Top Comment :

*** Tragedi ***

Jumat, 25 Desember 2009

Pagi harinya, di gelanggang renang SMU 87. “Semangat !, semangat !, semangat !” teman-temannya mendukung Sativa sedang latihan renang.
Ketika dia sudah sampai di putaran pertama, Pelatih menghentikan stopwatch-nya.
“Kerja yang bagus Sativa, itu baru semangat.” Ucap pak pelatih.
“Ahak… ah… ah… ah… ah…” dia melepas kaca mata renangnya dan menghirup udara dengan tergesa-gesa.
“Jangan lupakan apa yang telah kamu lakukan, dengan nilai prestasimu ini, kamu akan…”
****
Di stasiun kebayoran, aku sedang berdiri menyender tembok, aku melihat waktu di jam tanganku, tampaknya Lisna belum datang-datang juga.
“Eh he..?” Salah seorang anak perempuan berpakaian SMP sedang mendekatiku dengan matanya penuh curiga.
“Ngh…” Aku menengok.
“Aaaa…ah… dia tidak bisa diam ?”
“IIYAKS...!!” Aku kaget sekali, membuat jantungku berdebar-debar.
“Eh… he…he…he…”
“A… apanya ?”
“Haaah…!” dia melihat-lihat switer baju dan celana jeansku.
“7, 5, 6, 4, 3, 5 ,7…” Dia melangkah-langkah kakinya sambil berputar di tempat aku berdiri. “Dihitung semua cuman 37 point !, kamu masih punya waktu untuk pergi rupanya.”
“Ngaaa, Woi.. apa maksudmu berkata begitu ?, lalu apa yang kau maksud dengan 37 point ?” ucap Aku sambil marah.
“Maafkan dia, Rio…”
“Nh ?” terdengar suara Lisna sudah datang, aku langsung nengok kebelakang.
“Lisna…?, AAARGH….Jangan-jangan dia...?!”
“Iya… dia adalah adikku.”
“Namaku Putri Meirani !, Senang berkenalan denganmu, kak Rio !”
“A…aaaah…, Sssst…. Apa adikmu ingin ikut bersama kita ?” tanya Aku kepada Lisna sambil membisikan kupingnya.
“Eh… aku pikir… dia cuman ngikutin aku saja…?”
“AAH Jangan khawatir !, meskipun ini musim panas… aku tidak akan mengganggu kencan romantis kalian !”
“Ke… kencan romantis…., Hei Putri..!” Lisna tersinggung mendengarnya.
“Ya sudah… Putri harus cepat-cepat ke tempat latihan…, Eh tunggu…” Putri menarik lengan bajuku. “Ngh…??”
“Awas ya… kau tidak boleh menggigit kakakku sekarang.”
“MHH…!?” Aku terkecut ketika Putri membisiki kupingku, itu membuat wajahku malu sekali.
“AH… Pipinya menjadi merah !, Ternyata masih perjaka !” sambil menunjuk-nunjuk kearahku. “Ah… ha… ha… ha… selamat berjuang !!” Putri langsung lari dan melambai-lambaikan tangannya. “Tap ! tap ! tap !”
“Da… Da… DASAR TIKUS KECIL !” teriak aku dengan marah.
“Maafkan dia, Rio…”
“Ah…”
“A… Apakah Putri mengatakan sesuatu yang buruk ?”
“Eeeh tidak…maksudku… bu… bukan…, Apakah Putri selalu kelihatan semangat ?”
“Eh… Iya… dia kelihatan semangat sekali.”
“Aku mengerti, Putri mirip sekali seperti Sativa !”
“Begitu ya…, Kau tahu…., Putri ingin sekali mengikuti klub renang !”
“E… masa ?”
“Mh…, Dia bersaing dan selalu menang dalam pertandingan, dia bilang Sativa adalah idolanya.”
“Aaaah… Berenang itu pasti pertarungan…”
“Tap… tap… tap…” Aku dan Lisna langsung masuk kedalam kereta.
****
“Jes… jes… jes…” Dalam perjalanan, “………………………” aku tampak lelah dan mengantuk sekali. “Apa kamu tidak apa-apa Rio ?”
“Ee… Ah… enggak apa-apa kok.” Aku langsung bangun dan tersenyum.
“Apa kamu kurang tidur ?”
“Semalaman aku terlalu banyak main dindong bersama Budi.”
“Itu tidak baik untukmu !”
“Mh….ngh…” sambil menggaruk-garuk kepalaku dan tersenyum.
“Bagaimana keadaan belajarmu sekarang ?”
“Ng… Biasa-biasa saja…”
“Kelihatan bagus apabila kamu serius meneruskan belajar ke universitas…., Universitas Indonesia sangat jauh dari sini…, Universitas Mercu Buana sangat dekat, jadi kita bisa pergi kesana bersama-sama…, Jika kamu mau mencobanya sekarang…. Sudah tentu…, Hei Rio..., Universitas Mercu Buana sepertinya pilihan yang…”
“Ngh…” Aku tertidur dan menyender kebahunya Lisna.
“Ah.” Lisna terkecut.
“……………………” Aku tertidur pulas sekali.
“Mh…” Lisna wajahnya tersenyum.
****
Di stasiun merak, aku dan lisna turun dari kereta. “Kita… kehilangan tempat tujuan….” Aku dan Lisna berpegangan tangan sambil memandang lautan. “Mmm.” dia mengagukan kepalanya.
“Teeeeeng….” Kereta yang kami tumpangi, telah berangkat kembali ke jakarta.
“Seharusnya kamu membangunkan aku barusan.”
“Tetapi Rio tertidur nyenyak sekali… dan wajahmu kelihatan manis, Jadi aku hanya…” ucap Lisna sambil menatap kebawah.
“Begitu ya… Maaf kan aku, Lisna.” Aku langsung merangkulnya.
“Ah… Kamu tahu, aku membawakan sesuatu yang enak loh.” Lisna memperlihatkan tas ranjangnya kepadaku. “Ayo kita cari tempat duduk.”
“Mh.” Aku mengagukan kepala.
“Kwaaaak…. Kwaaaak…. Kwaak…” Terdengar suara kicauan burung-burung bangau berterbangan di atas pantai. Aku dan Lisna sedang duduk-duduk di bangku stasiun. Ketika tas ranjangnya sedang dibuka.
“Untunglah, Kue Pai nya masih utuh !”
“Wah.. Kue Pai !…., Kelihatannya enak sekali !”
“Eh.. he.. he…, Aku dengar… katanya kamu sangat menyukai kue pai ?, Aku sudah coba membuatnya beberapa kali, tetapi tidak pernah berhasil dengan baik.., Aku khawatir dengan yang satu ini. Mungkin…”
Lisna langsung memotong kue painya.
“Jika tidak enak, Jangan ragu-ragu mengatakannya kepadaku.”
“Ngeh.. aku mengerti !” Aku mengambil kuenya dan memakannya.
“Aaaaam… nyam… nyam….”
“Bagaimana rasanya ?”
“Mmmmuh… Enak sekali !” sambil mengacungkan jempol.
“Benarkah ?!”
“Iya… ini benar-benar enak !” Aku mengagukan kepalaku.
“Aaah… syukurlah…!”
“Hap… nyam… nyam….”
“Aku ingin mencobanya !….., Hap… nyam… nyam….” Lisna mencoba kuenya.
“Benar…. Ini enak sekali !”
“………………………” Aku menatap Lisna yang sedang memakan kuenya.

“Kwaaaak…. Kwaaaak…. Kwaak…” setelah kami memakan kue pai, Aku dan Lisna menatap lautan yang indah. Aku merasakan tiupan angin pantai dibarengin kicauan burung-burung bangau yang sedang berterbangan di atas langit.
“Indah sekali.” Ucap Lisna.
“………………………” Aku menengok menatap wajah Lisna tersenyum.
Tampak stasiun merak terlihat sepi, hanya kami berdua yang sedang duduk bersama, melihat orang-orang sedang bermain selancar dipinggir laut.
“Indah sekali.” Lisna kepalanya menyender ke bahuku. “Iya….”
****
Sore harinya di pusat pertokoan pondok indah, ketika Sativa hendak pulang ke rumah sehabis latihan renang di sekolah. “Eeh… Jangan !” seorang wanita bersama pacar lakinya sedang bergandengan tangan didepan Sativa.
“………………………” dia berhenti dan melihat mereka sedang bicara.
“Ayolah…!, Hari ini bagaimana kita lakukan sekarang…” Ucap laki-laki itu.
“Apa yang harus kulakukan ?” Tanya wanita tersebut.
“Ngh…” Sativa menundukan wajahnya menatap kebawah.
****
Malam harinya, didepan rumah Lisna. “Jika kamu mau, Ayo kita masuk ke dalam ?” Tanya Lisna untuk masuk kedalam rumahnya. “Eh, Iya tapi ?”
“Itu berat dikatakan ya ?” dia tampak murung.
“Bu… bukan, maksudku…” Aku hendak memegang tangannya.
“SELAMAT DATANG !!”
“WAA….!!” Aku terkecut, tiba-tiba Putri telah datang.
“Ah… Putri.” Lisna menengok melihat adiknya berdiri dibelakangku.
“Waah… aku lapar sekali.” Putri langsung masuk ke dalam rumahnya.
“Ngh… apa yang sedang kalian tunggu disitu ?, Ayo cepat masuk kedalam ?!” Putri balik lagi, melihat kami masih berdiri saja di luar.
“A… aku…” Aku bingung sekali apa yang harus kulakukan.
“Iiiih… kamu ini, mau masuk kedalam apa enggak sih ?, Ayo cepat…3, 2, 1.” Putri menawarkan tangannya kehadapanku.
“Tidak… ini sudah terlalu malam, dan aku tidak mau mengganggu…. Waaaa…?!”
Aku terkecut, tiba-tiba putri mendorongku masuk kedalam rumahnya.
“Jangan khawatir.”
“Tunggu Putri ?!” Lisna memanggilnya dan langsung masuk kedalam.
“Assallamuallaikum !, aku pulang. Putri membawa seorang tamu nih !”
“Ma… maaf… Assalla….muallaikum…..” Tidak lama kemudian, aku, Lisna, Putri dan bersama kedua orang tuanya sedang berada diruang makan. Aku seperti bingung sekali sambil menundukan kepala, menatap steak didepanku yang telah disajikan oleh ibunya, aku menengok melihat Lisna dari tadi diam-diam saja dengan wajah malunya, dan aku menatap Putri bersama ibunya sedang tersenyum menatapku.
“Rio agustina, jangan sungkan-sungkan !” ucap ayahnya.
“Ahk… Iya….” Aku menundukan lagi kepalaku.
“Ayolah… jangan diam-diam saja… silahkan dimakan.” Ayahnya tersenyum.
“Jika masih kurang, katakan saja…. Ibu masih banyak loh membuatnya.”
“Ahk… Iya….”
“Ahk… Iya….” Putri meniru ucapanku sambil menundukan kepala. “Ah… HA… HA… HA…!!” dia langsung tertawa saking senangnya sambil menunjuk-nunjuk tangannya kehadapanku.
”PUTRI HENTIKAN !!” Lisna langsung berdiri dan marah kepada adiknya.
“Uuuuugh….” Putri jadi sebal melihat kakaknya.
“Maafkan dia Rio….”
“Eh… he…. he…. he…” Aku sedikit tertawa.
“A…. Ha… Ha… Ha…!!” Kedua orang tuanya tertawa melihat wajahku malu sekali. “Hei Putri….. sudah-sudah….” Ucap Ayahnya.
Setelah itu, aku langsung makan steaknya dan sedikit berbicara dengan orang tuanya, aku melihat Lisna tersenyum, ini baru pertama kalinya aku merasakan keharmonisan keluarga mereka disini.
Aku tersenyum ketika Lisna sedang bicara denganku.
“Waaah…. Apa-apaan ini ?” Tiba-tiba Putri berdiri didekat kami sedang bicara.
“KYAH…” Lisna sedikit terkecut, aku pun juga.
“Sssst… Hei kakak ipar…., kamu sedang memikirkan sesuatu yang jorok-jorok iyakan ?” Tanya Putri sambil membisik-bisiki kupingku.
“AAARGH !!” Aku kaget sekali mendengarnya, dan ingin langsung marah.
“He… he… he…” Putri menghindar kebelakang kakaknya.
“Kamu ini…., Ah ?… ka…. Kakak ipar ?”
“Iya…., Apa kedengaran aneh ?” ucap Putri.
“E… enggak kok…. Enggak kedengaran aneh ?” aku bingung apa maksudnya.
“Aku ini ingin sekali mempunyai kakak ipar, Nampaknya kamu sedikit tidak percaya, Tapi Putri akan selalu melakukan yang terbaik untukmu.” Putri memegang pundakku.
“Aaa… begitu…?” Aku melanjutkan makan steaknya.
“Jadi, maukah kamu menikah dengan kakakku tersayang.”
“UGH… UHUK… UHUK…!!” Aku terbatuk-batuk mendengarnya.
“PUTRI !!, apa yang kamu katakan barusan ?” Lisna langsung teriak dan marah.
“Ah… Ha… Ha… Ha…!!” kedua orang tuanya tertawa.
“………………” Aku dan Lisna tidak bisa berkata-kata karena malu mendengarnya.
“Hem… masa depan kalian sudah dekat, Rio agustina…. Bapak harap kamu mau menjaga Lisna baik-baik ketika kalian sedang pacaran.” Ucap ayahnya.
“Mm… Mm… Mm…” Putri mengangukan kepalanya.
“Bapak titipkan dia kepadamu.”
“A… IYA PAK !!” Jawab aku dengan tegas.
Lisna tersenyum sambil menundukan wajahnya menatap kebawah.
****
Setelah acara makan malam selesai, Aku dan Lisna berjalan kaki tidak jauh dari rumahnya. “Besok… Acara bazar tahun baru akan digelar di masjid pondok indah, bagaimana kalau kita pergi kesana ?” Aku ingin sekali mengajaknya.
“Baiklah, tetapi Sativa…. Dia terlihat sibuk dan tidak bisa datang katanya.”
“Sibuk ?, apa dia sudah mempunyai pacar ?”
“Eh… masa ?, karena itu….” Lisna berhenti dari jalannya.
“Ada apa ?” Aku menengok.
“Iya…, katanya Sativa sudah mempunyai pacar ?, itulah kenapa…”
“Eh, benarkah ?!”
“Kata Putri, sewaktu pulang dari latihan renang, dia bertemu Sativa sedang berjalan dengan seseorang.”
“Ah… Jadi dia sungguh-sungguh ya ?, ya sudah, yang penting kita berangkat besok, hanya untuk kita berdua saja…., Ng…. aku tidak usah mengajak Budi ya ?”
“Eh… he… he… he… berarti Budi tidak usah diajak dong.” Lisna tertawa.
“Tidak apa-apa…. Sampai jumpa lagi Lisna.”
“Mgh.” sambil mengagukan kepalanya.
Aku memegang dagunya Lisna dan mencium mulutnya dengan lembut. “Cup……”
****
Di apartemen gandaria, “Kriiiing…. Kriiiing…. Kriiing…!” suara telepon berdering. “Klek.” Terdengar suara pesan telepon menerimanya.
“Iya…Ini Rio agustina…., aku sekarang sedang berada diluar…. Jika ada keperluan, silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi pip.”
“Piiip !” teleponku merekam pesannya.
“…………………………”
“Klek.” teleponnya langsung ditutup.
****
Keesokan sore harinya, digelangang renang SMU 87. Sativa sedang latihan renang sendirian. “Tap…. tap…. tap….” Aku datang menemuinya.
Tidak lama setelah Sativa latihan, aku memanggilnya ketika dia sedang berdiam diri sambil mengambang ditengah-tengah kolam. “Sativa !”
“Muh…” dia matanya menengok, melihatku berdiri tidak jauh didekatnya.
“Kemaren… kenapa teleponnya tidak kamu angkat ?”
“Eh… Lu nelpon balik ya ?”
“Kamu sudah tiga kali meninggalkan pesan, apa ada masalah ?”
“E… enggak kok…”
“………………………” Aku hendak pergi meninggalkannya.
“Rio…. Maukah kamu mendengarkan sesuatu ?!”
“Tap.” Aku berhenti dan tidak jadi pergi.
****
Di lapangan masjid pondok indah yang ramai dan dipenuhi orang-orang yang berdatangan ke acara bazar tahun baru. “…………………………” tampak Lisna sedang menungguku datang, dia berpakaian rapih dan berpenampilan cantik sekali.
****
Diatas bukit belakang sekolah, Aku dan Sativa sedang duduk-duduk menyender pohon sambil menatap matahari mulai terbenam. “Krriik…. Kriiik…. Kriik…” suara jangkrik dari semak-semak rerumputan.
“Ini tentang pacarmu ya ?” Aku bertanya kepadanya.
“Gua tidak pernah mempunyai pacar.”
“Aku dengar kamu sudah punya….”
“Gua cuman ngikutin dia jalan-jalan saja, tetapi… dia mengakuinya kemaren.”
“Apa kamu mengajaknya pacaran ?”
“Gua tidak tahu …………….., Hei… coba elu pikir… apa yang harus gua lakukan ?”
“Eh… apa maksudmu ?, kalau aku sih akan selalu mendukungmu… terserah apa yang akan kamu putuskan.”
“Mh… Masa… gua harap begitu….” Sativa menundukkan wajahnya.
“……………………” dengan diam aku menengok sedikit menatapnya.
“Walaupun gua kelihatan seperti ini, dia adalah orang kesepuluh untuk mengakunya, Tetapi… gua tolak mereka semua.” Sambil menatap keatas.
“Kamu sedang membual ya ?”
“B o d o h…. Mau gua hajar ?!”
Aku tersenyum melihat dia mulai marah.
“Mereka semua selalu memuji rambut gue…, Tetapi Gua tidak suka itu.” Sambil memegang rambut panjangnya. “Gua, orang yang tidak seperti rambut ini, selalu keras kepala…. Hanya satu dari mereka yang tidak memuji rambut gue…. Dia bilang, itu kelihatan pendek sekali.”
“Apa…. kamu menyukai dia ?”
“Gua tidak tahu….., Terus terang saja…. Gua tidak tahu….”
Aku langsung menatap kedepan, tampak Sativa masih terus menatapku dan mengedip matanya menatap kebawah. “…………………………”
Sativa langsung berdiri dari duduknya. “Sudah gua putuskan…. Gua tidak akan pergi bersamanya !” ucap sambil berjalan sedikit kedepan. “Gua ingin sendirian saja dan kesepian seperti Lisna.”
“Masa…, Aku pikir kedengarannya bagus.”
“Hem…” dia tersenyum.
“Eh !” Sativa menengok melihat cahaya keramaian dimasjid pondok indah dari kejauhan. “Bazar…?”
“Iya.” Aku langsung berdiri dan mendekatinya.
“Itu enggak apa-apa…, bukannya lu pergi bersama Lisna sekarang ?”
“Ah aku lupa !, Aku akan minta maaf .”
“…………………………” Sativa mulutnya menganga.
“Sreeek…….!” Terdengar suara langkah kaki menginjak rumputan dibelakang kami berdua.
“Kalian ada disini !” Ucap Budi datang bersama Lisna.
“Ngah…” Sativa terkecut dan menengok kebelakang.
“Budi !, Lisna !” Aku memanggilnya.
“Rio !, Kenapa lu ini…!” Budi langsung lari mendekatiku. “Bukannya lu sudah janjian, ngajak Lisna ke bazar… Kenapa lu membiarkan dia sendirian ?!, Dia menjadi khawatir bahwa lu tidak datang, itu bikin dia menangis bodoh !” ucap marah-marah.
“Itu tidak apa-apa, Budi !” Lisna mendekati budi yang sedang marah. Kemudian dia langsung diam dan menengok Lisna dibelakangnya.
“Kalian semua tidak apa-apa kan…?”
“Maafkan aku, Lisna !!” ucap Sativa minta maaf kepadanya.
“Ah.” Aku menengok melihat Sativa cemas.
“Aku tidak tahu bahwa kalian sedang pacaran…, Sengaja Aku ajak dia kesini untuk bicara…, Sesuatu telah terjadi kepadaku, dan…” Sativa menundukan wajahnya dengan murung.
“Sa… sativa...” Lisna terlihat khawatir.
“Jadi begitu ya.” Ucap Budi baru mengetahui yang sebenarnya.
“Aku merasa tidak enak kepadamu Lis, tetapi aku tidak bisa meninggalkan Sativa sendirian.” Aku memberi pengertian kepadanya. “Aku benar-benar minta maaf.”
“Mgh… itu enggak apa-apa kok… jika itu masalahnya.” Lisna langsung memegang tangannya Sativa. “Karena kamu adalah temanku yang terpenting !”
“Teman…?, ……………. Mh………… Terima kasih.” Sativa tersenyum.
“Srak… srak…” Lisna mundur sedikit kebelakang dan melihat-lihat kami bertiga.
“Tetapi… kita semua telah berkumpul sekarang !, Teman adalah yang terpenting seperti ini !”
“Lisna…, Baiklah karena kita semua sudah berkumpul, ayo kita pergi kebazar sama-sama !”
“Lalu sebagai ucapan minta maaf, aku akan traktir kalian semua !” Ucap sativa.
“Kedengarannya boleh juga, tetapi sebelum itu… Ayo kita ambil Foto sama-sama.” Budi mengeluarkan kamera foto dari kantong celananya.
“Ketika kamu mengatakan itu…, ini akan menjadi foto pertama buat kita berempat !” Aku mendekati Lisna berdiri.
“Iya, ini akan jadi foto kenang-kenanganan.”
Kamera foto diletakan diatas dahan pohon oleh Budi. “Sreeeeeeeeeeeeee….” Terdengar suara dari kamera tersebut untuk mengambil foto mereka secara otomatis.
“Ayo semuanya berdekatan !” Ucap Budi.
“Seperti ini ?” Aku berdiri disebelah Sativa.
“Lisna….”
“Kyaaah….”
“KLEEK !!” Malam hampir kelihatan larut, Aku dan Lisna pulang kerumah sehabis mengunjungi bazar. Kami berdua jalan kaki bersama sambil bergandengan tangan. “Maaf ya, soal waktu itu…” ucap Aku minta maaf kepadanya.
“Tidak apa-apa kok… Sativa sepertinya khawatir, iyakan ?, Aku pasti akan melakukan hal yang sama.”
“Begitu ya.”
“Aku senang, kalau kamu perduli kepadanya.”
“Mh.” Aku tersenyum mendengarnya. “Huh ?” Aku berhenti melihat rumah Lisna tampak gelap tidak ada siapa-siapa.
“Ah… orang tuaku sedang pergi keluar….”
“Mmmm…”
“Putri juga ikut bersamanya.”
“Masa…” Sambil menggaruk kepala.
“Rio… maukah kamu masuk kedalam ?”
“Eeee….”
“Aku masih ingin berbicara denganmu.”
“………………” Aku bingung dan sedikit malu. “Ba….. baiklah…..”
****
“Klik.” Lampu kamar dinyalakan. “Klekek !” Suara pintu ditutup.
“Jadi ini kamarmu ya ?”
“Mmh…” Lisna mengagukan kepalanya dengan malu.
“Eeeeeeeh…..” Aku berjalan menuju lemari bukunya. “Kamu memiliki banyak buku cerpen bergambar.”
“Aku sangat menyukainya.” Lisna mendekatiku.
“Apa… bulan ini kamu mempunyai buku Kenangan Kata Terakhir ?”
“Tidak…” sambil menggelengkan kepalanya.
“Bagaimana dilain waktu kita cari sama-sama.”
“Iya, ……… Sewaktu aku kecil, di dalam mimpi aku ingin sekali bercita-cita sebagai novelis… maka begitu aku akan masuk ke universitas…. Aku akan mengambil jurusan psikologi anak-anak.”
“Heh… Itu hebat sekali Lisna, aku yakin kamu pasti bisa.”
“Ngh.” Lisna menyenderkan kepalanya ke bahuku.
Aku langsung merangkulnya. “Jika ada waktu, bagaimana kalau kamu nulis cerita tentang kita berempat.”
“Ah… Kedengarannya manis sekali.” Lisna memegang tanganku.
“Mmh….” Aku mencium mulutnya dengan lembut. “Cup…”

Tidak lama, aku membaringkan Lisna ke tempat tidurnya. “Ah..ha….”
“Lisna…” aku menatap wajahnya dengan malu.
“Ah…haaaa…” dia membuka mulutnya pelan-pelan.
“………………………” Aku menunggunya untuk mengatakan iya atau tidak.
“A….. iya….” Lisna langsung menutup kedua matanya.
Aku melepaskan pakaiannya begitu juga dengan pakaianku. Kami berdua membuat cumbu untuk pertama kalinya. Lampu kamar aku matikan, hanya lampu belajar yang aku nyalakan agar suasana terlihat redup.
Aku mulai mencium-cium lehernya sambil memegang rambutnya dengan tangan kiriku kemudian meremas-remas dadanya dengan tangan kananku. “Aaaaaaah……” Aku merasakan Lisna mulai terangsang. Aku terus-terusan mencium lehernya. Lisna terlalu memelukku dengan kuat dan mencakar-cakar punggungku.
“Mmmmmhhh…..”
“AKH… Akh….. akh…” terasa Lisna mulai kesakitan sambil menjambak rambutku. “Ah…. Ah…. Ah…” Aku bersenggama sedikit demi sedikit dengan pelan-pelan. “Akh…. Aaaaaah…”
“Mmmmh… akh… ah… ah….” Sepertinya Lisna kesakitan, aku berhenti bersenggama kemudian melihat wajahnya. “Ngh…?”
“Maafkan aku…” sambil menghusap air matanya, aku tahu walaupun ini dosa aku akan selalu mencintainya dan segera menikahinya.
“Mmh….” Lisna tersenyum.
****
Tampak mobil sedan yang ditumpangin Putri bersama orang tuanya telah tiba. Di depan pintu gerbang rumah, Putri turun dari mobilnya “Aku langsung masuk duluan.” sambil menutup pintu mobilnya.
“Ngh… apa-apaan ini ?” Putri melihat lampu kamar kakaknya terlihat redup.
****
Aku terus-terusan mencium mulutnya Lisna sampe tidak mau lepas. “Ting… nong…! Ting… nong !” Terdengar suara bel pintu dibawah.
“HAAAAH...!!” Aku dan Lisna terkecut.
****
Diruang tamu, Putri membuka pintunya dan langsung masuk kedalam. “Kakak…. Kamu ada didalam….?”
Putri melihat sepatuku di bawah. “Mmm…” dia tersenyum.
****
“DUK… DUK… DUK…!!” Terdengar suara langkah kaki berlarian dan mendekati kamarnya Lisna. “KLEKEK !!” Putri langsung membuka pintunya dengan cepat. “AKU SUDAH PULANG !!”
“Aa….., huh ?” Putri melihat-lihat tempat tidur kakaknya, dikiranya aku dan Lisna sedang bercumbu disana.
“Putri… selamat datang.” Lisna memanggilnya.
“Ah…” Putri menengok melihat kami sedang duduk-duduk dilantai.
“Kamu pulang terlambat ya ?”
“Eeeeeeeeh……” Tampak di wajahnya Putri mulai curiga.
“Duk… duk…. duk….” dia berjalan mendekatiku.
“Kakak ipar… Apakah kamu menggigit kakak ku ?”
“IIIIIIIH….!!” Aku dan Lisna langsung shock mendengarnya.
“Pu…Putri, Apa yang barusan kamu katakan ?” Lisna wajahnya keringatan.
“Mencurigakan sekali !” Sambil memegang dagunya.
“Putri, kamu ini…. mau menghalangiku atau… mendukungku ?…, Pilih salah satu ?” Aku menanyakan dengan mulut gemetaran.
“Mmmmm…. Keduanya !”
“Duk… duk… duk…., Klekek !!” Putri langsung lari dan keluar dari kamar Lisna.
“Aaaaaaaaah….” Aku dan Lisna jadi legaan.
“Ngh ?” Ketika Aku menengok.
“Mh… Eh… he… he… he…” Lisna tertawa, begitu pun aku sambil menyenderkan kepala.
“Maaf ya, soal yang tadi itu…”
Aku langsung memegang pipinya dan memeluknya. “Lisna…, kamu tidak perlu khawatir lagi…, Kita sudah punya banyak waktu untuk berdua.”
“Mmh….” Sambil tersenyum.
“Hey, Rio…. Ayo kita buat mantera janji.”
Lisna mengangkat kedua tangannya kemudian aku mengangkat kedua tanganku. “Seperti ini ?” Aku mengepal jari-jari tangannya. “Mmh.” Lisna mengagukan kepalanya.
“Ikuti kata-kata yang akan ku ucapkan.” Lisna menutup matanya.
“Seperti bintang-bintang berkilauan diatas langit…”
“Seperti bintang-bintang berkilauan diatas langit…” Aku mengikutinya.
“Perasaan kita tidak akan pernah menghilang.”
“Perasaan kita tidak akan pernah menghilang.”
“Sekali pun tangan kita berpisah…”
“Sekali pun tangan kita berpisah…”
“Diantara kita, tidak akan pernah melupakan selamanya…”
“Diantara kita, tidak akan pernah melupakan selamanya…”
****
Keesokan siang harinya, “Jes… jes… jes….” Suara kereta api di stasiun kebayoran. Tampak Lisna sudah datang sambil melihat jam tangannya.
“Tap… tap… tap…” Dia melihat-lihat kekiri kekanan.
****
Di toko buku gramedia palmerah, aku sedang membeli buku UMPTN.
“Akan kedengaran manis jika kamu serius pergi ke Universitas Mercu Buana.” Ingatan ucapan Lisna ketika kami sedang berada didalam kereta.
“Ngh ?” Aku melihat buku Kenangan Kata Terakhir tidak jauh ditempatku berdiri.
****
Di restauran Mac Donald palmerah, “Bohong kali, Lu bercanda ya ?!” tanya Budi kepadaku. “Iya, Gue akan memutuskan pergi ke Universitas Mercu Buana.”
“Memutuskan kata lu…?”
Aku melihat foto-foto yang sudah jadi sewaktu bazar kemaren.
“Uuh… Gampang sekali lu bicara seperti itu.” Budi menyender kebelakang kursi.
“Pasti karena Lisna kan ?”
“Iya… iya…” Jawab aku sambil minum coca-cola, kemudian menatap buku Kenangan Kata Terakhir yang kubungkus berikut foto-foto yang akan kuberikan ke Lisna.
****
“Tap ! tap ! tap !” Aku berlari-lari ke stasiun palmerah. “Aduh… sudah terlambat, pasti Lisna sudah kelamaan nunggu.” Sambil melihat jam tangan.
“Tap ! tap ! tap !”
“Rio !” terdengar seseorang memanggilku.
“Ngh ?!” Aku berhenti dan menengok kebelakang.
“Apa yang sedang lu lakukan disini ?” Sativa datang mendekatiku.
“Sativa !” tampak Dia berpenampilan cantik dan feminim dengan rok pendeknya sambil membawa amplop besar ditangannya.
“Ada apa dengan pakaianmu ?, mau pergi pacaran ?”
“B…o...d…o…h !, Gua ini tadi habis pergi dari gelanggang renang senayan tahu.”
“EH… cuman itu ?”
“Apa maksud lu cuman itu ?”
“Nh… he… he… he…” Aku tertawa.

“Tap… tap…. Tap…” Aku dan Sativa jalan kaki bersama. “Bagaimana keadaan lu sekarang ?, pergi pacaran bersama Lisna ?” Tanya Sativa kepadaku.
“Yah…, kami berdua sudah janjian untuk ketemu di stasiun kebayoran.”
“Nghhhhh…. Lu melakukannya dengan baik sekali….Gua jadi iri.”
“Sudah pasti…. Sudah pasti !” ucap sambil menatap wajahnya. “Ya sudah… sampai ketemu lagi… daaa…!” kulambaikan tangan dan langsung pergi.
“AH… RIO… KAMU TAHU ENGGAK…!!” Sativa berteriak memanggilku.
“Tap.” Aku berhenti dan menengok kebelakang.
“Sebenarnya…. Hari ini adalah ulang tahunku.”
“…………………………” Aku mendekatinya.
“Jadi…..” Tampak wajah Sativa terlihat malu.
****
“………………………” Sudah terlalu lama Lisna menungguku di sebelah telepon umum, kemudian dia melihat waktu di jam tangannya. Aku melihat-lihat cincin yang dijual pedagang dipinggir jalan. “Ah… ini bagus sekali.” Ucap Sativa sedang memilih-milih cincin kesukaannya.
“Set.” Dia mengambil cincin yang terbuat dari perak.
“Eh… cincin ?” Aku bertanya kepadanya.
“Enggak kelihatan bagus ya ?” Tanya Sativa kepadaku.
“Sebuah cincin untuk kado ulang tahunmu, bukannya….” Aku berpikir-pikir sambil memegang dagu.
“A…. begitu ya… maaf.” Sativa meletakan lagi cincin tersebut. “Mmmm…. Ya sudah…Ng….” dia mulai melihat-lihat lagi. “OH…” dia terkecut.
Aku langsung mengambil cincin yang baru dipilih olehnya. “Aku ambil yang ini saja.” sambil menunjukan cincin tersebut ke abang penjual.
“Inih….”
“Eh… enggak apa-apa nih Rio…. Bukanya lu ?!”
“Kamu pasti tidak akan senang, memilih sesuatu yang kamu inginkan, iyakan ?” Aku langsung mengambil dompet disaku celana.
“…………………………” tampak Sativa terlihat diam.
“Berapa harganya ?”
“Hanya Rp. 38.000,00” ucap abang penjual cincin.
“IGH… mahal sekali ?!”
“Eh… he… he… he…” Sativa tertawa.
Setelah itu, Sativa mengenakan cincin di jari tangan kirinya. “Aaah…..” dia tampak senang melihatnya. “Rio… terima kasih banyak…. Gua akan selalu memakainya.”
“Ooooh… sebagai gantinya… aku akan membuatmu membayar sepuluh kali lipat di hari ulang tahunku nanti !”
kemudian Aku melihat waktu dijam tanganku. “NGH ya ampun !, sudah terlambat !” aku melambaikan tangan. “Udah ya !” dan langsung pergi. “Tap ! tap ! tap !”
“Ngh….” Sativa terlihat senyum dan menjadi murung ketika aku pergi meninggalkannya sendirian.
****
Lisna masih terus menungguku. Kemudian dia menatap langit dengan wajah murungnya. “………………………………”
****
“Teeeeeeeeng….!!, Jes… jes… jes…. jes…!” kereta api yang ku tumpangi telah sampai di stasiun kebayoran. “Tap… tap… tap…” aku keluar sambil melihat waktu dijam tanganku.
“Kleek.” Suara pintu mobil ditutup seseorang. “Breeem….. Teeenooo…. Teeenoo… teeenooo….!!” Terdengar sirine mobil ambulan tidak jauh ditempatku berdiri.
“Ng ?” Aku melihat kerumunan orang sedang melihat kecelakaan.
“Kecelakaan… berbahaya sekali.” Aku menengok-nengok mencari Lisna.
“Aku harap… Lisna mungkin sudah pulang kerumah…”
“Tap… tap… tap…” Aku terus berjalan mendekati kerumunan tersebut.
“…………………………….” Aku berhenti.
“Berbahaya sekali…”
“Iya…”
terdengar orang-orang membicarakan sesuatu ketika sedang melewatiku.
“Apa anak perempuan itu baik-baik saja ?”
“Dia ditabrak mobil sampai separah itu… aku ingin tahu apa mungkin dia sedang menunggu seseorang disana ?, menyedihkan sekali….”
“Ah…” Jantungku terasa deg-degkan, aku takut telah terjadi sesuatu terhadap Lisna.
Aku melangkahkan kakiku terasa berat diangkat. “Lis…. Lisna…!” aku memanggil seseorang didepanku. “Ngh.” Wanita itu menengok. “Maaf.” Aku pikir orang itu Lisna, soalnya dia hampir mirip dengannya.
“LISNA…?” aku terus berteriak memanggilnya dan mencarinya. “LISNA…?”
“TAP ! TAP ! TAP !!” Aku berlari ke kerumunan orang. “LISNA…?”
Orang-orang dibelakang menengok melihatku berteriak.
“Maaf… permisi… beri aku jalan !” Aku langsung masuk kedalam kerumunan dan bergegas menuju lokasi kejadian. “LISNA…? DIMANA KAMU…. LISNAA…?!”
“ARRRGH…., Permisi !” ketika sampai didepan garis pembatas polisi.
“AAH….!!” Aku terkecut, Aku melihat pita rambut warna merah jambu seperti milik Lisna di kepalanya dan pecahan kaca beserta bercak darah yang berceceran dijalan.
“Iya kejadiannya baru saja jam 2 siang lewat 15 menit.” Aku mendengar seorang polisi sedang menginformasikan kejadian dengan HT-nya.
“AAAKH….” Aku terdiam kaku dengan mataku melotot.
“Sudah didapatkan identitas korbannya….” Polisi itu sedang membaca kartu pelajar ditangannya. “Dia sekolah di SMU 87….. murid kelas tiga…”
“Lisna… Maharani….”
“NGH !!” aku Shock dan langsung menjatuhkan barang bawaanku ke jalan.
“Sreeek… plaaak.. pak..pak..”

KU TAK DAPAT BERHENTI

Album pertama Gemuruh Hati. Cipt : Rio Agustina
Vokal : Lisna Maharani
Dalam pelukan, dislimuti angin…
Pera…saanmu, apa sedang berduka…
Seorang diri di atas bukit,
kau ama…ti perubahan musim…
Ku ingin tahu, apa…
yang kau lihat dilangit nan biru…
Ku ingin keberanian….
Ku harap ini kesunyian…

Ku tak dapat berhenti !
Hari-hari romantis, terjebak dalam pelukkanmu disini…
Sedikit, ingatan musim panas, hidup kembali.
Kemilau kem..bang api, menyinar diri, hingga skarang…

Kehidupan ini, ku tak mengerti,
Kau hada…pi semangat pengorbanan…
Ku ingin tahu, apa,
Yang kau simpan dilubuk hatimu

Ku ingin kejujuran
Ku harap ini kebenaran…

Ku tak dapat berhenti !
Hari-hari romantis, terjebak dalam pelukkanmu disini…
Sedikit, ingatan musim panas, hidup kembali.
Kemilau kem..bang api, menyinar diri, hingga skarang…

****

0 komentar:

Posting Komentar

cerita atah-atah

About This Blog

  © Blogger template Noblarum by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP