidak mau lagi mendengar alasanku. Dia benar-benar marah ketika mengetahui bahwa aku melupakan janjiku untuk mengantarnya les hanya demi bandku. "Pulang, pikir dulu perbuatan kamu, baru temui aku lagi!" Huh, ya sudah, pikirku sambil beranjak keluar mengambil sepeda Federal-ku dan ngeloyor pulang. Di tengah jalan hampir saja aku terjatuh, reaksi Nipam di tubuhku masih belum hilang benar. Aku pulang ke rumah, membanting sepedaku di halaman, dan langsung menuju ke kamar. Kubuka lemariku dan mengambil sebotol Bacardi yang isinya tingal setengah. Kuambil 'tik' obat di saku belakangku. Memencet keluar dua butir terakhir, mengunyahnya sambil menenggak seteguk cairan dari botol di hadapanku. Nikmat! Anganku melayang, kujatuhkan tubuhku di tempat tidur, menunggu reaksi obat bekerja. Cih, pikirku, siapa yang butuh wanita. Kubuka retsleting celanaku, mengeluarkan batang kemaluanku, menggoyang-goyangnya sejenak dalam genggamanku sampai menegang. Kusentil ujungnya dengan telunjukku sambil tertawa kecil. Gila, aku tahu kamu protes atas ucapanku, hahahaha. Setan pun tertawa dalam jiwaku.<br /><br />Kubayangkan tubuh Enni di atasku, tanpa pakaian, tubuhnya bersimbah peluh. "Ahh... uhhh... ahh... Ray... ahhh... ahggh.. agg.. ahhh..." kutariik-tarik kulit kemaluanku, merasakan nikmat pada ujung-ujung sarafnya. Sekarang Enni menciumi dadaku dengan ganas, menggerak-gerakkan pinggulnya, "Ahh.. mmm... mm.. hhh... ahhh.. ngnggnn... hhh..." kuraasakan keringat di permukaan perutku. Nikmat, anganku semakin melayang. Bangsat hina! Kulepaskan genggamanku pada batang kemaluanku, mengeleng-gelengkan kepalaku untuk memperoleh sedikit kesadaran. Monyet!<br /><br />Kuulurkan tanganku mengangkat gagang telepon yang barusan berbunyi keras sekali di pinggir kepalaku.<br />"Halo..?" nada suaraku terdengar penuh emosi.<br />"Ray? Kamu tidur..? Sori deh..." nada suara ketakutan terdengar dari seberang.<br />"Ah.. nggak apa-apa. It's okay," emosiku sedikit mereda.<br />"Kamu ada masalah apalagi dengan Enni?"<br />"Biasa, sifat kekanak-kanakannya belum mau hilang."<br />"Ya sudahlah, tadi dia nangis telpon aku..."<br />"Lalu? Kamu mau menyuruhku minta maaf ya?"<br />"Bukan gitu, Ray..."<br />"Ya sudah deh, aku ngantuk."<br /><br />Kuletakkan gagang telepon tanpa menunggu sahutan suara di seberang. Kembali menelentangkan tubuhku, menggenggam batang kemaluanku. Hup. Ah, ya. Kuangkat lagi gagang telpon, menekan beberapa nomor.<br />"Nia? sori aku sedikit emosi."<br />"Hmmm... iya deh, tapi jangan berantem terus."<br />Pikiranku sedikit melayang. Obat sialan.<br />"Nia, jalan yuk."<br />"Ha? Mau kemana?"<br />"Curhat saja, aku pingin refreshing," sahutku sok sedih.<br />"Iya deh, jangan pulang malam-malam okay."<br />"Yop."<br /><br />Kuletakkan gagang telpon ketempatnya semula, mengambil celanaku dan berpakaian.<br />"Ma... aku pakai mobil," teriakku.<br />"Mau kemana Ray? Nanti Papa pulang loh..." mama berteriak dari dalam kamar.<br />"Bentar saja.." sahutku, dan langsung mengambil kunci mobil dan tanpa menunggu seruan mamaku, aku membawa mobil papa keluar rumah.<br /><br />Di jalan kutenggak teh pahit yang selalu kubawa di saku jaketku. Ah, lumayan segar. Kutaruh kembali botol Vicks 44 itu ke dalam saku jaketku, dan memacu gas mobil menuju ke rumah Nia.<br /><br />---------------------------------------------------<br /><br />Kugerayangi buah dadanya, menciumi puting susu-nya, melumat bibirnya, meraba selangkangannya, "Ahh... uh... oh.... hkkk... jangan gitu dong, Ray. Kamu harus lebih pengertian." Kubanting stir ke kiri, memasuki jalan menuju ke luar kota yang ditumbuhi pepohonan, jalan itu terlihat sepi dan gelap.<br />"Bagaimana bisa pengertian kalau sifatnya seperti itu terus?"<br />"Yaahh... bagaimana yah?" Nia terlihat bingung, matanya menatap jendela, melihat pepohonan yang seakan berlari.<br />"Memang anaknya seperti itu, Ray?" lanjutnya.<br />Saatnya, pikirku. Kubanting stir melewati kali kecil di bahu jalan, itu bukan masalah untuk Taft GT milik papaku.<br /><br />---------------------------------------------------<br /><br />Kurasakan Rena mengelus rambutku. Aku menangis semakin keras, mengerang dan terisak, sesekali menguap dengan gerakan sesamar mungkin, sekedar memastikan air mataku tetap keluar.<br />"Aku sedih..." isakku.<br />Yah, sedih sekali, sampai menempelkan kepalaku di pahanya.<br />"Ya, begitulah namanya orang pacaran, kan nggak harus senang terus..." kudengar bisikannya.<br /><br />"Kamu baik..." kataku lirih nyaris tak terdengar.<br />Nia mencondongkan kepalanya.<br />"Apa..?"<br />Susu-nya itu loh, menempel di ubun-ubunku, seandainya aku bisa berkata begitu saat itu. Namun, aku lebih memilih untuk memutar tubuhku, mengangkat punggungku sekuat tenaga sehingga dapat menyentuh bibirnya dengan bibirku. "Hhhh... Ray..." Peduli amat, lagi enak, nih.<br />"Aku butuhhh.. mmm..." kukulum bibirnya.<br />"Sayanghhh..." Nia membalas ciumanku.<br />Matanya terpejam. Kuangkat sisi tubuhku, memeluk belakang lehernya dengan telapak tanganku. Plakk! Tamparan itu telak mengenai pipiku, membuat pengaruh obat di kepalaku sejenak berkurang. "Nia... maaf..." Aku beringsut ke bangkuku sendiri, menutup mukaku dan menangis seperti seorang anak kecil. Cukup lama dan melelahkan untuk berpura-pura seperti itu. "Ray... aku juga minta maaf..." Akhirnya siasat ini memang tak pernah gagal.<br /><br />Nia diam saja saat aku membalikkan tubuhku dan mengecup bibirnya. "Ah.. mmm..." kudengar Nia mengeluh dan kulihat matanya terpejam, meninggalkan garis kepasrahan saat kugenggam susu-nya dengan telapak tanganku. Sip, pikiranku mulai bergerak cepat dalam kondisi setengah sadar. Kutempelkan telapak tangaku ke belakang lehernya, menekan kepalanya supaya aku bisa melumat bibirnya lebih dalam. "Hhhh... Nia..." kuremas dadanya di genggamanku, menikmati kekenyalannya. Nia diam saja saat kumasukkan tangaku ke dalam bajunya. "Ray..." Entah setan mana yang menyetir otakku saat itu, kuremas buah dadanya yang empuk, mengulum bibirnya dengan penuh nafsu, membuatnya terengah-engah menahan tekanan kepalaku.<br /><br />Nia menurut saat. Kugandeng lengannya menuju jok belakang. Kukulum lagi bibirnya, sekarang tanganku mengangkat bagian bawah bajunya. "Ray.. hh..." Kuangkat bajunya melewati kepalanya, menciumi dadanya, menjilati BH yang menutupi payudaranya, memegang ketiaknya, mendorong punggungnya terangkat, sehingga bisa kutekan kepalaku di dadanya. "Ahh... mmhh... ah... nikmatnya..." Nia mengeluh kecil saat kulepas kaitan BH-nya. Kulihat payudaranya yang membusung dan putingnya yang terlihat menggoda. Kuhisap putingnya, menyaksikan pori-porinya yang membuka saat kujilati kulit dadanya. "Ray.. hhh..." kubekap mulutnya dengan bibirku, nafasku mulai terengah-engah oleh nafsuku sendiri. Kubuka baju atasku, menempelkan dadaku ke payudaranya, menekan dan menggesek, menikmati semua keluhan dan rintihannya yang tertahan ketika bibirku mengulum bibirnya.<br /><br />Ah... kenikmatan ini, kenikmatan yang selalu kuinginkan saat hatiku gundah. Kepalaku terasa sangat ringan. Kubaringkan dia di jok belakang, sambil terus menekan dadaku, memastikan dia tidak banyak bergerak. "Ray... jangan, Ray..." Ahh, betapa aku merindukan setiap gadis yang merintih seperti itu di dekapanku. Kuteruskan membuka celana pendeknya, membiarkan pahanya terlihat jelas. Ahhh, kuelus dan kuraba pahanya tanpa memperdulikan tatapan matanya yang setengah terbuka, menatap protes atas perlakuanku kepadanya. Jadi, sebelum tangannya menyingkirkan tubuhku, kuciumi lagi wajahnya, meremas payudaranya, membuatnya mengerang dan melenguh. "Ahhh... mmmhh... nnggggh..." kunikmati gerakan tulang punggungnya yang terangkat. Ahh, nikmatnya. Kuraba betisnya, menelusuri kulit pahanya yang mulus, dan meletakkan telapak tanganku di permukaan belahan pahanya, beristirahat sejenak, menikmati genggamannya di pergelangan tangaku yang menguat. "Ya Tuhan... ahh....." Sayang, jangan mendesahkan nama Tuhan sekarang, paling tidak jangan saat ini. Kuraba celah kemaluannya yang mulai basah dari balik celana dalamnya.<br /><br />Menggerak-gerakkan jariku, membuatnya semakin meronta dalam tindihan dadaku. "Ray... oohhh... hhh..." Dengan gerakan halus kutarik celana dalamnya menelusuri pahanya, betisnya, menikmati geliatnya di tindihanku. Ahh... betapa indahnya kenyataan yang akan kuberikan padamu, gadisku. Kukecup bibirnya dengan lembut, sebelum membuka ikat pinggangku dan menurunkan celanaku berikut celana dalam yang menutupi auratku.<br /><br />Nia memandang mataku dengan wajah memelas memohon pengertian, namun pengertian apakah yang bisa kuberikan kepadanya saat itu? Nyaris tidak ada. Kugenggam pergelangan tangannya, menuntunnya ke batang kemaluanku yang mulai tegang tak karuan. "Aaahhh..." kurasakan nikmatnya saat tangannya menempel dan menggenggam batang kemaluanku.<br />"Ray, aku tidak mau begini."<br />"Nia, please..." kukecup bibirnya, sama sekali tidak merasakan penolakannya.<br />"Ray..." mendadak (seperti wanita pada umumnya) Nia menekan bahuku menjauh.<br />"Oke," katanya.<br />"Aku sebenarnya juga mau."<br />Wah, ini luar biasa, pikirku.<br />"Tapi ada syaratnya..."<br />Sial!<br />"Kamu harus mau menjadi pacarku."<br />Aih, jadi ini masalahnya. Dapat kubayangkan hubungan persahabatan kompetitif antara Enni dan Nia, ahh... begitu bodohkah aku?<br />"Okay... as you wish... my lady."<br /><br />Ternyata begitu, hmm... mungkinkah Nia merasa iri atas keberhasilan Enni mendapatkanku? Sempat terpikir olehku tentang apa saja yang telah diceritakan Enni kepadanya mengenai hubungan kami. Tapi... mendadak Nia menekan leherku dengan tangannya, mengecup bibirku dengan penuh nafsu. "Ah? Mmm..." Dalam keterkejutanku, aku nyaris tidak percaya semua ini. Nia mendadak menggerak-gerakkan genggamannya pada batang kemaluanku. "Ahh... ah... ah... kk..." tak dapat kutahan nikmat yang menjalar di seluruh pembuluh darahku. Kuciumi seluruh wajahnya, menjilat bibirnya yang terbuka dan terengah, menggigit lehernya, menghisap puting susu-nya dan tanpa basa-basi kuangkat tubuhku, menaikkan pahanya ke samping, dan menempelkan ujung kemaluanku di permukan liang kemaluannya. Kulihat pandangan matanya yang sayu, melihat anggukan kecilnya. Apakah ini saatnya perjalananku berhenti? Membayangkan memiliki seorang kekasih yang tak dapat kulepas lagi? Masa bodoh.<br /><br />"Ahh..." kudengar ia menjerit kecil saat kutekan-tekan ujung kemaluanku ke liang kemaluannya. Namun aku masih sangat muda dan miskin pengalaman saat itu, bahkan dengan keseringanku menonton film blue aku masih tidak dapat melakukannya. Aku menjadi bingung, keringatku keluar dari dahi dan sekujur tubuhku. "Ahh... ah... ah... Ray... ah..." kudengar erangannya saat pinggulku bergerak-gerak di atasnya. Shit! bagaimana melakukannya dengan benar? Saat itu aku menjadi panik.<br />"Nggak mau masuk, nih..." kataku dengan alis berkerut.<br />"Ahhh... hidupin... lampunya..." Nia berkata setengah tertahan.<br />Hah? Lampu, sempat aku celingukan seperti orang bingung menatap sekelilingku. Gila apa ya? Dalam kebingunganku, pinggul Nia terangkat menekan batang kemaluanku, membuatku sedikit mengerang.<br />"Ngga ah... kamu aja yang naruh," ujarku.<br />"Hhhh..." Nia memegang batang kemaluanku dan menaruhnya di... entah bagian mana dari kemaluannya. Aku berusaha menekan lagi,<br />"Ahhkkk..."<br />Kami mengerang bersamaan, kutekan-tekan batang kemaluanku, tanganku menggapai susunya dan meremas-remas, membuat kepalanya terangkat ke belakang.<br /><br />Keringat di tubuhku semakin deras karena kurangnya ventilasi di dalam mobil, dan karena segala gerakan yang kulakukan. "Ahh.. ahh... ah..." Nia masih mengerang-erang di bawahku. Kutekan terus batang kemaluanku berusaha menembus "apapun" juga yang menghalangi pergerakannya saat itu. Aku mulai jenuh menekan-nekan tanpa hasil. Nia mengangkat kepalanya dan memandang ke bawah. "Duh.. gimana sih... sakit nih.." Ya gimana dong? pikirku saat itu. Kuakui aku masih buta melakukan hubungan seksual, kalau peting sih sering. "Terus.." tanyaku. Nia bangkit, mendudukkan dirinya, dan menarik pundakku.<br />"Coba kalau begini."<br />"Ahhhkk..."<br />Kurasakan bibirnya yang menempel di dadaku.<br />"Ahh.. ah..."<br />Nia mengeluh saat tangannya menggenggam batang kemaluanku dan menaruhnya di entah bagian mana dari kemaluannya dan mendudukinya.<br /><br />"Aacchhh..." batang kemaluanku terasa sakit. Nia menarik punggungnya ke belakang, meletakkan tangan kanannya di atas sandaran kepala bangku depan, dan menggoyang-goyang pinggulnya yang menduduki batang kemaluanku. "Ahh.. ah... ah..." aku mulai merasakan kenikmatan yang ditimbulkan oleh goyangannya di sekujur tubuhku.<br />"Ahkkk..."<br />Tanganku mencengkeram pahanya, berusaha menahan spermaku yang hampir keluar.<br />"Arrggghhh..."<br />Kusentakkan pinggulku ke atas, membuat tubuh Nia terangkat sejenak, spermaku menyembur entah kemana. Membuat mataku rabun dan pikiranku yang sudah terkontaminasi obat melayang.<br /><br />Nia menggerak-gerakkan pinggulnya lagi.<br />"Ahhh.. ahh..." kudengar nafasnya mendengus.<br />"Nia... udah dong..." kataku.<br />Selalu begini, begitu sudah keluar, langsung saja keinginan itu hilang lenyap.<br />"Ha? Kan belum masuk?" kudengar Nia berbisik protes.<br />Kuangkat tubuhku, menatap kemaluanku yang mulai agak lemas.<br />"Masa?" tanyaku.<br />"Iya, kayaknya belum deh..." Nia menimpali.<br />Akh, hahahahahahaha...<br />"Untunglah..." kataku tanpa memperdulikan bibirnya yang terlipat.<br />"Ray... duh..."<br />Kukenakan baju dan celanaku, melihatnya masih duduk di pojok kursi belakang tanpa pakaian dan menyilangkan tangannya di dada.<br />"Nih...." ujarku saat mengecup bibirnya dan dadanya.<br />Kuremas lubang kemaluanya sambil tertawa. Akhirnya Nia tertawa mengiringiku, dan mengenakan baju dan celananya kembali. Anehnya, pengaruh obat itu mulai terasa agak ringan sekarang.<br /><br />Kuantar ia pulang ke rumahnya. Sampainya di depan pagar, kesadaranku mendadak sedikit pulih.<br />"Nia... umm... kita..."<br />Nia membalikkan tubuhnya,<br />"Aku tahu kok... nggak pernah ada apa-apa kan?" Aku tersenyum kepadanya.<br /><br />"Thanks..."<br />"Your welcome, Ray," jawab gadis manis itu sebelum menghilang di balik pintu rumahnya.<br />Ah... what a night.<br /><br />Kukendarai mobilku menembus gelap malam. Mendadak saat itu aku ingin menelepon Enni dan meminta maaf.<br /><br />---------------------------------------<br /><br />"Ray..?" "Ah, sorrie..." sahutku cepat.<br />"Eh... Nia.. mm... gini..." Nia tertawa melihat kegugupanku.<br />"Jalan yuk."<br />"Hah... sure..." aku tergagap-gagap.<br />Selalu saja anak ini tahu maksudku. Hehehehehe!<br /><br />Dalam perjalanan, Nia lalu bercerita bagaimana semenjak lulus SMU ia selalu berusaha melupakanku dan menolak setiap lelaki yang berusaha mendekatinya. Dan mengomeliku karena tidak pernah menghubungiku lagi sejak perpisahanku dengan Enni. Aku sangat terharu, karena aku juga tahu betapa ia menyayangiku, namun karena persahabatan adalah yang terpenting baginya, ia rela menyerahkan kemenangan itu kepada Enni. Ah, Nia... seandainya saja... Nia lalu bercerita bagaimana Mas Dita (begitu dia menyebutnya) berhasil meluluhkan gunung es dalam hatinya, dan mengajaknya bertunangan kira-kira dua bulan yang lalu. Sampai di sini aku terdiam, memandangnya tanpa berkedip, lalu kami berdua tertawa terbahak-bahak, antara sedih, kerinduan, dan kasih sayang tulus seorang teman sejati.<br /><br />Masih kuingat, sebelum kuturunkan kembali ia di Gramedia (karena Dita akan menjemputnya seperempat jam lagi), Nia sempat mencium pipiku dan meremas kemaluanku dari balik celanaku, tersenyum memandangku dan berkata, "Ray, kita akan bersahabat selamanya..." aku hanya bisa tersenyum saat itu, semua gejolak nafsuku hilang berganti perasaan menyesal, sayang, dan haru yang berkecamuk di hatiku. "Tentu... Nia..." jawabku.<br /><br /><br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-59353483298643423752009-12-25T21:52:00.001-08:002009-12-25T21:52:49.824-08:00Setelah Ultah DewiHalo semua, gue nyumbang cerita lagi nih, kayaknya cerita baru makin jarang di posting <br /><br /><br />Cerita ini adalah cerita aku sewaktu masih kelas 2 SMU....<br /><br />Malam itu adalah malam minggu, hari pembagian raport. Jadi selama seminggu kedepan aku dan anak sekolah seindonesia gak bakalan mikirin soal sekolah. Itulah enaknya jadi anak sekolah, punya waktu libur khusus yang gak perlu khawatirin apapun, soalnya semua biaya senang-senang selama liburan ditanggung sama orang tua <br /><br />Malam itu aku mendapat datang ke pesta ulang tahun Dewi. Ya... hari itu bertepatan dengan ulang tahun Dewi yang ke 17. Sebenarnya aku gak begitu dekat dengan Dewi, ya walaupun dikelas 1 aku pernah sekelas sama dia, tapi aku jarang banget ngobrol sama dia. Kenapa aku bisa diundang malem itu, soalnya aku dekat dengan Donny, teman se-genk Dewi. Donny adalah sahabat baikku, dia sekelas denganku di kelas 1 dan di kelas dua ini. Walaupun aku dekat dengan Donny, tapi aku gak dekat dengan teman se-genk Donny. Genk Donny boleh dibilang genknya anak gaul disekolahku, ada 3 orang cowok dan 3 orang cewek : Dewi, Silvy, Lani, Heru, Arif dan Donny. Mereka adalah mahluk tercantik dan terganteng disekolahku. Info tambahan Dewi pacaran sama Heru, Silvy pacarnya Arif dan Lani pacarnya Donny.<br /><br />Mungkin seharusnya aku juga masuk ke genk mereka Tapi aku agak males ikut pergaulan mereka yang boleh dibilang terlalu borju dan bebas, aku masih anak baik-baik waktu itu <br /><br />Pesta ulang tahun Dewi meriah sekali, orang yang diundang memang tidak terlalu banyak, tapi acara yang disusun begitu menarik. Game-game yang dibuat lucu-lucu dan membuat semua yang datang happy. Selesai acara sekitar jam 21.30, satu persatu tamu undangan pulang, tinggallah aku dan genk Donny, oh iya ditambah Rianti teman SMP Dewi. Selesai acara kami meneruskan mengobrol gak berarah, cuma becanda-becanda aja.<br /><br />Sekitar jam 22.30 Heru mengajak kerumahnya, dia bilang rumahnya lagi kosong, orang tuanya lagi ke luar negeri. Pertamanya aku kira Heru cuma mengajak para cowok, gak taunya Dewi ikutan, tapi tentu aja dia bilang ke orangtuanya mo nginep dirumah Lani. Tapi ternyata semuanya iku kerumah Heru, para cewek bilang mo nginep dirumah lani, cowoknya cuma bilang mo ke rumah heru, dasar para remaja nakal .<br /><br />Sampai dirumah heru, kami ngobrol diruang keluarga, duduk diatas karpet yang empuk sekali. Suasananya udah beda, Dewi duduk menyender ke Heru, Donny duduk dibelakang Lani sambil meluk dan arif lagi ngelus-ngelus rambut Silvy yang tiduran dipahanya. Gini deh kalo dah diluar pengawasan orang tua . Sedang aku dan Rianti duduk sendiri, walo sebenernya Riandi duduk disebelahku, tapi agak jauh.<br /><br />Sebenernya pembicaraan gak jauh beda sama waktu di rumah Dewi, sampai suatu saat Dewi menggodaku.<br /><br />"Yan, tuh pacaran sama Rianti aja gih, dia lagi kosong tuh" goda dewi ke aku. Aku cuma bisa tersenyum. Aku liat muka rianti merah karena malu.<br /><br />"Bener loh Yan, baru sebulan putus sama pacarnya, janda kembang nih" lanjut Dewi yang disambut tawa yang lain. Aku cuma ikut tertawa. Sebenernya semenjak dikenalkan ke Rianti waktu di pesta tadi aku udah suka sama Rianti. Gila bro cantik abis. Kulit putih bersih, rambut hitam sepunggung dan bodynya itu loh, just perfect ! Tapi mana mungkin langsung pacaran iya gak, kenal aja baru beberapa jam.<br /><br />"Lagian kenapa gak mao pacaran sih ya ?" kata heru. "Ntar gak bisa gini loh" lanjut heru sambil mencium pipi Dewi. Yang lain tertawa.<br /><br />"Apalagi gini" lanjut Dewi yang kemudian mencium bibir Heru. Gila, mereka frech kiss didepan aku ! Yang lainnya cuma tertawa, kayaknya mereka udah biasa deh kissing didepan genk mereka.<br /><br />"Wah gila ya kalian" kataku. "Bikin orang jealous aja" kataku sambil ketawa.<br /><br />"Iya yan, pacaran enak loh, bisa megang ini" Sekarang Donny yang menggodaku sambil megang dada Lani. aku kaget dan sempat menelan ludahku. "Megang ini juga bisa" kata arif sambil mengelus selangkangan Silvy yang memang udah duduk dipangkuannya. Weww... this getting crazy now <br /><br />"Kok aku mulu yang digodain, si Rianti tuh lagi senyum-senyum malu" balasku, tapi mereka cuma ketawa.<br /><br />Abis itu suasana langsung hening. Mereka konsen sama pasangan masing-masing. Dewi yang emang dari tadi udah frech kiss sama heru duduk dipangkuan heru dan meneruskan ciumannya. Donny juga gak mau kalah mencium lani yang duduk disebelahnya dan Arif lagi memeluk Silvy dari belakang dan menciumi lehernya. Tinggal aku dan Rianti yang saling pandang keheranan.<br /><br />"Ri, kita ke ruang depan aja yu" Ajakku ke rianti yang masih bengong. "OK deh" jawabnya sambil mengikuti langkahku ke arah ruang depan.<br /><br />Sesampainya diruang depan, aku duduk di sofa kecil, sedang Rianti duduk di sofa panjang.<br /><br />"Gila ya mereka" kataku ke Rianti. "He..eh, aku kaget mereka berani kayak gitu didepan kita" jawab Rianti.<br /><br />"Aku sih sih penah denger gosip tentang pergaulan bebas mereka, tapi aku gak percaya kalo gosip itu bener" kataku. "Iya sih, aku juga kaget banget" jawab Rianti.<br /><br />Kemudian kami terdiam, jujur suara-suara pergumulan mesra yang terdengar sampe ruang depan sangat menggangu konsentrasi dan birahiku <br /><br />"Ughhh...." tiba-tiba terdengar pekikan, sepertinya suara Dewi.<br /><br />"Ri, liat yuk mereka lagi ngapain, kok heboh amat sih" ajak ku. "Yu.." jawab Rianti excited.<br /><br />Sesampainya diruang tengah aku kaget luar biasa. Aku sampai tidak bisa bergerak sambil mulutku ternganga melihat adegan didepan mataku. Aku menyaksikan Dewi yang sudah full bugil sedang duduk diatas tubuh Heru yang juga bugil seperti orang sedang mengendarai kuda. Donny yang juga bugil sedang menindih tubuh bugil Lani, dan Arif walaupun belum bugil memaju mundurkan pinggangnya dibelakang Silvy yang sedang menungging... They Having Sex !!!<br /><br />Entah beberapa lama aku terpaku menyaksikan mereka. Penisku yang memang sudah tegang dari tadi mencapai ukuran terbesarnya, dan entah beberapa kali aku menelan ludahku.<br /><br />Tiba-tiba aku mendengar lenguhan kecil dari belakangku. Aku berbalik dan melihat Rianti dengan muka memelas. Tangan kanannya meremas dadanya dan tangan kirinya memegang selangkangannya. Aku tambah terkejut.<br /><br />"Rian... please..." Kata Rianti dengan muka memelas kearahku. Sebenarnya kata-kata Rianti gak punya arti apa-apa, tapi yang pasti setelah itu aku mendekatkan bibirku ke bibirnya dan kami mulai frech kissing sambil berdiri.<br /><br />Aku memeluk Rianti dengan erat sambil bibirku menyedot-nyedot bibirnya. Rianti membalas tak kalah hebat. Sepertinya dia sudah berpengalaman. Sambil ciuman aku gak mau rugi. Aku mengelus (ato lebih tepat meremas) semua bagian tubuhnya yang bisa aku jangkau, punggungnya, pingganynya pantatnya dan tentu aja dadanya yang besar menantang itu (walau agak sulit memang dalam posisi berdiri)<br /><br />"Yan, dikarpet aja yuk" ajak Rianti. Aku mengangguk dan menuntun Rianti ke sisi karpet yang masih tersedia. Aku melihat Dewi yang sekarang diposisi dibawah sedang merem-melek menikmati pompaan Heru, sedang Silvy lagi asik menghisap penis Arif yang sedang menjilati vagina Silvy dan Donny sedang memangku Lani yang seperti kesetanan naik turun karena penis Donny menancap di memeknya.<br /><br />Aku merebahkan Rianti di atas karpet, dan kemudian memulai mencumbunya lagi. Selagi menciumnya, aku merogoh kebalik kaosnya dan mulai meremas dadanya walau masih dihalangi BH. Tapi aku gak puas, aku mulai merogoh kebalik BHnya. Tapi kemudian Rianti mengankat dadanya, aku mengerti, dia memintaku melepaskan kait branya. Tanpa kesulitan aku melepas kait bra yang ada dibelakang itu. Dengan bra melonggar, aku mulai meremas-remas dadanya dengan lebih bebas, kadang aku memutar-mutar pentil dadanya. Rianti keenakkan, kadang ciuman lepas karena dia terlalu terlena karena aku meremas-remas dadanya.<br /><br />Aku dorong kaos Rianti keatas. Aku mencoba membuka bajunya. Kemudian Rianti bangkit dan melepas kaos dan branya yang sudah terlepas itu. Kemudian dia rebahan lagi. Aku kembali menindihnya, dan menciumnya kembali. Tapi itu gak lama sebab aku kemudian mencium lehernya dan kemudian turun mencium dadanya. Pentil hitam Rianti sungguh menggoda, aku tak puas-puas menyedotnya, dan rianti cuma melenguh-lenguh kecil sambil menutup matanya.<br /><br />Ciumanku turun kebawah lagi, aku menciumi perutnya. Rianti membuka matanya memandangku, seperti tidak rela ciumanku berpindah dari dadanya. Tapi setelah aku berusaha membuka ikat kancing celana jinsnya, dia mengerti. Saat aku berhasil membuka kancing dan resletingnya, dia mengangkat pantatnya sedikit. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, sekalian aku buka celana dalamnya sehingga tubuhnya polos sekarang. Hmm... aku orang terakhir yang masih berpakaian di ruangan itu <br /><br />Aku membuka pahanya lebar-lebar. Terlihat rimbunan rambut diatas gundukan memeknya. Warnanya hitam sangat kontras dengan warna kulitnya. Aku menyibak rambut yang sudah basah tersebut dan membuka bibir luar memeknya. Terlihat sangat basah, Rianti sudah terangsang hebat.<br /><br />Kemudian aku mulai mendekatkan kepalaku keselangkangannya, dan mulai menjilati klenti merah Rianti. Rianti mengejang-ngejang keenakan. Tanggannya mendorong kepalaku, tapi pahanya menahan kepalaku, he..he..he.. dia gak tahan karena keenakan, tapi gak mau keenakan itu berhenti.<br /><br />"Ugh...Ugh...Ugh.." cuma itu yang terdengar dari mulut mungilnya.<br /><br />Cukup lama aku menjilati klentit dan diding vagina Rianti. Tanganku terpaksa menahan pantatnya sebab pinggulnya tidak mau berhenti bergerak kekanan kekiri. Tiba-tiba Rianti menarik badanku keatas untuk menjajarinya.<br /><br />"Yan buka dulu baju kamu, biar kita sama-sama enak" Kata Rianti yang mencoba melepas ikat pinggangku. Aku membuka kaosku dan membantu Rianti membuka ikat pinggang dan kancing celanaku. Baru resletingku terbuka, Rianti sudah tidak sabar, dia merogoh kedalam celana dalamku dan menarik penisku yang sudah tegang full. Kemudian dia mengelus dan mengocok penisku.<br /><br />Aku melanjutkan membuka celanaku... he..he..he... ngapain nerusin dikocok pake tangan kalo ada memek basah yang nganggur <br /><br />Setelah membuka celanaku aku kembali menindih Rianti dan menciumnya. Dia sudah tidak sabar, dia menggapai penisku dan mengarahkan ke memeknya. Aku mengangkat badanku sedikit dan mengarahkan penisku kememeknya. Tidak terlalu sulit untuk mengarahkan, sebab tak lama penisku sudah digerbang memeknya. Tidak aku duga Rianti malah menekan pantatku agar penisku masuk kedalam memeknya.<br /><br />"Aghhh....." pekik Rianti saat penisku masuk kedalam vaginanya. "Sial udah gak perawan" kataku dalam hati, tapi wtf lah ! udah bisa nidurin cewek yang baru dikenal beberapa jam aja udah hebat banget <br /><br />"Rian, punya elo enak, tegang banget" gumam Rianti genit. Gila mukanya mengoda banget waktu dia bilang itu. Aku mulai memompa vaginanya dengan penisku. Walaupun udah gak perawan, tapi memek Rianti sempit banget. Mungkin dia cuma pernah ML sama pacar lamanya.<br /><br />"Agh..agh...aghh..." desah Rianti. "Lagi sayang, dorong lagi..." gumam Rianti keenakan.<br /><br />Enggak lama aku memompa memeknya, Rianti tiba-tiba memekik "AKHHH..." sambil memelukku erat. Dia orgasme, memeknya terasa jauh lebih licin karena cairan orgasmenya.<br /><br />Aku bangkit dan memiringkan tubuhnya. Sekarang aku menusuk memeknya dari arah samping. Tidak sulit sebab memeknya sedang banjir lendir. Aku mulai memompanya. Rianti cuma bisa memandangku yang sedang hebat memompanya sambil melenguh-lenguh kecil.<br /><br />Aku bosan kemudian menunggingkan tubuh Rianti. Rianti mengerti, dia melebarkan pahanya. Aku kemudian memulai mengentotnya dengan posisi doggy style. AKu setuju posisi ini memang enak sekali... <br /><br />Tidak lama kemudian tubuh Rianti kembali menegang dan dia memekik kembali "AGHH....." kemudian tubuhnya ambruk kebawah. Hmm... sial, dia udah 2 kali orgasme sedang aku belom apa-apa...<br /><br />Aku membalik tubuh Rianti dan menelentangkannya. Sebenarnya aku kasiahan melihat wajah Rianti yang kelelahan itu, tapi nafsuku udah keubun-ubun, aku harus orgasme dan melepaskan spermaku !<br /><br />"Ri, aku masukin lagi ya.." pintaku... Dia cuma mengangguk. "Kamu gak pa-pa" tanyaku... (he..he..he.. kata-kataku kelihatan banget aku lagi horny berat, sedikit memaksa) "Gak pa-pa ya, tapi pelan-pelan ya, aku dah cape" jawab Rianti.<br /><br />Aku menindihnya lagi dan mengarahkan penisku. Dengan sekali dorong penisku masuk semua kevaginanya. Vagina yang tadi sempit aku rasa sudah agak melebar, atau karena cairan vaginanya sudah terlalu banyak ?<br /><br />Aku memompanya, tapi sejujurnya nafsuku agak menurun. Aku gak suka menyetubuhi cewek yang udah gak respon gini, kayak lagi merkosa aja <br /><br />Tiba-tiba Dewi mencolekku. "Yan sama aku aja deh, kasian Rianti udah mo pingsan gitu" Kata Dewi yang sudah duduk disebelah aku dan Rianti. Dia masih telanjang. Rianti cuma senyum ke Dewi.<br /><br />Aku segera mencabut penisku dari memek Rianti dan bangkit. "Heru gak pa-pa ?" tanyaku ke Dewi. "Tuh dia udah tidur" sambil menunjuk heru yang tertidur disisi lain karpet. "Lagian gak pa-pa kok, aku juga udah pernah liat dia maen sama Silvy dan Lani" Jawabnya enteng. Aku agak bingung sebenarnya, tapi aku ga peduli, kok ada yang nawarin memek mo ditolak <br /><br />Dewi kemudian rebahan disebelah Rianti, kemudian membuka pahanya lebar-lebar. Aku yang desperate butuh orgasme untuk penyelesaian kemudian memposisikan tubuhku diantara selangkangan Dewi. Aku mengarahkan penisku ke memeknya. Kemudian mendorong penisku masuk kedalam.<br /><br />"Akh..Akh..Akhh.." rintih Dewi kecil saat aku mulai memompa memeknya. Aku rebahkan tubuhku agar bisa menciumnya. Dewi membalas ciumanku hebat. Tapi gak lama, Dewi lebih suka nikmatin gesekan di dinding vaginanya.<br /><br />"Yan.. gue sebenernya udah lama pengen dientot sama elo" tiba-tiba Dewi berkata padaku. Aku cuma tersenyum, tapi kata-katanya benar-benar meningkatkan birahiku. Aku tahu sebenarnya dari dulu Dewi suka padaku, tapi aku gak pernah merespon dia. Tapi kalo tau memeknya enak begini, pasti dari dulu aku pacarin dia <br /><br />"Teru yan..terus ya... terus ya..." celotehnya gak beraturan. Sepertinya dia mo deket ke orgasmenya, seperti aku juga yang udah ngerasa gelombang orgasme udah deket ke penisku.<br /><br />"Ayo yan, gue dikit lagi" seru Dewi. "Gue juga dikit lagi Wi" kataku. "Keluarin didalem aja yan, gue dah aman" katanya.<br /><br />Aku memompanya dengan variasi, kadang pelan, kadang kencang. Dewi cuma mendesah-desah keenakan. Sial dikit lagi kok lama banget ya.<br /><br />"Gue udah sampe ya.." kata Dewi tiba-tiba sambil tubuhnya mengejan. Dan cret..cret...cret.. penisku juga memuntahkan lahar sperma ke rahim Dewi.<br /><br />Aku sangat kelelahan, dan tubuhku ambruk memeluk Dewi. Aku lihat Dewi tertidur kelelahan. Aku paksakan untuk bangkit, walau gak pa-pa tapi aku gak mau heru terbangun melihat pacarnya tertidur berpelukan dengan aku. Kemudian aku pindah kesebelah Rianti dan tidur memeluknya.<br /><br />Sejak saat itu aku punya berbagai pengalaman sex dengan Dewi, Silvy, Lani dan tentu aja Rianti yang jadi pacarku sejak kejadian itugaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-14224080552396560312009-12-25T21:51:00.000-08:002009-12-25T21:52:12.838-08:00Sepenggal mentari jingga di LosariSepenggal mentari jingga di Losari <br /><br />Seperti sore-sore sebelumnya, duduk terpaku menatap mentari saat-saat akhir menjelang malam. Warna jingga yang menerawang jatuh ke pangkuan senja yang kian menawan. Kesendirianku beberapa hari ini menciptakan lamunan-lamunan indah dan menempati hampir seluruh ruang dalam benakku. Seiring jatuhnya mentari ke kaki langit ufuk barat sana, semakin terasa nuansa lain yang mendesir di pelataran khayalku. Semilir angin mamiri Kota Daeng, Makassar, seakan membangkitkan lagi debaran-debaran yang makin terasa bergejolak di dadaku. Raut wajah datar menatap mentari yang makin tenggelam. Seiring dengan terbayang kembalinya sebuah kejadian yang tentu saja masih segar dalam ingatan. Dua minggu lalu. Andai saja waktu bisa berulang. Tapi tidak! Waktu terus berlalu membawa kejadian demi kejadian.<br /><br />Lita, seorang yang baru kukenal kira-kira akhir April kemarin di salah satu mall yang ada di kota ini. Perawakan wajah datar, sederhana, dengan body yang lumayan aduhai. Tinggi 169 cm dengan berat 57 kg. Kulit sawo matang, layaknya orang kebanyakan. Potongan rambut pendek, sangat serasi dengan wajah dan postur tubuhnya yang langsing, seksi. Lita, umurnya kira-kira 32 tahun, seorang pegawai PNS, di salah satu instansi yang ada di daerah ini. Dari perkenalan yang tak sengaja itu, akhirnya kemudian berbuntut dengan janji untuk bertemu lagi setelah dia memberikan nomor telepon kantornya untuk kemudian kami pun berpisah.<br /><br />Bermula dari telepon-teleponan ke kantornya, tentu saja saat jam kantor. Akhirnya suatu hari, kira-kira 5 hari setelah pertemuan itu. Tepatnya hari Sabtu, setahuku, hari Sabtu jam kantor pegawai hanya sampai jam 12:00 siang. Janji bertemu di sebuah restorant fast food di sebuah mall yang terletak tidak jauh dari rumah dinas gubernur. Dan sesuai janji, jam 12:45 WITA, Lita muncul dengan seorang teman wanita. Kalau kutaksir umur teman Lita itu, kira-kira sebaya dengan Lita, 32 tahun, karena garis wajah yang tidak beda jauh dengan Lita. Seorang wanita berperawakan manis, kulit putih, menurut dugaanku dia dari utara, Manado (maaf) mungkin.<br /><br />Entahlah, karena sepanjang pertemuan dengan Lita dan temannya itu, aku tak pernah menanyakan asal usulnya. Hanya sempat menanyakan namanya, Linda. Lita yang dari pengamatanku selama pertemuan itu, perkiraanku, Lita menggunakan bra berukuran 36 dan Linda menggunakan bra berukuran 34. Tinggi Linda pun sedikit di bawah Lita. Hanya saja rambut Linda yang sepunggung membuat dia kelihatan lebih asyik. Saat itu, kedua teman baruku itu masih menggunakan pakaian kantor, seragam coklat.<br /><br />Hingga selesai makan di restoran fast food tersebut, aku diajak ke rumah Linda. Sesuai dengan permintaan Linda yang minta tolong untuk membetulkan VCD-nya yang tidak bisa di on. Dengan taxi kami pun berangkat bertiga ke rumah Linda yang ternyata agak jauh dari tempat kami bertemu tadi. Di sebuah perumahan di kawasan utara kota Makassar. Setelah kira-kira setengah jam di taxi, akhirnya sampai ke rumah Linda. Turun dari taxi kuperhatikan rumah tersebut kosong. Dan setelah kutanyakan pada Linda, katanya memang dia tinggal sendiri. Padahal menurut perkiraanku, Linda ini sudah bersuami. Lain halnya dengan Lita yang memang sejak pertemuan pertama kami sudah aku tahu kalau dia sudah berkeluarga dan mempunyai seorang anak perempuan sudah kelas 6 SD.<br /><br />Mereka mempersilakan aku duduk, sementara Lita dan Linda, katanya, akan mengganti pakaian dulu. Sambil memperlihatkan VCD-nya, Linda masuk kamar disusul Lita. Dari dalam kamar terdengar Linda memintaku untuk melihat-lihat peralatan VCD tersebut yang berada satu tempat dengan televisi. Setelah kuperiksa, ternyata kabel powernya putus. Tidak lama kemudian Lita sudah berdiri di sampingku. Sesaat kulirik dia, Lita menggunakan sebuah daster, umumnya wanita, menggunakan daster saat sudah berada di rumah. Hanya saja yang ada lain dari penglihatanku saat itu, Lita sepertinya tidak menggunakan bra. Meski tak tampak begitu jelas putingnya karena dasternya berwarna gelap, biru tua. Yang lebih membuat aku tak bisa berkonsentrasi lagi adalah ternyata daster tersebut pendek. Hanya setelah paha. Dapat dibayangkan, postur tinggi 169 cm dengan daster pendek setengah paha dan porsi tubuh yang padat, tentu saja hal ini membuat debaran yang lain. Berdesir, rasanya.<br /><br />Aku terkesima saat itu. Lita ternyata memperhatikan tingkahku yang mulai agak gelisah. Dia mendehem dan kemudian tersenyum saja untuk akhirnya dia duduk di tempatku duduk tadi. Alamak, itu paha makin terlihat jelas. Aku semakin salah tingkah. Setelah selesai menyambung kabel tersebut, aku bertanya ke Lita kenapa tidak pulang ke rumahnya. Dia malah tertawa kecil sambil menjawab bahwa suaminya sedang ada tugas ke daerah dan anaknya di rumah ditemani adiknya.<br /><br />Kucoba terus menenangkan perasaan yang kian tak karuan. Aku berhasil, sesaat kemudian kunyalakan TV dan VCD, kuraih disk yang ada di dekat TV. Ternyata memang cuma masalah kabel. VCD tersebut sudah berfungi dengan baik. Tapi tanpa sengaja, ternyata VCD tersebut sebuah VCD XXX. Saat aku akan mematikan TV dan VCD tersebut, tanganku ditepis Linda yang dari ruang tengah membawa tiga gelas minuman sirup. Katanya biar saja, sambil meleparkan senyuman ke arah Lita. Paling tidak senyuman itu aku tahu maksudnya. Upss...! Ada apa ini, tanyaku dalam hati sejenak hingga sesaat kemudian aku sudah sadar maksud semua ini. Baiklah sambutku lagi dalam hati, aku akan ladeni permainan ini.<br /><br />Kuperhatikan Linda dengan menggunakan baju kaos yang sangat pendek hingga pusarnya kelihatan. Dan tampak jelas puting Linda menyembul dari balik kaos putih tersebut. Sengaja, begitu bisikku dalam hati. Linda mengenakan celana pendek yang juga berwarna putih tapi tipis. Hingga tampak samar CD hitam yang dia kenakan. Itu terlihat jelas ketika Linda hendak menyimpan nampan di meja dekat TV. Sementara Lita saat itu duduk dalam posisi yang sangat menantang, kaki di kangkang dengan tangan kirinya sudah mengusap-usap selangkangannya. Gila, jeritku dalam hati, berani sekali perempuan ini. Dan kenapa pula dia tidak malu padaku.<br /><br />Tanpa kusadari, ternyata sesuatu yang tegang tengah menyembul dari balik celana kain yang kukenakan. Linda memperhatikan hal itu, hingga saat kembali kutatap Linda, dia tersenyum dan kemudian melirik ke arah selangkanganku. Hal itu membuatku salah tingkah, tapi kemudian kuacuhkan. Biar saja, toh mereka juga saat ini lagi terangsang, pikirku. Tapi ternyata, keberanianku hanya sebatas khayalanku saja. Toh sesaat kemudian posisi duduk kuperbaiki, rasanya aku masih malu dengan tonjolan di celanaku. Dengan wajah yang masih merah malu, aku menunduk. Tapi tentu saja aku tetap mencuri pandang bergantian ke kedua wanita itu secara bergantian.<br /><br />Entahlah, kedengarannya adegan di layar TV itu sedang hot-hotnya, karena terdengar erangan-erangan yang makin membuatku terangsang. Tapi aku kurang begitu memperhatikan adegan di TV itu. Yang ada dalam ruang pikiranku saat itu hanyalah, kedua wanita yang makin hot ini. Yang lebih mengagetkan lagi, sejurus kemudian, Linda telah membuka semua pakaiannya, telanjang bulat. Dan... wow... rambut yang lebat di selangkangannya, sangat menantang hasratku sebagai laki-laki. Tapi sekali lagi, hasrat itu aku harus terbendung dengan ketidakberanianku.<br /><br />Saat kumenoleh ke arah Lita, hah... dia pun sudah mulai membuka satu persatu pakaian yang dia kenakan. Kedua wanita ini tanpa busana. Hah... rasanya nafasku kian memburu. Entah bagaimana lagi harus kuatur, tapi tetap saja aku terengah-engah. Hingga kucoba menenangkan diri, 1 detik, 2 detik... 9 detik dan kira-kira 10 detik... dan aku pun berhasil... aku berhasil mengatasinya. Tapi ternyata pada saat itu, Lita dan Linda sudah duduk di sebelah kiri dan kananku. Dan yang lebih membuatku tambah gugup adalah ternyata kancing celana dan bajuku sudah terlepas. Sempat terbetik dalam hatiku, ke mana saja aku dan apa pula ini? Pertanyaan yang terlintas dalam benakku, menjadi basi dalam waktu yang kurang dari beberapa detik.<br /><br />Sementara aku masih dalam ketidakberdayaan gerak, terpaku, Lita telah mengulum batanganku yang ternyata sudah tegang. Dan pada saat yang lain, Linda dengan ganas dan bertubi-tubi menciumi dadaku. Syaraf normalku rasanya tidak berkerja, entahlah, tanganku yang berada dalam bimbingan tangan Linda mengarahkan dan menuntunnya mengusap-usap selangkangannya. Licin. Masih saja aku dalam ketidakberdayaan gerak yang memakuku dalam nuansa birahi.<br /><br />Kesadaranku bangkit pada saat di mana aku bukan menjadi diriku lagi, seperti sebuah perintah yang menggelegar, saat syarafku menggerakkan birahiku. Aku pun mulai bereaksi, tapi keadaanku dalam posisi yang kalah. Aku telah ditelanjangi mereka. Tapi belum terlambat untuk memberikan perlawanan. Tangan yang tadinya dituntun Linda ke selangkangannya, kini dengan lincah dan lihai mempermainkan daerah terlarangnya yang di kelilingi rambut yang hitam.<br /><br />Batanganku yang dalam kuluman menghentak-hentak menikmati lincahnya lidah Lita yang mengisap dan menelusuri seluruh permukaan kepala batanganku. Tapi hal ini tidak bertahan lama, sepertinya mereka telah sepakat sebelumnya, posisi mereka berganti. Kini Lita yang mengulum kemaluanku, dan Linda yang memintaku mengelus-elus selangkangannya. Bukan itu saja, bahkan Lita menuntun jari tengah tangan kiriku untuk memasukkannya ke dalam lubang kemaluannya. Wow... basah dan licin yang membuat tidak ada halangan apa-apa hingga jari tengah kiriku kugerakkan keluar dan masuk di lubang kemaluan Lita. Linda yang bagai kesetanan terus menggerakkan kepalanya, maju dan mundur, hingga kenikmatan hisapan sungguh kian terasa. Aku bukan pemain seks yang hebat, juga bukan menjajal kemaluan wanita yang hebat, aku hanya laki-laki kebanyakan. Selama ini kehidupan seksualku biasa saja, boleh dibilang, tanpa pengalaman. Ini yang pertama dan mungkin yang paling liar.<br /><br />Senja tentu saja telah berubah malam, matahari telah betul-betul hilang dalam dekapan malam. Dan yang terlihat kini hanyalah burung-burung malam yang terbang mencari cintanya di kegelapan malam. Suasana Losari makin marak. Sepanjang cakrawalaku, terlihat lampu-lampu yang terpasang di gerobak para penjual mulai menerangi sekelilingnya. Suasana hatiku seperti tersentak saat sebuah piring dari gerobak sebelah jatuh dan pecah. Suara gemerincing beling ini mengingatkanku kembali pada suasana di mana birahiku kian berani melangkahkan keinginannya sendiri. Linda dan Lita, yah... suasana saat itu makin melarutkan kami dalam adegan seksual yang sangat luar biasa.<br /><br />Linda yang terbaring di ranjang dengan sprei warna pink dengan posisi kaki di tekuk dan di kangkang melebar. Hingga liang kemaluannya menganga dan siap menerima masuknya batanganku. Sekali lagi tanpa susah payah kumasukkan. Amblas... kubiarkan sejenak merasakan hangatnya kemaluan Linda untuk kemudian mulai kugerakkan perlahan, batanganku tenggelam dan tenggelam dalam liang kemaluan Linda. Untuk sejurus kemudian Lita dengan posisi menungging, liang kemaluannya menganga persis di depan wajahku. Ahh... aroma yang lain. Ahh... inikah aroma kemaluan wanita itu yang selama ini hanya kuketahui dari cerita teman-temanku? Pertanyaan yang terjawab dengan sendirinya.<br /><br />Aku kurang begitu tahu maksud Lita, tapi karena dia memintaku menjilat, maka tanpa pikir panjang, lidahku pun kujulurkan dan mulai mempermainkan bibir kemaluan (yang menurut cerita temanku, bibir kemaluan itu klitoris namanya). Lita menggeliat-geliat menyeiramakan jilatan-jilatanku dengan goyangan pantatnya. Sementara Linda yang kian terengah-engah merasakan goyangan-goyangan pinggulku, yang merasakan tenggelamnya batanganku dalam kemaluannya kian mengerang. Andai saja Lita sebelum adegan bersetubuh ini tidak mengoleskan sesuatu (minyak) ke batanganku, mungkin sudah sejak dari tadi maniku sudah keluar, dan tentunya aku sudah terkulai. Bagaimana tidak, menurutku kedua wanita ini mempunyai kelainan seks, maniak kah? Entahlah, tidak begitu menjadi pikiran dalam benakku. Hanya kenikmatan-kenikmatan yang silih berganti dari kedua wanita ini yang menjadi konsentrasiku.<br /><br />Pada saat aku hendak mencapai puncak kenikmatan, orgasme, tiba-tiba suara-suara pecah piring membuyarkan aktifitas seksual kami. Lita yang kujilat selangkangannya menarik tubuhnya ke depan dan beranjak duduk. Linda yang tengah mengerang-erang tiba-tiba diam dan membelalakkan matanya. Aku sendiri setengah melompat ke tepi ranjang dan kemudian berdiri dengan terlebih dahulu melilitkan kain di pinggangku.<br /><br />Sial, setelah aku cermati sumber suara itu, ternyata dari belakang. Dari dapur, seekor kucing yang sedang asyik menyantap sisa makanan (mungkin makanan bekas pagi tadi). Dan setelah aku sampaikan pada kedua wanita itu kalau itu hanya seekor kucing yang lagi membongkar dapur, spontan kami tertawa. Saling berpandangan lucu.<br /><br />Lamunanku tersentak derai tawa 4 orang cewek yang sedang cekikikan dengan guyonan mereka. Nafas kutarik dalam-dalam dan perlahan kuhembuskan keluar. Matahari ternyata sudah tenggelam. Hanya bias rona jingganya yang menyisakan rasa sejuk dan tentram. Belum terkikis ingatan pada kejadian adegan demi adegan hangat yang terjadi. Hmm... sebentar lagi sore akan berakhir berganti malam.<br /><br />Sebias senyuman di sudut bibirku. Lucu memang. Tapi juga kaget. Dasar kucing. Hah.. Lita, Linda. Angin apa yang membawa kita bertemu. Dan entah kenapa aku ikut dalam birahi berani kalian. Bunyi jilatan pada kemaluan Lita membuat Linda yang terbaring bangkit bangun dan memperhatikanku yang sedang melakukan itu. Seringai Linda yang penuh nafsu seperti berbisik, dia pun ingin merasakan hal yang sama. Dengan sedikit isyarat, Linda membaringkan tubuhnya di sisi Lita yang sedang menggeliat menikmati jilatanku pada bibir kemaluannya. Kaki Linda terbuka lebar, dan merekahlah liang kenikmatan itu. Sesaat setelah itu, Linda pun tengah merasakan asyiknya jilatan-jilatanku pada kemaluannya.<br /><br />Tangan Linda tanpa kendali meremas buah dadanya sendiri. Lita, hanya terbaring membentangkan tangannya ke atas kepalanya. Nafasnya sekali-sekali terengah-engah. Tapi tanganku yang kiri tak membiarkan kemaluan Lita kesepian tanpa kenikmatan. Becek, kurasakan bibir kemaluan Lita yang menggeliat-geliat. Sejurus setelah itu, batanganku kembali bangkit dari istirahatnya. Tegang. Kedua kaki Linda kutarik ke tepian ranjang, dan langsung batanganku kumasukkan ke dalam lubang itu. Linda melirik ke kami. Tersenyum. Aku tahu arti senyum itu, ingin. Tanpa banyak aktivitas lain, Linda hanya menggoyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri. Dan dalam posisi kuda-kuda dengan kaki kukangkang, batanganku tepat pada posisi yang sangat bagus untuk terus menggoyang dan menggoyang maju dan mundur.<br /><br />Tidak lama kemudian, terasa tubuh Linda menegang, aku tahu itu, Linda hendak orgasme, hal ini membuatku terus mempercepat goyangan. Erangan Linda kian menjadi. Ughh... Pada saat yang tepat, batanganku kutekan dalam-dalam. Hal ini disambut dengan dekapan erat Linda sambil mendaratkan ciumannya di bibirku. Agak lama dia melakukan itu, mungkin 10 detik, entahlah. Dan akhirnya terkulai lemas terbaring melentang di ranjang.<br /><br />Lita yang memperhatikan kami dengan baik, mengambil posisi menungging. Kaki yang di kangkang, membuat lebar rekahnya lubang di selangkangannya. Basah. Tak ada aba-aba. Batanganku yang masih tegang, belum orgasme, segera kumasukkan ke liang kemaluan Lita. Batangan itu masih sangat basah oleh cairan kemaluan Linda barusan. Tak perduli, siapa yang perduli, lalu batangan itu pun dengan leluasa memasuki lubang kenikmatan. Lita memang sangat menyukai posisi doggy ini, itu pengakuannya. Entahlah, ternyata memang dosa tak memperdulikan lagi sebuah pemikiran. Dan peluh terus saja mengalir membasahi altar persembahan nista. Tak terpikirkan sebuah atau setumpuk penyesalan. Hanya terjadi dan terjadi. Hingga pada suatu titik dimana kuasa tak lagi mampu dan hasrat telah terpenuhi, ingin yang tercapai dan tenaga yang sudah terkulai lemas. Kami bertiga terhempas terbaring di atas ranjang itu. Kusut. Lemas. Tapi, terpuaskan.<br /><br />Dan malam, kini mengantar sepenggal jingga yang tersisa di pelupuk barat sana. Seperti juga telah tersisakannya penyesalan setelah kejadian itu. Hanya sepi yang membahana dalam rongga memori tentang adegan gila itu. Asmara memang kadang berarti lain. Atau kadang membisukan norma. Jingga yang tertinggal memaksaku beranjak hendak pulang. Dan pantai ini menjadi tempat kuhanyutkannya keinginan-keinginan liar. Hingga... Saat HP-ku berdering, dan sebuah nama yang tertera di displaynya, Linda.<br /><br />Hening sesaat dalam deringan itu. Aku berpikir sejenak. Haruskah? Entahlah, aku hanya diam menyaksikan dan mendengarkan deringan demi deringan. Hingga terputus. Hening kembali. Artinya, biarkan saja Linda dan Lita lewat, walau telah menyisihkan setumpuk kejadian, adegan, dan banyak lagi hal menjadi bagian dari penyesalan.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-26905827025172954302009-12-25T21:50:00.002-08:002009-12-25T21:51:21.884-08:00Senin SoreSenin Sore di Kampung Halamanku, Sukabumi... <br /><br /><br />Aku Linda, mahasiswi hukum Universitas Pajajaran. Semenjak dua tahun yang lalu, saat diterima kuliah di Universitas Pajajaran, aku tinggal di Bandung. Aku berasal dari Sukabumi, ayahku berasal dari Bandung, sedangkan ibuku asli Sukabumi. Mereka tinggal di Sukabumi. Cerita ini menceritakan kisahku yang terjadi saat aku kelas 1 SMA di Sukabumi yang terus berlanjut sampai aku kuliah sekarang.<br /><br />Aku anak yang paling tua dari dua bersaudara. Aku mempunyai satu adik laki-laki. Umurku berbeda 2 tahun dengan adik. Kami sangat dimanja oleh orang tua kami, sehingga tingkahku yang tomboy dan suka maksa pun tidak dilarang oleh mereka. Begitupun dengan adikku yang tidak mau disunat walaupun dia sudah kelas 2 SMP.<br /><br />Waktu kecil, aku sering mandi bersama bersama adikku, tetapi sejak dia masuk SD, kami tidak pernah mandi bersama lagi. Walaupun begitu, aku masih ingat betapa kecil dan keriputnya penis seorang cowok. Sejak saat itu, aku tidak pernah melihat lagi penis cowok. Sampai suatu ketika, pada hari senin sore, aku sedang asyik telpon dengan teman cewekku. Aku telpon berjam-jam, kadang tawa keluar dari mulutku, kadang kami serius bicara tentang sesuatu, sampai akhirnya aku rasakan kandung kemihku penuh sekali. Aku kebelet pipis. Benar-benar kebelet pipis, sudah di ujung lah. Cepat-cepat kuletakkan gagang telpon tanpa permisi dulu sama temanku. Aku berlari menuju ke kamar mandi terdekat. Ketika kudorong ternyata sedang dikunci.<br /><br />"Hey..! Siapa di dalam..? Buka dong..! Udah nggak tahan..!" aku berteriak sambil menggedor-gedor pintu.<br />"Akuu..! Tunggu sebentar..!" ternyata adikku yang di dalam. Terdengar suaranya dari dalam.<br />"Nggak bisa nunggu..! Cepetan..!" kataku memaksa.<br />Gila, aku benar-benar sudah tidak kuat menahan ingin pipis.<br /><br />"Kreekk..!" terbuka sedikit pintu kamar mandi, kepala adikku muncul dari celahnya.<br />"Ada apa sih..?" katanya.<br />Tanpa menjawab pertanyaannya, aku langsung nyerobot ke dalam karena sudah tidak tahan. Langsung aku jongkok, menaikkan rokku dan membuka celana dalamku.<br />"Serrrr..." keluar air seni dari vaginaku.<br />Kulihat adikku yang berdiri di depanku, badannya masih telanjang bulat.<br /><br />"Wooiiyyy..! Sopan dikit napa..?" teriaknya sambil melotot tetap berdiri di depanku.<br />"Sebentarrr..! Udah nggak kuat nih," kataku.<br />Sebenarnya aku tidak mau menurunkan pandangan mataku ke bawah. Tetapi sialnya, turun juga. Kelihatan deh burungnya.<br />"Hihihihi..! Masih keriput kayak dulu, cuma sekarang agak gede dikitlah..." gumanku dalam hati.<br />Aku takut tertangkap basah melihat penisnya, cepat-cepat kunaikkan lagi mataku melihat ke matanya. Eh, ternyata dia sudah tidak melihat ke mataku lagi. Sialan..! Dia lihat vaginaku yang lagi mekar sedang pipis. Cepat-cepat kutekan sekuat tenaga otot di vaginaku biar cepat selesai pipisnya. Tidak sengaja, kelihatan lagi burungnya yang masih belum disunat itu. Sekarang penisnya kok pelan-pelan semakin gemuk. Makin naik sedikit demi sedikit, tapi masih kelihatan lemas dengan kulupnya masih menutupi helm penisnya.<br /><br />"Sialan nih adikku. Malah ngeliatin lagi, mana belum habis nih air kencing..!" aku bersungut dalam hati.<br />"Oooo..! Kayak gitu ya Teh..?" katanya sambil tetap melihat ke vaginaku.<br />"Eh kurang ajar Lu ya..!" langsung saja aku berdiri mengambil gayung dan kulemparkan ke kepalanya.<br />"Bletak..!" kepala adikku memang kena pukul, tetapi hasilnya air kencingku kemana-mana, mengenai rok dan celana dalamku.<br /><br />"Ya... basah deh rok Teteh..." kataku melihat ke rok dan celana dalamku.<br />"Syukurin..! Makanya jangan masuk seenaknya..!" katanya sambil mengambil gayung dari tanganku.<br />"Mandi lagi ahh..!" lanjutnya sambil menyiduk air dan menyiram badannya.<br />Terus dia mengambil sabun dan mengusap sabun itu ke badannya.<br />"Waduh.., sialan nih adik..!" sungutku dalam hati.<br />Waktu itu aku bingung mau gimana nih. Mau keluar, tapi aku jijik pake rok dan celana dalam yang basah itu. Akhirnya kuputuskan untuk buka celana dalam dan rokku, lalu pinjam handuk adikku dulu. Setelah salin, baru kukembalikan handuknya.<br /><br />"Udah.., pake aja handuk Aku..!" kata adikku.<br />Sepertinya dia mengetahui kebingunganku. Kelihatan penisnya mengkerut lagi.<br />"Jadi lucu lagi gitu..! Hihihi..!" batinku.<br />Aku lalu membuka celana dalamku yang warnanya merah muda, lalu rokku. Kelihatan lagi deh vaginaku. Aku takut adikku melihatku dalam keadan seperti itu. Jadi kulihat adikku. Eh sialan, dia memang memperhatikan aku yang tanpa celana.<br /><br />"Teh..! Memek tu emang gemuk kayak gitu ya..? Hehehe..!" katanya sambil nyengir.<br />Sialan, dia menghina vaginaku, "Iya..!" kataku sewot. "Daripada culun kayak punya Kamu..!" kataku sambil memukul bahu adikku.<br />Eh tiba-tiba dia berkelit, "Eitt..!" katanya.<br />Karena aku memukul dengan sekuat tenaga, akhirnya aku terpeleset. Punggungku jatuh ke tubuhnya. Kena deh pantatku ke penisnya.<br />"Iiihhh.., rasanya geli banget..!" cepat-cepat kutarik tubuhku sambil bersungut, "Huh..! Elo sih..!"<br /><br />"Teh.. kata Teteh tadi culun, kalau kayak gini culun nggak..?" katanya mengacuhkan omonganku sambil menunjuk ke penisnya.<br />Kulihat penisnya mulai lagi seperti tadi, pelan-pelan semakin gemuk, makin tegak ke arah depan.<br />"Ya.. gitu doang..! Masih kayak anak SD ya..?" kataku mengejek dia.<br />Padahal aku kaget juga, ukurannya bisa bertambah begitu jauh. Ingin juga sih tahu sampai dimana bertambahnya. Iseng aku tanya, "Gedein lagi bisa nggak..?" kataku sambil mencibir.<br />"Bisa..! Tapi Teteh harus bantu dikit dong..!" katanya lagi.<br />"Megangin ya..? Wekss.., ya nggak mau lah..!" cibirku.<br />"Bukan..! Teteh taruh ludah aja di atas tititku..!" jawabnya.<br /><br />Karena penasaran ingin melihat penis cowok kalau lagi penuh, kucoba ikuti perkataan dia.<br />"Gitu doang kan..? Mau Teteh ngeludahin Kamu mah. Dari dulu Teteh pengen ngeludahin Kamu""Asyiiikkk..!" katanya.<br />Sialan nih adikku, aku dikerjain. Kudekatkan kepalaku ke arah penisnya, lalu aku mengumpulkan air ludahku. Tapi belum juga aku membuang ludahku, kulihat penisnya sudah bergerak, kelihatan penisnya naik sedikit demi sedikit. Diameternya makin lama semakin besar, jadi kelihatan semakin gemuk. Dan panjangnya juga bertambah. Asyiik banget melihatnya. Geli di sekujur tubuh melihat itu semua. Tidak lama kepala penisnya mulai kelihatan di antara kulupnya. Perlahan-lahan mendesak ingin keluar. Wahh..! Bukan main perasaan senangku waktu itu. Aku benar-benar asyik melihat helm itu perlahan muncul. Seperti penyanyi utama yang baru muncul di atas panggung setelah ditunggu oleh fans-nya.<br /><br />Akhirnya bebas juga kepala penis itu dari halangan kulupnya. Penis adikku sudah tegang sekali. Menunjuk ke arahku. Warnanya kini lebih merah. Aku jadi terangsang melihatnya. Kualihkan pandangan ke adikku.<br />"Hehe..." dia ke arahku. "Masih culun nggak..?" katanya lagi. "Hehe..! Macho kan..!" katanya tetap tersenyum.<br />Tangannya tiba-tiba turun menuju ke selangkanganku. Walaupun aku terangsang, tentu saja aku tepis tangan itu.<br /><br />"Apaan sih Elo..!" kubuang tangannya ke kanan.<br />"Teh..! Please Tehhh.. Pegang aja Teh... Nggak akan diapa-apain... Aku pengen tahu rasanya megang itu-nya cewek. Cuma itu aja Teh.." kata adikku, kembali tangannya mendekati selangkanganku.<br />Waduuhh.. sebenarnya aku mau jaga image, masa mau sih sama adik sendiri, tapi aku juga ingin tahu bagaimana rasanya dipegang oleh cowok di vagina.<br />"Inget..! Jangan digesek-gesekin, taruh aja tanganmu di situ..!" akhirnya aku mengiyakan. Deg-degan juga hati ini.<br /><br />Tangan adikku lalu mendekat, bulu kemaluanku sudah tersentuh oleh tangannya. Ihh geli sekali... Aku lihat penisnya sudah keras sekali, kini warnanya lebih kehitaman dibanding dengan sebelumnya. Uuppss... Hangatnya tangan sudah terasa melingkupi vaginaku. Geli sekali rasanya saat bibir vaginaku tersentuh telapak tangannya. Geli-geli nikmat di syaraf vaginaku. Aku jadi semakin terangsang sehingga tanpa dapat ditahan, vaginaku mengeluarkan cairan.<br />"Hihihi.. Teteh terangsang ya..?"<br />"Enak aja... sama Kamu mah mana bisa terangsang..!" jawabku sambil merapatkan selangkanganku agar cairannya tidak semakin keluar.<br />"Ini basah banget apaan Teh..?"<br />"Itu sisa air kencing Teteh tahuuu..!" kataku berbohong padanya.<br />"Teh... memek tu anget, empuk dan basah ya..?"<br />"Tau ah... Udah belum..?" aku berlagak sepertinya aku menginginkan situasi itu berhenti, padahal sebenarnya aku ingin tangan itu tetap berada di situ, bahkan kalau bisa mulai bergerak menggesek bibir vaginaku.<br /><br />"Teh... gesek-gesek dikit ya..?" pintanya.<br />"Tuh kan..? Katanya cuma pegang aja..!" aku pura-pura tidak mau.<br />"Dikit aja Teh... Please..!"<br />"Terserah Kamu aja deh..!" aku mengiyakan dengan nada malas-malasan, padahal mau banget tuh. Hihihi.. Habis enak sih...<br />Tangan adikku lalu makin masuk ke dalam, terasa bibir vaginaku terbawa juga ke dalam.<br />Ouughh..! Hampir saja kata-kata itu keluar dari bibirku. Rasanya nikmat sekali. Otot di dalam vaginaku mulai terasa berdenyut. Lalu tangannya ditarik lagi, bibir vaginaku ikut tertarik lagi.<br />"Ouughh..!" akhirnya keluar juga desahan nafasku menahan rasa nikmat di vaginaku.<br />Badanku terasa limbung, bahuku condong ke depan. Karena takut jatuh, aku bertumpu pada bahu adikku.<br /><br />"Enak ya Tehh..?"<br />"Heeh..," jawabku sambil memejamkan mata.<br />Tangan adikku lalu mulai maju dan mundur, kadang klitorisku tersentuh oleh telapak tangannya. Tiap tersentuh rasanya nikmat luar biasa, badan ini akan tersentak ke depan.<br />"Tehh..! Adek juga pengen ngerasaain enaknya dong..!"<br />"Kamu mau diapain..?" jawabku lalu membuka mata dan melihat ke arahnya.<br />"Ya pegang-pegangin juga..!" katanya sambil tangan satunya lalu menuntun tanganku ke arah penisnya.<br />Kupikir egois juga jika aku tidak mengikuti keinginannya. Kubiarkan tangannya menuntun tanganku. Terasa hangat penisnya di genggaman tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Karena masih ada sabun di penisnya, dengan mudah aku bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok penisnya.<br /><br />Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku sampai ke pangkal penisnya. Kami berhadapan dengan satu tangan saling memegang kemaluan dan tangan satunya memegang bahu.<br />Tiba-tiba dia berkata, "Teh..! Titit Adek sama memek Teteh digesekin aja yah..!"<br />"Heeh" aku langsung mengiyakan karena aku sudah tidak tahan menahan rangsangan di dalam tubuh.<br />Lalu dia melepas tangannya dari vaginaku, memajukan badannya dan memasukkan penisnya di antara selangkanganku. Terasa hangatnya batang penisnya di bibir vaginaku. Lalu dia memaju-mundurkan pinggulnya untuk menggesekkan penisnya dengan vaginaku.<br /><br />"Ouughhh..!" aku kini tidak malu-malu lagi mengeluarkan erangan.<br />"Dek... masukin aja..! Teteh udah nggak tahan..!" aku benar-benar sudah tidak tahan, setelah sekian lama menerima rangsangan. Aku akhirnya menghendaki sebuah penis masuk ke dalam vaginaku.<br />"Iya Teh..!"<br />Lalu dia menaikkan satu pahaku, dilingkarkan ke pinggangnya, dan tangan satunya mengarahkan penisnya agar tepat masuk ke vaginaku.<br /><br />Aku terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku. Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang kurasa. Akhirnya aku hanya bisa menggigit bibirku untuk menahan rasa nikmat itu. Karena sudah dari tadi dirangsang, tidak lama kemudian aku mengalami orgasme. Vaginaku rasanya seperti tersedot-sedot dan seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.<br />"Ouuggggkkk..!" aku tidak kuat untuk tidak berteriak.<br />Kulihat adikku masih terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba dia mendorong sekuat tenaga hingga badanku terdorong sampai ke tembok.<br />"Ouughhh..!" katanya.<br />Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vaginaku. Lalu badannya tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di dalam vaginaku.<br /><br />Lama kami terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya masih penuh mengisi vaginaku. Lalu dia mencium bibirku dan melumatnya. Kami berpagutan lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kami saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas susuku dan memilin putingnya.<br />"Teh..! Teteh nungging, terus pegang bibir bathtub itu..!" tiba-tiba dia berkata.<br />"Wahh..! Gila Lu ya..!"<br />"Udah.., ikutin aja..!" katanya lagi.<br />Aku pun mengikuti petunjuknya. Aku berpegangan pada bathtub dan menurunkan tubuh bagian atasku, sehingga batang kemaluannya sejajar dengan pantatku. Aku tahu adikku bisa melihat dengan jelas vaginaku dari belakang. Lalu dia mendekatiku dan memasukkan penisnya ke dalam vaginaku dari belakang.<br /><br />"Akkkhh..! Gila..!" aku menjerit saat penis itu masuk ke dalam rongga vaginaku.<br />Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih kurasakan karena tangan adikku yang bebas kini meremas-remas payudaraku. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya sampai sekitar 10 menit ketika kami hampir bersamaan mencapai orgasme. Aku rasakan lagi tembakan sperma hangat membasahi rongga vaginaku. Kami lalu berciuman lagi untuk waktu yang cukup lama.<br /><br />Setelah kejadian itu, kami jadi sering melakukannya, terutama di kamarku ketika malam hari saat orang tua sudah pergi tidur. Minggu-minggu awal, kami melakukannya bagaikan pengantin baru, hampir tiap malam kami bersetubuh. Bahkan dalam semalam, kami bisa melakukan sampai 4 kali. Biasanya aku membiarkan pintu kamarku tidak terkunci, lalu sekitar jam 2 malam, adikku akan datang dan menguncinya. Lalu kami bersetubuh sampai kelelahan.<br /><br />Kini setelah aku di Bandung, kami masih selalu melakukannya jika ada kesempatan. Kalau bukan aku yang ke Sukabumi, maka dia yang akan datang ke Bandung untuk menyetor spermanya ke vaginaku. Saat ini aku mulai berani menghisap sperma yang dikeluarkan oleh adikku.gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-82283052381049027502009-12-25T21:50:00.001-08:002009-12-25T21:50:35.600-08:00Senandung masa puberIni adalah kisah semasa aku masih di SLTP (sekarang aku kelas dua SMU). Perkenalkan dahulu namaku Indra, aku bersekolah di SLTP 3 Klaten. Aku orangnya manis (kata banyak temen temen cewekku) kayak bintang film India. Aku bertinggi badan 172 cm, berat badan 54 kg dan aku juga seorang model sehingga banyak cewek yang ingin menjadi pacarku. <br /><br />Aku mempunyai cewek yang bernama Siska yang bersekolah satu SLTP denganku dan juga satu desa dan bahkan satu RT denganku. Siska orangnya imut, juga manis. Payudara Siska berukuran 32b (memang serasi untuk ukuran tubuh Siska yang bertinggi 165 cm, jadi terlihat sexy). Siska orangnya suka memakai BH yang membayang atau memakai baju/kaos yang transparan. Dia juga suka memakai celana pendek ketat sebatas paha sehingga menampakkan paha mulusnya itu <br /><br />Ini pengalaman ML-ku dengannya yang begitu indah, unik, dan mengasyikkan. Begini awalnya, saat itu aku sedang di rumah sendirian pada sore hari (kebiasaanku kalau sore hari aku ditinggal berjualan oleh ibuku jadi aku sendirian di rumah sedangkan ayahku sudah meninggal sejak aku kelas 2 SLTP). Saat itu aku sedang nonton TV sendirian (saat itu hari Minggu) Siska datang ke rumahku dan memintaku untuk menemaninya karena dia takut dirumah sendirian sebab ortunya pergi ke Semarang dan lusa baru pulang. Singkat cerita aku langsung menuju ke rumahnya. <br /><br />Aku langsung melanjutkan menonton acara tv yang sempat tertunda tadi sedangkan Siska berganti baju di kamarnya. Karena hawanya dingin aku langsung menutup pintu depan rumah jadi dirumah hanya ada kami berdua. Saat itu Siska selesai berganti baju, saat dia keluar aku langsung menatap tak berkedip karena Siska memakai baju yang begitu sexy dan merangsang. Saat itu Siska hanya memakai tanktop putih transparan (sebenarnya itu kaos dalam yang dipakai untuk melapisi BH) tanpa memakai BH lagi di dalamnya sehingga payudaranya terlihat jelas di dalamnya dan bawahannya memakai rok kaos mini yang menampakkan keindahan pahanya. Jika ada cowok yang ada didekatnya pasti cowok itu akan menelan ludah dan langsung beronani takkan tahan dengan tubuh indah Siska. Aku yang disuguhi pemandangan indah itu hanya bisa melotot tak berkedip. <br /><br />Siska langsung duduk disampingku dengan cueknya yang saat itu sedang terbengong. Dia langsung ikutan menonton TV. <br />“Hai Ndra bengong aja”, tegurnya sambil mengibaskan tangannya. <br />“Eh... nggak kok”, jawabku terbata bata. <br />Kami nonton TV sambil mengobrol berdua hingga pestanya habis. Kebetulan di rumahnya ada VCD jadi kami melanjutkan dengan menonton VCD karena acara TV-nya jadi membosankan. Kami menonton film yang baru dia sewa dari rental yang berjudul ”007 - The World Is Not Enough”. Kami menikmati film itu berdua kebetulan di tengah film ada adegan ML yang dilakukan oleh James Bond dengan seorang pemeran cewek. Kami langsung terdiam memperhatikan adegan itu dengan penuh perhatian. <br /><br />Tanganku langsung menggenggam tangan Siska yang berada diatas pahaku. Tanpa sadar aku sudah melumat bibir Siska yang kelihatan sayu (mungkin dia terangsang juga). Aku langsung menindih Siska sambil tetap berciuman. Kami bermain bibir dan lidah lama sampai tak terasa tanganku sudah berada di atas payudaranya yang masih ditutupi oleh tanktopnya. Aku masih mengelusnya saja takut dia akan marah tapi ternyata dia malah meremas tanganku yang ada di payudaranya sambil merintih. <br /><br />“Ih... mhhh Ndra kok nikmat yah kamu elusin tadi”, katanya sambil meremas tanganku yang ada di susunya. <br />Aku diam saja sambil terus meremas payudaranya karena telah mendapat ”ijin”nya. Saat aku meremas remas payudaranya, dia meraba raba punggungku, terus ke bawah hingga sampai di daerah pahaku. Saat tiba didaerah pangkal pahaku tangannya berhenti dan meremas kontolku (aku masih memakai celanaku lengkap) yang sudah sejak pertama melihat penampilan Siska tadi telah ngaceng. Dia meremas remas terus. <br /><br />“Akhh... mhhh terus sayang”, kataku sambil meremas remas payudaranya keras keras karena rasa nikmatku di daerah kontolku sehingga tak sadar aku meremas kuat kuat payudaranya sampai sampai dia merintih kesakitan. <br />“Akkhhh Ndra jangan keras keras, sakit tau”, katanya setengah marah. Aku langsung minta maaf. Tangannya memasuki celana satinku (saat itu aku memakai kaos oblong terus bawahnya memakai celana satin tipis dengan celana dalam yang terbuat dari nilon tipis) dan langsung menggenggam kontolku. Karena terasa mengganggu aku menyuruhnya melepas saja celanaku. <br />“Sis lepasin aja celanaku biar nggak ngganggu”, kataku sambil menurunkan celanaku. Dia terus membantu dengan meloloskan celanaku sampai terlapas hingga aku telanjang. Dan akupun mematikan TV karena suaranya mengganggu. <br />Ndra kok besar banget”, katanya sambil memegang kontolku. Kontolku berukuran panjang 17 cm dengan diameter 4 cm. <br />“Iya Sis dan hitam lagi”, kataku sambil bercanda (kontolku memang hitam). <br />“Kocokin dong sayang”, kataku sambil menaik turunkan tangannya yang berada di kontolku. Dia langsung mengocok kontolku dengan kasar, maklum dia baru lihat kontol cowok jadi seperti mendapat mainan baru. Kocokannya terasa kasar tetapi malah membuat sensasi nikmat tersendiri. <br /><br />“Yang, kamu buka dong kaosmu biar aku lihat payudaramu masa aku saja yang telanjang”, kataku sambil mengangkat tanktopnya. Dia hanya tersenyum menggodaku. Aku langsung saja membuang tanktopnya sembarangan. <br />“Yang, payudaramu indah banget sambil aku meremas remas payudaranya." <br />“Kamu kocokin dong kontolku, nah... teruss yang”, kataku keenakan ketika dia melanjutkan kocokan di kontolku. Kami melakukan saling remas dengan berdiri berhadapan di depan kursi panjang, tanganku bosan meremas payudaranya langsung turun ke daerah pahanya dan mengelusi paha mulusnya tapi dia masih mengocok kontolku sampai kontolku terasa sakit. Aku menghentikan tangannya agar tidak menyakiti kontolku. Tangannya langsung memelukku dan badan kami langsung menyatu. Aku terus mengelusi pahanya. Hingga aku mendudukkan dia di kursi panjang. <br /><br />“Sis kamu duduk aja yah, aku mau ciumin tempik (vagina) kamu”, kataku tanpa basa basi. Aku langsung menaikkan roknya keatas tanpa melepasnya hingga terlihatlah celana dalamnya berwarna merah jambu dengan gambar bunga bunga kecil merangsangku semakin hebat saja. Aku langsung mencium tempiknya yang masih terbungkus celana dalamnya menghirup wangi khas tempiknya (aku paling suka mengintip celana dalam cewek kecil atau mini set, BH mini yang bergambar lucu lucu). Aku lama lama memandangi daerah tempiknya yang masih terbungkus dengan celana dalam bergambar bunga itu. Lalu tanganku pun menurunkan celana dalamnya sampai terlepas hingga terlihat tempik sempit nan indah dengan bulu tipis tipis. Sehingga tanpa sadar aku pun berkata takjub. <br />“Sis.. oh Sis kok semakin indah sih sayang, aku boleh menciumnya nggak sih?”, tanyaku sambil meraba tempik Siska. <br />“Iya sayang, cium dan, milikilah aku sudah nggak tahan”, kata Siskaku menahan gairahnya. <br />Lalu akupun menciumnya perlahan lahan. Aku menciumnya dan tanganku yang kanan naik meremas payudaranya yang sudah tak berpenutup itu. Lama lama aku menjilati tempiknya dengan sedikit melumatnya kasar sehingga Siska merintih rintih kenikmatan. <br />“Shhh... Ndraa.. ayo yang keras enak banget Ndra...”, rintihnya sambil meremas remas rambutku dan menekan kepalaku ke tempiknya. Aku melepas jilatanku pada tempiknya saat dia menikmati jilatanku dengan tiba tiba hingga membuatnya terengah engah. <br /><br />“Ndraa ayo kenapa kamu hentikan sayang”, katanya sambil terengah engah. <br />“Yang kamu jilatin juga dong kontolku”, kataku sambil menurunkan lepas kaos dan roknya yang mini itu. <br />“Gimana caranya”, tanyanya karena belum pernah. <br />“Pinggangku di atas kepalamu dan pinggangmu tepat di bawah mukaku jadi seperti angka 69”, kataku karena aku ingin mempraktekkan gaya yang ada di film BF. <br />“Lalu kamu mengulum kontolku lalu aku menjilati tempikmu sayang”, tambahku sambil mengatur posisiku di atas kepala Siska. <br />“Ih... yang, geli”, katanya menggenggam kontolku. <br />“Iya sayang, kamu kulum itu”, kataku menyuruh Siska mengulum kontolku. Lalu Siska mengulum kontolku dan akupun mulai menjilati tempiknya dengan rakus karena kegelian. <br />“Mhhh... nghhh...”, suaranya Siska merintih sambil mengulum batang kontolku. <br />“Shhh... mhhh... shhh.. terus sayang”, kataku sambil kegelian dan jilatin tempiknya. Kami melakukannya lama sekali hingga Siska sampai pada puncaknya. <br />“Akhh say aku mau pipis...”, katanya sambil melepas kulumannya. Aku pun tak mau melepas jilatanku malah semakin menjilat keras keras. <br />“Yanghh udahhh... enak yang”, ceracaunya tak jelas. Lalu... crot.. crot... crot... crot. Empat kali air maninya menyembur hingga meleleh kepahanya akupun menjilati tempiknya hingga bersih menikmati air maninya yang rasanya melebihi air madu itu hingga ke pahanya. <br /><br />“Shhh udah sayang, geli tempikku kamu jilatin terus”, katanya mendorong mukaku menjauhi tempiknya yang indah itu. <br />“Yang kamu gantian dong ngemut aku”, kataku sambil menyodorkan kontolku. Lalu Siska memegang kontolku dan menjilati kepalanya yang gundul. Lalu Siska memasukkan ke mulutnya dan ngemut seperti ngemut permen saja hingga aku mendesah desah keenakan. <br />“Ahhh sishhh mhhh enak sayang, kamu hebat”, kataku sambil tanganku meremas payudaranya yang menggantung kebawah karena Siska membungkuk. Lalu tanpa sadar akupun segera sampai. <br />“Akhh.. shhh.. mhhh crot croot croot croot crooot..”, 5 kali aku menembakkan sperma ke mulut Siska hingga meleleh keluar dari mulutnya. Aku sengaja tidak memberi tahu Siska kalau aku sampai karena aku ingin Siska merasakan air maniku. Kata orang Irian Jaya yang masih pedalaman, jika cewek pasangannya meminum air mani cowoknya dia akan setia pada pasangan cowoknya. Itu terbukti karena sampai sekarang Siska tidak mau pisah denganku. <br /><br />“Ih kamu "pipis" nggak bilang bilang, tapi kok enak yah sayang, kayak santan”, kata Siska sambil mengelap air mani yang keluar lewat pipinya. <br />“Mhh... enak kan sayang, mau yang enak lagi nggak”, kataku. Lalu tanpa minta izin dulu aku lalu melebarkan pahanya hingga dia agak mengangkangkan pahanya memperlihatkan bentuk tempiknya yang berbulu halus dan membukit indah itu. <br />“Tahan yah sayang, tapi pasti enak kok. Kontolku akan aku masukkan ke tempikmu”, kataku <br />“Iya deh masukin aja tapi pelan pelan yah biar aku liat masuknya”, katanya. Setelah itu aku langsung memasukkan kontolku perlahan lahan. <br />Pertama tama seperti ada benda empuk yang menolak kontolku. Dua kali gagal lalu aku menarik tempik Siska ke kanan dan ke kiri agar bisa masuk dan aku menyuruh Siska memegang dan memasukkan kontolku kearah tempiknya. <br /><br />“Sis bantu dong sayang biar cepet masuk. Ini pegang kontolku dan aku menarik tempikmu agar bisa masuk”, kataku sambil menarik narik tempiknya. Lalu Siska memegang kontolku dan mengarahkan kontolku ke lubang tempiknya yang masih sempit perawan itu. Lalu... 1,2,3 Bleesshhh kepala kontolku baru masuk. Kepala kontolku saja yang masuk tapi sudah memberikan sejuta rasa bagi kami. Siska mendesah dan memegang pantatku dan aku menjerit kecil karena aku juga baru pertama menusuk tempik cewekku. <br /><br />“Ndra, sakit sayang...”, kata Ssika menahan perih. <br />“Tahan yah sayang ntar juga enakan kok”, kataku. <br />“Mhhh nggak apa apa kok terusin sayang masukin kontolmu ayo”, kata Siska memberiku semangat agar lebih dalam memasukkan kontolku. Akupun segera mendorong pantatku maju agar kontolku segera masuk. <br />Sleeep... pelan pelan kontolku masuk ke tempik Siska. Terasa sekali tempiknya memijat mijat kontolku memberikan kenikmatan yang membuatku seperti terbang hingga aku merasa ada selaput yang menahan masuknya kontolku. <br />“Apaan sih, ini kok nahan sayang?”, tanyaku padanya (maklum baru pertama jadi aku tak tau yang namanya selaput dara. <br />“Udah Ndra terusin aja deh”, jawabnya sambil menggigit bibir bawahnya. Lalu aku mendorong perlahan kontolku agar masuk lagi tetapi selaput itu masih menghalangi. Lalu aku memasukan kontolku dan mendorongnya kuat kuat. Sleeep... breett mirip kain sobek rasanya ketika kontolku menembus selaput itu. <br />“Akhhh shhh... sakiiit sekali Ndra”, kata Siska sambil memelukku erat erat. Aku yang baru merasakan juga merasa sedikit perih pada kontolku seperti lecet memajukan kontolku pelahan lahan saja karena belum masuk semuanya dan setelah masuk semua baru aku mendiamkan kontolku di dalam tempik Siska. Rasanya memang sangat indah, nikmat, sakit, gatal, enak, perih semua berkumpul jadi satu tak bisa diungkapkan dengan kata kata. <br /><br />“Sis enak sekali rasanya tempikmu menjepit jepit kontolku”, kataku pada Siska karena memang tempik Siska memijati kontolku. <br />“Perih Ndra, tapi nggak apa apa”, katanya menahan perih di tempiknya karena keperawanannya baru saja hilang. <br />Lalu perlahan lahan aku memaju mundurkan kontolku hingga aku mendesah dan Siska menjerit karena merasa perih dan nikmat bercampur. <br />“Shhh... Siiss enak Sis tempikmu asik bangethh”, kataku tak jelas. <br />“Mhhh akhhh... sshhh sakiiit, periiihh yang, kontolmu besar banget”, katanya. <br />Gerakanku makin lama makin cepat saja. Slep... sleppp... bleeshhh... blesshh... bleshhh... cplokk... cplokk irama senggama kami romantis banget. <br /><br />Sudah dua kali kami berganti posisi dari pertama aku diatas tubuh Siska lalu Siska berganti di atas tubuhku dan menggerakkan tubuhnya naik turun seperti naik kuda. Lalu tak terasa ada yang mau keluar dari dalam kontolku lagi. <br />“Yang aku mau pipishhh...”, kataku menahan gerakan pinggulnya. <br />“Bentar sayang aku jugaaa...”, teriaknya sambil meremas payudaranya sendiri. Hingga tak sabar aku membalikkan tubuh Siska dan melepas kontolku lalu menunggingkan tubuhnya lalu memasukkan kontolku ke dalam tempiknya lagi dan menggenjotnya kuat kuat karena aku merasa akan segera sampai. <br />“Sleep... slepp... sleep cplok cplokk cplok... shhh akhhh ssshhh aaakhhh”, desahan Siska dan bunyi persetubuhan kami beriringan lalu... <br />“Crooottt... croott... crrrooottt... suurrr... suuurrr... suurrr”, kami saling melepaskan air mani kami dan aku memeluk pinggang Siska agar tidak tumpah air mani kami. Lalu aku berguling sambil tetap memeluk Siska agar kontolku tetap menancap di tempiknya dan membiarkan Siska diatas tubuhku. <br />“Mhhh Siska, kamu hebat, aku sayang kamu, ”kataku sambil tetap memeluknya. <br />“Shhh... kamu juga sayang ,ini pertama kali aku lakuin enaaak banget. Pantesan Papa sama Mama sering bertelanjang bareng kayak gini tak taunya enak ya, Yang”, katanya di atasku. <br />“Memang kamu pernah lihat Papa sama Mama kamu main ginian?”, tanyaku. <br />“Sering benget Ndra, hampir tiap hari ginian bahkan kalau di dapur atau di depan TV kalau aku sudah tidur”, katanya polos. <br />“Ceritain dong”, aku memintanya bercerita sambil menarik tubuhku karena kontolku sudah mengecil di dalam tempiknya. <br />“Bentar ya Yang, aku ganti baju dulu”, katanya. <br />“Iya deh, aku tunggu disini”, kataku sambil duduk didepan TV yang mati. Aku mengelus elus kontolku yang masih basah mengkilat itu. <br />Kontolku masih terasa nikmat sisa kenikmatan yang tadi. Lalu Siska keluar dari dalam dan memakai daster tipis dari bahan nilon berwarna merah jambu (kelihatanya warna kesukaan Siska) tanpa memakai apapun lagi di dalamnya sehingga transparan memperlihatkan semua keindahan tubuhnya dan membuat kontolku berdiri lagi.<br /><br />“Kekamarku yuk Yang, di sini dingin”, katanya. <br />“Iya deh”, aku berdiri dan masuk kekamarnya tanpa memakai pakaianku karena aku kegerahan. <br />“Ayo dong, ceritain”, kataku saat kami sudah sama sama berbaring berhadapan di ranjangnya Siska. <br />“Dulu saat aku pulang sekolah Papa sama Mama lagi di dapur memasak berdua, tidak tau kalau aku udah datang, nah waktu itu aku denger suara mirip orang nangis tapi kok aneh karena penasaran aku deketin suara itu apa Papa sama Mama bertengkar ya, pikirku lalu aku intip dari dalam kamarku ini, kuintip dari celah ini (sambil menunjuk celah cendela yang menuju ke dapur rumahnya) lalu aku perhatiin... kok Papa memangku Mama dari atas meja dapur dan Mama di atas Papa, mereka semua pada nggak pakai baju, baju mereka ada dibawah kaki Papa. Waktu itu Mama bergerak naik turun diatas perut Papa dan merintih rintih kayak orang nangis tapi kok mukanya kaya orang bahagia gitu...”, cerita Siska terputus dan tangannya memegang kontolku yang berdiri lagi karena memperhatikan cerita Siska lalu meremasnya. Lalu aku mendekat dan memasukkan tanganku kedalam rok dasternya mencari tempiknya lagi dan memasukkan jari jariku kedalam tempiknya. <br /><br />“Pelan pelan Yang masih sakit”, katanya sambil menahan tanganku agar tidak menusuk nusuknya keras keras. <br />“Lanjutin dong sayang”, kataku sambil menusuk nusukkan tanganku ke tempiknya perlahan lahan. <br />“Lalu Papa menjilati puting payudara Mama dan mengemutnya, tiba tiba Papa dan Mama saling peluk dan mereka menjerit bersama sama... akhhh Paaa kata Mama, lalu Mama turun dari Papa lalu Mama mengemut kontolnya Papa yang besar banget... <br />“Segini..”, kataku sambil menunjuk kontolku yang tegang membesar dalam genggaman tangan Siska. <br />“Besaaar lagi”, katanya sambil mendesah desah karena merasa geli dalam tempiknya ada benda asing. <br />“Lalu?... lanjutin dong”, kataku <br />“Lalu Mama menjilatin kontol Papa sampai bersih, kok nggak jijik ya, pikirku saat itu tapi ternyata memang enak ya sayang?... (dia nyengir) lalu Mama bilang udah Pa, ntar Siska pulang lho, lalu aku lepasin semua baju dan aku ganti baju”, ceritanya polos sekali. Tangannya lalu mulai menaik turunkan kontolku. <br />“Kalau di TV?”, tanyaku lagi. <br />“Dulu saat aku mau tidur, tapi Papa sama Mama masih nonton tv berdua, lalu aku intip Papa sama Mama saling raba raba, Papa meraba ke payudara Mama dan tempik Mama tapi Mama meraba kontol Papa yang masih tertutup celana pendek Papa, lalu Papa menarik daster Mama sampai Mama nggak pakai apa apa lagi, ternyata Mama nggak pakai pakaian dalam, lalu Papa meremas payudara Mama dan menciuminya. Mama mendesah dan memandang ke atas seperti keenakan lalu Mama melepasi semua baju Papa sampai Papa telanjang dan mengulum kontol Papa seperti mengulum permen. Papa keenakan sambil meremas rambut Mama sampai berantakan, lalu Mama berbaring di sofa TV dan Papa menaiki tubuh Mama dan memasukkan kontol Papa ke tempik Mama yang bulunya lebat lalu bergerak naik turun berkali kali, kayaknya mereka sama sama keenakan hingga Papa sama Mama menjerit jerit dan mendesah, lalu setelah lama Papa naik turun Papa turun dari tubuh Mama dan menjilati tempiknya Mama lalu aku masuk dan menutup kamarku, saat itu aku langsung melepas semua pakaian dalamku dan kembali memakai dasterku lalu aku mengelusi tempikku sendiri naik turun karena sudah gatel banget tempikku, Yang”, katanya polos sekali. <br /><br />“Seperti ini?”, kataku sambil mengelusi tempik Siska. <br />“Yahhh... shhh kaya gitu, enakhh, Yang”, katanya sambil memegang tanganku. <br />Lalu di luar ada bel pintu berbunyi. <br />“Yang, bukain dulu, siapa tuch di depan”, kataku karena takut kalau ortu Siska pulang. Lalu Siska berlari keluar sambil membenahi dasternya yang berantakan lalu membuka pintu rumahnya ternyata Desi tetangga kami yang juga kelas tiga SLTP tapi beda sekolah dengan kami. Lalu Desi masuk dan Siska mengajak Desi main bersama kami asal Desi jaga rahasia dan ternyata memang Desi mau jaga rahasia, jadi kami main lagi bertiga. Lalu Desi masuk kekamar Siska. <br /><br />“Kamu Ndra ngapain di sini, tanpa baju lagi”, katanya terkejut melihatku telanjang bulat. <br />“Sssttt jangan keras keras, yang penting ayo main”, kataku membungkam mulut Desi. <br />“Iya Des, kita main ginian yuk, katanya kamu pingin nyobain”, ajak Siska. <br />“Iya sih tapii...”, kata Desi. <br />“Nggak apa apa deh, ntar kita jaga bertiga rahasia ini”, kata Siska lagi. <br /><br />Lalu Desi diam saja tak tau apa yang mesti dia perbuat. Lalu aku mendekatinya dan memeluknya dari depan memegang meremas payudaranya tapi dia masih saja diam lalu aku menurunkan kaos ketatnya hingga terlihat BH-nya yang berwarna putih bersih. Desi mulai ada tanggapan padaku, dia lalu memelukku dan meraba raba punggungku lalu aku memeluknya dan meraba punggungnya juga. <br /><br />Lalu Siska bergabung dan berjongkok dibawahku untuk mengemut kontolku yang sejak tadi tegang terus. Aku lalu meremasi payudara Desi yang berukuran 34 itu (memang lebih besar dari Siska tapi runcing diputingnya) yang masih ditutupi BH dan menarik BH-nya sampai kaitanya terputus lalu membuangnya sembarangan. <br /><br />“Pelan pelan Ndra, nanti BH-ku gimana?”, kata Desi takut kalau BH-nya rusak. Aku diam saja karena melihat keindahan payudara cewek selain punya Siska terus meremas payudara Desi. Setelah puas meremasnya aku segera saja melumat putingnya yang sedikit mengeras pertanda Desi mulai terangsang. Sedang Siska masih mempermainkan kontolku dibawah <br />Aku meremas payudara kiri Desi sedang payudara kanan Desi aku lumat habis habisan. Desi tak sadar meremas remas kepalaku sampai rambutku berantakan. <br /><br />Lalu aku mencabut kuluman Siska pada kontolku dan membaringkan Desi diranjang Siska lalu menurunkan celananya 3/4 hingga terlihat celana dalam Desi yang mini sekali berwarna hitam berenda. Karena memakai tali disamping kiri kanannya hingga hanya mampu menutupi tempik Desi saja. Lalu aku mulai mengerjai tempik Desi yang masih terbungkus celana dalam sexynya itu. Desi hanya melihat dari atas karena belum pernah melakukannya. Sedang Siska hanya menonton kami bermain. <br /><br />Aku menjilat, mencium, dan menggigit kecil pada tempiknya hingga Desi merem melek keenakan. Lalu aku mulai menarik celana dalam Desi hingga tali talinya terlepas dan membuangnya sembarangan. Lalu aku kembali menjilati tempik Desi yang ternyata sangat indah menggunduk tebal dengan bulu yang lebat jauh lebih lebat dari punya Siska yang mulai basah cairan kenikmatan Desi. Aku menjilatinya naik turun kekiri den kekanan pada itilnya yang nyempil bikin geregetan aku saja. Desi yang keenakan mendesah desah tak karuan. <br /><br />“Ndra nikmat terushh... Ndraaa”, katanya mendesah merangsang. Aku sesekali menjilat sesekali menyedot tempik Desi hingga lama sampai tak terasa. <br />“Akhhh... Ndra aku mau pipis Ndra”, desahnya telah sampai pada puncaknya. Lalu aku memeluk pinggangnya dan suurrr... suurrr... suuurrr.. ssuuurrr empat kali cairan putihnya menyembur dari tempiknya. Aku menjilati semua cairannya sampai habis karena rasanya enaaak sekali. Kayaknya punya Desi lebih manis dari punya Siska tapi sedikit encer. <br />“Uumhhh Ndra, enak banget deh, tadi Siska pasti keenakan”, katanya. <br />“Iya dong, kamu mau yang lebih enak lagi nggak?”, kataku. Sedangkan Siska sedang memainkan tempiknya sendiri dan meremas payudaranya di atas meja belajarnya karena terangsang berat melihat permainan kami. <br />“Ndra, aku ingin rasain air pejuh (sperma) kamu boleh nggak?”, tanyanya. <br />“Boleh, kenapa tidak”, kataku. Lalu Desi mendekatkan wajahnya ke kontolku karena tadi melihat Siska mengulum kontolku. Lalu dengan pelahan terus menerus Desi ngemut kontolku sampai tak terasa kontolku kembali akan mengeluarkan airnya. <br />“Des, aku nyampe lhotelan yah”, kataku memegangi kepala Desi. Lalu crot... croott.. .crot 3 kali kontolku menembakkan pejuh kedalam mulut Desi lalu Siska mendekati Desi. <br />“Des, bagi dong aku mau nih”, katanya lalu mencium bibir Desi dan berebut air pejuhku. Aku istirahat sebentar karena kelelahan. <br />“Ndra, aku mau dong kaya yang ada di BF itu”, katanya. <br />“Gimana?”, tanyaku pura pura tidak mengerti. <br />“Itu lho yang cowok memasukkan tititnya (Desi menyebut kontol dengan titit) ke dalam tempik ceweknya”, katanya. <br />“Emang kamu mau?”, tanyaku. <br />“Iya aku pingin banget ngerasain kata kak Sinta (kakak Desi) enak banget kaya di surga”, katanya lagi. <br />“Iya deh, tapi kamu siap siap dong”, kataku sambil naik ke tubuh Desi dan mengangkangkan paha Desi kaya Siska tadi lalu menarik tempik Desi ke kanan dan kekiri. <br />“Des, bantuin dong, masukin kontolku gih”, kataku. Lalu Desi memegang kontolku dan menempelkanya ke tempiknya. <br />Aku lalu mendorong kontolku... bleeshhh.. kepala kontolku masuk duluan. <br />“Akhh... Ndra emhh enak”, kata Desi berbeda dengan Siska yang kesakitan saat aku masukin kontolku. Tangannya mendorong pantatku agar kontolku lebih memasuki tempiknya dan slleeeeepp... kontolku pelahan lahan memasuki tempiknya tapi anehnya Desi malah keenakan nggak kesakitan. <br />“Shhh... terusin Ndraa enaaak”, katanya terus menekan pinggulku hingga kontolku kembali menyentuh selaput tipis seperti punya Siska. <br />“Tahan yah Des”, kataku. <br />“Udah Ndra, masukin cepetan aku tak tahan”, katanya kembali menekan pinggulku. Aku lalu menekan pinggulku kuat kuat dan... breet ada seperti kain tipis kembali terlewati kontolku. <br />“Akhhh shhh perriiih”, Desi baru berteriak kesakitan. <br />“Pelan dulu Ndra, tempikku perih”, katanya. Aku lalu mendiamkan kontolku di dalam tempik Desi dan menikmati jepitan jepitan tempik Desi pada kontolku. <br /><br />Aku melihat kearah Siska yang sedang masturbasi sambil mengangkat roknya keatas menggunakan HP 8250 milik Desi yang kecil dan mengeluar masukan HP itu. Aku merasa kasihan banget karena dia sudah terangsang banget lalu aku menyuruhnya berdiri menghadapkan tempiknya ke mukaku agar tempiknya dapat aku puaskan. Lalu aku menaik turunkan pinggulku pelahan lahan sambil menikmati remasan remasan tempik Desi. <br />“Shhh... akhhh... shhh... akkhhh”, desahan Desi keras keras membuat aku makin semangat menyetubuhinya. <br />“Shhh... Ndraa ukhh”, desahan Siska tak kalah indah sambil meremas kepalaku. Aku menggenjot tempik Desi dan sambil melumat tempik Siska sungguh pengalaman bersetubuhku yang indah dan baru pertama kali. Gerakan pinggulku dari perlahan menjadi semakin cepat dan semakin cepat hingga Desi memeluk pinggangku erat erat tanda Desi akan sampai dan... <br />“Shhh akkhhh surrr... suuurrr... suurr.. ssuuur”, Desi sampai untuk yang kedua kalinya. <br />Lalu aku mencabut kontolku dari tempik Desi dan membaringkan Siska di ranjangnya lalu kembali memasukan kontolku ke dalam tempik Siska dan menggenjotnya kuat kuat. <br />“Shhh... mhhh... sshhh.. akhhh”, desahan Siska. <br />“Mhhh... ahhh Siska, tempikmu nikmathh”, rintihanku menahan kenikmatan. <br />Lalu serr... serr.. serrr.. Siska telah sampai duluan. <br />Sleeep.. sleep.. clleeepp.. clleepp suara kocokan antara kontolku dan tempik Siska merdu. <br />“Ndra sudah yang aku capek, geli Yang, udah”, katanya tapi aku tak peduli dan terus menggerakan pinggulku kesetanan <br />“Ngggh... hhaaahhh... maahhh... geliiiiiiii”, desahan Siska malah membuat aku nggak sampai sampai. Sedangkan Desi hanya diam menonton saja sambil mengelus elus tempik dan payudaranya yang basah oleh keringat. <br /><br />Hingga akhirnya, ”Sis mhhh... yahhh... clep.. slleppp cllleeepp croot crot crot croot crroott”, aku sampai juga. <br />Ranjang Siska morat marit tidak karuan dan banyak bercak darah dan lendir putih disana sini berbau aneh. Bercak darah dari Desi dan Siska yang telah aku perawani. <br />Akhirnya kami bertiga tidur bersamaan dan tidak memakai baju sama sekali. Aku terbangun pada tengah malam karena udara terasa dingin banget dan menyenggol kaki Desi hingga terbangun. <br /><br />“Des, dingin yah”, kataku. <br />“Iya Ndra”, jawabnya. <br />“Des pakaian dalammu rusak biar besok aku ganti yah”, kataku sambil mengambil pakaian dalam Desi dan menyimpannya <br />“Iya deh, tapi besok aku gimana?”, tanyanya. <br />“Besok kamu nggak usah pakai dulu, terus aja pulang dan ganti baju, lagi pula punya Siska kan kekecilan karena kamu lebih besar dari Siska”, kataku. <br />“Tapi payudaraku kelihatan dong, ntar dilihatin Mamaku gimana”, katanya lalu mendekatiku dan duduk di sampingku. <br />“Besok kamu pakai aja jaketnya Siska biar payudaramu tertutup lalu kamu pakai celanamu itu, nggak bakalan kelihatan tempikmu kok, karena celanamu kan tebel”, kataku <br />“Oklah, Ndra sini aku mau liat titit kamu”, katanya lalu memegang kontolku. <br />“Kok bisa yah bikin puas orang padahal kan benda ini kecil”, katanya sambil menimang nimang kontolku dan aku hanya tiduran menciumi bibir Siska yang kecil mungil berwarna merah jambu itu. <br />“Iya dong kan itu burung dewa”, kataku sambil meremas payudara Siska yang menggelantung ke kanan karena tidur Siska ke arah kanan (aku mulai terangsang lagi karena kontolku dimainin lagi). <br />Lalu Desi kembali mengulum kontolku dan saat itu Siska terbangun karena remasanku terlalu keras <br />“Ndra, sakit”, katanya lalu bangun dan aku bangun juga. <br />“Desi, kamu keenakan dari tadi aku juga mau dong”, lalu Siska ikutan berebut ngemut kontolku. Saat itu rasanya seperti dijalari beribu semut dan dialiri listrik ribuan watt. <br />“Sudah kalau tak tahan masukin aja kontolku ke tempik kalian”, kataku lalu aku tiduran dan Siska naik ke selangkanganku dan menduduki kontolku hingga masuk semua dan bergerak semakin lama semakin cepat. Mereka bergantian memasukkan kontolku ke dalam tempiknya menjadikanku seperti mainan hingga mereka puas. <br /><br />Kami melakukan skandal ini hingga sekarang. Aku biasa bermain bertiga antara aku, Siska, Desi. Terkadang juga hanya aku dengan Desi, terkadang hanya aku dengan Siska, terkadang di rumah Siska terkadang di rumah Desi atau terkadang di rumahku. Kami melakukan semua itu tanpa bosan bosannya. <br /><br />Jika anda cewek, tante, ibu ibu kesepian yang butuh pelayanan saya silakan kontak saya lewat email saya (100% akan saya balas). Saya tidak membutuhkan uang tetapi membutuhkan kepuasan bersama jadi maaf saya bukan gigolo.<br /><br />TAMAT<br /><br />Sepanjang jalan kenangan<br /><br />Dengan kondisi badan yang cukup letih, kucoba konsentrasikan perhatian untuk mengendalikan mobil kecil biruku di keramaian jalan Tol Jagorawi. Masa liburan sekolah menyebabkan jalan bebas hambatan itu menjadi sangat ramai dan padat. Masih terbayang lambaian tangan istri dan ketiga anakku melepas kepergianku, pulang kembali ke Bandung dimana kami menetap. Aku yang tidak memperoleh cuti, terpaksa tidak dapat menemani mereka yang kusayangi, berlibur di kota tempat mertuaku tinggal. <br /><br />Lepas gerbang tol, kubelokkan mobil ke kiri, menuju Ciawi. Kondisi lalulintas yang masih cukup lancar walaupun padat beriringan, membuatku lega. 2-3 Jam lagi tentunya aku sudah sampai di rumah dan tidur dengan nyaman. <br /><br />Keadaan langsung berubah beberapa kilometer menjelang Cipayung. Lalulintas yang semula lancar, mendadak berhenti sama sekali. Jalan menuju Puncak dipenuhi kendaraan sampai 3 jalur, dan belum ada tanda-tanda akan bergerak. Sambil menggerutu dalam hati, kuperkeras suara radio di mobilku dengan harapan dapat mengusir rasa kantuk. <br /><br />Di pertigaan jalan menuju Taman Safari, mobilku terhalang Angkot yang berhenti seenaknya mencari penumpang. Bahkan supirnyapun tidak berada di belakang kemudi. Kutekan klakson berulang-ulang, sambil berusaha mencari celah untuk melepaskan mobilku dari keruwetan itu. Hampir berhasil ketika aku dikagetkan oleh suara klakson dari sebelah kanan. Kutahu pasti berasal dari Angkot yang berhenti itu. Kurang ajar, sudahlah menghalangi jalan, masih berani membunyikan klakson. Niatku untuk memaki seketika pudar setelah melihat senyum manis dari 2 orang gadis dalam Angkot tersebut. Sambil berulang-ulang menekan tombol klakson, mereka seperti berusaha untuk bertanya melalui gerakan jari dan tangan. Sadar telah berhasil menarik perhatianku, salah seorang dari mereka mengeluarkan kepalanya lewat jendela dan bertanya, <br />"Mau ke Cianjur ya Om. Boleh ikut?" <br />Sejenak aku bimbang antara membolehkan atau menolak. Beberapa pertanyaan lain juga berkelebat dalam pikiranku: Apakah mereka baik-baik? Akankah mereka merampokku? Akankah mereka menyusahkanku? selain pikiran-pikiran nakalku setiap melihat wanita. <br /><br />Akhirnya pikiran nakal dan jiwa petualangku yang menang. Kupinggirkan mobilku sambil menekan tombol Central Lock. Kedua gadis itupun masuk, sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman. Kamipun saling berkenalan dan bertukar nama. Yang seorang bernama Euis dan yang lain bernama Nyai. Mereka berdua tidaklah secantik kesan pertama saat melihatnya, tetapi cukup manis dan menarik. Keduanya masih mengenakan baju seragam SMEA dengan nama salah satu sekolah di Bogor yang tertulis jelas pada Badge di dada. Mereka terlihat masih sangat muda walaupun aku tidak terlalu yakin. Jaman sekarang ini, mudah saja mengubah penampilan dan menyamar untuk menjadi muda. Aku sempat memperhatikan tubuh mereka yang langsing dengan kedua payudara yang baru tumbuh. Pikiran-pikiran nakal langsung menari-nari dalam kepalaku, yang membuat kemaluanku perlahan membesar dan mengeras. Tentunya akan menjadi pengalaman yang menyenangkan bila dapat meniduri mereka berdua. Tapi bagaimana caranya? <br /><br />Perjalananku menjadi meriah dan ramai. Mereka berdua cerewet sekali, dengan logat asli Sunda yang masih kental. Dari cerita mereka, kutahu bahwa mereka bersekolah di Bogor dan pada saat liburan, mereka pulang ke orang tua mereka di Cianjur. Dasar pikiran kotor, sesekali kulontarkan kalimat-kalimat yang agak menjurus, yang dibalas dengan cubitan-cubitan. Pembicaraan semakin panas saat aku berhasil membuat mereka bercerita pengalaman masing-masing saat berpacaran. <br /><br />Euis, yang menurutku lebih manis dan seksi, baru saja putus dari pacarnya yang Mahasiswa, sedangkan Nyai masih berhubungan dengan kakak kelasnya. Diluar dugaan, Nyai ternyata sudah sering berhubungan seksual dengan pacarnya, sedangkan Euis baru sampai tahap "Heavy Petting". Tidak adanya pengawasan di tempat mereka Kost menyebabkan mereka bebas berbuat apa saja. Nyai kehilangan kegadisannya saat hubungan dengan pacarnya baru berjalan 2 bulan. Mereka sengaja bolos sekolah saat itu. Di kamar kost dimana Nyai tinggal, mereka berciuman, saling meraba, meremas, sampai telanjang bulat dan hilang kendali. Hilanglah pula selaput daranya. Nyai bercerita dengan enteng dan terkesan tanpa perasaan bersalah atau menyesal. Dari cara duduknya yang gelisah, aku tahu kalau Euis yang kebetulan berada di bangku depan terpengaruh oleh cerita Nyai. Kupegang tangannya sambil kogoda, <br />"Kenapa? Pengen ya?" <br />Sambil tersipu-sipu dan berusaha menyangkal, Euis mencubiti aku di beberapa bagian badanku. Kutangkap tangannya dan berkata, <br />"Awas lho, kalo sampai kena 'itu' bisa bahaya." <br />"Itu apa?" tanyanya sambil terus mencubit. Pikiranku semakin kacau. <br /><br />Di kota Cibadak, kubelokkan mobilku ke sebuah rumah makan. Turun dari mobil, kugandeng keduanya, tidak bereaksi. Kurangkul mereka berdua, tidak keberatan. Beberapa pasang mata pengunjung yang melihat kami dengan terheran-heran, tidak kami indahkan. Kami sepakat untuk memesan Sate Kambing sebagai makan malam. Sambil menunggu pesanan datang, kugoda mereka, <br />"Awas lho, abis makan Sate Kambing biasanya pengen nanduk." <br />Mereka tertawa sambil kembali mencubit. Pikiranku terus mencari jalan, bagaimana caranya membawa mereka berdua ke tempat tidur. Jalan ke arah sana kelihatannya sudah agak terbuka, tapi bagaimana kalau mereka menolak? Lalu kabur? Lalu melaporkanku pada pihak berwajib? Bisa runyam. Ini adalah satu cara untuk membuktikan cerita teman-temanku tentang gadis-gadis dari kota tempat asal mereka yang katanya "agak nakal". Kuhabiskan makanku dengan cepat, lalu kugoda mereka. Kugelitik pinggang mereka, kuelus leher mereka, seakan tidak sengaja, kusenggol payudara mereka, dan kuletakkan kedua tanganku di kedua paha yang ada di kanan kiri tempatku duduk. Walau mereka berusaha mengelak, tapi tidak terlihat keberatan atau marah. Mereka tertawa sambil tersipu-sipu dan kadang membalas. Membuat pikiranku semakin tidak menentu. <br /><br />Kembali ke lalu lintas jalan, aku terus berpikir. Kota Cianjur semakin dekat, tapi belum juga ketemu akal yang jitu, bagaimana ini? Dikejauhan terlihat Papan Penunjuk Arah. Terus, ke Cianjur Kota dan Bandung, kiri Mega Medung. Tiba-tiba muncul ide di kepalaku. Kutanya mereka, <br />"Mega Mendung itu apa? Perkebunan? Sebelah mana Pelabuhan Ratu?" <br />Walaupun aku tahu persis bahwa itu adalah daerah tujuan wisata yang berhawa dingin dan tidak ada hubungannya dengan Pelabuhan Ratu. Mereka berlomba menjelaskan bahwa itu adalah daerah wisata, tempat rekreasi, tempat anak muda Cianjur pacaran, dan lain sebagainya. Dengan nekad aku bertanya, <br />"Gimana kalau kita ke sana sebentar? Aku penasaran ingin tahu." <br />Tanpa kuduga, mereka tidak keberatan, bahkan terkesan senang. Waktu sudah menunjukkan pukul 22:30. Yess... kelihatannya niatku tercapai. <br /><br />Segera kubelokkan mobilku ke kiri, lalu kuikuti liku-liku jalan menuju ke tempat itu. Perlahan mulai terlihat beberapa penginapan di kiri kanan jalan. Aku masih khawatir, kalau kubelokkan mobilku masuk ke salah satunya, akankah kedua gadisku ini akan protes? <br /><br />Saat kulihat penginapan yang agak terpisah dari yang lain, nekad kubelokkan mobilku memasuki halamannya. <br />"Kita istirahat dulu ya, capek," kataku sambil keluar dari mobil menuju ruang Receptionis. <br />Setelah membereskan administrasi dan langsung membayar penuh, aku kembali ke mobil sambil membawa kunci kamar. Penginapan ini memungkinkan mobil parkir pas di depan pintu. Kuparkir mobilku, kupastikan semuanya aman, lalu kamipun turun. Kuperhatikan muka mereka, agak kikuk tetapi tetap tidak terlihat menolak. Langkahku tinggal sedikit lagi. <br /><br />Kamar yang kami masuki cukup besar. Ini adalah kamar termahal di penginapan ini. Terdiri dari 2 tempat tidur berukuran nomor 2, ada TV 21 Inchi, ada kamar mandi dengan air panas, tetapi tanpa AC. Bisa dimaklumi karena udara sekeliling sudah sangat dingin. Kukatakan pada mereka, bahwa mereka berdua tidur di satu tempat tidur, sedang aku di tempat yang lain. <br />"Jangan saling mengganggu ya," kataku pada mereka. <br />Kubuka tasku, kuambil perlengkapan mandi, dan juga piyama. Istriku tidak pernah lupa untuk menyiapkan segalanya. Istriku? Aku adalah pria beristri, lalu, apa yang kukerjakan di kamar ini? Bersama dengan gadis-gadis lain ? Tapi setan nafsu ternyata lebih kuat. Akupun mandi dengan gejolak dan birahi yang sangat tinggi. Kemaluanku mengacung besar dan keras, ingin diremas, dihisap, lalu masuk ke rongga empuk yang basah dan hangat. Ach, pasti sangat menyenangkan. Kubersihkan dan kusegarkan seluruh tubuhku dengan air hangat. Selesai berhanduk, kusapukan pewangi yang menurutku baunya sangat maskulin ke sekujur tubuhku, termasuk di sekitar kemaluanku. <br /><br />Tanpa mengenakan pakaian atasan, akupun keluar kamar mandi sambil mengeringkan kepalaku yang berambut cepak dengan handuk. Kubiarkan kedua gadisku melihat otot dan dadaku yang lumayan kekar dan bidang, walaupun tidak dilatih. Dengan sudut mata, kulihat bahwa kedua gadisku terpesona melihat pemandangan yang kusodorkan. Sambil pura-pura protes, kutegur mereka, <br />"Heh!! Bengong aja. Udah sana mandi! Pakai bajuku nich, daripada terus-terusan pakai seragam itu. Kotor khan?" <br />Kulemparkan pada mereka 2 buah Sweater, yang berbentuk leher V. Aku membayangkan, dengan baju hangatku yang pasti kebesaran untuk mereka, dada beserta garis payudara pasti akan terlihat menggemaskan. Seperti terkaget, mereka melompat dari tempat tidur menuju kamar mandi. <br />"Hey, masak mandi berdua?" teriakku, yang tidak diindahkan oleh mereka. <br />Kuhidupkan TV, lalu kubaringkan tubuhku di tempat tidur sambil membayangkan 2 tubuh telanjang yang sedang berlumuran sabun di dalam sana. Kemaluan ku pun semakin besar, keras dan berdenyut-denyut. <br /><br />Aku hampir tertidur saat mereka keluar dari kamar mandi, sambil menenteng seragam masing-masing di tangan. Sempat kulihat bahwa mereka berdua tidak lagi menggunakan BH, tapi mungkin masih menggunakan celana dalam. Sayang sekali. Pasti baunya akan menempel kembali ke kemaluan mereka masing-masing. Setelah menggantungkan baju seragam di lemari, mereka naik ke tempat tidur, masuk ke bawah selimut. Muka-muka kedua gadis muda yang sudah bersih dan segar semakin merangsang. Aku harus berhasil meniduri mereka malam ini, tekadku dalam hati. <br /><br />Aku dan mereka sama-sama diam, sambil menatap TV walaupun aku yakin, pikiran mereka sama dengan pikiranku, tidak tertuju ke tayangan Angin Malam. Suasana di luar sangat sepi, membuat suasana semakin sunyi. Detak jantungku semakin keras, pikiranku semakin tidak menentu, sementara kemaluanku semakin mengeras, besar dan berdenyut. Aku masih khawatir. Akankah mereka teriak? Akankah mereka melawan? Ach, kalau tidak dicoba, bagaimana bisa tau? Kulemparkan bantal ke arah mereka, sambil berkata, <br />"Hey, koq pada diem?" <br />"Abisnya harus ngapain?" tanya mereka. <br />Sambil kurentangkan tangan, aku berkata dengan sedikit nekad, <br />"Mending ke sini yuk, biar anget."<br />Tanpa kusangka, mereka berhamburan naik ke tempat tidurku. Euis di samping kiri, Nyai di samping kanan. Keduanya langsung kurangkul, masuk ke dalam pelukanku. Perlahan tanganku mengelus rambut mereka yang basah (rupanya mereka keramas tadi di dalam), turun ke telinga, leher, tangan, dan dengan sangat perlahan, tanganku yang sudah sangat berpengalaman ini mengarah ke payudara. Sentuhan perlahan dan hati-hati, perlahan menuju ke puncak, ke tonjolan yang semakin lama semakin keras. Kujepit dengan kedua jariku sambil kupelintir perlahan. Desahan mulai terdengar dari mulut kedua gadisku ini. Kulihat mata mereka terpejam, dengan bibir mungil yang terbuka sedikit, membuatku semakin terangsang. Kucium kening Euis, perlahan turun ke mata, hidung, sampai ke bibirnya. Mulutnya yang wangi pasta gigiku itu kemudian kuciumi. Dengan perlahan dan hati-hati, kutelusuri bibir dan giginya dengan lidahku, lalu kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya. <br /><br />Dia semakin mendesah dan menggelinjang. Kedua tangannya memelukku erat. Sementara itu, Nyai kutarik dan kusandarkan kepalanya ke dadaku. Kuelus rambutnya, belakang lehernya, dan belakang telinganya. Tangannya yang bebas mengelus dadaku, turun ke kedua putting dadaku, lebih turun lagi, dan dengan berani menyelusup ke bawah karet celana piyamaku. Aku sengaja tidak memakai celana dalam, supaya praktis pikirku. Berani sekali dia. Elusan tangannya yang halus di permukaan batang kemaluanku, membuatku semakin bernafsu. Kepalanya yang menghadap ke bawah perlahan turun. Diturunkannya celana piyamaku, dan perlahan diciumnya kepala batang kemaluanku. Dijilatnya perlahan, kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya yang kecil. Gesekan naik turun membuatku terpaksa mengangkat pinggangku ke atas. Dan itu dipergunakan Nyai untuk melepaskan celanaku sama sekali. Batang kemaluanku mengacung gagah, bebas lepas. Kuhentikan ciumanku, lalu kubuka Sweater yang dikenakan Euis. Hal yang sama kulakukan juga pada Nyai, sebelum aku sendiri membuka piyama atasku. Aku sudah telanjang bulat sekarang, sedangkan mereka berdua masih bercelana dalam. Tidak salah dugaanku. <br /><br />Kurebahkan Euis, kemudian dengan rakus kukulum putting payudaranya yang belum terlalu besar. Kugigit perlahan, kutarik dan kuhisap kuat, membuat Euis sedikit berteriak. Sementara Nyai masih saja sibuk mengulum kemaluanku di bawah. Nafsuku sudah tidak tertahankan. Kubuka celana dalam Euis, lalu kujilati klitorisnya. Bulu kemaluannya masih sangat jarang. Kugelitik klitorisnya dengan jari tengahku, dan perlahan kucoba untuk menusukkan jariku itu ke dalam kemaluannya. Euis menghindar, dan berkata pelahan, <br />"Jangan Kang." <br />Dia benar-benar masih perawan karena jariku tidak bisa masuk, terhalang oleh otot-otot dinding vaginanya yang terkatup tegang, mungkin karena Euis merasa tidak "nyaman". Euis mendesah tidak karuan, kemudian mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sebelum terhempas diam. Dia sudah sampai di puncak kenikmatannya. <br /><br />Kutinggalkan Euis telentang diam, kuserang Nyai. Kutelentangkan dia, kutarik celana dalamnya kemudian kujilati kemaluannya. Kepalanya mendongak karena berada di ujung bawah tempat tidur, sedang tangannya sibuk meremas-remas kepalaku yang cepak. Kumasukkan jari tengahku, bisa masuk. Kubengkokkan dan kutelusuri bagian atas kewanitaannya. Aku mencari daerah yang menurut istriku sangat nikmat bila disentuh. Kulihat gerakan perutnya semakin cepat, tanda bahwa titik itu sudah ditemukan. Kujilati klitorisnya sambil jari tengahku menekan-nekan bagian atas kewanitaannya yang hangat, basah dan lembut. Gerakannya semakin liar, semakin liar, sambil mulutnya mendesah kuat. Kuhentikan kegiatanku, lalu kudaki tubuhnya perlahan-lahan. Nyai membuka matanya, terlihat agak kecewa. Tapi itu tidak lama, karena segera kucium bibirnya, dan kutelusuri mulutnya dengan lidahku. <br /><br />Sementara itu, tanganku membimbing kemaluanku menuju liang kewanitaannya. Kugosok-gosokkan kepala kemaluanku ke klitorisnya, kemudian perlahan dan hati-hati kudorong masuk. Kuku jari Nyai yang agak panjang menancap kuat di punggungku, dan kulihat mukanya meringis seperti menahan sakit. Batang besar dan keras itu sedang berusaha menguak lubang kecil dan sempit, yang sudah sangat basah. Baru masuk tiga perempat, mata Nyai mendelik ke atas, sambil mulutnya mengeluh keras, <br />"Aaaaaaccchhhh..." <br />Rupanya lubang kewanitaannya tidak cukup dalam untuk menerima kemaluanku. Kalau kupaksakan, tentu akan menimbulkan kesakitan yang amat sangat. <br /><br />Jadi kubiarkan sejenak agar otot-otot vaginanya terbiasa, sebelum kegerakkan naik turun. Setiap kali tertancap, Nyai mengeluh keras, <br />"Aaaaccchhh..." <br />Aku tidak tahu pasti, apakah itu karena kesakitan atau menahan kenikmatan. Kemaluanku serasa dipijat dan dicengkeram karena sempitnya. Seluruh permukaan batang menggesek dinding gadis muda itu. Lima menit kami bertempur, membuat tubuh mungilnya basah oleh keringat. Kepalanya semakin liar menggeleng kekiri dan kekanan, sambil kukunya mencakar kasar punggungku. Aku yakin pasti menimbulkan luka. Mudah-mudahan bisa sembuh sebelum ketahuan oleh istriku nanti. Dalam keadaan seperti itu, masih sempat aku teringat akan istriku. <br /><br />Nyai menggelepar kapayahan setelah melepas puncak kenikmatannya, kemudian telentang pasrah menerima terjangan dan tusukan yang semakin lama semakin cepat. Semakin cepat... semakin cepat... semakin cepat, dan dengan denyutan yang keras berirama, kemaluanku memuntahkan lahar putih kental yang banyak, ke atas perutnya. Pikiran jernihku masih bisa menahan untuk tidak ejakulasi di dalam. Akupun ambruk menimpa tubuh Nyai. Kukecup mulut mungilnya sambil berucap, <br />"Terima kasih Nyai, kamu hebat sekali." <br />Dia tersenyum, menarik kepalaku, menciumku lalu berujar, <br />"Ampun Kang, Nyai nggak kuat. Terima Kasih juga." <br /><br />Aku bangkit berdiri, masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Satu kebiasaan yang selalu kulakukan setiap kali selesai bersetubuh. Kubersihkan kemaluanku yang masih basah oleh lendir. Kepalanya yang merah keunguan, sudah mulai mengecil. Nafsu birahiku sudah lepas seiring dengan lepasnya sperma. Kepalaku serasa enteng, dan mulai bisa berpikir jernih, dan mulai lagi berandai-andai. Pikiran Negatif selalu ada, dan itulah yang mungkin membuatku selalu selamat dalam petualanganku selama ini. <br /><br />Kembali ke kamar tidur, kulihat keduanya sudah masuk ke bawah selimut. Aku masuk ke antara mereka berdua, kemudian kucium bibir mereka bergantian. Akhirnya berhasil juga aku membawa kalian ke tempat tidur, senyumku dalam hati. <br /><br />Ternyata ketenanganku hanya bertahan sebentar. Pikiranku langsung tergoda pada Euis yang masih perawan. Aku terbayang nikmatnya pengalaman menembus selaput dara seorang gadis. Sampai saat ini, sudah 4 gadis yang berhasil kuperawani, termasuk istriku. Aku memang keterlaluan. Batang kemaluanku kembali mengeras, besar dan berdenyut. Perlahan kugeser badanku menyamping mengadap Euis. Gadis manis yang seksi ini tengah tertidur dalam damai, sampai tidak sadar kalau tubuh telanjangnya sudah terbuka dari lindungan selimut. Kuperhatikan, payudaranya yang baru tumbuh. Pinggangnya yang ramping dan seksi, bulu kemaluannya yang baru tumbuh sedikit, dan kewanitaannya yang masih sangat rapat. Aku harus mencobanya, tekadku dalam hati. <br /><br />Perlahan kuelus lembut rambutnya, kemudian kuciumi keningnya, matanya, hidungnya, lalu sampai ke bibirnya. Perlahan kusapu bibir mungilnya yang merekah merah itu dengan lidahku. Terdengar desahan dari mulutnya. Rupanya dia terbangun karena aktifitasku ini. Kulumat mulutnya, yang mendapat perlawanan setimpal darinya. Tangannya yang satu mengelus dadaku, perlahan turun ke bawah. Berani juga anak ini, mungkin belum tau apa akibat yang akan ditimbulkannya. Tangan kiriku mengelus dadanya, kemudian meremas payudaranya. Desahannya semakin kuat. Kipindahkan mulutku perlahan ke dadanya, kemudian kuhisap kuat payudaranya sambil kupelintir putingnya dengan lidahku. Kepalanya mendongak ke atas menahan nikmat. <br /><br />Kutindih tubuh mungilnya, lalu perlahan kutelusuri tubuhnya ke arah bawah. Pusarnya kujilat membuat Euis menggelinjang kegelian. Kuteruskan penelusuranku semakin ke bawah, sampai ke kemaluannya yang sudah kembali basah. Kujilat klitorisnya yang menonjol keras, membuat kepalanya bergerak liar ke kiri ke kanan. Tidak mau rugi, akupun mengubah posisi hingga mulutnya bisa bermain di kemaluanku. Tapi rupanya dia belum terbiasa, hingga diam saja. Kuantar dia sampai ke puncak kenikmatannya yang pertama, yang membuat Euis memelukku dengan kuat dan berbisik, <br />"Nikmat sekali kang." <br />Merasa mendapat "angin", kubisikkan ketelinganya, <br />"Euis sayang, boleh dimasukkan?" <br />Dia menatapku lekat-lekat, membuatku ragu. Tapi dengan tidak ada reaksi lainnya, dalam hati kuyakinkan bahwa dia tidak menolak (walaupun tidak mengiyakan). <br /><br />Akupun kembali bergerilya dengan mulutku, mulai kedua payudara, sampai ke kemaluannya. Kubuat ia hampir sampai puncak selanjutnya, sebelum kuhentikan. Itu adalah satu rahasia kecil untuk membuat seorang wanita ketagihan dan mau menyerahkan segalanya. Saat hampir sampai, hentikan. Seakan dia akan memelas dan mau berbuat apapun agar kita memuaskannya. Kucium bibirnya sambil salah satu tanganku membimbing batang kemaluanku menuju ke liang senggamanya. Euis menatapku lekat-lekat, tetapi tidak berkata apa-apa. Perlahan kudorong, memasukinya. Baru kepalanya, kepala Euis sudah mendongak ke atas, dan mukanya menampakkan kesakitan. Ditembus saja sudah sakit, apalagi dengan batang sebesar itu. <br /><br />Aku tidak menyerah, perlahan tapi pasti kudorong batang kemaluanku memasukinya. Euis menggigit bibirnya keras, mungkin supaya tidak berteriak. Perlahan tapi pasti, selaput itupun terkuak. Kenikmatan tiada tara kurasakan saat penghalang itu tertembus. Butir air mata terlihat di kedua sudut mata gadisku ini, menandakan kesakitan yang amat sangat. Tiga perempat sudah batang besar dan keras itu masuk, hampir jebol pertahananku karena sempit dan nikmatnya kemaluan Euis. Kuhentikan beberapa saat, sebelum kupompa naik turun. Aku yakin, Euis pasti tidak bisa menikmatinya karena belum terbiasa. Dia hanya telentang pasrah menerima genjotanku. <br /><br />Akupun tiba-tiba punya ide yang lebih gila, aku ingin ejakulasi di mulutnya. Ide itu membuatku cepat sampai ke puncak. Dan sebelum sempat memuntahkan lahar, kukeluarkan lalu kumasukkan ke dalam mulut mungilnya yang terbuka. Dia kaget, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Tidak lama, akupun memuntahkan cairan kental dan putih itu dalam mulutnya, yang segera dimuntahkannya ke lantai. Segera kupeluk Euis yang menangis terisak-isak, sambil kuciumi dan kuusap ubun-ubun kepalanya. Seprai merah jambu yang berantakan bernoda darah yang lumayan banyak. <br />"Terima Kasih Euis," kataku. <br />Dia diam saja, tapi balas memelukku erat. Sementara Nyai tetap tertidur lelap kelelahan. Dari mukanya terlihat kepuasan yang amat sangat. Malam itu, aku menyetubuhi Euis sekali lagi, sebelum kami berdua tidur berpelukan sampai pagi. Dalam pergumulan yang kedua ini, Euis tidak lagi terlihat kesakitan, walau kurasa, dia belum bisa menikmatinya. <br /><br />Esok harinya, kami baru terbangun saat matahari sudah tinggi. Kupeluk kedua gadisku sambil kutanyakan, <br />"Mau lagi?" <br />Euis menggeleng pelan, sedangkan Nyai menjawab ingin, hanya harus pulang. Ya sudah, setelah masing-masing mandi membersihkan diri, kamipun meninggalkan penginapan itu. Pada saat kedua gadisku mandi, diam-diam kusisipkan lima lembar seratus ribuan ke dalam masing-masing tas sekolahnya. Aku sudah membayangkan bagaimana komentar Room Boy-nya saat melihat tempat tidur berantakan dan bernoda darah. Setelah mengantarkan mereka ke rumah orang tua masing-masing, kupacu mobil biru kecilku menuju ke Bandung. <br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-65971204130864811342009-12-25T21:49:00.000-08:002009-12-25T21:50:01.444-08:00Saudara kembarPerkenalkan namaku Irvan, sekarang berumur 21 thn. Wajahku sebenarnya sih biasa-biasa saja bisa dibilang cukup pendek malah tetapi mungkin aku sudah punya bakat alam untuk merayu cewek, mungkin ini juga salah satu pengaruh karakterku yang cenderung sanguinis, mudah bergaul. Pegalaman seksku tidak bisa dibilang banyak, cuma pernah bercinta dengan mantan pacarku aja. Kali ini aku mau bercerita salah satu pengalaman seksku dengan 2 kakak seniorku di perguruan tinggi.<br /><br />Ceritanya bermula ketika aku mulai masuk perguruan tinggi pada saat OSPEK. Waktu itu salah satu senior yang menjadi mentorku adalah seorang cewek cantik, bentuk tubuhnya indah sekali, rambutnya panjang dan dikuncir di belakang. Orangnya sering memakai baju yang agak ketat jadi bentuk tubuhnya yang indah itu dapat kulihat, ingin rasanya tenggelam dalam pelukannya.<br /><br />Diam-diam sewaktu dia pulang aku ikuti dia dari belakang biar tahu di mana rumahnya. Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah kostku, dan yang membuat aku lebih kaget adalah yang membukakan pintu itu seorang cewek yang wajahnya juga mirip dengan dia, bentu tubuhnya juga sama-sama bagus, yang membedakan hanya model rambutnya, cewek yang membukakan pintu itu rambutnya hanya sebahu lebih dan tidak dikuncir, aku pikir mereka ini pasti saudara kembar.<br /><br />Besok adalah hari terakhir OSPEK, aku sengaja meminta tanda tangan pada dia sambil sekalian berkenalan dengannya. Sesudah dia memberi tanda tangan, kutanya namanya, dia bernama Susanti, dan tidak lupa kutanya dia "Eh, omong-omong kemarin aku lagi lewat rumahmu, aku juga nggak sengaja ngeliat satu cewek yang ngebukain pintu buat lu, wajahnya kok mirip denganmu sih, punya saudara kembar ya, tapi kok sekarang orangnya nggak keliatan sih?".<br />"Ooo, jadi kamu juga udah melihat si Susanna nih, wah nggak seru nih.., lu jadi nggak ketipu dong kalo aku kibulin..!.<br /><br />Kami pun bercanda dan ngobrol. Sejak saat itu kami pun mulai akrab, aku juga sudah mengenal kembarannya yang bernama Susanna yang lebih tua beberapa menit dari Susanti. Mereka lebih tua 1 tahun dariku dan 2 angkatan di atasku. Aku sering pergi ke rumah mereka yang kebetulan tidak terlalu jauh dari kampus. Aku merasa ada sedikit hati pada Susanti karena kalau sedang ngobrol lebih klop rasanya. Mereka pun sering ke kostku dan aku kenalkan kepada teman kost yang lain.<br /><br />Setelah beberapa bulan kira-kira jam 3 siang mereka datang ke kostku. Mereka bilang mau meminjam komputer buat ngetik, soalnya komputer di rumah mereka sedang rusak katanya. Aku pun mempersilakan mereka masuk ke kamarku yang juga ruang kerjaku. Sementara Susanti sibuk mengetik, aku ngobrol dengan Susanna, ternyata Susanna agak genit, obrolannya kadang-kadang suka nyerempet ke arah seks segala, beda dari adiknya yang sedikit tenang. Dia juga sibuk melihat majalah-majalahku.<br />"Wah, nggak seru nih kok majalah komputer sama sport semua nih", katanya.<br />Tanpa kusadari dia menemukan VCD blue yang aku sembunyikan antara halaman majalah.<br />"Wah ketahuan nih, bandel yah, sembunyiin barang kayak ginian".<br />Wajahku agak malu apalagi saat tertangkap basah di depan Susanti yang aku suka itu. Sebenarnya itu film lama dan aku juga sudah bosan nontonnya, makannya aku sembunyikan saja di sembarang tempat.<br /><br />"Wah boleh juga nih", kata Susanna, "Aku juga udah lama nggak ngeliat lagi yang kayak gini, stel dong Van, boleh kan?".<br />"Wah, itu kan si Santi lagi sibuk, komputernya lagi dipake tuh".<br />"Ini bentar lagi selesai kok tinggal di save aja nih", jawab Susanti.<br />Aku agak heran mendengar jawaban Susanti, "Wah, ini kan film nggak baik Ti, masa lu mau liat juga nih", jawabku.<br />"Aku belum pernah liat tuh, sekali-kali kan aku juga pengen tau kayak apa sih film yang bisa bikin laki-laki tergila-gila tuh, ya nggak Van".<br />Tidak lama kemudian Susanti berkata, "Udah nih Van, udah aku save lagi, mana dong janjinya, stel dong VCD-nya. Mumpung masih belum terlalu malem nih".<br />"Iya, kita cewek juga boleh dong ngeliat, bukan cowok aja dong, kan emansipasi nih", Susanna menambahkan.<br /><br />Akhirnya aku terpaksa mengalah setelah didesak mereka berdua dan menyetel VCD porno itu dan kami menontonnya. Kami duduk di ranjang saat menonton, aku duduk di sebelah Susanti dan Susanna di sebelah Susanti. Dalam film itu terlihat adegan seorang pria sedang menyetubuhi 2 orang wanita secara bergantian, adegan itu membuat nafsu seksku bangkit, ditambah lagi ada 2 cewek cantik di sini dan mereka berdua juga kelihatannya cukup terangsang juga.<br /><br />Aku mulai memberanikan diri menggenggam tangan Susanti dan dia juga tidak menunjukkan reaksi menolak, tanganku mulai usil meraba pahanya yang pada saat itu cuma memakai celana pendek. Kemudian aku berkata pada Susanti, "Gimana Ti, filmnya bagus nggak?", dia hanya mengangguk menjawab pertanyaanku.<br />Entah apa yang merasukiku saat itu tahu-tahu tanganku sudah mulai menyelinap ke bawah baju kaosnya dan meraba punggungnya yang halus lalu membuka tali BH-nya. Setelah itu tanganku mulai meraba payudaranya yang indah, dan saat itu dia mendesah, "Aaahh!".<br /><br />Susanna yang melihat kami berdua sedang diam-diam asyik langsung berkata, "Loh, kok mainnya cuma berdua aja sih, nggak ngajak-ngajak nih!".<br />Selesai berkata demikian dia langsung pindah tepat duduk ke sebelah kiriku, jadi sekarang aku dalam posisi diapit 2 orang wanita.<br />"Wah kaya surga aja nih", kata aku dalam hati.<br />Aku lalu berkata pada Susanti yang saat itu juga sudah tidak bisa mengendaikan dirinya.<br />"Aku buka aja yah bajunya, Ti, biar lebih nyaman".<br />Setelah dia mengijinkan, akupun langsung membantunnya untuk membukakan bajunya, sementara itu Susanna membantuku membuka celanaku. Aku semakin nafsu begitu melihat bentuk tubuh Susanti yang sudah polos pada saat itu, ditambah lagi Susanna juga membuka bajunya setelah dia membuka celana dalamku, kini kami bertiga sudah dalam keadaan telanjang bulat.<br /><br />Susanti duduk di sebelahku dan kuraba payudaranya sambil beradu lidah dengannya, sementara Susanna duduk berlutut di antara kedua kakiku sambil mengemut dan menjilati adikku. Kepalaku sudah turun ke payudara Susanti dan kujilati putingnya yang indah berwarna merah muda itu dan tanganku yang satunya lagi meraba-raba kemaluannya yang berbulu lebat dan sudah mulai basah. Susanti yang pada saat itu sedang mabuk kepayang oleh nafsunya mendesah sambil berkata, "Uhh, terus Van, terusiin, udah mau keluar nih.., Ahh.!".<br />Lalu Susanna berkata, "Cepetan Van, kalo Santi udah puas aku juga mau digituin nih".<br />Setelah berkata begitu, dia meneruskan menjilati penisku.<br /><br />Setelah beberapa saat aku mempermainkan klistoris Susanti, aku mulai merasakan keluar cairan hangat dari sana, dan Susanti mendesah panjang sambil memeluk erat badanku. Disaat yang sama pula aku mencapai kepuasan karena penisku dikulum Susanna. Spermaku muncrat membasahi muka Susanna, dan dia menelan spermaku yang masih tersisa, Susanti juga berlutut ikut menjilati spermaku yang masih belepotan di penisku.<br /><br />Tiba-tiba kudengar pintu kamarku dibuka dari luar, dan yang masuk adalah Andry, teman kostku yang juga teman sekamarku. Deg, aku kaget sekali, pada saat itu bagai disambar petir. Aku baru sadar kalau Andry juga ternyata memegang kunci kamar ini dan yang lebih tolol lagi adalah grendel pintu lupa kukunci. Begitu dia masuk aku langsung mengambil bantal menutupi penisku. Si kembar juga kaget dan mengambil pakaian mereka menutupi bagian terlarang mereka, untung pada saat itu mereka cuma sedang menjilat penisku, kalau sedang mengemut kan gawat, bisa tergigit penisku.<br /><br />Andry yang baru masuk menutup pintu lagi dan terdiam beberapa detik sambil memandangi kami yang hanya tertutupi oleh barang seadanya.<br />"Kalian lagi ngapain? kok nggak ngajak-ngajak sih?". Belum sempat ada yang menjawab dia sudah mendekati Susana dan mengambil tissue membersihkan cipratan maniku di wajahnya. Dan Sussana pun tanpa diperintah langsung membukakan baju Andry. Melihat itu rasa kagetku pun mulai pulih kembali, aku menarik Susanti duduk di pangkuanku berhadap-hadapan, dan kumasukkan penisku ke dalam vaginanya, ternyata Susanti masih perawan, terbukti ketika kumasukkan penisku agak sulit, akhirnya dengan sepenuh tenaga berhasil juga, dan kudengar juga suara sobekan selaput daranya disertai sedikit darahnya.<br /><br />Lalu kugenjot tubuhnya dalam pangkuanku, aku semakin horny saat melihat payudaranya yang bergoyang naik turun, kumainkan kedua benda itu, lalu kubuka juga kuncir rabutnya sehingga rambutnya tergerai panjang, membuatnya bertambah seksi. Penampilannya mengingatkanku pada foto model bugil Jepang, Chisato Kawamura. Waktu itu kulihat juga Andy sedang melakukan anal seks dengan Susanna. Ternyata Andry adalah orang yang suka bermain seks secara kasar. Kulihat dia, sambil menggenjot Susanna, tangannya menjambak rambutnya dan tangan satunya lagi meremas-remas payudaranya.<br /><br />Setelah Andry puas dengan Susanna, dia minta untuk berganti pasangan denganku. Aku sebenarnya agak keberatan soalnya Susanti itu kan gadis yang aku sukai, tapi kulihat Susanti mengangguk menandakan dia setuju, "Nggak pa-pa kok Van, ini kan cuma permainan aja, boleh ya". Kupikir-pikir ya benar juga, akhirnya aku juga setuju. Susanti pun meninggalkanku dan menuju ke Andry, aku berjalan ke arah Susanna, dan membaringkannnya telentang di ranjangku dan kumasukkan adikku ke dalam vaginanya. Dia kelihatannya sangat menikmati permainan ini, dan kutahu bahwa Susanna sudah tidak perawan, tapi vaginanya masih kencang, sepertinya jarang dipakai. Pantas aja dia kelihatannya lebih berpengalaman saat oral seks sebelumnya tadi, selain itu juga sifatnya lebih agresif. Tapi mereka berdua memang sama-sama enak rasanya kok. Aku agak cemburu saat melihat Susanti dijilat-jilati tubuhnya oleh Andry dan sesudahnya disetubuhi olehnya.<br /><br />Singkat cerita akhirnya kami berempat bermain sampai puas, si kembar akhirnya terbaring lemas bermandikan keringat dan air sperma, aku dan Andry pun sudah merasa puas dan cukup lelah. Kira-kira jam 6 sore si kembar pamit pulang, setelah sebelumnya beres-beres dan membersihkan diri dulu. Mereka tidak mandi di sini karena takut kelihatan penghuni kost lain. Jangan-jangan mereka jadi curiga, kan bakal runyam deh jadinya. Sekarang mereka sudah lulus dan Susanti sudah pergi ke luar negri mengambil S2, yang masih tinggal cuma Susana yang sudah mempunyai pacar. Aku sendiri pun sudah mempunyai pacar sendiri.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-89234691769682913562009-12-25T21:48:00.000-08:002009-12-25T21:49:11.236-08:00Santi dan WatiSebelum memulai ceritaku, aku ingin berterimakasih karena cerita yang berjudul "Santi" ditampilkan di situs 17thn ini. <br /><br />Selanjutnya ingin kuceritakan pengalamanku yang kedua bersama dengan Santi dan temannya yang bernama Wati. Sebagai gambaran Wati ini adalah seorang wanita yang pendiam dan sangat sopan. Ok, akan kumulai cerita dimana aku berkenalan dengan Wati. <br /><br />Sesudah aku dan Santi bersetubuh di WC dekat warnetnya (baca cerita Santi) maka kuputuskan untuk menemaninya sebentar, sehingga terpaksa aku harus memasuki warnet XXX tersebut. Dan kami berdua disambut oleh senyum dari Wati, karena aku belum kenal dengannya maka aku pun berinisiatif memperkenalkan diri. <br /><br />"Donny", sambil kuhampiri Wati yang sedang duduk. <br />"Wati", jawabnya. <br />"San, gimana tuh tadi di WC? asik nggak?" tanyanya kepada Santi. <br />Santi hanya tersenyum. <br /><br />Kupikir sebelum aku menanggung malu lebih banyak lagi, maka aku berniat untuk pulang. <br />"San, Wati, aku pulang dulu yah. Dah malam nih, ngga enak ama teman sekamarku". <br />"Yah masa pulang sih, kan belum puas. Yah ngga San?" jawab Wati dengan senyumnya. <br />"Eh... ehhh, dah berani macam-macam yah kamu Wat, biasanya pendiem", jawab Santi lagi. <br />Lalu kami tertawa bersama-sama, dan untung user yang ada hanya tinggal 3. <br />"Iya deh, tapi ntar kalo pintunya digembok gimana nih. Mau tidur dimana nih?", tanyaku. <br /><br />Sesaat kulihat Santi dan Wati berbisik-bisik, namun tak kuacuhkan bisikan mereka dan tidak akan kutanyakan, karena aku juga sudah lelah dan kupikir demikian juga Santi. Namun aku tersadar saat Santi menawarkan kamar kostnya untuk tempat tidurku malam itu. Setelah kupikir-pikir, daripada tidur di jalan lebih baik tidur di kamar cewe yang mungkin nantinya akan ada kelanjutan yang lebih lagi, <br /><br />Setelah itu, kami bertiga akhirnya berbincang-bincang, dan kadang-kadang Santi selalu membahas kejadian di WC itu, sehingga membuat Wati terdiam dan membisu. Namun kulihat dia seperti terangsang. Perbincangan kami berakhir ketika jam menunjukkan pukul 12 malam atau memasuki subuh. Dimana kami pun bersiap-siap untuk pulang, dan digantikan oleh 2 orang pria yang bertugas menggantikan Santi dan Wati. <br /><br />"Wati, ntar tidur dikamarku aja. Mau nggak?", tanya santi. <br />"Ngga ahh, ntar ganggu loe berdua", jawabnya. <br />"Ngga bakalan lha, iya kan Don", jawab Santi sambil mencium bibirku. <br />"Terserah kalian berdua sajalah", jawabku acuh. <br /><br />Ternyata tempat tinggal Santi merupakan sebuah kost yang tidak jauh dari warnet tempatnya bekerja, singkat cerita aku dan Wati telah ada di kamar Santi. Kuperhatikan kamarnya, sangat rapi tidak seperti kamarku yang seperti kapal meledak. Setelah kami berada di kamar, aku pun berbaring untuk melepas lelah. Dan Santi masuk ke kamar mandi, setelah itu aku terlelap tidur. Namun tidak lama aku merasakan kalau ada yang sedang menjilat penisku dan terdengar suara erangan, spontan aku bangun dan tampak bahwa Santi sedang melahap penisku dan memperhatikan adegan dalam layar TV, ketika aku bangun dia hanya tersenyum. <br />"Wati mana San?" tanyaku menahan birahi <br />"Di kamar mandi, nggak tau lagi ngapain tuh", jawabnya <br /><br />Tanpa pikir panjang kuturunkan celana pendek dan celana dalamnya, dan mulai kujilati vaginanya yang belum lama telah kurasakan melalui penisku. Sekitar 5 menit kami berdua melakukan gaya 69, dan akhirnya Santi membalikkan badannya dan duduk diatas pangkuanku serta berusaha memasukkan penisku kedalam liang vaginanya. Sleepppp blesssss. <br /><br />"Akhhh, Donnnnnnn koq makin enak aja yah", dan pada saat itu juga Wati membuka pintu kamar dan tampak terkejut. "Sorry yah", sambil mengambil posisi tidur. <br />Aku yakin bahwa Wati tidak bisa tidur karena perbuatan kami. <br />"Donnnnn, gue suka banget deh ama kontol loe ini", bisiknya di telingaku. <br />"Gue juga suka ama memek kamu", jawabku. <br />Lalu aku membaringkan Santi tanpa membuat kelamin kami tercabut, dan mulai kugoyangkan pantatku secara berirama dan agar lebih terasa nikmat dengan tanpa mengalami kesulitan dan ketegangan seperti di kamar mandi. <br /><br />"Akhhh, Donnnnnnnn... gue dah ngga kuuuuuu... attt...", dan sejurus kemudian Santi pun orgasme. <br />"Mau diterusin atau istirahat dulu Say?", tanyaku. <br />"Istirahat dulu yah", jawabnya. <br />Aku pun mencabut penisku, dan kulihat Wati yang sedang tidur. <br />"Tidur atau ngga yah" pikirku. <br />Kuhampiri Santi yang terengah-engah, "San, boleh ngga ML ama Wati?", tanyaku... <br />"Hayooooo, satu memek ngga cukup yah Say" dicubitnya hidungku. <br />"Habisnya memek yang satu ini dah ngga kuat sih", candaku. <br />"Terserahlah, asal Watinya mau", jawabnya. <br /><br />Lalu kuhampiri Wati yang terlelap dan mulai kulakukan aksiku dengan tanpa meminta ijinnya terlebih dulu. Kucium bibir Wati, nampak ada gerakan yang menandakan dia terkejut dan tidak tidur. Namun dia meneruskan untuk pura-pura tertidur, karena pertempuranku dengan Santi yang menyebabkan aku masih dalam keadaan hot, maka aku langsung meraba-raba selangkangannya yang dibalut celana dalam dan celana pendek. Kurasakan celananya telah basah dan kubisikkan, "Wat, boleh ngga aku ngentot ama kamu?", Wati hanya menjawab dengan membuka kakinya dan mempermudah gerakan tanganku untuk meraba selangkangannya. <br /><br />Dengan adanya ijin dari Wati maka aku pun segera membuka celana pendek dan celana dalamnya, lalu aku mulai menjilati vaginanya yang sangat merangsang birahiku dan terciumlah aroma yang wangi sekali dari vaginanya. <br />"Shhhttt, Donnnnnnn... eeeeenakkkkkkkk", desahnya. <br />"Akhhh, terus donk keatas dikittt... iya disitu", jawabnya setelah aku menemukan klitorisnya dan segera kuisap dengan penuh nafsu. <br />"Donnnnnn, uuudaahhh... gueeeee mauuuu.. ekkkk...", terasa banjir vaginanya. <br />Dan akupun tersenyum puas, "Wati, boleh yah?" sambil kuarahkan senjataku ke liangnya. <br />Dia hanya mengangguk dan aku pun berusaha memasukkan senjataku, namun tampaknya sulit sekali. <br />"Apakah Wati masih perawan?" pikirku yang langsung terjawab seketika sesaat setelah kepala penisku telah dapat menerobos masuk. <br />"Akhhh, Don... jangan keras-keras", rintihnya. <br />"Iya Wat", kurasakan jepitan vaginanya yang lebih kuat dari Santi. <br /><br />Kudorong dan kumainkan penisku berirama di dalam vaginanya, dan Wati tampak menikmatinya. <br />"Akhhh, Donnnn masukkkiinnn lebih daleemmmm..." <br />"Iya say", jawabku dan kudorong penisku, "Blesssss...". <br />"Akhhh", jeritnya dan kutahan penisku di dalam vaginanya. <br />"Wati, kamu rela diperawanin sama aku?", tanyaku. <br /><br />Wati tidak menjawab namun kurasakan dia ingin merasakan penisku lebih lama, terlihat dari gerakan pantatnya yang masih kaku. Lalu aku pun mulai menggoyangkan pantatku dengan irama yang tetap dan pelan, karena aku tidak ingin menyakiti Wati yang baru pertama kali merasakan penis seorang lelaki. Sambil kugoyangkan pantatku, aku melihat Santi yang sedang memperhatikan kami dan kuberikan isyarat untuk mendekatiku, setelah ia mendekat langsung kumasukan jariku ke dalam vaginanya dan Santi menjerit tertahan karena birahinya yang sudah memuncak saat memperhatikan permainan kami. <br /><br />"Shhhttt... akhhh", terdengar desahan mereka berdua yang sedang di entot dengan jari dan penisku. <br />"Akhhh, Donnnnnnnn... gue mauuuuuu... akhhh....", jerit Wati dan kurasakan jepitan yang sangat nikmat. <br />Namun aku tidak ingin melepaskan kenikmatan remasan vaginanya sehingga kuteruskan menggenjotnya dengan lebih cepat. <br />"Donnnnn, udahhh...", rintihnya menahan ngilu dan sekaligus nikmat. <br />"Tahan dulu bentar Say, gue mauuuu kelluuaaaarrrrrr...", jeritku. <br />"Creeettt... crottt... creett... crottt... creett... crottt...", akhirnya, enam semprotan ke dalam vagina Wati. <br /><br />Lalu kami pun berbaring dan aku menindih badan Wati yang masih terengah-engah. <br />"Ternyata enak yah dientot itu", ujarnya. <br />Kujawab dengan menggoyangkan pantatku sehingga penisku bergesekkan dengan vaginanya. <br />"Udah ahhh, cape nih. Tuh liat Santi udah kerangsang", kata Wati. <br /><br />Kucabut penisku dan kembali kuhampiri Santi. <br />"Dah siap terima serangan Say?", kulihat Santi dengan cemberut membuka kakinya dan terlihat sudah basah sekali vaginanya. <br />"Sleeebbbb", dengan mudah penisku masuk ke dalam vaginanya dan kali ini Santi seperti ingin membalas perlakuanku atas Wati. <br />Dengan beringas dan bernafsu, Santi menggoyangkan pantatnya dengan cepat dan tak beraturan. <br /><br />"Shhh, Sannnnnn... lebih cepattt... lebih cepattt..." <br />"Akhhh... shhh... Donnnn... kontol looooeeee enakkkkk..." <br />"Ahhh... ahhh, hebattt kamu San..." <br />"Donnn, rasaiinnn orgasmeeeee gueee...", terasa jepitannya yang meremas-remas penisku. <br />"Don, kamu hebat deh, lain ama yang di WC lho". <br />Aku tidak menjawab, dan kuteruskan mengenjot vaginanya dengan sedikit kasar. <br /><br />"Ahhh, Donnnnnnn lebih cepet Donnnnnnnnn" <br />"Shhh... shhh... shhh... shhh...", desah kami berdua dengan diperhatikan oleh Wati. <br />"Donnnnnn, gueeee mauuuu keluarrrr lagiiii..." <br />"Tahan Sannn, barengan keluarrrnyaaaaa..." <br />"Ngga kuaaaaattt lagiiiiii", kali ini jepitan dan remasannya membuatku tidak dapat menahan spermaku lebih lama lagi. <br />Crettt... crettt... crettt... crettt... crettt... crettt... <br />"Akkkkhhh...". teriak kami berbarengan. <br /><br />Sungguh nikmat vagina mereka berdua dan dalam semalam aku pun mendapat dua vagina yang masih perawan, inikah surga dunia yang penuh dengan kenikmatan. Setelah itu, kami bertiga tidur dalam selimut dan saling berpelukan... <br /><br />Tak terasa siang telah datang pada saat aku bangun, terlihat Santi dan Wati masih terlelap. Setelah itu aku pun bangun dan masuk ke kamar mandi yang berada di kamar Santi dengan bertelanjang bulat, ketika aku masuk kamar mandi, tanpa kusadari Santi ikut bangun dan masuk kamar mandi. <br /><br />"Kepengen ngulang pertama kali ngentot ama kamu nih Don", katanya <br />"Boleh, tapi nungging dulu", candaku namun kata-kataku itu dilakukan juga oleh Santi. <br />"Ini yah yang bikin tiap cowo blingsatan", sambil kuelus-elus vaginanya. <br />"Shhh, jangan dielus doank donk", rengeknya. <br /><br />Tanpa berlama-lama kuisap clitorisnya dan membuat Santi mendesah dengan tidak karuan. <br />"Shhh... Donnnn... enakkk... bangettt" <br />"Diapaiinn sihhh memek gueeeee..." <br />"Dikerjain donk", jawabku sambil mengarahkan penisku ke lubang memeknya. <br />"Blesss....", dengan tanpa mengalami kesulitan lagi penisku menerobos masuk ke memek Santi. <br />"Shhh... kooqqqqq lebihhh enakkkkkk" <br />"Iya Sannnnn, nikmati dan rasain kontol gue", jawabku. <br />"Shhh... hhh... ssshhh...", desah kami berdua. <br />"Donnnn, cepetannnn... lebih dalemmm....", goyangan pantatnya pun membuatku blingsatan. <br />"Tahannnn...." <br />"Akhhh...", akhirnya, sarapan kami berdua dimulai dengan saling "meludahnya" kelamin kami. <br /><br />Sungguh nikmat permainan kami siang itu, dan tak lama kemudian Wati pun ikut bergabung bersama kami dalam memacu birahi. Perbuatan kami ini kami ulang sampai jam 6 sore dan terhenti hanya untuk makan. Dan sampai dengan saat inipun hal ini masih sering kami lakukan, kadang berdua, kadang bertiga, dan aku ketahui bahwa nafsu mereka semakin tinggi, sehingga frekuensi permainan kami pun meningkat.<br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-17017293392004387062009-12-25T21:47:00.000-08:002009-12-25T21:48:39.389-08:00sang pengintipPada saat itu saya mempunyai teman akrab yang bernama Deni. Saya dan dia sama–sama sekolah di sekolah yang sama, hanya berbeda kelas, dia di kelas II-E, sedangkan saya di kelas II-F, tetapi kami berteman. Deni adalah seorang anak yang berkecukupan dan bisa dibilang kaya. Deni mempunyai dua rumah, rumah yang satu dipakai oleh kedua orang tuanya, sedangkan rumah yang satunya lagi oleh orang tuanya dikontrakkan ataupun dikoskan kepada para pegawai atau mahasiswa, dan kebetulan sekali Deni diam di rumah yang dikontrakkan tadi. Dengan alasan biar tidak susah dan jauh dari sekolah dan ingin belajar hidup sendiri, maka Deni diperbolehkan tinggal di rumah yang satunya itu.<br /><br />Memang kebutuhan hidup Deni selalu dipenuhi oleh orang tuanya, dimana kedua orang tuanya bekerja dan Deni mempunyai adik 2 orang, tetapi masih kecil–kecil. Di rumah Deni yang dikoskan tersebut, dari sekian banyak orang yang tinggal, ada seorang wanita yang bernama Eka. Sebut saja Mbak Eka, Mbak Eka tersebut mempunyai bentuk tubuh yang aduhai, dengan ciri-ciri dia mempunyai tinggi sekitar 160 cm dengan badan ideal dan wajah imut–imut, kulit putih, pokoknya cantik dan rambut hitam panjang sebahu. Mbak Eka tersebut sudah keluar sekolah SMA telah 2 tahun dan pada waktu itu Mbak Eka bekerja di perusahaan swasta yang masuk kerjanya selalu kebagian masuk siang atau biasa disebut shift dua.<br /><br />Deni dan saya sendiri suka pulang sekolah siang hari, kira–kira pukul 13:00 siang, karena saya sekolah pagi. Setiap pulang sekolah Deni selalu pulang ke rumah. Yang ada di rumah hanyalah tersisa Mbak Eka saja, sebab yang lainnya bekerja berangkat pagi dan baru pulang sore hari. Setiap sehabis pulang sekolah, Deni sering sekali dan bahkan hampir tiap hari mengintip Mbak Eka yang sedang mandi untuk pergi ke kantor. Kamar mandi di rumah Deni hanya satu, dan Deni tidur di kamar atas, sedangkan kamar mandi tersebut ada celah yang menembus dari atas. Kata si Deni biar cahaya matahari masuk ke kamar mandi untuk mengirit uang. Deni mengintip Mbak Eka yang imut–imut dan berbody mulus itu. Mbak Eka pun mempunyai payudara yang tidak kalah dari model–model majalah top Idonesia dan mempunyai bulu–bulu yang seksi di sekitar alat kelaminnya.<br /><br />Pada saat mandi Mbak Eka sering sekali selalu seperti meraba–raba payudaranya sendiri, dan tidak jarang juga Mbak Eka suka seperti menggosok–gosokkan tangannya ke alat kelaminnya. Pernah juga Mbak Eka sepertinya memasukkan tangannya sendiri ke dalam alat kelaminnya atau goa hiro-nya itu dengan mendesah seperti kesakitan dan kenikmatan, "Eeh... ehhh... uuuhh.. uuuhh... iiihhh... ahhh..."<br /><br />Karena Deni sering sekali mengintip Mbak Eka mandi pada siang hari untuk pergi ke kantor, Deni menjadi terobsesi untuk menyetubuhi Mbak Eka. Deni pun setelah mengintip Mbak Eka mandi, dia sering sekali langsung melakukan kocokan terhadap alat kelaminnya (loco–loco), karena Deni terangsang oleh bentuk tubuh sensual milik Mbak Eka. Karena Deni sering melakukan hal tersebut, akhirnya Deni pun meminta foto-nya Mbak Eka dengan alasan buat kenang–kenangan. Mbak Eka pun memberikannya tanpa curiga sedikit pun. Rasa nafsu birahinya Deni pun semakin meningkat, sebab Deni melakukan onani terhadap alat kelaminnya sambil memandangi foto Mbak Eka. Hampir tiap hari Deni setelah pulang sekolah selalu melakukan aktifitasnya seperti itu. Hubungan Deni dan Mbak Eka memang dekat, karena Mbak Eka pun kepada Deni sudah menganggap seperti adik sendiri, sedangkan Deni ingin sekali menjadi pacar Mbak Eka, apalagi berhubungan badan dengannya, itulah impian Deni.<br /><br />Mbak Eka memang selalu hobby nonton film yang semi porno, seperti film remaja barat. Tidak jarang juga menonton bersama Deni di ruang tengah tamu. Bila ada film baru, Deni selalu membawa teman–teman kami, khususnya cowok dan kalau cewek sulit diajaknya, bahkan banyak yang bilang film yang kami tonton itu jorok.<br /><br />Hingga suatu hari, Mbak Eka kebetulan libur dan Deni setelah habis pulang sekolah langsung bertanya kepada Mbak Eka, "Mbak kok belum mandi..? Enggak masuk kantor yah Mbak..?"<br />Dengan nada semangat Mbak Eka pun menjawab, "Enggak Den, kan Mbak hari ini libur Deni..."<br />Pada waktu itu munculah ide gila dibenak Deni. Deni langsung pergi ke sebuah rental VCD yang letaknya tidak jauh dari rumah Deni. Waktu itu Deni sangat beruntung, Deni mendapatkan kaset vcd tersebut, dan film yang dipinjam Deni bukanlah film cerita tentang kehidupan remaja yang selalu dipinjam dan ditonton oleh kami. Film yang dipinjam Deni pada waktu itu film luar yang memang sebuah film yang bukanlah film semi, melainkan film vulgar atau blue film ataupun bisa dibilang film porno.<br /><br />Setelah dari tempat penyewaan VCD, Deni segera pulang dengan perasaan sudah tidak sabar ingin menonton film tersebut bersama–sama Mbak Eka.<br />Sesudah sampai, Mbak Eka bertanya pada Deni, "Deni habis dari mana, kok kayaknya cape Den..?"<br />Deni langsung menjawab dengan nafas kelelahan, "Ohh... oh.., i.. ini Mbak, habis pinjam film, Mbak mau nonton enggak..?" dengan hati yang berharap supaya Mbak Eka pun ikut menonton.<br />Dan Mbak Eka pun menjawab, "Emangnya film apaan tuh Den..?"<br />"Oh.., ini filmnya pasti deh okey, Mbak pokoknya pasti ingin nonton deh..!"<br />Mbak Eka pun akhirnya ingin tau juga apa film tersebut, "Oke deh Den, tapi Mbak Eka beres–beres dulu yach Den..!"<br />"Iyah deh Mbak, Deni tunggu di atas..."<br />Memang di kamar Mbak Eka tidak ada TV dan kebetulan di kamar Deni ada TV.<br /><br />Setelah menonton Mbak Eka sangat terkejut melihat film tersebut.<br />"Den kok ini film-nya full gar amat, dan Kamu harusnya enggak nonton yang ginian Den..?"<br />"Ah Embak.., kan Deni udah gede Mbak, masa harus nonton film Doraemon melulu, bosankan Mbak... lagian biar tidak jenuh."<br />Mbak Eka pada waktu itu terlihat dirinya terangsang oleh adegan–adegan yang diperagakan di film tersebut, terlihat Mbak Eka saat menonton duduknya tidak mau diam dan sekali-kali Mbak Eka pun sepertinya menelan air ludahnya. Deni pun pada waktu itu sudah pasti batang kejantanannya sudah menegang, yang rasanya ingin juga melakukan adegan–adegan seperti di film tersebut, karena sang putri sebagai lawan mainnya sudah di depan mata dia.<br /><br />Tapi setelah film kedua selesai, Mbak Eka langsung meminta ijin untuk pergi ke kamar tidurnya dan Deni pun membereskan kaset VCD tersebut. Tidak lama kemudian Mbak Eka masuk ke kamar mandi, tetapi Deni pada saat itu tidak ingin lagi mengintip Mbak Eka, melainkan ingin sekali berhubungan tubuh bersama Mbak Eka.<br /><br />Deni sambil menunggu Mbak Eka keluar dari kamar mandi, berpura-pura menonton TV di tengah rumah tersebut. Tidak lama kemudian terlihatlah Mbak Eka keluar dari kamar mandi yang hanya memakai handuk saja sehingga pada saat itu Deni pun semakin terangsang ingin sekali langsung menerkam Mbak Eka.<br />Mbak Eka pun sambil jalan menuju ke kamar tidurnya bertanya kepada Deni, "Deni Kamu mau mandi juga..?"<br />Deni langsung menjawab, "Ah enggak Mbak..!"<br /><br />Tidak lama kemudian Mbak Eka masuk kamar, dan Deni pada saat itu langsung saja secara diam–diam ingin mengintip Mbak Eka. Hari itu adalah suatu keberuntungan bagi Deni, karena ternyata pintu kamar Mbak Eka tidak ditutup rapat. Pada waktu itu Deni yang tidak berpikir panjang langsung saja masuk ke dalam kamar Mbak Eka dan langsung menutup pintu Mbak Eka dan menguncinya. Mbak Eka sangat terkejut karena pada saat itu Mbak Eka sedang memakai CD-nya yang baru sampai ke pahanya.<br />"Deni.., Kamu apa–apaan Deni..? Kamu berani kurang ajar Den..?" kata Mbak Eka terkejut.<br />Tanpa dihiraukannya omongan Mbak Eka, Deni langsung menerkam Mbak Eka bagaikan harimau menerkam rusa. Langsung saja Mbak Eka berontak dan marah. Deni mendorong Mbak Eka ke kasur tidur dan langsung menutup mulut Mbak Eka agar bungkam seribu kata.<br /><br />Deni pada saat itu memang sudah kemasukan setan, Deni langsung menyiumi bibir Mbak Eka sampai dengan payudara Mbak Eka sambil memegang kedua tangan Mbak Eka. Posisi mereka pada saat itu Deni di atas badan Mbak Eka yang hanya memakai CD sampai dengan pahanya. Mbak Eka pun berontak, sehingga Deni menyiumi bibir Mbak Eka tersebut merasa sulit. Setelah itu, Deni menyiumi bibir, leher dan sampai payudara Mbak Eka. Setelah ada 10 menit dengan gigitan kecil, akhirnya Mbak Eka sepertinya sudah pasrah akan tindakan Deni tersebut.<br /><br />Karena terlihat di wajah Mbak Eka sudah pasrah dan tidak berontak lagi sambil meneteskan air mata, akhirnya Deni melepaskan bajunya dan celananya hingga Deni tidak memakai sehelai kain apa pun. Deni langsung saja melepaskan CD yang akan dipakai oleh Mbak Eka yang hanya sampai di pahanya. Secara sepontan Deni memegang kedua kaki Mbak Eka dan langsung menariknya sehingga alat kelamin Mbak Eka sudah di ujung pintu kenikmatan. Tanpa basa–basi Deni memasukkan batang kejantanannya yang sudah menegang dari tadi dengan bantuan tangannya, tetapi anehnya batang kejantanan Deni sulit sekali dimasukkan ke dalam liang keperawanan Mbak Eka, sehingga Deni berusaha secara paksa.<br />Akhirnya Deni dapat menembus tembok sempit liang kewanitaan Mbak Eka, sehingga Mbak Eka langsung menjerit kesakitan, "Ahhh... ahh... aawww..." karena pada saat itu kesucian Mbak Eka sudah hilang oleh batang kejantanannya Deni.<br /><br />Karena mendengar Mbak Eka menjerit, nafsu birahinya Deni semakin bertambah. Deni terus mengayun batang keperkasaannya ke depan, mundur-depan-mundur untuk menuju gerbang kenikmatan yang diharapkan Deni pada klimaksnya berhubungan seks. Sekitar 15 menit kemudian, Mbak Eka merasakan liang senggamanya sudah lecet, sehingga Mbak Eka ingin sekali melepaskan batang kejantanan Deni dari liang kewanitaannya. Tetapi Deni tidak melepaskannya, malahan menarik paha Mbak Eka agar tetap pada keadaannya. Hal ini mengakibatkan Mbak Eka terlihat lemas sekali dan tidak lagi berontak, karena memang sudah benar-benar lelah di 20 menit terakhir setelah perlakuan tidak senonoh yang dilakukan Deni terhadapnya. Tidak lama kemudian, batang kejantanan Deni pun terasa hangat, lecet, dan akhirnya terasa deyutan–deyutan seperti ingin mengeluarkan cairan. Dan akhirnya cairan penyumbur Deni pun menyempot ke dalam liang senggama milik Mbak Eka.<br /><br />Karena deni melihat Mbak Eka sudah lemas, Deni pun segera mengambil tindakan langsung menggenjot kembali batang kemaluannya ke dalam dan keluar liang senggama Mbak Eka secara cepat. Dari mulai sempit hingga terasa liang senggama Mbak Eka semakin lebar. Memang kali ini tidak menyempit lagi, laju jalannya batang kemaluan Deni tidak terhimpit lagi dan terasa saat itu pula terlihat adanya cairan yang dikeluarkan dari liang senggama Mbak Eka. Pemandangan ini membuat Deni bertambah semangat.<br />Mbak Eka pada saat kelelahan hanya bisa mengucapkan, "Ahhh... ahhh... iiih... uuhh... aaaw... uuuh... iiihh... eehhh..." saja.<br />Dan deni tidak berkata apa–apa karena terlalu nikmatnya perasaan yang dapat Deni rasakan saat itu.<br /><br />Hingga ada 1 jam berlanjut, Deni akhirnya melepaskan batang kejantanannya dari dalam liang kewanitaan Mbak Eka. Terlihat cairan mani yang bercampur antara yang dikeluarkan oleh batang keperkasaan Deni dengan air mani yang dikeluarkan oleh Mbak Eka. Mbak Eka hanya tergeletak setelah Deni tidak lagi menggagahinya. Mbak Eka terhempas ke dalam penderitaan birahi dengan tubuh tidak tutupi apa–apa dan matanya sayu meneteskan air mata. Deni karena kelelahan juga tergeletak di samping Mbak Eka dan menikmati keberhasilan dirinya yang telah mencapai kenikmatan dalam berhubungan badan yang selalu diinginkannya.<br /><br />Setelah beberapa lama, Deni dan Mbak Eka tergeletak di kasur. Deni segera bangun dan langsung menerkam Mbak Eka kedua kalinya dengan memeras payudara Mbak Eka, sehingga Mbak Eka kembali mengucapkan desahannya.<br />"Ahh.. ahhh.. Den jangan... diterusin Dennn... jangann... Denn..!"<br />Deni tidak menghiraukan ucapan Mbak Eka tetapi justru langsung Deni meraba–raba dan sekali-kali memasukkan tangannya ke dalam liang kewanitaan Mbak Eka. Mbak Eka menjerit kesakitan karena liang senggamanya seperti dirobek–robek oleh tangan nakal Deni.<br />"Aaawww... awww... iiihhh... uuuhhh... aaauuw..!"<br /><br />Seteleh itu keluarlah cairan yang hangat dari liang senggama Mbak Eka. Deni langsung menjilati cairan tersebut dari liang kewanitaan yang sudah banjir milik Mbak Eka. Mbak Eka pun anehnya tidak kesakitan, tetapi justru kegelian.<br />"Den... Den... aduh... geli... Den... geli... Den..!"<br />Karena batang keperkasaan Deni masih sangat tegang tetapi Deni juga melihat Mbak Eka sudah benar–benar kelelahan. Akibatnya, Deni langsung mengocok (mengonani) batang kejantanannya dengan tangannya dengan frekuensi yang sangat cepat, sehingga Deni ingin mengeluarkan air maninya. Tanpa memberi aba-aba, Deni langsung menyodorkan kemaluabnnya tepat di mulut Mbak Eka. Tidak lama kemudian air mani menyempot ke mulut Mbak Eka dan langsung Deni menyusut-nyusutkan batang kejantanannya ke mulut Mbak Eka yang masih tergeletak kelelahan di kasur.<br /><br />Deni langsung mengambil tangan Mbak Eka dengan bantuan tangannya sendiri untuk memegang batang keperkasaannya yang sudah loyo. Deni menyuruh Mbak Eka untuk memegang dengan kepalan yang keras dengan bantuan tangan Deni dan langsung mengayunkan keluar ke dalam hingga Deni merasa puas pada saat itu.<br /><br />Setelah kejadian tersebut, hubungan Deni dan Mbak Eka menjadi renggang. Dan beberapa minggu sesudah itu, akhirnya Mbak Eka pindah kontarkan. Tidak lagi di rumah Deni. Dan akhirnya Deni sangat kehilangan Mbak Eka karena memang secara diam–diam Deni pun mencintai Mbak Eka.<br />"Mbak Eka-ku sayang Mbak Eka-ku malang..." ucap Deni dengan menyesal.<br /><br /><br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-57497114453985892652009-12-25T21:40:00.000-08:002009-12-25T21:47:31.543-08:00Sang dewi Part 1Aku sama sekali tak menyangka bakal ketemu Dewi di lobby sebuah hotel berbintang di kawasan pantai senggigi Lombok bersama seorang laki laki cina yang sudah cukup umur, mungkin sekitar 55 tahun, yang aku tahu pasti bukan suaminya, mereka bergandengan mesra melintasi lobby tanpa memperhatikan sekitarnya, aku yakin dia tidak melihat keberadaanku di sana, mereka menuju sebuah mobil mewah yang sudah menunggu di depan lobby dan melesat pergi. <br /><br />Aku tak bisa memikirkan hal itu lebih lama karena acara “Manager Gathering” segera di mulai, hari ini adalah hari terakhir dari tiga hari acara yang diselenggarakan kantor pusat, acara yang rencananya selesai pukul 19:00 molor dan ditutup pada pukul 21:30. <br />Dari kejauhan kulihat Dewi melewati lobby sendirian menuju lift, kupercepat jalanku untuk menyapanya sebelum dia masuk lift. <br /><br />“Dewi !!!” teriakku sambil berlari menenteng map hasil meeting tadi <br />“mas Hendra !!!” jawabnya kaget sambil menyalamiku. <br />“lagi berlibur nih, mana Agus kok sendirian aja” tanyaku pura pura tidak tahu padahal aku yakin Agus, suaminya tidak ikut, entah dengan siapa dia pergi. <br />“ah enggak mas, kebetulan ada acara keluarga, mas Agus kan lagi ke Medan ada tugas kantor, mungkin baru bulan depan balik, maklum lagi baru dapat promosi jadi harus kelihatan rajin ke daerah” jawabnya, aku yakin dia berbohong tapi aku tak bisa bertanya lebih lanjut. Pintu lift sudah terbuka dia segera masuk, aku ingin mengikutinya tapi takut ngganggu acaranya. <br />“aku di kamar 502, kalau perlu teman ngobrol atau bantuan lain just call me” kataku lancang sebelum pintu lift tertutup. Sesaat aku masih terbengong di depan pintu lift hingga aku tersadar dan pergi ke kamarku. <br /><br />Telepon berbunyi ketika aku sedang asik mandi air panas menyegarkan badan setelah seharian mengikuti acara yang melelahkan, sambil tetap telanjang aku terima telepon itu, dan diluar dugaan ternyata suara Dewi di seberang sana. <br />“malam mas, udah tidur ? maaf ngganggu nih” suara merdu dari seberang sana <br />“ah enggak baru juga mandi, ini belum selesai, masih telanjang lagi” jawabku <br />“wah kalau saja bisa lihat dari telepon pasti asik deh” kembali suara dari seberang dengan manja <br />“boleh asal nggak keberatan, aku sih oke oke saja” jawabku asal <br />“emang mas sendirian disana” tanyanya dengan nada selidik <br />“iya dong, emangnya asrama satu kamar rame rame, kalau kamu kan enak ada temannya, jadi nggak sepi” aku mulai memancing <br />“ah enggak mas, Dewi lagi sendirian nih, sepi deh, teman temanku pada ada acara keluar, aku lagi nggak enak badan jadi tinggal sendirian di kamar” <br />“yang tadi pagi itu ?” pancingku <br />“yang mana sih ?” dia berusaha mengelak <br />“emang ada berapa sih, itu bapak yang tadi pagi naik BMW hitam” <br />tak terdengar suara jawaban <br />“hallo, Dewi, hallo hallo” aku mulai khawatir <br />“mas kesini deh, ngobrol di sini kan lebih asik, aku tunggu ya, kamar 1003” jawabnya langsung menutup telepon. <br /><br />Sejenak aku tercenung, kamar itu adalah deretan kamar suite karena semua jajaran direksi menginap di kamar dengan nomer 10 keatas alias kelas suite. Tak mau terlalu lama dalam keraguan, tanpa menyelesaikan mandi aku langsung berpakaian dan menuju kamar Dewi yang letaknya cukup jauh dari tempatku, alias menyebrang dari sayap utara ke selatan. Aku berusaha untuk tidak terlihat kawan kawan, karena sudah pasti mereka akan mengajak bergabung dan tentu saja sulit untuk menolak dan melepaskan diri. <br /><br />Setelah berjalan agak memutar menyusur pantai di keremangan lampu taman, akhirnya aku temukan kamar yang dimaksud. Aku berdiri agak ragu di depan pintu sebelum memencet bel pintu, tak lama kemudian muncullah wajah cantik Dewi dari balik pintu dan langsung mempersilahkan masuk. <br /><br />Dewi hanya mengenakan pakaian tidur tipis warna putih, bisa kulihat bayangan bra hitam berenda dan setelan celana dalamnya. Sambil mempersilahkan aku duduk Dewi mengambil minuman dan mengangsurkan padaku, bisa kunikmati belahan buah dadanya yang putih montok saat dia membungkuk memberikan minuman itu. <br /><br />Kami duduk di ruang tamu, tanpa canggung Dewi duduk di sebelahku, bau parfumnya tercium begitu lembut romantis. Kami saling tukar cerita mengenai panorama alam Lombok, selama pembicaraan mataku sering mencuri pandang pada buah dadanya yang menantang, apalagi ketika dia agak membungkuk, aku bisa menikmati keindahan bukit mulusnya yang masih terbungkus bra hitam-nya dari celah pakaian tidur, sesekali bukit itu menyenggol lenganku ketika dia tertawa mendekat tubuhku. Kami seperti sahabat lama yang baru bertemu, padahal sehari hari kami tidaklah terlalu akrab karena Dewi memang pendiam, sedangkan dengan suaminya aku terkadang main tennis. <br /><br />“emang kamu ke sini sama siapa ?” tanyaku setelah kekakuan diantara kami mencair. <br />Dia memandangku tajam, kubalas dengan pandangan tak kalah tajamnya, wajahnya memerah terlihat makin cantik dengan sorot mata indahnya, bibirnya yang tipis sexy dengan sapuan lipstik tipis membuat dia makin menawan. <br />“Mas tolong jaga rahasia ini, rahasia keluargaku dan tak seorangpun tahu kecuali kita ini, aku tak kuat menahan rahasia ini sendirian, aku perlu teman yang bisa dipercaya untuk curhat, mas bisa kan” katanya dengan mimik serius, aku hanya menjawab dengan anggukan kepala sambil menatapnya tajam untuk menengok isi hatinya. <br />“Aku tahu mas Agus sering main perempuan, dan sekarang selingkuh dengan sekretarisnya, dan aku juga tahu kalau dia ke Medan bersama sekretarisnya itu, aku sudah capek mengingatkan kelakuannya itu tapi dia tidak pernah berubah, akhirnya kuputuskan untuk membalas perlakuannya, aku ingin membalas yang lebih menyakitkan, aku tahu ini bukan jalan terbaik tapi aku sudah putus asa, maka disinilah aku sekarang. Kalau Mas lihat aku tadi pagi, dia adalah Bossku Mas Agus, direktur marketing, aku mencari orang yang status kedudukan dan levelnya di atas Mas Agus, dua dari empat direktur sudah pernah tidur denganku, memang bukan kepuasan fisik yang aku cari tapi aku puas secara batin telah membalas kelakuan Mas Agus meski secara sexual aku tidak mendapat kepuasan dari mereka, Mas kan tahu apalah artinya bercinta dengan orang setua mereka, nafsunya aja yang gede tak sebanding dengan tenaganya, maklum rata rata kan di atas 50 tahun alias seusia papa-ku. Untuk kepuasan sex aku bisa dapatkan dari beberapa anak buahnya yang masih muda dan rata rata masih bujangan. Aku tak peduli apa kata mereka tentang aku, yang penting aku puas membalas perlakuan Mas Agus melebihi perlakuannya padaku” dia bercerita dengan lancarnya sambil diselingi menghisap Marlboro putih. <br /><br />Aku terdiam, tercengang, kaget, marah, cemburu, nafsu semua bercampur menjadi satu, tak bisa berkata kata, kejantananku sudah menegang mendengar penuturannya. <br />Dewi, tetanggaku yang selama ini aku kenal sebagai seorang ibu rumah tangga yang baik, pendiam, cantik, imut imut, ramah, dan tidak pernah terdengar gossip, ternyata menyimpan begitu banyak misteri dalam dirinya. <br />Sungguh beruntung orang orang yang telah menikmati kehangatan dan kemolekan tubuh Dewi, entah apa aku termasuk orang yang beruntung tersebut. <br /><br />Kupandangi wajah Dewi, sungguh cantik sekali, begitu manis terlalu saying untuk dilewatkan, tubuhnya yang montok putih mulus, pasti membuat laki laki normal menelan ludah menikmati postur tubuhnya. Meski tidak terlalu tinggi, mungkin 160, tapi potongan tubuh yang proporsional dan penampilannya yang modis ditambah lagi lekuk tubuhnya yang tergolong sexy pasti akan menarik perhatian banyak laki laki. <br /><br />Dia menyandarkan kepalanya di pundakku, aku terdiam membiarkan dia menumpakan segala apa yang dipendamnya, kami sama sama terdiam. Kuberanikan diri untuk membelai rambutnya yang keemasan tergerai di pundak, dia diam hanya menatapku penuh misteri, tanpa kuduga Dewi langsung melayangkan ciumannya di bibirku, begitu halus lembut bibir tipis itu melumat bibirku, segera kubalas dengan lumatan bibir ringan, lidah kami bermain dan saling bertautan, napas kami menyatu dalam kehangatan. <br /><br />Ciuman kami makin lama makin panas, tanganku mengelus rambut dan punggungnya, lalu tanpa kusadari sudah berada di daerah dadanya yang lembut, kuremas buah dadanya yang montok, sungguh padat dan kenyal, ciuman Dewi makin ganas di mulutku, lidahnya sudah menjelajah ke mulutku, menggigit ringan bibirku dan menyedot lidahku, napasnya sudah turun naik menahan birahi, begitu juga nafsuku sudah memuncak hingga kepala. <br /><br />“Mas puaskan aku, sudah dua hari aku melayani si tua itu, dan belum mendapatkan kepuasan, kini dia mencampakkan aku seperti pelacur ketika istrinya meminta dia segera pulang” katanya menatapku kali ini dengan tatapan sayu. <br /><br />Tanpa kesulitan segera kubuka baju tidurnya hingga tampak tubuhnya yang putih mulus terbungkus bra hitam, sungguh kontras, menambak seksi penampilannya. Dewi begitu bernafsu melapas bajuku, bibirnya menyusuri dadaku sambil melepas celanaku sekaligus dengan celana dalamnya, dia berhenti di selangkanganku memegang batang kejantananku yang 17 cm dan memandangku dengan sorot mata kagum dengan senyum penuh arti. Dia lalu berlutut di antara kakiku, masih mengenakan bikininya, kubiarkan saja karena aku masih ingin menikmati penampilannya seperti itu lebih lama. <br /><br />“yesss I like it” komentarnya langsung menjilati kejantananku dari ujung hingga pangkal batangnya, begitu ber-ulang ulang, lalu memasukkan ke mulutnya, begitu sempurna dia bermain oral pertanda sudah banyak pengalaman. Melihat bibir Dewi yang tipis dan mungil mempermainkan kejantananku, nafsuku makin naik tinggi, kupegang kepalanya dan mendorongnya supaya penisku lebih dalam masuk dalam mulut mungilnya. Sambil mengulum, tangan mungilnya ikutan mengocok batang penisku yang tidak tertampung di mulutnya. <br /><br />“very big, keras lagi” komentarnya di sela sela kulumannya, tentu saja keras karena sudah tiga hari tidak tersalurkan. <br /><br />Penisku semakin cepat meluncur keluar masuk mulutnya, tangannya pun semakin keras mencengkeram dan mengocoknya, dengan lihai lidahnya menari nari di kepala penisku, tarian lidah layaknya seorang professional, sungguh pintar dan dia tahu timing untuk mengocok, mengulum dan menjilat, suatu kombinasi yang membawaku terbang dalam kenikmatan bersama Dewi yang cantik. <br /><br />Cukup lama Dewi berlutut di selangkanganku menikmati kejantananku, sepertinya dia ingin menelan semua kejantananku, sedangkan aku sendiri belum banyak menjamah dan menikmati tubuhnya.<br /><br />Kutarik rambutnya ke atas dan kuminta dia duduk di sebelahku, aku gantian berlutut di depannya, kembali kami berciuman bibir, lalu ciumanku mulai menjelajahi ke tubuhnya, kuluman telinga yang membuat Dewi menggelinjang, lehernya yang putih jenjang tak terlewatkan, lalu turun di sekitar dada dan tentu saja berhenti di kedua bukitnya. Kuamati lagi kedua buah dadanya yang masih terbungkus bra, begitu mulus dan indah, beruntunglah aku karena kaitan bra itu ada di depan, sambil menciumi bukit mulus itu dengan mudah tanganku membebaskan kedua bukit itu dari dekapan bra hitam, kini buah dada Dewi menggantung indah di depanku, sungguh padat, putingnya yang kecil kemerahan menghiasi puncak bukit itu. <br /><br />Dewi menarik kepalaku ke dadanya, rupanya dia tak tahan dibiarkan lebih lama, lidahku segera menyusuri bukit kembar nan indah dari satu puncak ke puncak lainnya. Desis Dewi membuatku makin bernafsu untuk makin menikmati kedua bukit yang menantang itu, kukulum dan sedotan diselingi dengan remasan makin membawa kami naik tinggi melayang mengarungi birahi. <br /><br />Dewi mendorong kepalaku ke bawah, aku tahu maksudnya, dia ingin aku segera beralih ke selangkangannya. Kembali kuamati tubuh Dewi yang sudah topless, aku baru tersedar bahwa celana dalam dia hanya segitiga menutup di depan model “thong”, sungguh sexy dia mengenakan pakaian dalam seperti itu, kutarik celana dalam hitamnya hingga kaki sambil lidahku menyusuri pahanya yang putih mulus, kembali aku terkejut ketika tanganku meraba selangkangannya, tak kutemukan rambut di sekitar situ, rupanya dia rajin membersihkan rambut pubic-nya, sungguh indah melihat vagina tanpa rambut. <br /><br />Kupermainkan jari tanganku di klitoris dan bibir vaginanya, dua jari sudah mengocok, Dewi menggeliat dan mendesis. Aku senganja tak mau menjilati vaginanya, masih ada perasaan bahwa dia habis “dipakai” orang lain, ntar saja setelah aku selesai dengannya. <br /><br />“sekarang mas, please” pintanya seraya menyapukan penisku di bibir vaginanya yang sudah basah. <br />Dengan pelan kudorong penisku memasuki vaginanya sambil menikmati expresi kenikmatan di wajahnya yang cantik manis, mukanya memerah merasakan kenikmatan yang kuberikan sedikit demi sedikit, batang penisku makin dalam melesak di vaginanya, sudah lebih setangah dan tinggal sekali dorong ketika dia mendorong tubuhku, kutarik penisku dari liang sempit itu dan kudorong lagi perlahan, begitu seterusnya hingga seluruh 17 cm penisku tertanam di vaginanya, kudiamkan sejenak untuk menikmati kehangatan yang menyelimuti batang kejantananku, kurasakan remasan otot vagina yang kuat seakan memeras penisku, kulihat expresi kenikmatan yang terpancar di wajahnya. Matanya memandangku dengan pandangan yang susah kumengerti, antara sayu dan liar. <br /><br />“fuck me know, please” katanya seraya menggoyangkan pantatnya yang langsung kusambut dengan kocokan pada vaginanya, dia mendesah desah dengan keras dan bebas, tangannya meremas kedua buah dadanya, aku paling suka menikmati wajah Dewi yang dilanda birahi tinggi, sungguh dia jauh makin cantik dalam keadaan terbakar nafsu seperti ini, tak bisa dinikmati kecantikan yang seperti ini dalam kesehari harian, suatu kecantikan yang tersembunyi jauh di balik penampilannya yang kalem dan pendiam, sungguh bodoh Agus mencampakkan wanita secantik dan se-sexy Dewi. <br /><br />Semakin keras kocokanku, semakin keras desah kenikmatan keluar dari mulut mungilnya, dan semakin kuat dia mencengkeram kedua bukit di dadanya. <br />Kupegang kedua kaki Dewi, kukulum dan kujilati jari di kakinya, dia makin mendesah dan menggelinjang kenikmatan, campuran antara kenikmatan kocokan di vagina dan kegelian di jari kaki, matanya melotot ke arahku, makin cantik saja dan makin bernafsu aku dibuatnya. Kemudian kedua kaki itu kupentangkan lebar membuat penisku bisa masuk lebih dalam ke vaginanya, Dewi kelojotan dibuatnya, apalagi ketika sodokkan kerasku menghunjamnya. <br /><br />Beberapa menit kemudian kurasakan kaki dan tubuhnya menegang, goyangan pinggulnya mulai tak beraturan dan…. <br />“ouhhhhh… ssssshiiiit….. a….. aku…. mau… ke…ke.. aaaaaaaaghhhhhhh” tak sempat dia menyelesaikan kalimatnya ketika kurasakan denyutan kuat di vaginanya, begitu kuat hingga penisku seperti diremas remas, selama berdenyut pinggulnya makin liar bergerak diiringi teriakan orgasme yang keras, mungkin orang diluar kamar bisa dengar jeritan kenikmatan ini. Kembali kunikmati expresi orgasme di wajahnya, sungguh makin cantik dia tatkala orgasme. <br /><br />Goyangannya berhenti tatkala denyutan itu berhenti, tapi segera berganti dengan kocokanku, dia melotot ke arahku senyum kenikmatan di bibirnya kembali berganti dengan desahan dan gelinjang nikmat, tak kupedulikan sorot mata protes darinya. Kocokanku berubah pelan dan panjang, kutarik pelan penisku hingga hampir keluar atau bila perlu hingga keluar dari vaginanya dan kembali kudorong perlahan hingga semua masuk dan kutarik lagi dengan cara yang sama, dengan cara ini kurasakan kenikmatan yang panjang, sepanjang penisku meluncur di vaginanya. <br />Dengan gerakan pelan dan panjang ini, birahi Dewi perlahan lahan kembali naik dan mengikuti iramaku, kuremas kedua buah dada montoknya, kakinya menjepit pinggangku erat, tak lama kemudian Dewi mendorongku menjauh hingga penisku terlepas dari vaginanya, lalu dia membalikkan badan siap dalam posisi doggie. <br /><br />Sedetik kemudian kejantananku kembali melesak ke vaginanya, dia menjerit ketika kudorong penisku dengan keras, kupegangi pinggulnya dan aku mulai mengocok dengan iramaku sendiri yang terkadang sulit bagi dia untuk mengimbanginya. Sambil memeluk tubuhnya kuremas remas buah dada yang menggantung berayun bebas, dalam dekapanku tak banyak gerakan yang bisa dia lakukan kecuali hanya memutar mutar pinggulnya melawan gerakanku. Beberapa menit kemudian ketika aku hampir menggapai puncak kenikmatan, tiba tiba dia menghentikan gerakannya dan memintaku mengeluarkan penisku dari tubuhnya. <br /><br />“aku ingin yang lain” katanya seraya berdiri lalu mematikan lampu ruang tamu, dia membuka lebar pintu yang menuju ke balkon menghadap ke laut, sungguh indah pemandangan dikeremangan malam diiringi desir angin pantai yang dingin sejuk, manambah keindahan tubuh Dewi dibawah siraman sinar bulan purnama, sungguh exotic. Dia langsung mengambil posisi nungging di kursi balkon, agak ragu aku melakukannya, khawatir kelihatan dari pantai. <br />Dewi berusaha meyakinkanku bahwa kamar ini sangat exclusive, tak mudah orang melihat atau mengintip, tapi aku masih ragu ragu, terlalu beresiko. <br /><br />Kutarik Dewi ke lantai yang berlapiskan textur kayu, udara dingin tak kuhiraukan, dengan bersandarkan pada kursi kami bercinta doggie style menghadap keremangan pantai dan terpaan angin laut yang dingin, suasana sunggguh exotic dan menggairahkan untuk bercinta open air seperti ini. Baru kali ini aku merasakan suasana ini, ternyata menambah gairah sexual, begitu romantic, kukocok Dewi sambil menikmati deburan ombak di keheningan malam dan indahnya bulan purnama diiringi hembusan angin malam dari pantai senggigi, kami berdua seakan berlayar di atas lautan kenikmatan. <br /><br />Entah sudah berapa lama kami bercinta dengan posisi ini hingga Dewi minta berubah posisi, kini Dewi duduk dan bergoyang di atas tubuhku yang telentang di lantai yang dingin, wajah cantiknya yang penuh nafsu terlihat mempesona di keremangan sinar rembulan, kunikmati saat saat dia memasukkan kejantananku ke vaginanya, bikin aku tambah nafsu. Goyangan Dewi makin cepat dan bervariasi antara berputar dan turun naik, aku hanya bisa menikmati sambil meremas buah dadanya yang bergoyang goyang dan memandangi wajah imut imutnya. <br /><br />Dinginnya malam tak mampu mengusir kehangatan tubuh Dewi dan panasnya nafsu kami berdua, keringat mulai menetes dari tubuh Dewi. Tiba tiba Dewi menelungkupkan tubuhnya dan memelukku erat, desahannya di telingaku berubah jeritan tertahan ketika kembali kurasakan denyutan denyutan dari vaginanya. <br />“aaaagh… eeeeegh… uuuugh… yesss” terdengar nada kenikmatan tertahan yang memuncak hebat, pelan tapi menggairahkan. Dewi mencium bibirku lalu terkulai lemas di atasku, napasnya turun naik seolah turun dari puncak gunung, kubiarkan dia menikmati saat saat ini, penisku masih tegang tertanam di vaginanya. <br /><br />Kami terdiam dalam sunyinya keheningan malam, hanya detak jantung Dewi dan deburan ombak yang kurasa saat ini. Kugulingkan tubuhku, kini tubuh Dewi di bawahku, sambil menindihnya kumasukkan kembali kejantananku dan langsung mengocoknya, kaki Dewi melingkar di pinggangku hingga penisku bisa masuk lebih dalam, kembali kudengar desahan pelan tertahan keluar dari mulutnya, takut terdengar dari luar, kututup mulutnya dengan mulutku, kami berciuman dengan ganasnya, seganas kocokanku di vaginanya, makin cepat aku mengocoknya makin gairah pula dia melumat mulutku, bibir dan lidah kami saling melumat. <br />Kunaikkan kakinya di pundakku, aku jongkok sambil mengocoknya, dengan posisi ini aku menjadi lebih bebas melakukan variasi gerakan dan kocokan, keras, pelan, berputar, membuat Dewi makin menggelinjang keenakan. Hingga tibalah saatnya kugapai puncak kenikmatan. <br />“aku mau keluar” bisikku sambil mengamati expresi wajah Dewi yang tak bosan untuk di pandang. <br /><br />“keluarin di dalam saja mas” pintanya sambil mengelus wajahku. <br />Beberapa detik kemudian pertahananku jebol, menyemprotlah spermaku yang sudah tertahan beberapa hari ke vagina Dewi, denyutan demi denyutan dan semprotan demi semprotan menghantam dinding vagina Dewi, tak tahan menerima gempuran hebat ternyata Dewi menyusulku beberapa detik kemudian, kembali vaginanya meremas penisku yang sedang berdenyut dengan hebatnya. Aku langsung terkulai di atas tubuh Dewi, kemudian kami berdua telentang telanjang di balkon kamar, tak lama kemudian Dewi bangun dan diluar dugaanku, dia mengulum dan menjilati penisku, tak dipedulikan sisa sisa sperma yang masih menempel. Tentu saja aku teriak kaget dan geli, kutarik dia dalam pelukanku dan kami berciuman lagi, terasa aroma sperma dari mulut Dewi hingga akhirnya kami benar benar lemas. <br /><br />“Terima kasih mas” katanya lalu melepaskan pelukanku. <br />Berdua dalam keadaan masih telanjang, kami duduk di kursi balkon menikmati indahnya bulan purnama di pantai senggigi diiringi debur ombak yang bergelora se-gelora nafsu kami saat ini. Tak tega atau tepatnya terlalu sayang untuk meninggalkan Dewi sendirian, malam itu aku tidur di kamar Dewi, kamar bekas dia melakukan selingkuh dengan bos suaminya, tapi siapa peduli. <br /><br />Malam itu kami bercinta lagi beberapa kali di ranjang tempat dia melayani si boss hingga kami benar benar tertidur lelap.<br />Part 2 <br /><br /><br />Paginya aku bangun kesiangan, kulihat Dewi sudah tidak ada disampingku, jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, entah jam berapa kami baru bisa tidur tadi malam mungkin jam 2 atau 3 pagi. <br /><br />Kulihat Dewi sudah di ruang tamu hanya mengenakan kemejaku sedang menelepon seseorang, sepertinya dia bicara sama suaminya, Agus. Kubiarkan dia menyelesaikannya, aku ke kamar mandi membersihkan diri biar segar. <br /><br />Ketika aku keluar kamar mandi kulihat Dewi sedang bercakap dengan Waitress yang mengantarkan sarapan, tanpa risih dia masih hanya mengenakan kemeja, aku yakin sedikit atau banyak waitress itu melihat bagian dalam tubuh Dewi, apalagi dia membuka dua kancing atas kemeja itu. Diluar dugaanku Dewi membungkuk di meja ketika tandatangan bill, sudah pasti si waitress yang berdiri di depannya bisa menikmati kedua buah dada Dewi yang menggantung dibalik kemeja, dengan senyum tanpa rasa bersalah dia mengangsurkan kembali bill itu disertai ucapan terima kasih, sepertinya dia menikmati ketika memperlihatkan bagian tubuhnya ke orang lain. Sebenarnya aku cemburu melihat hal itu tapi apa hakku mencemburui Dewi, tak ada alasan. <br /><br />“Mas kita extend sehari yuk” ajak Dewi, sebenarnya tanpa dimintapun aku ingin mengusulkan hal itu, tapi aku harus ngurus administrasi check out kamarku dulu dan harus memikirkan alasan pada rekan rekan tentang ketidak bersamaanku dengan lainnya, tentu menimbulkan banyak pertanyaan. <br /><br />Segera setelah kukenakan kembali kemejaku dan memberikan morning kiss aku meninggalkan Dewi menuju kamarku untuk mengatur “check out”, karena flight ke Jakarta sore hari maka tentu banyak teman yang jalan jalan menikmati indahnya Lombok. <br /><br />Kukemasi barangku di kamar dan kumasukkan dalam traveling bag, kupanggil room boy untuk mengantar tas-ku ke kamar 1003 untuk menghindari kecurigaan rekan rekan, mengenai administrasi dan pembayaran sudah ada yang ngurusin. <br /><br />Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11:30, Aku segera kembali ke kamar Dewi, tapi sialnya ketika melintas kolam renang kepergok rekan rekan yang sedang berenang, mereka memanggilku, dengan terpaksa aku gabung dengan mereka karena ada atasanku disana, nggak enak kalau menolak. Tak banyak tamu hotel di kolam itu, mungkin hanya kami ditambah beberapa bule yang menikmati kolam renang indah itu, apalagi suasana agak berawan hingga nyaman untuk bersantai di luar di tepi kolam. <br />Entah sudah berapa lama aku bersama mereka ketika di seberang kulihat Dewi dating dengan mengenakan pakaian renang merahnya yang model two pieces, aku yakin pandangan kami semua tertuju padanya. <br />Dengan tenangnya dia masuk kolam dan berenang santai, gayanya seolah menggoda laki laki yang melihatnya, apalagi dengan postur tubuhnya yang sexy dan wajah cantik imut imut tentu sebagai laki laki normal tak akan melepas pemandangan ini. Kudengar komentar kagum dari rekan rekanku, ada perasaan bangga bahwa semalam aku telah menikmati kehangatan tubuh sexy itu. <br /><br />Melihat serombongan laki laki di tepi kolam bukannya membuat Dewi risih tapi dia malah bergaya lebih erotis dan sepertinya dengan sengaja memamerkan keindahan tubuhnya. Baru kusadari mungkin dia termasuk exhibionist yang suka menggoda dengan memamerkan ke-sexy-an tubuhnya, mungkin karena kurang mendapatkan perhatian dan pujian dari suaminya, sepertinya dia ingin membuktikan bahwa banyak orang yang tertarik dengan postur tubuhnya. <br /><br />Aku melirik Pak Sys, direktur operasi, bossku, kulihat sorot mata kagum di wajahnya. Laki laki bujang berumur 45 tahun itu seolah tak berkedip melihat pose dan gaya Dewi saat berenang, seolah ingin menelannya bulat bulat, aku tahu dia memang penikmat wanita cantik, dengan wajah yang masih ganteng tentu tak sulit bagi dia mendapatkan wanita apalagi ditambah tunjangan dananya. <br /><br />“Waow, gila bagus banget bodynya, perfect” komentarnya <br />Tidak lebih satu jam dia di kolam, berenang maupun santai di kursi yang ada di sepanjang tepi kolam, Dewi mengemasi barangnya dan menghilang di balik batu alam tepi kolam, setengah jam kemudian kami semua bubar seiring dengan menghilangnya Dewi dari pandangan kami. <br />Aku menyelinap meninggalkan mereka menuju kamar Dewi, ternyata pintunya tidak tertutup dengan benar, kubuka pintu itu perlahan bermaksud mengagetkan dia. Tak kujumpai Dewi di ruang tamu maupun ruang tengah, begitu juga di kamar mandi depan. <br /><br />Kudekati kamar tidur yang pintunya sedikit terbuka, aku kaget ketika mendengar desahan pelan dari kamar itu, ketika kubuka pelan pintu itu, bukan main kagetnya ketika kulihat Dewi sedang telentang membuka kakinya lebar dengan kepala seseorang di antara kaki itu, dia sedang menerima jilatan dari laki laki itu dengan ganasnya, terlihat tubuh Dewi menggeliat dan mendesah nikmat. Mereka sepertinya tak mengetahui kehadiranku, tangan Dewi meremas kepala yang sedang mengusap usap vaginanya. Laki laki itu berlutut masih mengenakan celana renang menjilati vagina Dewi, entah sudah berapa lama mereka melakukannya, yang jelas belum terlalu lama karena swimsuit Dewi yang atas belum juga terbuka, masih menutupi buah dadanya yang montok. <br /><br />Perasaan cemburu, kecewa, marah, benci berkecamuk di kepalaku, tapi anehnya bukannya menghentikan mereka tapi aku justru menikmatinya, perlahan perasaan perasaan itu berubah menjadi nafsu, gairah dan kurasaka sensasi yang aneh, yang jelas aku mulai menikmati melihat mereka bercinta. Kejantananku perlahan menegang dari balik celanaku, lidah laki laki itu mulai menyusuri perut Dewi, tangannya sudah meremas buah dadanya yang masih terbungkus ketat. <br /><br />Aku masih berdiri terbengong di pintu, tak tahu harus berbuat apa, tanpa kusadari tanganku sudah meremas kejantananku yang makin menegang. <br /><br />Pria itu menindih tubuh Dewi, mereka berciuman dan bergulingan di ranjang yang semalam dia pakai bercinta denganku, tubuh Dewi di atas menciumi dada bidang pria itu, ciumannya terus turun hingga bawah perut, tangan Dewi mulai melepas celana renangnya dan menggapai kejantanan yang nongol dari baliknya. Tidak terlalu besar tapi kelihatan begitu tegang dan panjang, mulut mungil Dewi segera mengulum dan memepermainkannya, dengan segera penis itu meluncur keluar masuk mulut Dewi hingga hampir semuanya, hidung Dewi terkadang menyentuh rambut pubic pria itu, sesekali Dewi mempermainkan kepala dan batang penis dengan lidahnya, dijilatinya dari ujung hingga pangkal, begitu pandainya dia mamainkan irama, pria itu mendesis desis dalam kenikmatan kuluman sang Dewi. <br /><br />Ketika Dewi mengulum pria itu, posisi tubuhnya nungging membelakangiku hingga terlihat bibir vaginanya seolah mengundang menantang. Dengan penuh gairah Dewi mengocok penis pria itu, hanya desis kenikmatan keluar dari mulutnya sambil tangannya memegang kepala Dewi dan menekan untuk lebih dalam memasukkan penisnya. <br /><br />“aaaahhhh…aaahhhh” jerit pria itu seiring dengan semprotan sperma di wajah Dewi yang tak mau membuang kesempatan langsung memasukkan penis yang menyemprot itu ke mulutnya, tanpa ragu Dewi membiarkan pria itu mengeluarkan spermanya di dalam mulutnya dan tanpa ragu pula dia menelannya, terlihat tetasan putih di ujung bibirnya, sperma yang tak tertampung di mulutnya menetes ke bibir dan dagunya. Dewi lalu menyapukan penis yang melemas itu ke wajahnya sambil tersenyum. <br />Ketika Dewi berdiri, dia melihat keberadaanku. <br />“Eh Mas, udah lama disitu ?” Tanya Dewi dengan santainya sambil berjalan ke arahku, tiada nada terkejut atas kehadiranku. <br /><br />Kutinggalkan mereka berdua di kamar, aku menuju balkon mengambil udara segar sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan, perasaanku bercampur aduk menjadi satu antara cemburu, marah, benci dan perasaan aneh lainnya melihat sensasi itu. <br /><br />Dengan hanya berbalut handuk di dadanya Dewi mendekatiku dan langsung memelukku dari belakang, aku ingin marah tapi sadar bahwa bukan hakku untuk cemburu dan marah. <br />“Mas marah ya ?” tanyanya sambil tetap memelukku dan mengelus dadaku. Aku diam saja <br /><br />“kenapa Mas Hendra marah, ini kan hanya kesenangan, just for fun, apa bedanya aku bercinta sama Mas atau aku dengan Fredy ? toh sama sama penyelewengan” katanya mencoba mencari pembenaran atas tindakannya, ternyata laki laki itu namanya Fredy. <br />“kenapa nggak sekalian saja secara bersama sama main bertiga, toh ini juga kesenangan, just for fun” kataku sekenanya sambil mendongkol karena hilang kesempatan untuk menikmati tubuh Dewi sendirian. <br />“kalau mas nggak keberatan, aku juga ingin melakukannya, just for fun, lagian aku belum pernah melakukan sex bertiga seperti itu, asik kali ya” jawabnya tetap tanpa rasa bersalah, tentu saja mengagetkanku. <br />“emang kamu ingin melakukannya ?” tanyaku mempertegas <br />“kalau mas nggak keberatan, tapi kalau mas nggak mau ya nggak apa apa, akan kusuruh Fredy pulang, tapi terus terang aku jadi ingin mencobanya” tegas dia sambil merajuk manja. <br />Aku diam saja memikirkan kata katanya, tangan Dewi sudah mulai mengelus elus selangkanganku. <br />“gimana mas ? dia pergi atau tinggal” desaknya. <br />Aku belum memberikan jawaban, terlalu saying untuk membagi tubuh Dewi dengan laki laki lain, apalagi sekelas Fredy yang jauh dari menarik kecuali postur tubuhnya yang atletis. <br />“pleeeeeese” Dewi terus mendesakku, tangannya sudah masuk ke balik celanaku dan meremas remas kejantananku yang mulai menegang, membuat aku tidak bisa berpikir jernih lagi. <br />“oke deh terserah kamu, toh ini acaramu, aku kan hanya kebetulan berada di tempat yang tepat” jawabku. <br />“thanks mas” jawabnya girang, dia bergeser ke depanku dan hendak langsung memelukku tapi aku menghindar kusuruh dia membersihkan diri dulu dari bekas sperma. <br />Dipanggilnya Fredy ke balkon, dengan penuh selidik kuamati penampilannya, baru aku sadar bahwa Fredy adalah Life Guard kolam renang tadi, sebagai seorang perenang tubuhnya memang atletis dan sexy meski tidak terlalu ganteng. <br />“Mas, kenalin si Fredy, Fredy ini Mas Hendra” katanya memperkenalkan kami lalu meninggalkan kami berdua dan masuk kamar mandi. <br /><br />Fredy sudah mengenakan kembali celana renangnya, kami duduk dan ngobrol di ruang tamu dekat balkon sembari menunggu Dewi keluar kamar mandi. Ternyata Fredy adalah putra asli daerah lombok yang sudah 5 tahun kerja di hotel ini, memang tampangnya yang keras memperlihatkan guratan pekerja keras, meski usianya masih sekitar 25 tahun tapi garis wajahnya jauh lebih dewasa menggambarkan kematangan hidup. kimpoi tiga tahun dengan tetangga satu desa dan dikaruniai satu anak.<br /><br />Dewi keluar dari kamar mandi hanya berbalutkan handuk di dada, langsung duduk di pangkuan Fredy, berhadapan dengan tempat dudukku. Kulihat Fredy agak canggung memangku Dewi dihadapanku, tapi Dewi bisa membawa diri mencairkan suasana terutama terhadap Fredy. Diciumnya kening Fredy, lalu pipinya sembil memeluk kepalanya dan menyandarkannya ke dadanya yang menonjol. <br /><br />Kembali aku diliputi kecemburuan melihat kemesraan yang diberikan Dewi pada Fredy, tapi aku diam saja. <br />“sayang kenapa celananya sudah dipakai, kan kita belum selesai” ucapnya sambil mengelus rambut ikal Fredy yang masih bersandar di dadanya. <br /><br />Agak terbata Fredy menjawab,”aku belum pernah dikulum dan dijilati seperti itu, apalagi setelah keluar sperma” <br />“tapi permainan lidahmu sangat pintar” <br />“kalo itu sering aku lakukan dengan bule tamu disini, tapi ya sebatas itu tak lebih, dan aku tidak boleh pegang pegang, Cuma jilatan jilatan seperti itu sampai mereka puas, lumayanlah mbak hasilnya bisa untuk tambah kebutuhan rumah tangga” <br />“kasihan sayang, ntar aku kasih yang enak ya” Dewi menghibur manja lalu mencium bibirnya. <br />Setelah kutunggu beberapa saat, ternyata Dewi tak juga beralih ke pangkuanku, tak mau menjadi penonton seperti kambing congek, kuambil inisiatif, kuhampiri mereka, aku berdiri di samping Dewi, kubuka resliting celanaku, kukeluarkan kejantananku dan kusodorkan ke mulut Dewi. <br /><br />Dia langsung memegang penisku dan memandangku dengan senyum menggoda, lalu lidahnya mulai bekerja di kepala penisku, sambil mengocok penisku dia memasukkannya ke mulutnya, dengan segera penisku keluar masuk mulutnya. <br />Tangan Fredy mulai menjamah dada Dewi yang masih tertutup handuk, kutarik handuk putih yang melilit tubuhnya hingga terlepas, kini Fredy bisa dengan leluasa meraba menjelajahi buah dada Dewi yang menggantung indah menantang, diremasnya kedua bukit telanjang itu. <br />Dewi turun dari pangkuan Fredy dan berjongkok di depanku, Fredy ikut ikutan berdri di sampingku, kini kedua tangan Dewi memegang dan mengocok kejantanan kami berdua, gantian dia mengulum dari kiri ke kanan, kami berdua mendesis bersautan. <br /><br />“jangan keluarin lagi ya” kata Dewi pada Fredy lalu meneruskan kulumannya. Meski melayani kami berdua Dewi tak tampak kesulitan, padahal kedua penis kami tidak bisa dikatakan kecil, hampir sama panjang 17 cm tapi punya Fredy diameternya sedikit lebih kecil. Dengan penuh nafsu dia mempermainkan kami dari jilatan ke seluruh bagian penis hingga kuluman memabokkan. Sekali sekali kepala penis kami bersinggungan di depan bibir Dewi, seperti berebut masuk ke mulut mungilnya. <br /><br />Sambil mendapatkan kuluman dan jilatan, kubuka pakaian dan celanaku, kami bertiga sudah dalam keadaan telanjang. <br />Tiba tiba Fredy melangkah mundur hingga pegangan Dewi terlepas, Fredy menggeser ke belakang Dewi, kukira dia akan memeluk Dewi dari belakang ternyata dia telentang di belakang Dewi dan kepalanya menyusup di antara kakinya, Dewi segera membuka lebar kakinya memberi jalan kepala Fredy di bawahnya. Dewi terus menjilat dan mengulum kejantananku sementara kepala Fredy yang ada di bawahnya menjilati vaginanya dari bawah. <br /><br />Dewi menggoyang pinggulnya mengimbangi permainan Fredy sementara aku mengocokkan penisku di mulutnya, kepala dan pinggul Dewi sama sama bergoyang memainkan irama yang berbeda, entah bagaimana dia mengatur konsentrasinya. Ternyata jilatan Fredy lebih mengganggu konsentrasinya, Dewi sering menghentikan kulumannya hanya untuk menikmati permainan lidah Fredy di vaginanya. Tak mau terlalu sering terganggu, kutuntun Dewi ke kursi, kuminta dia di pangkuanku, perlahan dia menurunkan tubuhnya di pangkuanku sambil melesakkan penisku di vaginanya yang sudah basah, entah basah karena rangsangan kami berdua atau basah karena ludah Fredy. <br /><br />“oouuuughhhhh…… ssssss…. ennnnak masssssss” dia mendesis ketika penisku perlahan menerobos liang kenikmatannya, kuremas kedua buan dada yang menantang di depan mukaku dan kukulum keras ketika dia mulai menggoyangkan pantatnya. Rupanya Fredy tak mau tinggal diam, dia mendatangi Dewi dari belakang, disibakkannya rambut Dewi ke atas hingga tampaklah tengkuknya yang putih mulus, Fredy langsung mencium dan menjilati tengkuk Dewi membuat dia menggelinjang hebat di pangkuanku, goyangannya jadi kacau tapi justru makin membuat penisku diremas dan serasa dipilin di vaginanya. <br /><br />Kuremas erat kedua buah dadanya, ternyata Fredy ikutan meremasnya, kini masing masing buah dada mendapat remasan dua tangan. Ciuman Fredy beralih ke telinga, dikulumnya telinga Dewi membuat dia makin kelojotan, dengan aksi Fredy seperti itu sebenarnya aku yang diuntungkan karena vaginanya makin erat mencengkeram penisku, menambah kenikmatan, justru lebih nikmat daripada tadi malam, ternyata sensasinya luar biasa. <br />Dewi meraih kejantanan Fredy yang sudah berdiri telanjang di sampingnya, dikocoknya sambil kembali bergoyang pinggul, tubuhnya mulai turun naik sambil bergoyang memutar, kejantananku meluncur keluar masuk dan teremas di vaginanya, semakin cepat dia mengocok penisku semakin nikmat rasanya, desahan atau jeritan Dewi sudah diluar kontrol, begitu liar. <br /><br />Beberapa menit kemudian kurasakan tubuh Dewi menegang, dia memelukku erat ketika kurasakan vaginanya berdenyut hebat, sehebat jeritan Dewi dalam kenikmatan puncak sexual, orgasme. Kubiarkan dia menikmati detik detik pasca orgasme, jantungnya berdetak dengan kencang, tapi itu tak berlangsung lama ketika Fredy memeluk Dewi dan dengan sedikit paksa menarik tubuh Dewi ke atas hingga penisku terlepas dari vaginanya. Dia lalu membopong tubuh Dewi dan menelentangkannya di ranjang, langsung menindih tubuh Dewi yang sudah pasrah menunggu, terlihat begitu kontras antara Dewi yang putih mulus ditindih Fredy yang coklat tua. Fredy dengan rakusnya menciumi Dewi, kening, pipi, bibir, lehernya yang jenjang, hingga kedua payudaranya, tak sejengkal daerah sexy Dewi terlewatkan dari sapuan bibir dan lidahnya. Kembali rasa cemburu menghampiriku melihat bagaimana Fredy menikmati hangat dan gairahnya tubuh Dewi. <br /><br />Ganasnya Fredy mempermainkan buah dada dan putting Dewi segairah desahan Dewi yang kembali terbakar birahi. Fredy menyapukan sebentar kejantanannya di bibir vagina yang basah itu, tapi sebelum Fredy melesakkan kejantanannya, Dewi mendorong tubuhnya menjauh. <br />“sabar ya saying, kamu pakai kondom dulu, tuh ambil di laci” katanya. Mungkin Fredy agak dongkol tapi dia tak bisa berbuat lain kecuali meninggalkan Dewi yang sudah dalam keadaan pasrah. Melihat tubuh telanjang Dewi yang telentang menantang, aku tak mau membuang kesempatan, sambil menunggu Fredy memasang kondom, kuhampiri Dewi dan tindih sambil mencium bibirnya. <br /><br />“ah mas Hendra nakal, kan giliran Fredy” godanya sambil melirik Fredy yang sedang menyobek bungkus kondom. <br />“dia sedang mempersiapkan tuh” kataku sambil menyapukan kejantananku yang telanjang tanpa kondom ke vaginanya, sekali dorong melesak semua ke dalam diiringi jerit kenikmatan dari Dewi. <br /><br />Pantatku langsung turun naik di atas tubuh telanjangnya, menggenjot secepat dan sedalam mungkin sambil memandang wajah cantik Dewi, rona merah mukanya terlihat jelas di wajahnya yang putih menambah kecantikan dan gairahnya. <br />Fredy yang sudah siap, menghampiri kami, dengan penis yang terbungkus kondom disodorkannya ke mulut Dewi, bibir Dewi yang terbuka mendesah langsung terbungkam penis tegang Fredy. <br /><br />Sambil menerima kocokanku, Dewi juga mengocok penis Fredy di mulutnya, kami saling mendesah bersautan. Tangan Fredy meremas remas buah dadanya dengan gemas sambil memainkan putting kemerahan. <br /><br />Berdua kami mengocok Dewi dari atas dan bawah, berulang kali tubuhnya menggeliat ketika kusodok dengan keras. <br />“Aaagh…mmmmmggghhh….eeeeggghhh….cukup…eeeghh…cukup …eegghhh…cukup mas, aku nggak mau keluar lagi, ganti Fredy” pintanya. <br /><br />Meski agak berat, terpaksa aku memberikan kenikmatan dan vagina ini ke Fredy, tapi sebelum kuberikan aku baru sadar bahwa sejak tadi malam aku belum melakukan jilatan di vagina Dewi, harus kulakukan sekarang sebelum penis Fredy mengobok obok vagina ini, now or never. Begitu kucabut penisku, langsung bibir dan lidahku menggantinya, tak kuhiraukan cairan di vagina Dewi yang cukup banyak, lidahku memainkan klitoris dan bibir vaginanya. <br /><br />“AAAAAuuughhhh… sssssshhhh….. naaakaaal… sssss… masssss…sssssuddaaaaaah” desahnya kaget, tak menyangka aku melakukan ini. <br />Lidahku menjelajah ke daerah vaginanya, tak kupedulikan Fredy yang sudah bersiap disampingku menunggu giliran, tubuh Dewi menggeliat kelojotan, tangannya dikepalaku menekan dan menarik, pantatnya terangkat ke atas merasakan jilatan kenikmatan dari bibir dan lidahku. <br />Tanpa setahu Dewi kuberi aba aba ke Fredy untuk segera bersiap, maka begitu bibirku meninggalkan liang vaginanya Fredy langsung mengisi dengan penisnya. <br />Dengan sekali dorongan yang cepat, langsung penis itu melesak ke liang kenikmatannya yang disambut teriakan kaget Dewi menerima sodokan keras dari Fredy. Tanpa menunggu lagi begitu penis itu masuk semua langsung Fredy menarik keluar dan mendorong masuk lagi dengan lebih cepat, kocokan Fredy begitu ganas sambil lidah dan bibirnya tak pernah lepas dari bibir dan leher jenjang Dewi. <br /><br />Kulihat Fredy begitu gemas melihat wajah Dewi yang mengerang kenikmatan, berkali kali dia menciumi pipi kiri dan kanannya diselingi lumatan bibir. Sepertinya dia mendapatkan rejeki nomplok bisa menikmati kehangatan dan ke-sexy-an tubuh Dewi dengan segala kenikmatannya, apalagi Dewi memperlakukannya seperti layaknya seorang kekasih dalam bercinta, Dewi selalu menyambut kuluman Fredy dengan penuh gairah meski gaya permainan Fredy cenderung kasar. Dekapan Fredy tak pernah lepas dari Dewi, mereka menyatu dalam permainan birahi yang ganas. Permainan Fredy kasar dan monoton membuat Dewi harus mengambil inisiatif, dia ikutan menggoyangkan pinggulnya meski agak susah karena terhimpit pinggul Fredy dan terhalang kocokannya, tapi dia masih bisa meggoyangkannya. <br /><br />“dari belakang Fred” pinta Dewi untuk doggie disela desahannya, tapi Fredy tak menggubris, dia masih tetap mengocok dan memeluk Dewi lebih erat. <br />Sebenarnya aku ingin gabung dengan mereka tapi aku ingin memberi Fredy kesempatan untuk lebih menikmati kehangatan Dewi, disamping itu aku juga ingin tahu seberapa tahan dia menghadapi ganasnya gairah binal Dewi. Dan ternyata dugaanku benar, tak lebih dari sepuluh menit Fredy menggeluti Dewi dia sudah teriak kenikmatan, orgasme kedua yang dia dapat dari Dewi. Tubuh Fredy menelungkup di atas Dewi, keringatnya mengalir deras, sederas semprotannya di vagina.<br /><br />Dewi memeluknya erat, tiba tiba kudengar Fredy teriak lagi, tapi kali ini agak aneh, bukan teriakan kenikmatan tapi lebih seperti geli, rupanya Dewi mempermainkannya, diremasnya penis Fredy yang masih di vaginanaya dengan otot vagina yang memang kuat mencengkeram dan meremas. Dewi tersenyum nakal melihat expresi Fredy yang aneh menerima remasan itu, hingga akhirnya Fredy tak tahan dan turun dari tubuh Dewi. <br /><br />Aku tak mau membiarkan Dewi menganggur terlalu lama, kubalikkan tubuhnya untuk doggie, dengan sekali dorong melesaklah penisku di vaginanya untuk kedua kalinya <br />“aaaaggghhhhh… yessssss” desahnya menerima penisku. <br />Aku langsung mengocok dengan cepat, buah dadanya yang montok mengayun bebas langsung disambut remasan oleh Fredy yang telentang disampingnya, Dewi merespon dengan mencium bibir Fredy. Melihat mereka berciuman membuat aku makin terangsang, kusodok dengan keras hingga penisku menyentuh dinding dalam vagina Dewi, sesaat ciuman mereka terlepas tapi dia kembali mengulum bibir Fredy. Kocokanku makin cepat dan keras dengan pegangan pada pinggulnya aku bisa lebih bebas melesakkan penisku sedalam dalamnya. <br /><br />Desah kenikmatan Dewi tertahan di bibir Fredy, mungkin tak tahan menerima kocokanku, kini Dewi memeluk tubuh Fredy sambil menelusupkan kepalanya di leher Fredy. Kutarik rambut Dewi kebelakang hingga ciumannya terlepas, kusodok dengan keras, dia menjerit entah sakit atau nikmat. Kepala Fredy sudah berada di bawah buah dada Dewi yang bergantung memukul lembut wajahnya, penis Fredy kembali menegang dalam genggaman Dewi, sungguh cepat dia recovery, kembali Fredy memasang kondom kedua. Diluar dugaan ketika aku sedang asik mengocok menuju puncak kenikmatan, Dewi berontak dari pelukanku hingga penisku tercabut dan langsung duduk di atas kejantanan Fredy yang memang kelihatan sudah keras. Aku mau protes tetapi melihat Dewi sudah melayang dalam kenikmatan sambil berhula hop di atas Fredy, tak tega mengganggunya. <br /><br />Aku berdiri dan kusodorkan penisku ke mulut Dewi dan langsung disambut dengan kuluman dan kocokan mulut. Kupegang kepalanya dan kukocokkan penisku ke mulutnya, Dewi melayani dengan tetap menggoyang pinggulnya mengocok Fredy, dua penis tertanam di tubuhnya, atas dan bawah, dia kelihatan begitu enjoy mendapatkan dua kocokan sekaligus. Tak lama kemudian Dewi memeluk pantatku, memegang erat penisku. <br /><br />“aaaaaahhhh…yesssssss” tubuhnya menegang, pegangannya menguat, dia mengalami orgasme lagi. Ternyata beberapa detik kemudian disusul teriakan yang sama dari Fredy, rupanya mereka mencapai puncak secara bersamaan. Untuk kedua kalinya hari ini Fredy orgasme di vagina Dewi, entah mimpi apa dia tadi malam mendapat kenikmatan seperti ini. <br /><br />Dewi langsung telentang terkulai di samping Fredy, kudekati dia untuk melanjutkan hasratku yang belum kesampaian. <br />“ntar mas, kasih aku istirahat sebentar, udah terlalu banyak keluar nih” katanya lemas, tapi tak kuhiraukan, aku bersiap untuk kembali memasukkan penisku ketika tiba tiba kudengar bunyi hp-ku berbunyi. Aku ingin membiarkannya tapi Dewi memaksaku untuk menerima panggilan itu, dengan perasaan dongkol kuambil hp dari kantong celana, ternyata si Bos, Pak Sys. <br />“Hallo sore Pak” jawabku agak gugup <br />“Hei Hendra dimana kamu, udah ditungguin lainnya nih” suara dari seberang agak keras, terdengar nada marah. <br />“eh anu, maaf Pak lagi ada urusan pribadi, kalo boleh aku berangkat besok pagi dengan first flight langsung ke Jakarta, maklum pak baru pertama ke Lombok” jawabku nervous sambil berharap harap cemas. <br />“bilang kek dari tadi, kan kita nggak perlu nunggu, oke selamat bersenang senang” katanya langsung memutuskan hubungan. <br />“Mas, bos kamu keren lho, kelihatan cool banget dia, meski kelihatan agak berumur tapi boleh juga kelihatannya” Dewi berkomentar mengagetkanku <br />“emang kamu tahu bosku yang mana ?” tanyaku heran <br />“kira kira sih, kalau nggak salah tadi di kolam yang mengenakan topi merah Ferrari, benar kan mas ? dari cara kalian menghormati dia sudah kelihatan kalau dia boss” jawab Dewi, mengagumkan ternyata pengamatan dia. <br />“iya emang betul dia, emang kenapa ?” <br />“kenalin dong mas” Dewi merajuk seperti anak kecil minta dibelikan permen. Agak ragu aku menganggapinya karena pengertian “kenal” dalam hal ini pasti mempunyai konteks yang lebih luas. <br /><br />Setelah mempertimbangkan agak lama, akhirnya aku menurutinya untuk kenalan dengan Pak Sys. Segera kuhubingi beliau untuk minta bicara sebentar secara pribadi sebelum berangkat, untung beliau setuju. Terpaksa kuurungkan niatku untuk merengkuh kenikmatan dengan Dewi lebih jauh. Kukenakan kembali pakaianku, meski tanpa mengenakan celana dalam, kutemui Pak Sys di tepi kolam renang. <br /><br />Dengan agak bingung aku kemukakan rencanaku dan kemauan Dewi, seperti kuduga tanpa berpikir panjang beliau menyanggupi untuk kenalan dengan Dewi, maka kamipun berpisah setelah kuberitahu kamar Dewi. Beliau menemui rekan lainnya dan mengambil traveling bag-nya sedang aku kembali ke kamar. <br /><br />Ternyata di kamar kudapati Dewi sedang nungging menerima kocokan Fredy dari belakang, Dewi hanya menolehku sejenak lalu meneruskan desahannya. Gila si Dewi, benar benar sex machine, belum setengah jam kutinggalkan kamar ini dia sudah bercinta lagi dengan Fredy untuk kesekian kalinya. Dongkol juga aku sama Dewi, tadi aku mau ngelanjutin tapi dia bilang capek, sekarang dia melayani Fredy, aku khawatir kalau mereka belum selesai saat Pak Sys dating, tak tahu apa pendapat beliau. <br /><br />Untunglah lagi lagi Fredy tak bisa bertahan lama menghadapi panasnya gairah Dewi dan untuk kesekian kalinya dia orgasme di vagina Dewi, agak kaget ketika kuperhatikan lebih cermat, ternyata Fredy sudah tidak memakai kondom lagi, berarti yang terakhir dia telah menyirami vagina Dewi dengan spermanya, itupun kalau masih ada cadangan sperma. <br /><br />Dewi segera meminta Fredy untuk kembali berpakaian dan segera meninggalkan kamar, diangsurkannya beberapa lembar ratusan ribu ke tangan Fredy. <br />“ah nggak usah mbak, begini saja aku sudah sangat senang kok mbak” tolak Fredy <br />“aku tidak memberi uang untuk jasamu ini, tapi aku memberi untuk anakmu” kata Dewi langsung meninggalkannya menuju kamar mandi. Part 3 <br /><br /><br />Sepeninggal Fredy, kususul Dewi di kamar mandi, ternyata dia sedang membersihkan vaginanya dari sperma Fredy. <br />“boss-ku sudah oke mau kenalan, beliau bersedia menemuimu sebelum pulang, sekarang apa rencanamu” tanyaku <br />“suruh saja dia menunda kepulangannya sampai besok, kita bisa check out dan pulang sama sama” jawabnya sambil menyiramkan air hangat di sekujur tubuhnya. <br /><br />“terus aku gimana” tanyaku bengong dengan rencananya, tentu saja aku nggak bisa sekamar dengan mereka, lebih baik aku pulang sekarang saja dan menyerahkan kesempatan mendapatkan kehangatan tubuh Dewi dalam pelukan Pak Sys. <br />“nggak usah khawatir mas, serahkan padaku, percaya deh” jawab Dewi meyakinkan. <br /><br />Melihat tubuh molek Dewi dengan rambut basah, hasrat birahiku yang tertunda naik lagi, kurangkul dia dan kuciumi tubuh wanginya. <br />“mas, sebentar lagi boss-mu dating lho” katanya mengingatkanku. <br />“tapi aku dari tadi belum orgasme, Fredy saja sudah berkali kali mendapatkannya” protesku. <br />“oke tapi cepetan ya, sebelum dia datang” katanya sambil berjongkok di depanku, membuka resliting celanaku, mengeluarkan penis dan langsung mengulumnya, sekedar untuk membasahi. <br /><br />Kuberdirikan Dewi dan kubalik membelakangiku, dia agak jongkok menghadap cermain di meja westafel kamar mandi, dengan mudah penisku menerobos masuk liang vaginanya, Dewi menggigit bibir bawahnya saat penisku melesak masuk, langsung kukocok dengan cepat, dari cermin bisa kulihat wajah Dewi yang menahan desah, buah dadanya yang montok menggantung indah, kupegangi pantatnya dan mengocoknya makin cepat, desahannya sudah keluar dengan lepas. <br /><br />Aku berusaha mencapai puncak orgasme dengan cepat sebelum Pak Sys dating, kuremas remas buah dadanya, sungguh indah melihat bayangan kami dicermin saat bercinta. Puncak kenikmatan yang biasa aku perlambat kini kuusahakan secepat mungkin, tapi rupanya semakin dipercepat semakin susah meraihnya, ternyata aku tidak bisa melakukan quickie. Kubalikkan tubuh Dewi dan kududukkan di meja westafel itu, kembali aku mengocok dengan cepat, kali ini sambil berhadapan, berharap Pak Sys tidak dating terlalu cepat, kocokanku semakin cepat dan keras, desahan Dewi yang lepas makin menggairahkan, kuciumi pipi dan bibirnya dengan gemas melihat bibirnya yang merekah mendesah. <br /><br />Sepuluh menit sudah berlalu, belum juga ada tanda tanda orgasme dariku. Melihat aku kesulitan mendapatkan orgasme, Dewi mendorong tubuhku dan memintaku telentang di lantai kamar mandi, hanya beralaskan handuk yang habis dia pakai tadi. Dewi langsung melesakkan penisku ke vaginanya dengan posisi dia di atas, dengan jongkok tubuhnya turun naik mengocok penisku sambil pinggangnya berputar putar membuat penisku serasa terpilin, kami berdua sama sama mendesah lepas, kuraih dan kuremas kedua buah dadanya, kami seolah berpacu menuju puncak kenimkatan. <br /><br />“Ding dong…ding dong” kudengar bel pintu berbunyi mengagetkan kami berdua, kami saling berpandangan, Dewi tersenyum menggoda melihat sorot kekecewaan di wajahku, diciumnya bibirku dan dia langsung berdiri, penisku tercabut dari vaginanya, kembali aku harus menunda atau malah melupakan orgasme yang tertunda dari tadi. <br />“cepat buka pintu, ntar dia marah lho, rapikan dulu baju mas” perintahnya sambil mengenakan piyamanya, tanpa pakaian dalam. <br /><br />“sialan.. sialan… sialaaaaaan” jerit hatiku sambil berdiri dan menutup resliting celanaku. <br />Ketika kubuka pintu kamar, Pak Sys berdiri di depan pintu dengan traveling bag-nya, rupanya dia memang menunda kepulangannya hingga besok, tentu saja ini membuatku kecewa, hilanglah kesempatan untuk berdua mereguk kenikmatan sex dengan Dewi. <br />“masuk Pak, Dewi masih di kamar mandi” aku mempersilahkan Pak Sys sambil mengambil traveling bag-nya. <br />“wah bagus juga kamar ini, pemandangannya juga indah dan agak terpencil” komentar Pak Sys ketika duduk di sofa ruang tamu. <br />Dewi keluar dari kamar ketika aku mengambilkan minuman untuk Pak Sys, dengan tetapmemakai piyama yang aku yakin masih tanpa pakaian dalam, dia menghampiri kami dan langsung mengulurkan tangannya ke arah Pak Sys. <br />“Dewi” <br />“Sys” <br />Dewi duduk disampingku di sofa panjang menghadap ke arah Pak Sys, kami ngobrol ringan seputar pemandangan alam di Lombok, suasana jadi makin akrab seolah kami teman lama yang baru ketemu, baik Dewi maupun Pak Sys ternyata cepat akrab. <br />Ketika ngobrol berulang kali Dewi membungkuk, aku yakin Pak Sys telah melihat pemandangan indahnya buah dada Dewi. <br />“sudut pandang pantai dari sini sangat indah” kata Pak Sys ketika berdiri di balkon menatap deburan ombak di kala senja. <br />“akan lebih indah dari balkon kamar, coba aja dan bandingkan” tambah Dewi sambil berdiri mengajak Pak Sys menuju kamar. <br />Mereka berdua menuju kamar, Dewi sempat melirik nakal ke arahku sementara Pak Sys melirikku dengan pandangan penuh arti.<br /><br />Masih kudengar sayup sayup mereka bercakap cakap dan tertawa di kamar tapi tak lama kemudian suara itu sudah tak terdengar lagi, aku tak bisa menebak apa yang mereka bicarakan di dalam, kubaca majalah wanita yang ada dimeja meskipun tidak bisa sepenuhnya konsentrasi, pikiranku melayang mulai pertemuan dengan Dewi, si Fredy dan apa yang telah kami lakukan pada Dewi, hingga belum tuntasnya aku menyelesaikan hasratku hari ini. <br />Sayup sayup kudengar kembali suara dari kamar, bukan percakapan atau tawa canda tapi suatu suara yang sudah aku kenal sebelumnya, yaitu desahan kenikmatan dari Dewi, terdengar pelan tapi sudah cukup bagiku untuk menebak apa yang mereka lakukan di dalam. Desahan itu bergantian antara Dewi dan Pak Sys, tapi lebih di dominasi suara desah nikmat dari Dewi. <br /><br />Kucoba mengabaikan suara desah itu dengan membuka halaman demi halaman majalah ditanganku, tapi desahan Dewi makin lama makin keras dan liar menggairahkan, mengganggu konsentrasiku, desahan itu mau tidak mau membuat kejantananku mulai ikut menegang, entah apa yang dilakukan Pak Sys pada Dewi tapi yang aku tahu pasti Dewi sedang mengarungi lautan kenikmatan bersama boss-ku itu. <br /><br />Limabelas menit berlalu, desahan Dewi berubah menjadi jeritan liar, aku tak tahan, ingin rasanya kumasiki kamar itu, tapi rasa segan pada Pak Sys masih menahanku di ruang tamu, membayangkan apa yang mungkin sedang mereka lakukan, tak kusadari tanganku sudah meremas kejantananku, berkali kali kulirik pintu kamar tidur yang terbuka sambil berharap mereka segera keluar menyelesaikan permainannya, ingin rasanya menengok apa yang Pak Sys perbuat pada Dewi meski mataku tetap tertuju pada majalah yang halamannya hanya kubalik balik tanpa membacanya. <br /><br />Rasa cemburuku kutahan dan makin membesar, apalagi membayangkan Pak Sys sedang menggumuli dan menikmati kehangatan tubuh sexy Dewi, entah apa yang dilakukan Pak Sys pada Dewi membuat dia menjerit begitu liar. <br />“AAAauuugggghhh…yessss…yesssss…yaaaaaa…aaaaaaaaaaa ” <br />Kudengar jeritan keras dari Dewi, pertanda orgasme, kunyalakan sebatang rokok menepis kegelisahanku. Sudah beberapa batang rokok kunyalakan dan kumatikan meski masih belum setengah kuhisap, aku kegerahan dan makin kepanasan mendengar jeritan nikmat yang semalam kunikmati itu, Pak Sys, boss-ku, yang belum satu jam yang lalu kuperkenalkan, kini sedang menikmatinya. Sesaat tak kudengar lagi desahan Dewi, tapi tak lama kemudian desahan Dewi kembali memecahkan keheningan itu. <br />Akhirnya aku tak tahan lagi, perlahan kudekati pintu kamar tidur, tepat seperti apa yang kubayangkan, kulihat di ranjang yang telah kupakai tadi malam, tubuh telanjang mereka saling berpelukan, Dewi pada posisi di atas dalam pelukan Pak Sys, pantatnya bergoyang goyang sementara Pak Sys mengocoknya dari bawah sambil meremas pantat Dewi. <br /><br />Aku tak berani bergerak apalagi bersuara, hanya gerakan tanganku yang meremas kejantananku sendiri sambil melihat mereka bercinta dengan penuh gairah. Pak Sys mendorong tubuh Dewi, kini dia duduk di atas tubuh Pak Sys, tubuhnya turun naik dan pantatnya berputar putar, berhula hop, persis seperti apa yang dia lakukan padaku tadi sebelum kedatangan Pak Sys, buah dada Dewi mendapat remasan dan kuluman darinya. Dewi menggeliat dan menjerit penuh kenikmatan, pinggulnya memutar makin liar, seliar kuluman Pak Sys di putingnya. <br /><br />Mereka terlalu asik untuk memperhatikan kehadiranku, kini mereka bercinta dengan posisi doggie, Pak Sys mengocok Dewi dengan kerasnya, bisa kulihat dari buah dadanya yang mengayun keras, dijambaknya rambut Dewi hingga dia terdongak, sodokannya makin keras menghunjam vagina Dewi membuatnya menjerit. Dewi melawan gerakan sodokan Pak Sys, dia mendorong mundur pantatnya setiap kali Pak Sys menyodok maju, penisnya makin dalam melesak dalam vaginanya membuat Dewi makin menggeliat dalam desahan nikmat. <br /><br />Hampir setengah jam mereka bercinta sejak kudengar desahan pertama, sementara diluar sudah mulai gelap, angin malam mulai menerobos ke kamar melalui balkon yang tidak tertutup, mereka masih bercinta dengan doggie style, saling kocok dan saling sodok, Pak Sys mendorong tubuh Dewi hingga tengkurap, dia mengikutinya tanpa melepas penis dari vagina. Kini Dewi tengkurap sedang mendapat kocokan liar dari atas, hanya pinggulnya yang agak naik keatas memberi ruang gerak penis Pak Sys yang meluncur keluar masuk. <br /><br />Dewi tiba menjerit pertanda orgasme, entah sudah berapa kali dia mendapatkan orgasme dari Pak Sys, Dewi menggeleng gelengkan kepalanya saat menjerit orgasme, ternyata Pak Sys justru makin mempercepat sodokannya, lebih keras lagi. <br />“aaaagghhh…. Paaaaak… aaaaaaghhh” jeritnya disela orgasmenya. <br /><br />Terus terang aku salut dengan stamina Dewi, entah sudah berapa kali dia orgasme hari ini, baik dariku, Fredy maupun Pak Sys, sungguh wanita yang mempunyai hasrat dan stamina sex yang tinggi. Saat itulah dia menoleh ke arahku, tapi sepertinya dia tidak melihatku, kembali mendesah menerima kocokan Pak Sys. Aku ingin mendekati dan gabung dengan mereka, desahan Dewi terlalu menggairahkan kalau hanya untuk didengar dan dilihat, tapi keseganan pada Pak Sys menahan langkahku, aku tetap berdiri di depan pintu melihat boss-ku sedang bercinta dengan tetanggaku yang cantik, yang semalam tidur denganku. <br /><br />Terlalu asik aku memperhatikan wajah cantik Dewi yang sedang mendesah hingga dikagetkan suara Pak Sys. <br />“Hendra, ngapain berdiri bengong di situ, masuk aja, kita kerjain dia rame rame” suara Pak Sys membuyarkan lamunanku pada Dewi, juga berarti undangan untuk ikut pesta. Dewi menolah ke arahku dengan senyum menggoda dan memberi isyarat ke arahku untuk mendekat dengan jari tengahnya. <br /><br />“uffffff…kasih aku istirahat sebentar” pintanya menoleh ke arah Pak Sys, tapi tak dihiraukannya, tetap saja mengocok vaginanya. <br />“Pleeeeeeessssssee…..aaagh…agh…pleeeessssse” desah dan permintaannya nggak jelas bercampur menjadi satu. <br />Aku sudah berdiri di samping ranjang, menunggu giliran atau kesempatan yang aku sendiri tak tahu kapan diberikan oleh mereka. <br />“kok nggak dilepas mas” kata Dewi disela desahannya. Meski ini bukan pertama kali aku bercinta bertiga, tapi dengan Pak Sys, boss-ku, membuatku seperti anak kemarin sore, terlalu canggung, serba salah. Cepat cepat dengan gugup kulepas semua pakaianku, ragu ragu aku duduk di tepi ranjang. <br />“oke kita istirahat sebentar” kata Pak Sys seraya mencabut penisnya dari vagina Dewi, aku kaget melihatnya, ternyata begitu besar, bahkan lebih besar dari punyaku meskipun tidak sepanjang penisku, pantesan Dewi dibuat kelojotan berkali kali. <br /><br />Dewi langsung telentang dengan napas yang turun naik, matanya terpejam, sementara Pak Sys turun dari ranjang menuju lemari es dan mengambil 3 botol minuman berenergi, mengangsurkan pada kami masing masing satu. <br /><br />“Gila enak banget, KO aku” komentar Dewi setelah menghabiskan minuman itu, terang aja dia KO, sementara kejantanan Pak Sys masih saja tegang, pertanda dia belum orgasme, entah mungkin dia minum viagra. <br />“tapi asik kan” celetuk Pak Sys sambil rebahan disampingnya setelah menutup pintu balkon dan menyalakan lampu kamar, suasana jadi terang, lebih jelas aku bisa melihat penis Pak Sys yang mulai lemas tapi tetap terlihat kokoh, aku mengikuti telentang di sisi lainnya, kini tubuh telanjang Dewi diapit tubuh kami. <br /><br />Ingin segera kutindih tubuh telanjang Dewi, tapi rasa segan masih menahanku kuat, setelah hampir sepuluh menit beristirahat, tangan Dewi mulai mengocok penis kami, kiri kanan, pertanda dia sudah siap untuk memulai lagi. <br />Dewi memintaku untuk mulai duluan, tanpa segan lagi kutindih tubuh Dewi, dia memegang penisku dan mengatur di vaginanya, kakinya dibuka lebar, dengan mudahnya penisku langsung melesak ke vagina Dewi yang memang sudah basah, disambut dengan jeritan ketika semua penisku tertanam di vaginanya, kurasakan mungkin menyentuh rahimnya. <br /><br />Ketika aku mulai mengocok, terdengar bunyi kecipuk dari vaginanya, dia memandangku sambil tersenyum penuh arti, tangannya tetap tak melepaskan pegangannya pada penis Pak Sys. Bibir Dewi merekah mendesah, terlihat begitu menggairahkan, buah dadanya berguncang guncang seirama dengan kocokanku, Pak Sys segera mengulum buah dada montok itu, mendapat perlakuan dari dua laki laki tubuh Dewi menggeliat dan mendesah nikmat membuat kami makin bergairah. Melihat Pak Sys mengulum putting dan bibir Dewi, nafsuku semakin naik, semakin keras kusodokkan penisku di vaginanya, ada sensasi tersendiri menyelimutiku, apalagi ketika Pak Sys menyodorkan penisnya dimulutnya dan segera disambut dengan jilatan serta kuluman. <br /><br />Dengan posisi telentang Dewi mendapat dua kocokan penis secara bersamaan dari atas dan bawah. Desah kenikmatan Dewi tertahan penis Pak Sys, mulutnya kelihatan penuh tertutup penis. Kunaikkan kakinya di pundakku hingga pantatnya lebih terangkat, dengan posisiku agak jongkok maka penisku dapat lebih dalam mengisi celah sempit vagina Dewi, hampir dia tersedak ketika kuhentak keras vaginanya. Kulampiaskan kecemburanku yang terpendam sedari tadi, kusodokkan penisku sekeras dan sedalam aku bisa, berulang kali Dewi harus mengeluarkan penis Pak Sys dari mulutnya. <br /><br />Secara bergantian tanganku, tangan Pak Sys bahkan tangan Dewi sendiri meremas remas buah dada yang berguncang keras, seolah berebutan meremasnya. <br />Sesekali kuhentikan gerakanku untuk memberi Dewi kesempatan menikmati kocokan Pak Sys di mulutnya, dengan konsentrasi total ke penis Pak Sys dia bisa memberikan “pelayanan total”, tak lama kemudian Pak Sys teriak pertandan orgasme, Dewi malah mempercepat kocokan mulutnya, kulihat cairan sperma menetes keluar dari celah mulutnya, Dewi tetap tidak mengeluarkan penis itu seakan dia menyedot habis sperma Pak Sys, dan menelannya. <br />Melihat begitu gairah Dewi melahap sperma Pak Sys, aku tak mau ketinggalan, kusodok dengan keras hingga penis itu terlepas dari mulutnya, diraihnya kembali penis itu dengan tangannya dan mengusap usapkan ke wajah cantiknya. <br /><br />Aku makin bergairah melihat kebinalan Dewi, kubalikkan tubuhnya, dengan posisi doggie kembali kukocokkan penisku keluar masuk. Pak Sys turun dari ranjang, duduk di sofa melihat kami bercinta, kini tinggal aku sendirian menikmati gairah banal Dewi yang tiada habis habisnya. Dengan bebas aku bisa berimprovisasi gerakan mengocokkan penisku ke vagina Dewi, dan Dewi pun sepertinya terbawa gerakan improvisasiku, ternyata aku tak bisa bertahan lebih lama menghadapi gairah binal Dewi yang makin lama makin menggairahkan, tak lebih sepuluh menit dari orgasmenya Pak Sys tadi, aku segera menyusul, menyemprotkan spermaku di vagina Dewi, orgasme yang tertunda sejak tadi siang. <br /><br />Dewi tak menghentikan gerakannya ketika penisku berdenyut keras, hanya desah dan jerit kenikmatan darinya yang membuatku ingin terus menanamkan penisku di vaginanya, pinggulnya bergoyang dengan gerakan meremas remas. Beberapa detik setelah semprotan spermaku, kurasakan denyutan dari otot vagina Dewi diiringi jeritan nikmat orgasme, kupeluk dia dari belakang sambil kunikmati pijatan nikmat dari vaginanya, akhirnya kami berdua roboh telungkup seiring habisnya denyutan nikmat. Aku masih telungkup di atas tubuh telanjang Dewi yang masih tengkurap, napas kami berpacu kencang, hingga akhirnya turun dari tubuhnya dan telentang disampingnya, kucium bibir Dewi, masih tercium aroma sperma dari mulutnya. <br /><br />Malam itu kami habiskan bersama dengan kenangan yang indah, baik bergantian maupun bersama sama kami menikmati tubuh sexy Dewi, baik diminta maupun atas inisiatif masing masing dan hebatnya dia bisa mengimbangi permainan kami. <br /><br />Esoknya kami sama sama bangun kesiangan, maklum baru tidur ketika matahari hampir muncul dari peraduannya. <br />Pukul satu siang kami sama sama check out setelah masing masing malakukan quickie sex dengan berpakaian, sesaat sebelum meninggalkan kamar nan indah itu.<br />TAMATgaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-52641133036876644802009-12-24T04:52:00.000-08:002009-12-24T04:57:45.265-08:00PERJANJIAN TIDAK BERNAMAPERJANJIAN FRANCHISE<br />Perjanjian franchise adalah suatu bentuk kerjasama dibidang bisnis antara dua pihak yaitu franchisor dan franchisee. Franchisor adalah pihak pemberi hak atau izin pemakaian hak franchise, dan franchisee adalah pihak penerima hak franchise. Perjanjian franchise adalah perjanjian tidak bernama atau perjanjian innominat. Perjanjian franchise tidak diatur dalam KUHPerdata melainkan timbul dari kebutuhan masyarakat dan praktek kebiasaan. Perjanjian franchise yang timbul dari kebutuhan masyarakat dan praktek kebiasaan tersebut diperbolehkan. Terhadap perjanjian franchise berlaku ketentuan didalam KUHPerdata berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) dan juga berdasarkan prinsip bahwa pasal-pasal dalam Hukum Perjanjian pada Buku III KUHPerdata merupakan hukum pelengkap atau optional law yang artinya pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh dikesampingkan apabila para pihak yang membuat perjanjian menghendaki dan ingin membuat ketentuan sendiri menyimpang dari ketentuan pasal-pasal hukum perjanjian. Mengenai kedudukan pihak franchisee didalam perjanjian franchise adalah tidak dapat disejajarkan dengan kedudukan penerima kuasa dalam suatu perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUHPerdata).<br />Pembuatan Perjanjian Franchise harus mengacu peraturan franchise di Indonesia sbb: <br />1. Peraturan Menteri No. 12/2006 <br />2. Peraturan Pemerintah No.42/2007 <br />Isi Perjanjian Franchise (menurut peraturan), sekurang-kurangnya berisi:<br />1.Nama dan alamat perusahaan para pihak;<br />2.Nama dan jenis Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha seperti sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi Objek Waralaba <br />3.Hak dan kewajiban para pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada Penerima Waralaba;<br />4.Wilayah usaha (zone) Waralaba<br />5. Jangka waktu perjanjian<br />6.Perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian<br />7.Cara penyelesaian perselisihan<br />8.Tata cara pembayaran imbalan<br />9. Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada Penerima Waralaba <br />10.Kepemilikan dan ahli waris. <br />RINCIAN ISI PERJANJIAN FRANCHISE <br />1.Judul Perjanjian<br />2.Nomor Perjanjian <br />3.Hari, tanggal penandatangan perjanjian<br />4.Para Pihak <br />5.Isi Perjanjian mengenai: <br />Pemberian hak franchise <br />Ketentuan pemberian hak merek, logo dan sistem Exclusive Territory <br />6.Jangka Waktu Perjanjian <br />7.Biaya dan Cara Pembayaran <br />BERIKUTNYA ADALAH HAL-HAL MENGENAI "HAK & KEWAJIBAN" PARA PIHAK: <br />Formatnya bisa dibuat dalam bentuk masing-masing pasal menyebutkan hak franchisor & kewajiban franchisor, kemudian pasal lainnya hak franchisee & kewajiban franchisee. Atau dibuat uraian hak & kewajiban berdasarkan pokok bahasan dengan masing-masing pasal (misalnya seperti butir 8 hingga 17). <br />Tetapi yang terpenting adalah: dalam perjanjian franchise ini nuansanya adalah mewajibkan franchisee untuk selalu kooperatif dan mengikuti ketentuan franchisor <br />8.Ketentuan mengenai tempat dan pembebanan sewa<br />9.Hal-hal mengenai Perbaikan, Perlengkapan, dan Peralatan,mKewajiban franchisee dalam hal menanggung dan memenuhi kondisi yang diberikan franchisor dalam hal perbaikan, perlengkapan dan peralatan. Rencana dan spesifikasi outlet, Melaksanakan pekerjaan pembangunan outlet dan pembuatan peralatan Perubahan tempat oleh franchisee,Ketentuan mengenai peralatan dan fixtures ,Ketentuan mengenai Signage, Exterior dan Interior ,Ketentuan mengenai pengaturan pemeliharaan ,Ketentuan mengenai hal-hal penggantian kerugian yang harus ditanggung sendiri oleh franchisee <br />10.Perjanjian mengenai kegiatan pelatihan, bimbingan dan bantuan lapangan saat pembukaan <br />11.Kegiatan Operasional Usaha,Ketentuan dan keterangan rinci mengenai pendampingan saat mulai operasional usaha, Mengenai Standar dan Kualitas Kerahasiaan Panduan Usaha Perawatan dekorasi interior dan exterior, Perubahan dan pembaharuan outlet , Hari libur dan jam operasi outlet, Penanggung jawab outlet, Ketentuan agar franchisee berupaya secara maximal untuk penjualan di outlet, Ketentuan mengenai pegawai outlet, Ketentuan pegawai untuk tidak saling bajak dengan franchisee yang sama, Ketentuan pegawai untuk tidak dapat bekerja pada perusahaan sejenis setelah berhenti bekerja dalam kurun waktu tertentu, Ketentuan mengenai cash register, keseragamam sistem akunting, laporan keuangan dan tata-cara pembayaran kepada supplier, Ketentuan menjual produk-produk franchisor, Ketentuan dan batasan memanfaatkan pegawai franchisor untuk kepentingan franchisee, Ketentuan mengenai hubungan kerjasama dengan franchisee, Ketentuan untuk bertindak sesuai peraturan dan hukum, Kewajiban franchisor untuk menginformasikan mengenai pakian seragam dan atribut yang standar, Ketentuan mengenai penggunaan ruangan (space) di outlet franchisee — dalam kaitan dengan penggunaan usaha lain, Ketentuan untuk tidak menjual barang dagangan di luar territory<br />12.Kegiatan Monitoring dan kontrol dari franchisor<br />13.Pengaturan mengenai pengadaan barang dan supplier (diuraikan mengenai kewajiban dan ketentuan menggunakan berbagai macam supplier: barang dagangan, atribut outlet, komputer, ATK, dlsb), Suplier yang disarankan oleh franchisor, Suplier yang direkomendasikan franchisee, Diskontinyu (pemutusan kesinambungan) dari penjualan produk<br />14.Kewajiban dan pengaturan mengenai Asuransi (diuraikan untuk kepentingan apa saja..) <br />15. Kewajiban melakukan Periklanan, Kewajiban franchisor untuk melakukan kegiatan periklanan (sekalipun tidak wajib ditentukan mengenai areanya), Ketentuan bagi franchisee untuk tidak melakukan periklanan sendiri tanpa persetujuan franchisor. Ketentuan melakukan periklanan bersama (termasuk pengaturan bukti-bukti pembiayaan) <br />16.Biaya Lain-lain ,Royalty fee ,Advertising fee ,Biaya yang ditalangi oleh franchisor. Biaya bunga ,Biaya pajak <br />17. KetentuanPelaporan, Pelaporan penjualan ,Pelaporan keuangan ,Ketentuan/ tata cara pembayaran biaya dari franchisee ,Ketentuan mengenai konsekwensi pemberian laporan yang tidak benar <br />SELANJUTNYA ADALAH PENGATURAN DAN KESEPAKATAN MENGENAI KONDISI DAN SITUASI-SITUASI YANG MUNGKIN TERJADI (JIKA.. JIKA...)<br />18.Pengalihan hak franchise Ketentuan mengenai dimungkinkannya dialihkannya hak franchise kepada pihak lain. Ketentuan pengalihan hak franchise ini kepada ahli warts, Ketentuan pengalihan hak franchise ini bila dijual, Ketentuan mengenai pengalihan hak-hak lainnya akibat pengalihan hak franchise ini (seperti hak sewa bangunan, dIl). Ketentuan bahwa franchisor tidak akan melakukan kewajiban yang sudah dilakukan kepada penerima franchisee baru. Biaya transfer fee, pelatihan baru, dan lainnya. <br />19. Ketentuan dan kemungkinan memindahkan outlet jika terjadi kondisi yang diluar perhitungan dan evaluasi franchisor <br />20.Hak Property dart Sistem Franchise dan Kerahasiaannya<br />21.Penegasan mengenai resiko usaha & tidak ada jaminan untung dart franchisor <br />22.Hal-hal mengenai pelanggaran<br />23. Hal perselisihan<br />24. Perpanjangan Perjanjian Franchise (cara perpanjangan, biaya yang akan dibebankan saat perjanjangan, ketentuan jika ada perubahan data saat perpanjangan, dll)<br />25. Pemutusan Perjanjian Kerjasama<br />26.Ketentuan tidak menjalankan bisnis sejenis, dalam jangka waktu tertentu setelah pemutusan/berakhimya kerjasama<br />27.Ketentuan mengenai pemberitahuan, Kewajiban untuk melakukan pemberitahuan tertulis dilengkapi dengan alamat surat kedua pihak Ketentuan mengenai perubahan alamat, Pemberitahuan melalui fax dan media lain <br />28.Ketentuan mengenai lain-lain (miscellaneous).<br />29.Penutup<br />Khusus untuk Perjanjian Master Franchise, terdapat beberapa prinsip isi perjanjian yang harus dituangkan secara jelas di dalamnya yaitu : <br />1.Prinsipnya Master Franchise adalah duplikasi perusahaan "Franchisor" di daerah / area / teritori Master Franchisee.<br />2. Selain menuangkan kewajiban-kewajiban Master Franchisee secara teknis operasional usaha; Master Franchisee juga wajib melakukan ketentuan-ketentuan layaknya sebagai Franchisor (Pemberi Waralaba).<br />3.Franchisor perlu menuangkan hal-hal yang menjadi concern Franchisor dalam usaha; serta menguraikannya dalam bentuk pasal-pasal Perjanjian Master Franchisee. <br />BEBERAPA KEUNTUNGAN dan KERUGIAN FRANCHISEE<br />Keuntungan-keuntungan :<br />Kurangnya pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus yang dimiliki franchisee, ditanggulangi dengan program pelatihan dari franchisor.<br />Franchisee mendapatkan insentif dengan memiliki bisnis sendiri yang memiliki keuntungan tambahan dari bantuan terus-menerus franchisor, karena franchisee adalah pengusaha independen yang beroperasi di dalam kerangka perjanjian franchise.<br />Di dalam banyak kasus, bisnis franchisee mendapat keuntungan dari operasi di bawah nama yang telah mapan dalam pandangan dan fikiran masyarakat. Tentunya akan ada skema francise baru yang masih dalam proses menjadi mapan dan yang namanya belum begitu dikenal.<br />Franchisee biasanya akan membutuhkan modal yang lebih kecil dibandingkaan bila ia mendirikan bisnis secara mandiri, karena franchisor melaluhi operasi percobaannya telah menghapuskan biaya-biaya yang tidak perlu.<br />Franchisee akan menerima bantuan berikut ini: seleksi tempat, mempersiapakan perbaikan gedung atau ruangan, mendapatkan dana untuk sebagian biaya akuisisi dari bisnis yang difranchisekan, pelatihan staff dan pegawai, pembelian peralatan, seleksi dan pembelian suku cadang serta membantu membuka bisnis dan menjalankannya dengan lancar.<br />Fraanchisee mendapat keuntungan dari aktifitas iklan dan promosi franchisor pada tingkat nasional.<br />Franchisee mendapatkan keuntungan dari daya beli yang besar dan kemampuan negosiasi yang dilakukan franchisor atas nama seluruh franchisee di jejaringnya<br /> Franchisee mendapatkan pengetahuan yang khusus dan berskill tinggi serta pengalaman dari organisasi dan manajemen kantor pusat franchisor, walaupun dia tetap mandiri dalam bisnisnya sendiri.<br />Risiko bisnis franchisee berkurang sangat besar.<br />Franchisee mendapatkan jasa-jasa dari para staf lapangan franchisor yang berada di sana untuk membantunya mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul dari waktu ke waktu dalam pengelolaan bisnis.<br />Franchisee mendapat keuntungan dari penggunaan paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang serta proses, formula, dan resep rahasia milik franchisor<br /> Franchisor mengumpulkan banyak informasi dan pengalaman yang tersedia sebanyak-banyaknya untuk dibagi kepada seluruh franchisee dalam sistemnya.<br /> Kadang-kadang terdapat jaminan territorial untuk memastikan bahwa tidak ada franchisee lain di dalam wilayah bisnis franchise.<br />Dengan dukungan yang diberikan bank-bank kepada franchising, franchisee akan sangat mungkin mendapatkan akses ke sumber-sumber pinjaman dan syarat-syarat pinjaman yang tersedia baginya. <br /><br />Kerugian-kerugian :<br />Tidak dapat dihindari bahwa hubungan antara franchisor dengan franchisee pasti melibatkan penekanan kontrol, karena kontrol tersebut akan mengatur kualitas jasa dan produk yang akan diberikan kepada masyarakat melaluhi franchisee.<br />Franchisee harus membayar kepada franchisor untuk jasa-jasa yang didapatkannya dan untuk penggunaan system, yaitu dengan uang franchise (franchise fee) pendahuluan dan uang franchise terus menerus.<br /> Kesukaran dalam menilai kualitas franchisor.<br />Kontrak franchise akan berisi beberapa pembatasan terhadap bisnis yang difranchisekan.<br />Franchisee mungkin akan menemukan dirinya menjadi terlalu tergantung terhadap franchisor.<br />Kebijakan-kebijakan franchisor mungkin mempengaruhi keberuntungan franchisee.gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3075486679594985082.post-25104044772518999592009-12-17T09:59:00.000-08:002009-12-17T10:00:52.284-08:00Bisnis Gratis Murah>>>>>>>>http://www.komisigratis.com/?id=dnew<<<<<<<<<<br /><br />Chattinggg chatting.....<br />kata chating sudah mendarah daging di kuping kita, tidak teman, adik,kakak,bahkan ibu-ibu sudah biasa menggunakan fasilitas chatting di hp or pc mereka,penuh canda tawa dalam dunia chatting, namun kadang kala juga di alami tangis sedih....<br />dunia chatting adalah dunia maya,dunia tak nyata yang didalamnya banyak angan-angan yang tak didapatkan di dunia nyata..<br />nah dari pada waktu luang di buat berandai andai yang ngak ngak ntar bisa bisa kesambet loh , mending di buat chatting kan...chatting sangat berguna untuk pengisi waktu luang,namun jangan sampai waktu kerja dianggap sebagai waktu luang...<br />coba tanya pada diri anda sendiri? mau sampai kapan berhadapan pada layar hp di setiap detiknya.....<br />Mending ikut program yang saya ikutin ajjah, selain tetap menyalurkan hoby chatting anda, kamu kamu juga bisa hasilin duit,nah enakkan>>>>>>>>><br /><br /><br /><br /><br />Klo anda tertarik klik<br /><a href="http://www.komisiGRATIS.com/?id=dnew" target="blank" > <img border="0" src="http://www.komisigratis.com/image/bannerkg2.gif" width="125" height="120"></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />anda bisa chatting plus promosi plus dapat teman,pacar,ttm, plusss duit hahhahha enakkan>>>>http://www.komisigratis.com/?id=dnew<<<<<<<<<gaya anak mudahttp://www.blogger.com/profile/08441052361243359269noreply@blogger.com1