Top Comment :

Kenangan

Selasa, 08 Desember 2009

Ujian kenaikan kelas telah berakhir dan dengan nilai raport yang pas-pasan aku pun merangkak naik ke kelas 3. Berbeda denganku, Sonya, yang kali ini nilai raportnya naik dan menjadi rangking 3 di kelasnya melenggang mulus naik ke kelas 2 SMP, begitu juga dengan adiknya, Tia, yang nilai raportnya sama bagusnya dengan kakaknya, naik ke kelas 3 SD. Hal ini membuat bapak dan ibu Sis merasa gembira dan bangga terhadap anak-anak gadisnya.

“Tia, Sonya, papa dan mama sangat bangga pada kalian yang rajin belajar selama ini, untuk itu papa akan mengajak kalian berlibur ke Bali!” kata pak Sis yang disambut dengan sorakan kebahagiaan oleh Tia dan Sonya.
“Si abang juga harus ikut ya Pa!” kata ibu Sis kepadaku yang langsung ditimpali oleh pak Sis, ”Iya, kamu juga harus ikut karena kata ibu, selama ini kamulah yang selalu membantu Tia dan Sonya dalam belajar, jadi kamu juga pantas mendapatkan hadiah!”
“Maaf Pak, Bu, kelihatannya saya tidak bisa ikut kali ini karena saya harus ke Jakarta berkumpul bersama keluarga, saya sudah kangen untuk bertemu ayah ibu serta adik-adik” Jawabku.
“Iya ya Pa, si abang ini khan sudah lama bersama keluarga kita, jadi dia pasti ingin berkumpul dengan keluarganya selama liburan ini.” Kata Ibu Sis.
“Baiklah kalau begitu, sampaikan salam kami kepada orang tuamu ya!” Kata pak Sis.
“Baik Pak!” jawabku.

Akhirnya, aku pun bisa berkumpul kembali dan menikmati masa liburan yang menyenangkan bersama keluargaku. Selama berlibur, kadang-kadang aku teringat masa indah bersama Sonya, di mana aku selalu memberinya kenikmatan oral seks sampai tubuh kecil itu menggelinjang-gelinjang tak karuan kala getar orgasme yang dahsyat melanda dirinya. Selama itu pun aku tidak pernah menagih janji Sonya untuk mengajak adiknya agar mau kuberikan pelajaran “os” ku. Setiap ada kesempatan yang menurutnya “aman” ia pasti memintaku untuk “memberinya”, dan tentu saja selalu kuturuti karena aku juga sangat menikmatinya. Semakin hari permintaannya semakin sering, mungkin seiring dengan bertambah dewasanya Sonya dan hormon-hormon tubuhnya pun mulai aktif mengakibatkan nafsunya pun meningkat sampai-sampai terkadang aku harus menolaknya karena menurutku keadaan di rumah sedang “belum-aman”.

Selain memberinya “os”, aku juga sering mengajaknya menonton film yang bertema blowjob dan cumshots sambil memberinya semacam pengertian. Aku sangat berharap bahwa suatu hari nanti Sonya dengan kesadarannya sendiri, tanpa paksaan mau mengkaraoke milikku. Reaksi Sonya ketika menonton film-film tadi sebenarnya biasa-biasa saja karena memang ia telah sering kali kuperlihatkan adegan seperti itu, tetapi reaksinya berubah ketika suatu hari aku memperlihatkan kepadanya film bukkake jepang yang kupinjam dari temanku yang memang anak orang kaya itu.

Aku berani mengajaknya nonton malam itu karena bapak dan ibu Sis sedang menginap di luar kota sedangkan si Was, pembantu, sudah tidur di kamar belakang. Biasanya ketika menonton film blowjob dan cumshots, Sonya masih bisa bersenda gurau denganku sambil menggelitiki pinggangku dengan jarinya yang nakal secara tiba-tiba di tengah adegan yang sedang seru sehingga suasana pun berubah jadi canda dan tawa yang sering pula kuakhiri dengan memberinya “os”.

Kali ini Sonya tampak terlihat serius, ia bertanya mengapa banyak sekali laki-lakinya yang hanya mengenakan celana dalam saja sedangkan perempuannya hanya satu dengan berpakaian semacam jas hujan yang tipis di ruangan yang besar itu. Aku pun segera menjelaskan bahwa tidak perlu khawatir, perempuan itu tidak akan disakiti, lalu kudekap dia dari samping sambil menemaninya menonton.

Kali ini tidak ada canda dan tawa karena Sonya terlihat sangat serius, ia sangat ingin mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya terhadap wanita tadi. Aku tersenyum kagum melihat rasa keingintahuan yang sangat besar dari gadis kecil yang cantik ini, sambil masih kudekap kubelai lembut kedua lengannya.

Terlihat di layar kaca, para pria melakukan onani dan mengeluarkan spermanya di dalam sebuah gelas besar yang sekarang mulai terisi setengahnya, sementara wanita satu-satunya dalam ruangan tadi juga tengah sibuk memberikan blowjob kepada beberapa pria lain yang tempatnya agak jauh dari gelas besar tadi.

Aku melihat raut kebingungan pada wajah Sonya mengenai apa sebenarnya yang sedang ia tonton, tetapi ia berusaha untuk tidak bertanya kepadaku seolah-olah ia ingin menemukan sendiri jawaban dari kebingungannya. Sonya terlihat takjub tatkala ia melihat bahwa gelas besar itu telah terisi penuh dengan sperma seluruh laki-laki yang ada di ruangan itu.

Kali ini terlihat wanita itu mendekati dan berdiri tepat di hadapan gelas besar yang sudah terisi penuh sperma itu dan ia didatangi oleh seorang laki-laki yang memakai baju lengkap (mungkin sang sutradara) yang berbicara pada si wanita tadi yang terlihat mengangguk-angguk dan tersenyum tanda mengerti.

Seusai memberikan mungkin semacam arahan (karena dalam bahasa Jepang, aku jadi kurang ngerti), sutradara itu pun pergi dan kamera didekatkan pada si wanita cantik yang kini sudah memegang gelas besar penuh sperma tadi dengan kedua tangannya. Wanita cantik itu kembali tersenyum di depan kamera dan membungkukkan badan tanda memberi hormat lalu........ lalu ia mulai meminum seluruh sperma yang ada di dalam gelas besar tadi.

Ketika pertama kali aku menontonnya di tempat temanku, aku benar-benar kaget setengah mati akan apa yang kulihat, tapi sekarang aku sudah bisa lebih mengontrol diriku, apalagi sekarang aku berada di depan Sonya. Aku segera melihat ke arah Sonya untuk mengetahui bagaimana reaksinya, dengan mata yang terus menatap ke arah layar kaca kembali terlihat raut wajahnya berubah dari serius menjadi raut wajah orang yang sedang terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya membuka tapi tidak terucap satu kalimat pun, yang terdengar hanyalah suara desah keterkejutan, “Haah!?”

Sonya terus memperhatikan si wanita yang pada akhirnya berhasil menghabiskan seluruh sperma yang terdapat di gelas besar itu dengan meminumnya lalu ketika selesai ia tersenyum puas penuh kemenangan dan mengangkat gelas besar yang kini kosong itu tinggi-tinggi dibarengi dengan suara gemuruh tepuk tangan para lelaki yang ikut menyumbangkan seluruh sperma tadi.

Film itu pun selesai dan seperti biasa aku segera membereskan semuanya sementara Sonya terlihat masih duduk sendiri di sofa diam membisu seolah-olah ada sesuatu yang tengah mengganggu pikirannya. Setelah semuanya beres, aku datangi Sonya sambil kupegang kedua bahunya dan bertanya,”kenapa Sonya cantik?” kok kayak orang yang kebingungan sich?” Ia hanya menatapku dengan pandangan kosong tak menjawab pertanyaanku. “Tadi Sonya udah lihat khan bahwa abang tidak bohong!” wanita sangat menyukai meminum sperma dan mbak yang tadi Sonya lihat sudah membuktikannya!” jelasku.

Sonya tetap diam tidak menjawab dan aku sungguh tidak tahu apa yang dipikirkannya, segera kuangkat badannya dan membawanya ke kamar tidurnya pelan-pelan agar adiknya, Tia, tidak terbangun. Setelah kuselimuti tubuhnya aku mengucapkan selamat tidur sambil sebelumnya kuberi dia ciuman lembut selamat malam di bibirnya yang tipis itu. Semenjak menonton film itu, perilaku Sonya menjadi agak aneh, ia menjadi agak pendiam dan terlihat ia menahan diri untuk tidak meminta “os” padaku.

Aku tahu hal itu dan menghormati keputusannya dan mungkin hal inilah yang membuat hubungan kami semakin dekat dan membuat rasa sayangku padanya semakin besar. Kira-kira dua minggu sampai aku berpisah dengan Sonya karena berlibur, aktivitas “os” untuk Sonya diistirahatkan dan ini membuatku sangat merindukan kehadirannya.

Liburan yang menyenangkan bersama keluargaku berakhir sudah, dan aku sudah harus cepat-cepat kembali ke kota kembang untuk persiapan sekolahku. Sore itu, ketika tiba di rumah, bapak dan ibu Sis menyambutku dengan hangat, mereka menanyakan kabar keluargaku dan kusampaikan bahwa mereka baik-baik saja lalu kuberikan oleh-oleh yang sudah dipersiapkan keluargaku khusus untuk bapak dan ibu Sis sekeluarga.

Aku bertanya ke mana Sonya dan Tia, karena aku tidak melihat mereka lalu ibu Sis menjawab bahwa Sonya dan Tia tadi diantar pergi berenang dan ditemani si Was. Ibu Sis juga merasa kaget ketika mendengar tiba-tiba Sonya ingin mengajak Tia, bapak dan ibu Sis untuk berolah raga renang, karena biasanya Sonya kurang menyukai olah raga.

Aku tersenyum senang mendengarnya karena akulah orang yang menganjurkannya agar berolah raga renang, karena selain menyenangkan berenang bisa membuat tubuh menjadi sehat dan juga membentuk tubuh menjadi indah. Bapak dan ibu Sis kemudian menyuruhku untuk beristirahat di kamar yang biasa kutempati, sementara mereka sibuk membereskan oleh-oleh yang kubawakan. Selesai membereskan barang bawaanku, aku pun tertidur karena lelah. Kira-kira pukul 20 aku bangun dari tidurku lalu beranjak menuju ruang makan, tetapi ketika melewati ruang tengah, aku bertemu dengan Tia dan Sonya yang sedang menonton tv. Mereka terlihat begitu senang melihatku dan langsung keduanya berlari ke arahku.

“Abaaang, apa kabar, Sonya kangeen sekali sama abang!” kata Sonya sambil memeluk pinggangku dengan erat.
“Iya, Tia juga kangen sama abang!” kata Tia yang memeluk paha kiriku juga dengan erat.
“Halo anak-anak manis, abang juga kangen sama Sonya dan Tia!” kataku sambil membelai sayang kepala keduanya.
“Papa dan mama mana?” tanyaku.
“Sedang pergi!” kata Tia.
“Iya, ke kondangan perkimpoian!” Sonya menimpali.
“Kalian kok ngga ikut?” tanyaku lagi.
“Tia capek!”
“Sonya juga bang, tadi khan kita abis berenang, jadi sekarang pengen istirahat sambil nonton kartun di rumah” jelas Sonya.
“Was mana?” tanyaku lagi.
“Udah tidur!” jawab Tia.
“Iya, dia juga khan capek berdiri terus di pinggir kolam ngeliatin kita berenang!” kata Sonya.
“Ya sudah, sekarang makan dulu yuk, abang sudah lapar nich!”

Mereka setuju, tapi dasar manja, Tia tetap bergelayutan di kaki kiriku, sehingga setiap aku melangkah ia pun ikut terangkat oleh kakiku sementara Sonya bergantungan di punggungku, mereka berdua tertawa-tawa gembira dan minta digendong keliling ruang tamu dua kali dulu baru menuju ruang makan, malam itu aku bahagia karena bisa membuat dua bidadari kecilku itu merasa gembira.

Selesai makan dan membereskan ruang makan, kami kembali ke ruang tengah untuk bersantai sambil menonton film kartun bersama-sama. Aku dan Sonya duduk di Sofa, sementara Tia duduk di karpet sambil memegang remote TV.
“Bang, waktu liburan, abang pernah mikirin Sonya nggak?” Sonya bertanya padaku.
Aku menatap ke arahnya dan menjawab “Iya sayang, tentu saja abang teringat sama Sonya dan juga Tia”.
Mendengar jawabanku ia tersenyum senang.
“Memangnya ada apa cantik?” tanyaku.
“Iya, soalnya Sonya juga teringat terus sama abang“, jawabnya.
“Itu namanya Sonya kangen sama abang” sambutku sambil menyentuhkan punggung tanganku dengan lembut ke pipinya yang mulus.
Tiba-tiba, Tia bangkit dari karpet dan berlari ke arah belakang sofa lalu berdiri tepat di belakangku, ia mengalungkan kedua lengannya di leherku dan menangkupkan wajahnya di pundak kiriku sambil berkata, ”abaang, itu ada film hantu di TV, Tia takuut!”.
“Tenang Tia, di sini khan ada abang dan kak Sonya, jadi Tia tidak perlu takut”, kataku sambil membelai kepalanya.

Jam di dinding menunjukkan pukul 22, “sebaiknya Tia bobo sekarang, istirahat, hari ini khan cape abis berenang”, kataku.
“Tapi Tia takut sendirian, Kak Sonya temenin Tia bobo ya”, kata Tia.
Sonya tersenyum dan mengangguk.
“Nah ayo sekarang Tia dan Sonya pergi ke kamar dan bobo!” perintahku.
“Tia mau, tapi harus digendong lagi sama abang sampai ke kamar yaa” pinta Tia manja.
Aku pun bangkit, lalu dengan membentangkan kedua tanganku dan bergaya seperti monster yang mau menangkap mangsanya, aku berkata dengan suara yang kubuat seserak dan seseram mungkin “Hrrrrmm... hrrrmmm... mana anak kecil yang mau digendong monster... hrrm... hmmm..

“Kyaaaa... ada monster!” Tia berteriak sambil tertawa senang.
Ia dan Sonya yang juga sudah berdiri berlarian mengelilingi sofa, berusaha menghindari kejaran sang monster sambil tertawa-tawa gembira. Ya, mereka senang dengan permainan ini karena kami sering memainkannya sejak lama. Akhirnya aku pun berhasil menerkam Tia dan kami bergulingan di karpet.
”Kyaaa... Kak Sonya, tolong Tia!” Tia berteriak sambil tertawa kegirangan.
Sonya pun datang dan berusaha untuk menolong melepaskan adiknya dengan menarik lenganku dan dengan satu gerakan, kubuat Sonya juga rebah di karpet dengan posisi telentang dan dengan cepat kupeluk perutnya serta kurebahkan kepalaku di dadanya yang terasa lembut dan hangat. Posisi itu membuatku sangat terangsang.

Kami masih bergulingan sambil tertawa-tawa hingga beberapa saat, lalu aku menggendong Tia.
“Yak, sudah waktunya goddess-goddess kecil abang ini bobo!” kataku.
Walaupun sudah kugendong, Tia masih tertawa-tawa melihatku, tangan kanannya merangkul leherku dan tangan kirinya memencet-mencet hidungku. Sonya pun tiba-tiba meloncat ke punggungku dan bergantungan minta digendong.
“Aduuuh, berat bener, kalian sudah pada besar nih” kataku.
“Iya dong bang, Tia juga sekarang khan sudah besar, jadi berat” kata Tia yang masih juga memencet-mencet hidungku, disambut dengan suara tawa Sonya yang seolah-olah menyetujui pendapat Tia.
Tertatih-tatih aku menuju kamar kedua bidadari kecilku ini.

Aku segera menurunkan Tia di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang Sonya, menyelimutinya, menungguinya sebentar sampai Tia benar-benar tertidur. Lampu kecilnya kubiarkan menyala kemudian giliranku untuk menyelimuti Sonya, kucium bibir tipisnya dengan lembut sebagai ucapan selamat bobo lalu aku kembali ke ruang TV untuk kembali menonton sambil menunggu pulangnya bapak dan ibu Sis. Benar-benar malam pertemuan kembali yang membahagiakan...

Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya tidak ada kejadian yang istimewa antara aku dengan Sonya, itu juga dikarenakan bapak dan ibu Sis sedang banyak kegiatan di dalam kota sehingga mereka jadi banyak tinggal di rumah. Walaupun begitu, sebenarnya Sonya juga terkadang meggodaku dengan hanya memakai daster tipis tanpa bra dan terkadang tidak memakai cd ia masuk ke kamarku saat malam hari di mana ortunya sedang berada di kamar mereka, Sonya lalu berbicara padaku dengan pose-pose yang sangat merangsang nafsuku, uuh... seandainya rumah kosong....

Tentu saja aku gelagapan menghadapinya karena aku takut sekali kalau sampai ketahuan kedua ortunya. Biasanya jika sudah demikian Sonya menjadi tidak patuh dan tidak mau kuminta keluar dari kamarku, jadi akulah yang keluar. Walaupun “tanda-tanda” yang diberikan Sonya sering terpaksa kutolak karena keadaan yang menurutku “belum-aman” di rumah, tetapi dalam hal lain Sonya dan Tia sangat patuh kepadaku. Hal ini membuat kedua orang tuanya benar-benar percaya kepadaku dan aku juga merasa sayang dan bangga kepada Sonya dan Tia.

Bidadari-bidadari kecilku itu dalam kesehariannya sangat dekat dengan ibu mereka dan mereka bertiga sering berbincang-bincang bersama tentang apa saja. Aku mengetahui hal itu karena Sonya menceritakannya padaku. Terkadang, jika melihat ibu dan anak-anak gadisnya itu berkumpul, aku menjadi ketakutan. Aku khawatir kalau-kalau Sonya menceritakan pada ibunya bahwa aku mengajarinya seks, tetapi untungnya Sonya selalu ingat dan memegang janjinya. Mungkin juga ini adalah suatu insting yang kuat dari seorang ibu, karena pada suatu saat aku pernah secara tidak sengaja mendengar pertanyaan ibu Sis tentang apa yang Sonya dan Tia lakukan bersamaku jika mereka tidak di rumah.

Tanpa sadar, keringat dingin membasahi tubuhku. Aku mendengar sayup-sayup suara Tia yang menjawab pertanyaan ibundanya, lalu suara Sonya yang ikut menimpali kata-kata Tia. Jantungku serasa berhenti berdetak....
Perasaanku menjadi sangat lega ketika kudengar pembicaraan masih terus berlanjut dengan penuh kehangatan, tanpa ada ledakan kemarahan dari sang ibu. Hal itu berarti rahasia kami masih aman dan membuatku merasa sangat bersyukur serta menambah rasa sayang dan simpati kepada kedua dewi kecilku itu. Aku juga kembali berjanji pada diriku untuk sekuat tenaga mampu mengontrol diri saat memberikan pelajaran seks pada Sonya dan membuatnya bahagia.

Hari-hari terus berlalu, kesibukan sekolah dan juga keadaan rumah yang “belum-aman” membuat kegiatan seks yang biasa kulakukan dengan Sonya tertunda tetapi walaupun begitu, harus kuakui bahwa aku bisa merasakan perubahan yang terjadi dalam diri Sonya terlebih setelah dia kuperlihatkan film acara “minum-sperma” itu. Aku menjadi sering melihatnya termenung seolah memikirkan sesuatu yang cukup memberinya beban pikiran. Pernah suatu kali aku melihatnya, ketika itu kami sedang berkumpul makan siang bersama, aku, Sonya, Tia dan ibu Sis. Sonya kala itu mengambil sebuah pisang ambon, mengupas kulitnya dan memasukkannya ke mulut tetapi gayanya seperti cewek yang sedang memberikan blow job!

Aku sangat terkejut melihat hal itu, bahkan ibu Sis pun melihat dan menegurnya, “Sonya! Makanan tidak boleh dipakai main-main! Ayo cepat dimakan!!” kata ibu Sis dengan tegas. Kulihat Sonya sangat terkejut dan cepat-cepat memakan pisang itu sedangkan aku diam seribu bahasa sambil berharap semoga ibu Sis tidak curiga lebih jauh melihat tingkah laku putrinya itu. Untungnya perhatian ibu Sis saat itu terbagi ketika HP ibu Sis berbunyi dan ia segera tenggelam dalam pembicaraan yang riang bersama temannya.

Walaupun kegiatan cintaku dengan Sonya tertunda, kami masih sering mengisi waktu bersama dengan kegiatan lainnya. Sonya dan Tia sering mengajakku berenang bersama seperti yang selalu kuanjurkan pada mereka demi menjaga kesehatan, kebugaran dan bentuk tubuh mereka yang indah supaya tetap indah dan sexy. Mereka senang mengajakku berenang karena itu lebih baik dan mengasyikkan buat mereka daripada hanya ditunggui oleh pembantu yang hanya berdiri saja di pinggir kolam. Olahraga lain biasanya lari-lari sore bersamaku di lapangan dekat rumah dan kalau aku sedang malas, maka mereka akan membujukku dengan sangat manja, memasang wajah mereka yang paling imut sehingga aku tidak kuasa untuk menolaknya.

Minggu pagi aku dibangunkan oleh Sonya dan ternyata ia mengajakku untuk lari pagi. Sebetulnya aku masih sangat ingin meneruskan tidurku dan bermalas-malasan lebih lama lagi tapi demi Sonya, aku pun segera bangun dan menemaninya lari pagi. Kami berangkat pukul 6, mulai berlari-lari kecil mengiringi mobil bapak dan ibu Sis yang juga berangkat menuju lapangan tenis. Setelah puas berolah raga kami kembali berlari kecil menuju rumah dan ketika tinggal berjarak 200 meter lagi, Sonya dengan manjanya merayuku, ”Baaang, abang cakep deh, tolong gendong Sonya sampai rumah ya bang”.
“Eh, Sonya nggak malu tuh diliatin banyak orang?” tanyaku.
“Sonya nggak peduli dengan orang lain! Gendong Sonya dong baang!” pintanya dengan wajah yang dibuat semanis mungkin.
Aku tak bisa menolaknya “Ayo naik ke punggung abang!” perintahku.
Dengan semangat 45 Sonya segera naik ke punggungku lalu ku kembali berlari kecil sambil menikmati kelembutan payudaranya yang kali ini sudah agak berkembang bergoyang-goyang menyentuh punggungku, hmm... rasanya seperti pijat payudara ala Thailand hehehe... kataku dalam hati.

Sesampainya di halaman depan, kami melihat si Was yang sedang sibuk memotong rumput, Sonya berteriak sambil melambai-lambai ke arahnya sementara si Was tersenyum melihat kami berdua. Kami melakukan peregangan otot di halaman depan sebelum masuk rumah dan setelah kurasa cukup, kulihat Sonya tersenyum nakal ke arahku sambil berkata, ”Aduuh abang, tadi Sonya minum air mineralnya kebanyakan, abang haus nggak?” tanyanya sambil menahan tawa.
“Iya abang juga haus dong sayang” kataku sambil menggelitik pinggangnya sehingga ia tertawa kegelian lalu dengan masih berusaha menahan tawa Sonya kembali berkata, ”jadi abang haus ya? Sonya mau pipis nich” usai berkata begitu padaku ia langsung lari ke dalam rumah sambil tertawa cekikikan.
“Hehehe.. Sonya jahil ya!” kataku sambil pura-pura mengejarnya ke dalam rumah.
Sesampainya di dalam rumah suasana terlihat masih sepi karena bapak dan ibu Sis masih belum pulang sedangkan Tia juga masih tidur di kamarnya.

Kenyataan ini membuatku merasa bergairah seketika dan terbersit ide gila di kepalaku. Sonya yang baru saja akan memasuki kamar mandi segera kupanggil dan kuajak ke halaman belakang. Pintu dapur segera kukunci untuk memastikan tidak ada seorangpun yang bisa masuk atau melihat apa yang kami lakukan. Aku berkata pada Sonya,”Mana? katanya Sonya mau pipis, abang haus nih mau mimi” kataku sambil duduk di rumput. Sonya terkejut sekali kelihatannya. “Ayo dong buka celananya terus pipis di sini” perintahku sambil menunjuk mulutku yang kubuka lebar dan berbaring di rumput yang hijau lebat bak permadani. Setelah memastikan keadaan aman Sonya pun mulai membuka celana training dan celana dalamnya lalu perlahan menuju ke arahku dengan raut wajah yang masih menunjukkan keterkejutan.

Aku juga agak terkejut melihat perubahan yang terjadi pada tubuh Sonya, kemaluannya yang dulu gundul, sekarang sudah mulai terlihat bulu-bulu halus walau masih jarang.
“Aduuuh, ternyata goddess abang sekarang sudah mulai dewasa yaa...”. Sonya terlihat malu dan tanpa sadar kedua tangannya menutupi daerah kewanitaannya.
“Abaaang, udah dong bang jangan main-main, Sonya udah ngga tahan nih!” katanya dengan wajah bersemu merah.
“Iya sayang, sini pipisnya pelan-pelan yaa!” pintaku.

Aku segera menarik pinggulnya dengan kedua tanganku dan mengatur posisinya agar kemaluannya mengarah langsung ke mulutku yang terbuka lebar, siap menampung seluruh cairan pipisnya. Sonya pun segera memancarkan cairan pipisnya, awalnya agak tumpah ke bagian leherku tapi dengan sedikit penyesuaian aku mulai bisa menampung semua cairan pipisnya. Aku segera memberikan tanda padanya untuk menahan pipisnya sebentar karena mulutku sudah penuh kemudian setelah kutelan habis seluruh cairan yang kutampung tadi aku pun memberi tanda padanya untuk kembali melanjutkannya.

Setelah pipisnya sudah keluar semua, aku segera menjilati kemaluan Sonya tetapi ia segera berdiri.
“Abaaang, udah dulu ah geli!” katanya sambil memakai celana trainingnya kembali.
Aku hanya tersenyum melihatnya.
“Emangnya enak bang?” tanyanya menyelidik.
“Rasanya kayak minum obat” jawabku.
“Minum obat?” tanyanya tidak percaya.
“Iya” jawabku sok.
Sonya tersenyum malu. Kami segera kembali ke dapur lalu dengan perlahan kuperiksa keadaan rumah dan kulihat ternyata si Was masih sibuk di halaman depan. “Aman” pikirku. Sonya mempersilahkanku mandi lebih dulu sambil menggodaku dengan menceritakan beberapa lelucon yang membuat kami ketawa-ketiwi sejenak, lalu aku mandi.
Hari itu, nafsu makanku menurun drastis....

Semenjak acara “minum-obat” itu Sonya menjadi semakin dekat denganku. Sikapnya semakin hangat, walaupun aku terkadang suka memarahinya dengan tegas terutama jika dia terlihat malas belajar. Hal itu tidak membuatnya membenciku karena ia juga mengerti bahwa jika seseorang bersikap tegas terhadapnya, selama masih dalam batas kewajaran, artinya orang itu menyayanginya. Aku juga sering melihatnya senyum-senyum sendiri seolah sedang merencanakan sesuatu dan terkadang mencuri-curi pandang padaku dan jika kebetulan pandangan kami bertemu, maka ia melemparkan senyum manisnya sehingga membuatku salah tingkah.

Sore itu aku tengah bersiap-siap untuk pergi bermain basket bersama teman-temanku ketika Sonya muncul di kamarku sambil tersenyum dan berkata, “Sonya sudah putuskan, abang akan Sonya beri hadiah kejutan!”.
“Oh ya, apa kejutannya?” tanyaku ringan sambil masih memasukkan barang-barangku ke dalam tas.
“Eeeit... rahasia doong!” kata Sonya.
“Waaah... Sonya buat abang penasaran aja, yak selesai, Sonya, abang pergi dulu yaa.... cup” kataku sambil mencium lembut bibir tipisnya yang sexy itu.

Hampir tengah malam saat aku kembali pulang dari bermain basket dan kumpul-kumpul bersama teman-temanku. Aku masuk ke dalam melewati garasi karena aku memang memiliki kunci, kulihat mobil Honda CR-V milik pak Sis terparkir membuat garasi yang luas itu terasa agak menyempit. Hal ini juga berarti bahwa bapak dan ibu Sis ada di dalam rumah sedang beristirahat. Setelah kembali mengunci semua pintu, aku langsung menuju kamarku, lalu mandi. Selesai mandi, aku segera memakai piyamaku lalu pergi tidur. Mungkin karena begitu lelahnya malam itu aku sampai lupa mematikan lampu kecil di mejaku dan lupa mengunci pintu kamarku.

Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai memasukkan “milikku” yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
“Aaaah...” spontan aku mengerang.
Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat. Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke alam nyata.

Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit tersadar dari tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan sempurna dan terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada sesuatu yang sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera kukejap-kejapkan mataku dan berusaha melihat ke arah selangkanganku dan........

Aku tertidur dengan lelapnya sampai-sampai aku bermimpi dikelilingi banyak bidadari cantik dari kahyangan yang menghangatkan tubuhku dengan pelukan dan ciuman panas menggelora membuat tubuhku serasa terbang ke awan. Aku juga melihat satu bidadari tercantik yang sedang membelai-belai burungku, mengecupnya dengan perlahan lalu mulai memasukkan “milikku” yang mulai berdiri tegak tadi ke dalam mulutnya.
“Aaaah...” spontan aku mengerang.

Rasanya begitu hangat dan basah hingga membuat tubuhku menggeliat. Ketika kepala sang bidadari mulai bergerak turun naik, aku merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya hingga mampu membawa jiwaku kembali ke alam nyata. Perlahan mataku mulai membuka dan aku mulai menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi, tetapi anehnya, ketika aku mulai sedikit tersadar dari tidurku, sensasi nikmat itu masih dapat kurasakan dengan sempurna dan terus berlanjut. Aku segera menyadari bahwa memang ada sesuatu yang sedang benar-benar terjadi pada diriku. Segera kukejap-kejapkan mataku dan berusaha melihat ke arah selangkanganku dan........

Betapa terkejutnya aku ketika kulihat Sonya sudah berada di tempat tidurku dan sedang memberiku blow job!! Aku segera berusaha untuk mendorong kepalanya dengan kedua tanganku secara perlahan agar Sonya segera melepaskan hisapannya pada “batangku” karena apa yang ia lakukan padaku saat ini sangatlah nekad dan berbahaya di mana kedua orang tuanya sedang berada di rumah, beristirahat di kamar yang tidak jauh dari kamarku.
“Bagaimana jika ketahuan?” pikirku panik. Kedua tanganku berhasil meraih kepala Sonya dan mendorongnya secara perlahan agar melepaskan milikku, tetapi tiba-tiba aku merasakan penolakan darinya dan rasa sakit, karena ternyata..... Sonya juga menggunakan giginya untuk mencengkram “batangku” agar hisapannya tidak lepas, sementara dapat kulihat pula matanya menatap tajam ke arahku seolah ia berkata “jangan ganggu aku!!”

Aku pun segera angkat tangan dan hanya bisa bersikap pasrah saja terhadapnya saat itu. Melihatku pasrah, perlahan ia lepaskan cengkraman giginya dan mulai meneruskan aktivitasnya kembali. Kepalanya kembali turun naik dengan perlahan seolah ia sangat menikmatinya sementara lidahnya menggelitiki lubang burungku. Kelihatannya Sonya sudah sering berlatih dengan pisang itu sehingga ketika pertama kali ini menerapkannya padaku, ia sudah seperti cewek yang berpengalaman. Ketakutanku sudah tidak bisa lagi mengalahkan rasa nikmat yang kuterima, aku mulai mendesah dan membelai kepalanya.

Hisapan, jilatan dan kuluman yang ia berikan pada batang dan zakarku membuatku tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Sonya memang benar-benar hebat untuk seorang pemula.
“Aaaah.... sssshhh.... Sonya cantik, abang ngga tahan..... ssshh... udah mau keluar.... aaah...!", Mendengarku berkata demikian, ia segera menggunakan tangan kanannya untuk mengocok batangku sementara ia tetap menghisap dan mempertahankan bagian kepala di dalam mulutnya, lidahnya juga turut memberikan kehangatan belaian-belaian kasih.
“Aaaah.... aaahh..!” aku sudah tidak kuasa menahan kenikmatan yang bertubi-tubi ini, tubuhku tersentak-sentak dan akhirnya “croot.. crrroot.... crrooot...” cairan spermaku memancar keras di dalam mulut Sonya. Tubuhku melemas seiring dengan menjalarnya kenikmatan orgasme ke seluruh jiwaku, sementara Sonya masih meneruskan hisapan dan jilatannya seolah-olah tidak ingin ada yang tersisa. Penerimaan diri, kehangatan dan kasih sayang yang ia curahkan terasa sangat menyejukkan jiwaku. Sonya benar-benar seorang bidadari mungilku.

Setelah selesai menikmati spermaku, ia mendekatiku seraya berkata “Abang suka hadiah Sonya tadi?” Aku tersenyum haru dan mengangguk, kubelai lembut kepalanya lalu ia merebahkan kepalanya di dadaku sambil memelukku.
“Abang sayang sama Sonya” bisikku.
Kukecup mesra kepala bidadariku ini, wangi rambutnya mendamaikan perasaanku. Kupeluk dan kubelai mesra tubuhnya sampai ia benar-benar kembali tertidur dalam kehangatan pelukanku. Jam mejaku menunjukkan pukul 3.30 pagi saat aku mengangkat tubuh Sonya perlahan, menggendongnya kembali ke kamar tidurnya. Jaraknya tidak terlalu jauh, namun aku harus melewati kamar kedua orangtuanya. Hal itu menjadikan perasaanku sangat tegang karena harus bergerak perlahan untuk menghidari suara gaduh. Terlebih bila kudengar suara batuk dari dalam kamar ortunya, maka aku akan berdiri mematung sembari memejamkan mata, saat itu bahkan rasanya detak jantungku bisa didengar orang sekampung.

Akhirnya aku berhasil mengembalikan Sonya ke tempat tidurnya, menyelimutinya, lalu cepat-cepat kembali ke kamarku. Sesampainya di kamar, kubuka sedikit kaca jendela dan kutanggalkan bajuku yang basah oleh keringat, lalu kunyalakan rokok dan kuhisap dalam-dalam untuk menenangkan pikiranku. Pagi itu merupakan pagi terindah yang pernah kualami seumur hidupku.

Suara burung yang berkicau riang menyambut pagi terdengar bagaikan sebuah sonata nan indah yang seolah juga turut mengiringi kebahagiaan perasaan diri ini setelah menerima “hadiah-kejutan” luar biasa, yang pernah diberikan seorang bidadari mungil padaku. Segar rasanya tubuhku pagi itu walaupun kurang tidur semalaman, kuhirup udara pagi yang segar itu sedalam-dalamnya sambil kukayuh santai sepedaku menuju sekolah. Aktivitas rutin pun berjalan seperti biasanya di sekolah, hanya saja teman-temanku menilai sikapku menjadi lebih riang dibanding hari-hari lainnya. Siang itu sepulang sekolah, aku menuju rumah temanku untuk mengerjakan tugas kelompok, padahal aku sudah sangat ingin pulang dan bertemu Sonya secepat mungkin, tetapi...... apa boleh buat, aku harus menyelesaikan tugasku terlebih dahulu.

Sore itu aku baru bisa kembali bersepeda pulang ke rumah dan sesampainya di halaman aku melihat mobil CR-V pak Sis nongkrong di sana.
“Wah, belum aman nich!” pikirku.
Aku segera menyimpan sepedaku di garasi, segera menuju kamarku lalu mandi. Saat makan malam aku juga masih belum melihat Sonya, hanya Tia yang terlihat baru bangun.
“Sonya belum pulang pak?” tanyaku.
“Ooh sudah pulang tadi siang, tapi lalu ia bapak antar ke rumah Ani, katanya mau mengerjakan tugas sekolah yang penting.
“Oh ya, bapak juga ingin menyampaikan bahwa besok sore ibu dan bapak akan berangkat ke Jakarta, baru lusa menuju Australia selama 1 minggu karena ada keperluan bisnis yang mendesak” kata pak Sis dengan wajah yang berseri-seri.
“Lho, kok mendadak sekali pak?” tanyaku.
“Sebenarnya tidak mendadak, berita ini sudah bapak terima dari kemarin-kemarin, bapak juga sudah dibelikan tiket oleh perusahaan, Sonya dan Tia pun sudah bapak beritahu kemarin malam, hanya kamu saja yang tidak ada” jawab pak Sis semangat.
“Bapak mau berpesan padamu agar selama kami pergi, kamu yang bertanggung jawab penuh di rumah ini dan juga harus menjaga dan memperhatikan Sonya dan Tia, bantu mereka terlebih dalam pelajaran agar tidak mendapat nilai buruk dalam ujian, kamu mengerti?” tanya pak Sis tegas.
“Iya pak, saya mengerti” jawabku.
“Baiklah, kalau begitu sekarang bapak jemput Sonya dulu” kata pak Sis dengan wajah yang cerah sambil mencium kening ibu Sis.
“Hati-hati ya pak!” kata ibu Sis.

Aku sudah tidur di kamarku saat pak Sis dan Sonya kembali ke rumah sehingga hari itu hampir bisa dikatakan bahwa kami tidak bertemu karena kesibukan masing-masing.

Keesokan harinya, sepulang sekolah aku segera pulang ke rumah untuk membantu bapak dan ibu Sis menyiapkan segala yang mereka butuhkan. Setibanya di rumah kulihat koper-koper besar yang sudah siap dibawa, tertata rapi di ruang tamu. Pak Sis kemudian memintaku untuk mencarikan taksi karena menurutnya cara itu lebih baik daripada hanya menelepon lalu menunggu. Aku segera keluar dan mencari taksi kosong di pinggir jalan besar yang agak jauh dari rumah. Tidak lama kemudian menaiki taksi yang kupanggil. Aku segera mengangkat koper-koper besar itu ke dalam bagasi sementara Tia dan Sonya membantu dengan membawakan beberapa tas kecil. Setelah seluruh barang yang akan di bawa sudah dimasukkan ke dalam taksi, bapak dan ibu Sis memanggilku ke ruang tamu sementara Tia, Sonya dan si Was menunggui taksi di luar.

Bapak dan ibu Sis memberikan beberapa pesan penting padaku seperti beberapa nomor telpon penting yang bisa dihubungi jika ada sesuatu di luar kendali, namun intinya mereka mempercayakan semua padaku untuk sementara mewakili mereka menjaga dan memperhatikan kedua putrinya. Aku mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
“Semoga berhasil pak Sis dan ibu!” kataku.
“Terima kasih dan ingat semua pesan bapak dan ibu ya!” Tegas pak Sis mengingatkanku.
Seluruh barang bawaan pun kembali diperiksa, lalu mereka berpamitan dengan Tia dan Sonya.
“Tia, Sonya, kalian harus nurut sama abang, jangan lupa belajar dan jangan nakal ya!” kata ibu Sis sambil memeluk dan mencium pipi kedua putrinya itu.
“Papa dan mama hati-hati ya!” kata Sonya.
“Iya, nanti juga kalau pulang jangan lupa oleh-olehnya yaa!” sambung Tia.
Pak Sis pun memeluk kedua putrinya dan mencium kening mereka.
”Papa dan mama berangkat dulu ya sayang, kalian baik-baik di rumah ya!” kata pak Sis.
Selesai berpamitan, mereka lalu menaiki taksi yang akan mengantar mereka ke stasiun kereta api untuk lalu berangkat menuju Jakarta.

Taksi yang membawa bapak dan ibu Sis telah menghilang di balik tikungan jalan ketika aku melirik ke arah Sonya, pandangan kami pun bertemu dan ia melmparkan senyum manisnya kepadaku.
“Waaah...pesta nih nanti malam!!” pikirku gembira.

Kriiing.... kriiing..... terdengar suara telpon berdering malam itu.
“Halo, dari siapa?” Terdengar suara Tia menjawab telpon.
“Kak Sonyaaa... telpon dari Dewa” teriak Tia memanggil Sonya.
Sonya segera menjawab telpon itu.
“Huuuh... banyak amat sih yang nelpon!!” gerutuku.
Sebenarnya bukan hanya malam ini saja, tapi hampir setiap malam banyak sekali telpon yang mencari Sonya dari temen-temen cowoknya di sekolah. Saat itu aku tidak terlalu peduli karena suasana rumah juga “belum-aman”, tapi sekarang.... aku benar-benar merasa sangat terganggu.

Wajahku pastilah terlihat kesal ketika Sonya sudah berada di dekatku kembali dan bertanya, “Abang kenapa sich? Kok kelihatannya marah, ada apa bang?” tanya Sonya.
“Siapa sih itu yang nelpon, pacar ya?!” tanyaku dengan nada ketus, padahal aku sudah sangat berusaha untuk tenang, tapi tetap saja yang kuucapkan bernada ketus emosi.
“Iya bang, hihihi enggak kook, Dewa cuman temen biasa tadi juga cuman nanyain PR buat besok, Mmm... abang cemburu yaa?” godanya padaku sambil melemparkan senyum nakal.
“Eh... eng.. enggak kok, cuman sinetronnya sedang seru tuh” kataku dengan gugup berusaha mengelak.
“Kenapa sih dari tadi banyak amat mahluk yang nelpon??” tanyaku akhirnya.
Sonya tersenyum lalu berkata, “begini deh, nanti kalau ada yang nelpon lagi, abang juga angkat telpon yang di kamar mama yaa, biar bisa ikutan dengar” katanya.
“Oh boleh, abang juga pengen tau apa sih maunya orang-orang yang nelponin Sonya itu.... huh... mengganggu saja mereka!!” jawabku kembali dengan nada ketus.
Sonya lalu duduk di sampingku di sofa panjang sambil merangkulkan tangan kiriku pada lehernya, lalu ia dengan manja merebahkan kepalanya di pundakku.

Perasaanku pun kembali tenang. Kami menonton acara tv bersama, melepaskan lelah sehabis sibuk mengerjakan tugas-tugas rumah untuk sekolah esok. Tialah yang paling berkuasa memonopoli acara tv yang kami tonton karena ia memegang remote tv, duduk di karpet sambil bermain dengan boneka-boneka Barbienya dan tidak ada seorang pun yang boleh mengganggunya saat itu karena ia sangat suka menonton sinetron kesayangannya, Bidadari. Setelah sinetron itu selesai, aku segera menyuruh Tia untuk bobo. Sonya dan aku biasanya sering menemani Tia untuk menina bobokannya, terlebih malam ini saat aku dan Sonya ingin mereguk “kenikmatan surga duniawi” yang telah lama tertunda.
“Tia, ayo bobo sayang, sudah malam nih” kataku membujuknya.
“Nanti ya Bang, soalnya Tia masih mau nonton tv” kata Tia sambil tertawa-tawa dan berusaha untuk menghindariku yang berjalan ke arahnya.

Kriiiing... kriiing.... kembali telpon berbunyi.
“Bang, Tia angkat telpon dulu!” kata Tia seolah mendapat angin lalu berlari menuju telepon.
“Halo.... selamat malam.... dari siapa?” tanya Tia.
“Kak Sonyaaa.... telpon dari Padi” teriak Tia memanggil kakaknya.
Sonya lalu menggamit tanganku dan memintaku untuk mendengarkan pembicaraan mereka lewat telpon di kamar ortunya. Pintu kamar kubuka lebar-lebar sehingga aku bisa mendengarkan pembicaraan sambil melihat ke arah Sonya yang berdiri di sana.
“Halo” kata Sonya.
“Hai Sonya, ini Padi, sedang ngapain nich?” Padi berbasa basi.
“Nonton tv, eh kamu dari kelas berapa??” Sonya bingung.
“eh... aku dari kelas tiga itu lho, defendernya tim inti basket sekolah kita, kamu khan cheerleadernya pasti kamu tau aku doong” jelasnya.
“Cuihh... nge-bullshit dia!!” pikirku geram.
“Hmm... mungkin” jawab Sonya dingin.

Suasana hening sejenak, lalu terdengar Padi berkata lagi
“mmm... begini, sebenernya aku mau mengajak Sonya nonton pertandingan basket liga profesional besok sore yang di stadion deket sekolah kita, Sonya ada waktu ngga?” tanyanya penuh harap.
“Waaah, kayaknya ngga bisa deh Di, besok sore Sonya mau berenang” jawab Sonya cuek.
“Mau berenang yaa? Di mana? Aku temenin deh, aku juga suka berenang, bareng ya besok!” pinta Padi.
“Busseeet dasar bajigur! Maksa amat jadi orang, wong Sonya juga nggak kenal ama dia” pikirku.
“Ah, nggak perlu deh Di, soalnya Sonya ditemenin sama Tia dan abang, tapi makasih ya” Sonya menolak dengan halus.
“Ngga pa pa deh... tapi gimana kalo besok pulang sekolah bareng kuanter naik motorku, aku tunggu di depan kelasmu yaa” katanya lagi usaha.
“Besok Sonya dan teman-teman mau janjian kerja kelompok jadi pulangnya harus bareng-bareng naik angkot soalnya Sonya belom tau rumahnya....”
“Huaahh dasar gombal, perayu kelas teri!!” gerutuku dalam hati.
Kesal sekali rasanya, orang itu kok kayak nggak ngerti-ngerti, Sonya sudah tidak mau kok masih aja maksa...... dsb... dsb.. begitulah kira-kira apa yang kupikirkan saat itu. Perasaanku meledak-ledak sekali, ingin rasanya aku memotong pembicaraan mereka dan menyudahinya, tapi aku berusaha untuk bersikap tenang terlebih di depan Sonya, aku harus selalu bisa memberikan contoh yang baik, aku juga berusaha untuk mengerti seandainya aku yang berada pada posisi si Padi tadi, mungkin aku juga akan begitu, yahhhh, namanya juga usaha....

Aku melihat bahwa begitu banyak orang yang berusaha mengambil hati Sonya, mendekatinya dan menjadikannya pacar, tetapi mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini membuatku merasa sadar bahwa betapa bahagianya aku saat ini karena bisa memilikinya, menyayanginya, mencurahkan seluruh perhatian dan perasaan kasih sayangku padanya, merupakan suatu penghargaan tertinggi yang bisa kupersembahkan kepada Sonya ataupun kepada bidadari-bidadari kecil lainnya yang pernah dan mungkin akan kutemui sepanjang perjalanan hidupku.

Aku kembali melihat ke arah Sonya yang tersenyum-senyum sambil memandangku. Sonya terlihat begitu cantik, lesung pipit di pipinya menyempurnakan kecantikan wajahnya, Ia mengenakan daster tipisnya yang seksi sehingga aku dapat melihat tonjolan bukit kembarnya yang tengah berkembang pesat, kulitnya yang putih mulus, tubuh yang seksi feminin, rambut terurai berkilau panjang sebahu, usianya yang baru menginjak 12 tahun, benar-benar seorang bidadari. Selain teman-teman yang mendekatinya, banyak juga pencari-pencari bakat dan produser-produser sinetron lainnya yang sudah kebelet ingin menjadikannya seorang model-lah, bintang sinetron-lah, tetapi untungnya semua tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh pak Sis, dan aku tentu saja, sangat mendukung keputusan pak Sis tersebut.

Posting Komentar

cerita atah-atah

About This Blog

  © Blogger template Noblarum by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP