Top Comment :

Sang dewi Part 1

Jumat, 25 Desember 2009

Aku sama sekali tak menyangka bakal ketemu Dewi di lobby sebuah hotel berbintang di kawasan pantai senggigi Lombok bersama seorang laki laki cina yang sudah cukup umur, mungkin sekitar 55 tahun, yang aku tahu pasti bukan suaminya, mereka bergandengan mesra melintasi lobby tanpa memperhatikan sekitarnya, aku yakin dia tidak melihat keberadaanku di sana, mereka menuju sebuah mobil mewah yang sudah menunggu di depan lobby dan melesat pergi.

Aku tak bisa memikirkan hal itu lebih lama karena acara “Manager Gathering” segera di mulai, hari ini adalah hari terakhir dari tiga hari acara yang diselenggarakan kantor pusat, acara yang rencananya selesai pukul 19:00 molor dan ditutup pada pukul 21:30.
Dari kejauhan kulihat Dewi melewati lobby sendirian menuju lift, kupercepat jalanku untuk menyapanya sebelum dia masuk lift.

“Dewi !!!” teriakku sambil berlari menenteng map hasil meeting tadi
“mas Hendra !!!” jawabnya kaget sambil menyalamiku.
“lagi berlibur nih, mana Agus kok sendirian aja” tanyaku pura pura tidak tahu padahal aku yakin Agus, suaminya tidak ikut, entah dengan siapa dia pergi.
“ah enggak mas, kebetulan ada acara keluarga, mas Agus kan lagi ke Medan ada tugas kantor, mungkin baru bulan depan balik, maklum lagi baru dapat promosi jadi harus kelihatan rajin ke daerah” jawabnya, aku yakin dia berbohong tapi aku tak bisa bertanya lebih lanjut. Pintu lift sudah terbuka dia segera masuk, aku ingin mengikutinya tapi takut ngganggu acaranya.
“aku di kamar 502, kalau perlu teman ngobrol atau bantuan lain just call me” kataku lancang sebelum pintu lift tertutup. Sesaat aku masih terbengong di depan pintu lift hingga aku tersadar dan pergi ke kamarku.

Telepon berbunyi ketika aku sedang asik mandi air panas menyegarkan badan setelah seharian mengikuti acara yang melelahkan, sambil tetap telanjang aku terima telepon itu, dan diluar dugaan ternyata suara Dewi di seberang sana.
“malam mas, udah tidur ? maaf ngganggu nih” suara merdu dari seberang sana
“ah enggak baru juga mandi, ini belum selesai, masih telanjang lagi” jawabku
“wah kalau saja bisa lihat dari telepon pasti asik deh” kembali suara dari seberang dengan manja
“boleh asal nggak keberatan, aku sih oke oke saja” jawabku asal
“emang mas sendirian disana” tanyanya dengan nada selidik
“iya dong, emangnya asrama satu kamar rame rame, kalau kamu kan enak ada temannya, jadi nggak sepi” aku mulai memancing
“ah enggak mas, Dewi lagi sendirian nih, sepi deh, teman temanku pada ada acara keluar, aku lagi nggak enak badan jadi tinggal sendirian di kamar”
“yang tadi pagi itu ?” pancingku
“yang mana sih ?” dia berusaha mengelak
“emang ada berapa sih, itu bapak yang tadi pagi naik BMW hitam”
tak terdengar suara jawaban
“hallo, Dewi, hallo hallo” aku mulai khawatir
“mas kesini deh, ngobrol di sini kan lebih asik, aku tunggu ya, kamar 1003” jawabnya langsung menutup telepon.

Sejenak aku tercenung, kamar itu adalah deretan kamar suite karena semua jajaran direksi menginap di kamar dengan nomer 10 keatas alias kelas suite. Tak mau terlalu lama dalam keraguan, tanpa menyelesaikan mandi aku langsung berpakaian dan menuju kamar Dewi yang letaknya cukup jauh dari tempatku, alias menyebrang dari sayap utara ke selatan. Aku berusaha untuk tidak terlihat kawan kawan, karena sudah pasti mereka akan mengajak bergabung dan tentu saja sulit untuk menolak dan melepaskan diri.

Setelah berjalan agak memutar menyusur pantai di keremangan lampu taman, akhirnya aku temukan kamar yang dimaksud. Aku berdiri agak ragu di depan pintu sebelum memencet bel pintu, tak lama kemudian muncullah wajah cantik Dewi dari balik pintu dan langsung mempersilahkan masuk.

Dewi hanya mengenakan pakaian tidur tipis warna putih, bisa kulihat bayangan bra hitam berenda dan setelan celana dalamnya. Sambil mempersilahkan aku duduk Dewi mengambil minuman dan mengangsurkan padaku, bisa kunikmati belahan buah dadanya yang putih montok saat dia membungkuk memberikan minuman itu.

Kami duduk di ruang tamu, tanpa canggung Dewi duduk di sebelahku, bau parfumnya tercium begitu lembut romantis. Kami saling tukar cerita mengenai panorama alam Lombok, selama pembicaraan mataku sering mencuri pandang pada buah dadanya yang menantang, apalagi ketika dia agak membungkuk, aku bisa menikmati keindahan bukit mulusnya yang masih terbungkus bra hitam-nya dari celah pakaian tidur, sesekali bukit itu menyenggol lenganku ketika dia tertawa mendekat tubuhku. Kami seperti sahabat lama yang baru bertemu, padahal sehari hari kami tidaklah terlalu akrab karena Dewi memang pendiam, sedangkan dengan suaminya aku terkadang main tennis.

“emang kamu ke sini sama siapa ?” tanyaku setelah kekakuan diantara kami mencair.
Dia memandangku tajam, kubalas dengan pandangan tak kalah tajamnya, wajahnya memerah terlihat makin cantik dengan sorot mata indahnya, bibirnya yang tipis sexy dengan sapuan lipstik tipis membuat dia makin menawan.
“Mas tolong jaga rahasia ini, rahasia keluargaku dan tak seorangpun tahu kecuali kita ini, aku tak kuat menahan rahasia ini sendirian, aku perlu teman yang bisa dipercaya untuk curhat, mas bisa kan” katanya dengan mimik serius, aku hanya menjawab dengan anggukan kepala sambil menatapnya tajam untuk menengok isi hatinya.
“Aku tahu mas Agus sering main perempuan, dan sekarang selingkuh dengan sekretarisnya, dan aku juga tahu kalau dia ke Medan bersama sekretarisnya itu, aku sudah capek mengingatkan kelakuannya itu tapi dia tidak pernah berubah, akhirnya kuputuskan untuk membalas perlakuannya, aku ingin membalas yang lebih menyakitkan, aku tahu ini bukan jalan terbaik tapi aku sudah putus asa, maka disinilah aku sekarang. Kalau Mas lihat aku tadi pagi, dia adalah Bossku Mas Agus, direktur marketing, aku mencari orang yang status kedudukan dan levelnya di atas Mas Agus, dua dari empat direktur sudah pernah tidur denganku, memang bukan kepuasan fisik yang aku cari tapi aku puas secara batin telah membalas kelakuan Mas Agus meski secara sexual aku tidak mendapat kepuasan dari mereka, Mas kan tahu apalah artinya bercinta dengan orang setua mereka, nafsunya aja yang gede tak sebanding dengan tenaganya, maklum rata rata kan di atas 50 tahun alias seusia papa-ku. Untuk kepuasan sex aku bisa dapatkan dari beberapa anak buahnya yang masih muda dan rata rata masih bujangan. Aku tak peduli apa kata mereka tentang aku, yang penting aku puas membalas perlakuan Mas Agus melebihi perlakuannya padaku” dia bercerita dengan lancarnya sambil diselingi menghisap Marlboro putih.

Aku terdiam, tercengang, kaget, marah, cemburu, nafsu semua bercampur menjadi satu, tak bisa berkata kata, kejantananku sudah menegang mendengar penuturannya.
Dewi, tetanggaku yang selama ini aku kenal sebagai seorang ibu rumah tangga yang baik, pendiam, cantik, imut imut, ramah, dan tidak pernah terdengar gossip, ternyata menyimpan begitu banyak misteri dalam dirinya.
Sungguh beruntung orang orang yang telah menikmati kehangatan dan kemolekan tubuh Dewi, entah apa aku termasuk orang yang beruntung tersebut.

Kupandangi wajah Dewi, sungguh cantik sekali, begitu manis terlalu saying untuk dilewatkan, tubuhnya yang montok putih mulus, pasti membuat laki laki normal menelan ludah menikmati postur tubuhnya. Meski tidak terlalu tinggi, mungkin 160, tapi potongan tubuh yang proporsional dan penampilannya yang modis ditambah lagi lekuk tubuhnya yang tergolong sexy pasti akan menarik perhatian banyak laki laki.

Dia menyandarkan kepalanya di pundakku, aku terdiam membiarkan dia menumpakan segala apa yang dipendamnya, kami sama sama terdiam. Kuberanikan diri untuk membelai rambutnya yang keemasan tergerai di pundak, dia diam hanya menatapku penuh misteri, tanpa kuduga Dewi langsung melayangkan ciumannya di bibirku, begitu halus lembut bibir tipis itu melumat bibirku, segera kubalas dengan lumatan bibir ringan, lidah kami bermain dan saling bertautan, napas kami menyatu dalam kehangatan.

Ciuman kami makin lama makin panas, tanganku mengelus rambut dan punggungnya, lalu tanpa kusadari sudah berada di daerah dadanya yang lembut, kuremas buah dadanya yang montok, sungguh padat dan kenyal, ciuman Dewi makin ganas di mulutku, lidahnya sudah menjelajah ke mulutku, menggigit ringan bibirku dan menyedot lidahku, napasnya sudah turun naik menahan birahi, begitu juga nafsuku sudah memuncak hingga kepala.

“Mas puaskan aku, sudah dua hari aku melayani si tua itu, dan belum mendapatkan kepuasan, kini dia mencampakkan aku seperti pelacur ketika istrinya meminta dia segera pulang” katanya menatapku kali ini dengan tatapan sayu.

Tanpa kesulitan segera kubuka baju tidurnya hingga tampak tubuhnya yang putih mulus terbungkus bra hitam, sungguh kontras, menambak seksi penampilannya. Dewi begitu bernafsu melapas bajuku, bibirnya menyusuri dadaku sambil melepas celanaku sekaligus dengan celana dalamnya, dia berhenti di selangkanganku memegang batang kejantananku yang 17 cm dan memandangku dengan sorot mata kagum dengan senyum penuh arti. Dia lalu berlutut di antara kakiku, masih mengenakan bikininya, kubiarkan saja karena aku masih ingin menikmati penampilannya seperti itu lebih lama.

“yesss I like it” komentarnya langsung menjilati kejantananku dari ujung hingga pangkal batangnya, begitu ber-ulang ulang, lalu memasukkan ke mulutnya, begitu sempurna dia bermain oral pertanda sudah banyak pengalaman. Melihat bibir Dewi yang tipis dan mungil mempermainkan kejantananku, nafsuku makin naik tinggi, kupegang kepalanya dan mendorongnya supaya penisku lebih dalam masuk dalam mulut mungilnya. Sambil mengulum, tangan mungilnya ikutan mengocok batang penisku yang tidak tertampung di mulutnya.

“very big, keras lagi” komentarnya di sela sela kulumannya, tentu saja keras karena sudah tiga hari tidak tersalurkan.

Penisku semakin cepat meluncur keluar masuk mulutnya, tangannya pun semakin keras mencengkeram dan mengocoknya, dengan lihai lidahnya menari nari di kepala penisku, tarian lidah layaknya seorang professional, sungguh pintar dan dia tahu timing untuk mengocok, mengulum dan menjilat, suatu kombinasi yang membawaku terbang dalam kenikmatan bersama Dewi yang cantik.

Cukup lama Dewi berlutut di selangkanganku menikmati kejantananku, sepertinya dia ingin menelan semua kejantananku, sedangkan aku sendiri belum banyak menjamah dan menikmati tubuhnya.

Kutarik rambutnya ke atas dan kuminta dia duduk di sebelahku, aku gantian berlutut di depannya, kembali kami berciuman bibir, lalu ciumanku mulai menjelajahi ke tubuhnya, kuluman telinga yang membuat Dewi menggelinjang, lehernya yang putih jenjang tak terlewatkan, lalu turun di sekitar dada dan tentu saja berhenti di kedua bukitnya. Kuamati lagi kedua buah dadanya yang masih terbungkus bra, begitu mulus dan indah, beruntunglah aku karena kaitan bra itu ada di depan, sambil menciumi bukit mulus itu dengan mudah tanganku membebaskan kedua bukit itu dari dekapan bra hitam, kini buah dada Dewi menggantung indah di depanku, sungguh padat, putingnya yang kecil kemerahan menghiasi puncak bukit itu.

Dewi menarik kepalaku ke dadanya, rupanya dia tak tahan dibiarkan lebih lama, lidahku segera menyusuri bukit kembar nan indah dari satu puncak ke puncak lainnya. Desis Dewi membuatku makin bernafsu untuk makin menikmati kedua bukit yang menantang itu, kukulum dan sedotan diselingi dengan remasan makin membawa kami naik tinggi melayang mengarungi birahi.

Dewi mendorong kepalaku ke bawah, aku tahu maksudnya, dia ingin aku segera beralih ke selangkangannya. Kembali kuamati tubuh Dewi yang sudah topless, aku baru tersedar bahwa celana dalam dia hanya segitiga menutup di depan model “thong”, sungguh sexy dia mengenakan pakaian dalam seperti itu, kutarik celana dalam hitamnya hingga kaki sambil lidahku menyusuri pahanya yang putih mulus, kembali aku terkejut ketika tanganku meraba selangkangannya, tak kutemukan rambut di sekitar situ, rupanya dia rajin membersihkan rambut pubic-nya, sungguh indah melihat vagina tanpa rambut.

Kupermainkan jari tanganku di klitoris dan bibir vaginanya, dua jari sudah mengocok, Dewi menggeliat dan mendesis. Aku senganja tak mau menjilati vaginanya, masih ada perasaan bahwa dia habis “dipakai” orang lain, ntar saja setelah aku selesai dengannya.

“sekarang mas, please” pintanya seraya menyapukan penisku di bibir vaginanya yang sudah basah.
Dengan pelan kudorong penisku memasuki vaginanya sambil menikmati expresi kenikmatan di wajahnya yang cantik manis, mukanya memerah merasakan kenikmatan yang kuberikan sedikit demi sedikit, batang penisku makin dalam melesak di vaginanya, sudah lebih setangah dan tinggal sekali dorong ketika dia mendorong tubuhku, kutarik penisku dari liang sempit itu dan kudorong lagi perlahan, begitu seterusnya hingga seluruh 17 cm penisku tertanam di vaginanya, kudiamkan sejenak untuk menikmati kehangatan yang menyelimuti batang kejantananku, kurasakan remasan otot vagina yang kuat seakan memeras penisku, kulihat expresi kenikmatan yang terpancar di wajahnya. Matanya memandangku dengan pandangan yang susah kumengerti, antara sayu dan liar.

“fuck me know, please” katanya seraya menggoyangkan pantatnya yang langsung kusambut dengan kocokan pada vaginanya, dia mendesah desah dengan keras dan bebas, tangannya meremas kedua buah dadanya, aku paling suka menikmati wajah Dewi yang dilanda birahi tinggi, sungguh dia jauh makin cantik dalam keadaan terbakar nafsu seperti ini, tak bisa dinikmati kecantikan yang seperti ini dalam kesehari harian, suatu kecantikan yang tersembunyi jauh di balik penampilannya yang kalem dan pendiam, sungguh bodoh Agus mencampakkan wanita secantik dan se-sexy Dewi.

Semakin keras kocokanku, semakin keras desah kenikmatan keluar dari mulut mungilnya, dan semakin kuat dia mencengkeram kedua bukit di dadanya.
Kupegang kedua kaki Dewi, kukulum dan kujilati jari di kakinya, dia makin mendesah dan menggelinjang kenikmatan, campuran antara kenikmatan kocokan di vagina dan kegelian di jari kaki, matanya melotot ke arahku, makin cantik saja dan makin bernafsu aku dibuatnya. Kemudian kedua kaki itu kupentangkan lebar membuat penisku bisa masuk lebih dalam ke vaginanya, Dewi kelojotan dibuatnya, apalagi ketika sodokkan kerasku menghunjamnya.

Beberapa menit kemudian kurasakan kaki dan tubuhnya menegang, goyangan pinggulnya mulai tak beraturan dan….
“ouhhhhh… ssssshiiiit….. a….. aku…. mau… ke…ke.. aaaaaaaaghhhhhhh” tak sempat dia menyelesaikan kalimatnya ketika kurasakan denyutan kuat di vaginanya, begitu kuat hingga penisku seperti diremas remas, selama berdenyut pinggulnya makin liar bergerak diiringi teriakan orgasme yang keras, mungkin orang diluar kamar bisa dengar jeritan kenikmatan ini. Kembali kunikmati expresi orgasme di wajahnya, sungguh makin cantik dia tatkala orgasme.

Goyangannya berhenti tatkala denyutan itu berhenti, tapi segera berganti dengan kocokanku, dia melotot ke arahku senyum kenikmatan di bibirnya kembali berganti dengan desahan dan gelinjang nikmat, tak kupedulikan sorot mata protes darinya. Kocokanku berubah pelan dan panjang, kutarik pelan penisku hingga hampir keluar atau bila perlu hingga keluar dari vaginanya dan kembali kudorong perlahan hingga semua masuk dan kutarik lagi dengan cara yang sama, dengan cara ini kurasakan kenikmatan yang panjang, sepanjang penisku meluncur di vaginanya.
Dengan gerakan pelan dan panjang ini, birahi Dewi perlahan lahan kembali naik dan mengikuti iramaku, kuremas kedua buah dada montoknya, kakinya menjepit pinggangku erat, tak lama kemudian Dewi mendorongku menjauh hingga penisku terlepas dari vaginanya, lalu dia membalikkan badan siap dalam posisi doggie.

Sedetik kemudian kejantananku kembali melesak ke vaginanya, dia menjerit ketika kudorong penisku dengan keras, kupegangi pinggulnya dan aku mulai mengocok dengan iramaku sendiri yang terkadang sulit bagi dia untuk mengimbanginya. Sambil memeluk tubuhnya kuremas remas buah dada yang menggantung berayun bebas, dalam dekapanku tak banyak gerakan yang bisa dia lakukan kecuali hanya memutar mutar pinggulnya melawan gerakanku. Beberapa menit kemudian ketika aku hampir menggapai puncak kenikmatan, tiba tiba dia menghentikan gerakannya dan memintaku mengeluarkan penisku dari tubuhnya.

“aku ingin yang lain” katanya seraya berdiri lalu mematikan lampu ruang tamu, dia membuka lebar pintu yang menuju ke balkon menghadap ke laut, sungguh indah pemandangan dikeremangan malam diiringi desir angin pantai yang dingin sejuk, manambah keindahan tubuh Dewi dibawah siraman sinar bulan purnama, sungguh exotic. Dia langsung mengambil posisi nungging di kursi balkon, agak ragu aku melakukannya, khawatir kelihatan dari pantai.
Dewi berusaha meyakinkanku bahwa kamar ini sangat exclusive, tak mudah orang melihat atau mengintip, tapi aku masih ragu ragu, terlalu beresiko.

Kutarik Dewi ke lantai yang berlapiskan textur kayu, udara dingin tak kuhiraukan, dengan bersandarkan pada kursi kami bercinta doggie style menghadap keremangan pantai dan terpaan angin laut yang dingin, suasana sunggguh exotic dan menggairahkan untuk bercinta open air seperti ini. Baru kali ini aku merasakan suasana ini, ternyata menambah gairah sexual, begitu romantic, kukocok Dewi sambil menikmati deburan ombak di keheningan malam dan indahnya bulan purnama diiringi hembusan angin malam dari pantai senggigi, kami berdua seakan berlayar di atas lautan kenikmatan.

Entah sudah berapa lama kami bercinta dengan posisi ini hingga Dewi minta berubah posisi, kini Dewi duduk dan bergoyang di atas tubuhku yang telentang di lantai yang dingin, wajah cantiknya yang penuh nafsu terlihat mempesona di keremangan sinar rembulan, kunikmati saat saat dia memasukkan kejantananku ke vaginanya, bikin aku tambah nafsu. Goyangan Dewi makin cepat dan bervariasi antara berputar dan turun naik, aku hanya bisa menikmati sambil meremas buah dadanya yang bergoyang goyang dan memandangi wajah imut imutnya.

Dinginnya malam tak mampu mengusir kehangatan tubuh Dewi dan panasnya nafsu kami berdua, keringat mulai menetes dari tubuh Dewi. Tiba tiba Dewi menelungkupkan tubuhnya dan memelukku erat, desahannya di telingaku berubah jeritan tertahan ketika kembali kurasakan denyutan denyutan dari vaginanya.
“aaaagh… eeeeegh… uuuugh… yesss” terdengar nada kenikmatan tertahan yang memuncak hebat, pelan tapi menggairahkan. Dewi mencium bibirku lalu terkulai lemas di atasku, napasnya turun naik seolah turun dari puncak gunung, kubiarkan dia menikmati saat saat ini, penisku masih tegang tertanam di vaginanya.

Kami terdiam dalam sunyinya keheningan malam, hanya detak jantung Dewi dan deburan ombak yang kurasa saat ini. Kugulingkan tubuhku, kini tubuh Dewi di bawahku, sambil menindihnya kumasukkan kembali kejantananku dan langsung mengocoknya, kaki Dewi melingkar di pinggangku hingga penisku bisa masuk lebih dalam, kembali kudengar desahan pelan tertahan keluar dari mulutnya, takut terdengar dari luar, kututup mulutnya dengan mulutku, kami berciuman dengan ganasnya, seganas kocokanku di vaginanya, makin cepat aku mengocoknya makin gairah pula dia melumat mulutku, bibir dan lidah kami saling melumat.
Kunaikkan kakinya di pundakku, aku jongkok sambil mengocoknya, dengan posisi ini aku menjadi lebih bebas melakukan variasi gerakan dan kocokan, keras, pelan, berputar, membuat Dewi makin menggelinjang keenakan. Hingga tibalah saatnya kugapai puncak kenikmatan.
“aku mau keluar” bisikku sambil mengamati expresi wajah Dewi yang tak bosan untuk di pandang.

“keluarin di dalam saja mas” pintanya sambil mengelus wajahku.
Beberapa detik kemudian pertahananku jebol, menyemprotlah spermaku yang sudah tertahan beberapa hari ke vagina Dewi, denyutan demi denyutan dan semprotan demi semprotan menghantam dinding vagina Dewi, tak tahan menerima gempuran hebat ternyata Dewi menyusulku beberapa detik kemudian, kembali vaginanya meremas penisku yang sedang berdenyut dengan hebatnya. Aku langsung terkulai di atas tubuh Dewi, kemudian kami berdua telentang telanjang di balkon kamar, tak lama kemudian Dewi bangun dan diluar dugaanku, dia mengulum dan menjilati penisku, tak dipedulikan sisa sisa sperma yang masih menempel. Tentu saja aku teriak kaget dan geli, kutarik dia dalam pelukanku dan kami berciuman lagi, terasa aroma sperma dari mulut Dewi hingga akhirnya kami benar benar lemas.

“Terima kasih mas” katanya lalu melepaskan pelukanku.
Berdua dalam keadaan masih telanjang, kami duduk di kursi balkon menikmati indahnya bulan purnama di pantai senggigi diiringi debur ombak yang bergelora se-gelora nafsu kami saat ini. Tak tega atau tepatnya terlalu sayang untuk meninggalkan Dewi sendirian, malam itu aku tidur di kamar Dewi, kamar bekas dia melakukan selingkuh dengan bos suaminya, tapi siapa peduli.

Malam itu kami bercinta lagi beberapa kali di ranjang tempat dia melayani si boss hingga kami benar benar tertidur lelap.
Part 2


Paginya aku bangun kesiangan, kulihat Dewi sudah tidak ada disampingku, jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, entah jam berapa kami baru bisa tidur tadi malam mungkin jam 2 atau 3 pagi.

Kulihat Dewi sudah di ruang tamu hanya mengenakan kemejaku sedang menelepon seseorang, sepertinya dia bicara sama suaminya, Agus. Kubiarkan dia menyelesaikannya, aku ke kamar mandi membersihkan diri biar segar.

Ketika aku keluar kamar mandi kulihat Dewi sedang bercakap dengan Waitress yang mengantarkan sarapan, tanpa risih dia masih hanya mengenakan kemeja, aku yakin sedikit atau banyak waitress itu melihat bagian dalam tubuh Dewi, apalagi dia membuka dua kancing atas kemeja itu. Diluar dugaanku Dewi membungkuk di meja ketika tandatangan bill, sudah pasti si waitress yang berdiri di depannya bisa menikmati kedua buah dada Dewi yang menggantung dibalik kemeja, dengan senyum tanpa rasa bersalah dia mengangsurkan kembali bill itu disertai ucapan terima kasih, sepertinya dia menikmati ketika memperlihatkan bagian tubuhnya ke orang lain. Sebenarnya aku cemburu melihat hal itu tapi apa hakku mencemburui Dewi, tak ada alasan.

“Mas kita extend sehari yuk” ajak Dewi, sebenarnya tanpa dimintapun aku ingin mengusulkan hal itu, tapi aku harus ngurus administrasi check out kamarku dulu dan harus memikirkan alasan pada rekan rekan tentang ketidak bersamaanku dengan lainnya, tentu menimbulkan banyak pertanyaan.

Segera setelah kukenakan kembali kemejaku dan memberikan morning kiss aku meninggalkan Dewi menuju kamarku untuk mengatur “check out”, karena flight ke Jakarta sore hari maka tentu banyak teman yang jalan jalan menikmati indahnya Lombok.

Kukemasi barangku di kamar dan kumasukkan dalam traveling bag, kupanggil room boy untuk mengantar tas-ku ke kamar 1003 untuk menghindari kecurigaan rekan rekan, mengenai administrasi dan pembayaran sudah ada yang ngurusin.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11:30, Aku segera kembali ke kamar Dewi, tapi sialnya ketika melintas kolam renang kepergok rekan rekan yang sedang berenang, mereka memanggilku, dengan terpaksa aku gabung dengan mereka karena ada atasanku disana, nggak enak kalau menolak. Tak banyak tamu hotel di kolam itu, mungkin hanya kami ditambah beberapa bule yang menikmati kolam renang indah itu, apalagi suasana agak berawan hingga nyaman untuk bersantai di luar di tepi kolam.
Entah sudah berapa lama aku bersama mereka ketika di seberang kulihat Dewi dating dengan mengenakan pakaian renang merahnya yang model two pieces, aku yakin pandangan kami semua tertuju padanya.
Dengan tenangnya dia masuk kolam dan berenang santai, gayanya seolah menggoda laki laki yang melihatnya, apalagi dengan postur tubuhnya yang sexy dan wajah cantik imut imut tentu sebagai laki laki normal tak akan melepas pemandangan ini. Kudengar komentar kagum dari rekan rekanku, ada perasaan bangga bahwa semalam aku telah menikmati kehangatan tubuh sexy itu.

Melihat serombongan laki laki di tepi kolam bukannya membuat Dewi risih tapi dia malah bergaya lebih erotis dan sepertinya dengan sengaja memamerkan keindahan tubuhnya. Baru kusadari mungkin dia termasuk exhibionist yang suka menggoda dengan memamerkan ke-sexy-an tubuhnya, mungkin karena kurang mendapatkan perhatian dan pujian dari suaminya, sepertinya dia ingin membuktikan bahwa banyak orang yang tertarik dengan postur tubuhnya.

Aku melirik Pak Sys, direktur operasi, bossku, kulihat sorot mata kagum di wajahnya. Laki laki bujang berumur 45 tahun itu seolah tak berkedip melihat pose dan gaya Dewi saat berenang, seolah ingin menelannya bulat bulat, aku tahu dia memang penikmat wanita cantik, dengan wajah yang masih ganteng tentu tak sulit bagi dia mendapatkan wanita apalagi ditambah tunjangan dananya.

“Waow, gila bagus banget bodynya, perfect” komentarnya
Tidak lebih satu jam dia di kolam, berenang maupun santai di kursi yang ada di sepanjang tepi kolam, Dewi mengemasi barangnya dan menghilang di balik batu alam tepi kolam, setengah jam kemudian kami semua bubar seiring dengan menghilangnya Dewi dari pandangan kami.
Aku menyelinap meninggalkan mereka menuju kamar Dewi, ternyata pintunya tidak tertutup dengan benar, kubuka pintu itu perlahan bermaksud mengagetkan dia. Tak kujumpai Dewi di ruang tamu maupun ruang tengah, begitu juga di kamar mandi depan.

Kudekati kamar tidur yang pintunya sedikit terbuka, aku kaget ketika mendengar desahan pelan dari kamar itu, ketika kubuka pelan pintu itu, bukan main kagetnya ketika kulihat Dewi sedang telentang membuka kakinya lebar dengan kepala seseorang di antara kaki itu, dia sedang menerima jilatan dari laki laki itu dengan ganasnya, terlihat tubuh Dewi menggeliat dan mendesah nikmat. Mereka sepertinya tak mengetahui kehadiranku, tangan Dewi meremas kepala yang sedang mengusap usap vaginanya. Laki laki itu berlutut masih mengenakan celana renang menjilati vagina Dewi, entah sudah berapa lama mereka melakukannya, yang jelas belum terlalu lama karena swimsuit Dewi yang atas belum juga terbuka, masih menutupi buah dadanya yang montok.

Perasaan cemburu, kecewa, marah, benci berkecamuk di kepalaku, tapi anehnya bukannya menghentikan mereka tapi aku justru menikmatinya, perlahan perasaan perasaan itu berubah menjadi nafsu, gairah dan kurasaka sensasi yang aneh, yang jelas aku mulai menikmati melihat mereka bercinta. Kejantananku perlahan menegang dari balik celanaku, lidah laki laki itu mulai menyusuri perut Dewi, tangannya sudah meremas buah dadanya yang masih terbungkus ketat.

Aku masih berdiri terbengong di pintu, tak tahu harus berbuat apa, tanpa kusadari tanganku sudah meremas kejantananku yang makin menegang.

Pria itu menindih tubuh Dewi, mereka berciuman dan bergulingan di ranjang yang semalam dia pakai bercinta denganku, tubuh Dewi di atas menciumi dada bidang pria itu, ciumannya terus turun hingga bawah perut, tangan Dewi mulai melepas celana renangnya dan menggapai kejantanan yang nongol dari baliknya. Tidak terlalu besar tapi kelihatan begitu tegang dan panjang, mulut mungil Dewi segera mengulum dan memepermainkannya, dengan segera penis itu meluncur keluar masuk mulut Dewi hingga hampir semuanya, hidung Dewi terkadang menyentuh rambut pubic pria itu, sesekali Dewi mempermainkan kepala dan batang penis dengan lidahnya, dijilatinya dari ujung hingga pangkal, begitu pandainya dia mamainkan irama, pria itu mendesis desis dalam kenikmatan kuluman sang Dewi.

Ketika Dewi mengulum pria itu, posisi tubuhnya nungging membelakangiku hingga terlihat bibir vaginanya seolah mengundang menantang. Dengan penuh gairah Dewi mengocok penis pria itu, hanya desis kenikmatan keluar dari mulutnya sambil tangannya memegang kepala Dewi dan menekan untuk lebih dalam memasukkan penisnya.

“aaaahhhh…aaahhhh” jerit pria itu seiring dengan semprotan sperma di wajah Dewi yang tak mau membuang kesempatan langsung memasukkan penis yang menyemprot itu ke mulutnya, tanpa ragu Dewi membiarkan pria itu mengeluarkan spermanya di dalam mulutnya dan tanpa ragu pula dia menelannya, terlihat tetasan putih di ujung bibirnya, sperma yang tak tertampung di mulutnya menetes ke bibir dan dagunya. Dewi lalu menyapukan penis yang melemas itu ke wajahnya sambil tersenyum.
Ketika Dewi berdiri, dia melihat keberadaanku.
“Eh Mas, udah lama disitu ?” Tanya Dewi dengan santainya sambil berjalan ke arahku, tiada nada terkejut atas kehadiranku.

Kutinggalkan mereka berdua di kamar, aku menuju balkon mengambil udara segar sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan, perasaanku bercampur aduk menjadi satu antara cemburu, marah, benci dan perasaan aneh lainnya melihat sensasi itu.

Dengan hanya berbalut handuk di dadanya Dewi mendekatiku dan langsung memelukku dari belakang, aku ingin marah tapi sadar bahwa bukan hakku untuk cemburu dan marah.
“Mas marah ya ?” tanyanya sambil tetap memelukku dan mengelus dadaku. Aku diam saja

“kenapa Mas Hendra marah, ini kan hanya kesenangan, just for fun, apa bedanya aku bercinta sama Mas atau aku dengan Fredy ? toh sama sama penyelewengan” katanya mencoba mencari pembenaran atas tindakannya, ternyata laki laki itu namanya Fredy.
“kenapa nggak sekalian saja secara bersama sama main bertiga, toh ini juga kesenangan, just for fun” kataku sekenanya sambil mendongkol karena hilang kesempatan untuk menikmati tubuh Dewi sendirian.
“kalau mas nggak keberatan, aku juga ingin melakukannya, just for fun, lagian aku belum pernah melakukan sex bertiga seperti itu, asik kali ya” jawabnya tetap tanpa rasa bersalah, tentu saja mengagetkanku.
“emang kamu ingin melakukannya ?” tanyaku mempertegas
“kalau mas nggak keberatan, tapi kalau mas nggak mau ya nggak apa apa, akan kusuruh Fredy pulang, tapi terus terang aku jadi ingin mencobanya” tegas dia sambil merajuk manja.
Aku diam saja memikirkan kata katanya, tangan Dewi sudah mulai mengelus elus selangkanganku.
“gimana mas ? dia pergi atau tinggal” desaknya.
Aku belum memberikan jawaban, terlalu saying untuk membagi tubuh Dewi dengan laki laki lain, apalagi sekelas Fredy yang jauh dari menarik kecuali postur tubuhnya yang atletis.
“pleeeeeese” Dewi terus mendesakku, tangannya sudah masuk ke balik celanaku dan meremas remas kejantananku yang mulai menegang, membuat aku tidak bisa berpikir jernih lagi.
“oke deh terserah kamu, toh ini acaramu, aku kan hanya kebetulan berada di tempat yang tepat” jawabku.
“thanks mas” jawabnya girang, dia bergeser ke depanku dan hendak langsung memelukku tapi aku menghindar kusuruh dia membersihkan diri dulu dari bekas sperma.
Dipanggilnya Fredy ke balkon, dengan penuh selidik kuamati penampilannya, baru aku sadar bahwa Fredy adalah Life Guard kolam renang tadi, sebagai seorang perenang tubuhnya memang atletis dan sexy meski tidak terlalu ganteng.
“Mas, kenalin si Fredy, Fredy ini Mas Hendra” katanya memperkenalkan kami lalu meninggalkan kami berdua dan masuk kamar mandi.

Fredy sudah mengenakan kembali celana renangnya, kami duduk dan ngobrol di ruang tamu dekat balkon sembari menunggu Dewi keluar kamar mandi. Ternyata Fredy adalah putra asli daerah lombok yang sudah 5 tahun kerja di hotel ini, memang tampangnya yang keras memperlihatkan guratan pekerja keras, meski usianya masih sekitar 25 tahun tapi garis wajahnya jauh lebih dewasa menggambarkan kematangan hidup. kimpoi tiga tahun dengan tetangga satu desa dan dikaruniai satu anak.

Dewi keluar dari kamar mandi hanya berbalutkan handuk di dada, langsung duduk di pangkuan Fredy, berhadapan dengan tempat dudukku. Kulihat Fredy agak canggung memangku Dewi dihadapanku, tapi Dewi bisa membawa diri mencairkan suasana terutama terhadap Fredy. Diciumnya kening Fredy, lalu pipinya sembil memeluk kepalanya dan menyandarkannya ke dadanya yang menonjol.

Kembali aku diliputi kecemburuan melihat kemesraan yang diberikan Dewi pada Fredy, tapi aku diam saja.
“sayang kenapa celananya sudah dipakai, kan kita belum selesai” ucapnya sambil mengelus rambut ikal Fredy yang masih bersandar di dadanya.

Agak terbata Fredy menjawab,”aku belum pernah dikulum dan dijilati seperti itu, apalagi setelah keluar sperma”
“tapi permainan lidahmu sangat pintar”
“kalo itu sering aku lakukan dengan bule tamu disini, tapi ya sebatas itu tak lebih, dan aku tidak boleh pegang pegang, Cuma jilatan jilatan seperti itu sampai mereka puas, lumayanlah mbak hasilnya bisa untuk tambah kebutuhan rumah tangga”
“kasihan sayang, ntar aku kasih yang enak ya” Dewi menghibur manja lalu mencium bibirnya.
Setelah kutunggu beberapa saat, ternyata Dewi tak juga beralih ke pangkuanku, tak mau menjadi penonton seperti kambing congek, kuambil inisiatif, kuhampiri mereka, aku berdiri di samping Dewi, kubuka resliting celanaku, kukeluarkan kejantananku dan kusodorkan ke mulut Dewi.

Dia langsung memegang penisku dan memandangku dengan senyum menggoda, lalu lidahnya mulai bekerja di kepala penisku, sambil mengocok penisku dia memasukkannya ke mulutnya, dengan segera penisku keluar masuk mulutnya.
Tangan Fredy mulai menjamah dada Dewi yang masih tertutup handuk, kutarik handuk putih yang melilit tubuhnya hingga terlepas, kini Fredy bisa dengan leluasa meraba menjelajahi buah dada Dewi yang menggantung indah menantang, diremasnya kedua bukit telanjang itu.
Dewi turun dari pangkuan Fredy dan berjongkok di depanku, Fredy ikut ikutan berdri di sampingku, kini kedua tangan Dewi memegang dan mengocok kejantanan kami berdua, gantian dia mengulum dari kiri ke kanan, kami berdua mendesis bersautan.

“jangan keluarin lagi ya” kata Dewi pada Fredy lalu meneruskan kulumannya. Meski melayani kami berdua Dewi tak tampak kesulitan, padahal kedua penis kami tidak bisa dikatakan kecil, hampir sama panjang 17 cm tapi punya Fredy diameternya sedikit lebih kecil. Dengan penuh nafsu dia mempermainkan kami dari jilatan ke seluruh bagian penis hingga kuluman memabokkan. Sekali sekali kepala penis kami bersinggungan di depan bibir Dewi, seperti berebut masuk ke mulut mungilnya.

Sambil mendapatkan kuluman dan jilatan, kubuka pakaian dan celanaku, kami bertiga sudah dalam keadaan telanjang.
Tiba tiba Fredy melangkah mundur hingga pegangan Dewi terlepas, Fredy menggeser ke belakang Dewi, kukira dia akan memeluk Dewi dari belakang ternyata dia telentang di belakang Dewi dan kepalanya menyusup di antara kakinya, Dewi segera membuka lebar kakinya memberi jalan kepala Fredy di bawahnya. Dewi terus menjilat dan mengulum kejantananku sementara kepala Fredy yang ada di bawahnya menjilati vaginanya dari bawah.

Dewi menggoyang pinggulnya mengimbangi permainan Fredy sementara aku mengocokkan penisku di mulutnya, kepala dan pinggul Dewi sama sama bergoyang memainkan irama yang berbeda, entah bagaimana dia mengatur konsentrasinya. Ternyata jilatan Fredy lebih mengganggu konsentrasinya, Dewi sering menghentikan kulumannya hanya untuk menikmati permainan lidah Fredy di vaginanya. Tak mau terlalu sering terganggu, kutuntun Dewi ke kursi, kuminta dia di pangkuanku, perlahan dia menurunkan tubuhnya di pangkuanku sambil melesakkan penisku di vaginanya yang sudah basah, entah basah karena rangsangan kami berdua atau basah karena ludah Fredy.

“oouuuughhhhh…… ssssss…. ennnnak masssssss” dia mendesis ketika penisku perlahan menerobos liang kenikmatannya, kuremas kedua buan dada yang menantang di depan mukaku dan kukulum keras ketika dia mulai menggoyangkan pantatnya. Rupanya Fredy tak mau tinggal diam, dia mendatangi Dewi dari belakang, disibakkannya rambut Dewi ke atas hingga tampaklah tengkuknya yang putih mulus, Fredy langsung mencium dan menjilati tengkuk Dewi membuat dia menggelinjang hebat di pangkuanku, goyangannya jadi kacau tapi justru makin membuat penisku diremas dan serasa dipilin di vaginanya.

Kuremas erat kedua buah dadanya, ternyata Fredy ikutan meremasnya, kini masing masing buah dada mendapat remasan dua tangan. Ciuman Fredy beralih ke telinga, dikulumnya telinga Dewi membuat dia makin kelojotan, dengan aksi Fredy seperti itu sebenarnya aku yang diuntungkan karena vaginanya makin erat mencengkeram penisku, menambah kenikmatan, justru lebih nikmat daripada tadi malam, ternyata sensasinya luar biasa.
Dewi meraih kejantanan Fredy yang sudah berdiri telanjang di sampingnya, dikocoknya sambil kembali bergoyang pinggul, tubuhnya mulai turun naik sambil bergoyang memutar, kejantananku meluncur keluar masuk dan teremas di vaginanya, semakin cepat dia mengocok penisku semakin nikmat rasanya, desahan atau jeritan Dewi sudah diluar kontrol, begitu liar.

Beberapa menit kemudian kurasakan tubuh Dewi menegang, dia memelukku erat ketika kurasakan vaginanya berdenyut hebat, sehebat jeritan Dewi dalam kenikmatan puncak sexual, orgasme. Kubiarkan dia menikmati detik detik pasca orgasme, jantungnya berdetak dengan kencang, tapi itu tak berlangsung lama ketika Fredy memeluk Dewi dan dengan sedikit paksa menarik tubuh Dewi ke atas hingga penisku terlepas dari vaginanya. Dia lalu membopong tubuh Dewi dan menelentangkannya di ranjang, langsung menindih tubuh Dewi yang sudah pasrah menunggu, terlihat begitu kontras antara Dewi yang putih mulus ditindih Fredy yang coklat tua. Fredy dengan rakusnya menciumi Dewi, kening, pipi, bibir, lehernya yang jenjang, hingga kedua payudaranya, tak sejengkal daerah sexy Dewi terlewatkan dari sapuan bibir dan lidahnya. Kembali rasa cemburu menghampiriku melihat bagaimana Fredy menikmati hangat dan gairahnya tubuh Dewi.

Ganasnya Fredy mempermainkan buah dada dan putting Dewi segairah desahan Dewi yang kembali terbakar birahi. Fredy menyapukan sebentar kejantanannya di bibir vagina yang basah itu, tapi sebelum Fredy melesakkan kejantanannya, Dewi mendorong tubuhnya menjauh.
“sabar ya saying, kamu pakai kondom dulu, tuh ambil di laci” katanya. Mungkin Fredy agak dongkol tapi dia tak bisa berbuat lain kecuali meninggalkan Dewi yang sudah dalam keadaan pasrah. Melihat tubuh telanjang Dewi yang telentang menantang, aku tak mau membuang kesempatan, sambil menunggu Fredy memasang kondom, kuhampiri Dewi dan tindih sambil mencium bibirnya.

“ah mas Hendra nakal, kan giliran Fredy” godanya sambil melirik Fredy yang sedang menyobek bungkus kondom.
“dia sedang mempersiapkan tuh” kataku sambil menyapukan kejantananku yang telanjang tanpa kondom ke vaginanya, sekali dorong melesak semua ke dalam diiringi jerit kenikmatan dari Dewi.

Pantatku langsung turun naik di atas tubuh telanjangnya, menggenjot secepat dan sedalam mungkin sambil memandang wajah cantik Dewi, rona merah mukanya terlihat jelas di wajahnya yang putih menambah kecantikan dan gairahnya.
Fredy yang sudah siap, menghampiri kami, dengan penis yang terbungkus kondom disodorkannya ke mulut Dewi, bibir Dewi yang terbuka mendesah langsung terbungkam penis tegang Fredy.

Sambil menerima kocokanku, Dewi juga mengocok penis Fredy di mulutnya, kami saling mendesah bersautan. Tangan Fredy meremas remas buah dadanya dengan gemas sambil memainkan putting kemerahan.

Berdua kami mengocok Dewi dari atas dan bawah, berulang kali tubuhnya menggeliat ketika kusodok dengan keras.
“Aaagh…mmmmmggghhh….eeeeggghhh….cukup…eeeghh…cukup …eegghhh…cukup mas, aku nggak mau keluar lagi, ganti Fredy” pintanya.

Meski agak berat, terpaksa aku memberikan kenikmatan dan vagina ini ke Fredy, tapi sebelum kuberikan aku baru sadar bahwa sejak tadi malam aku belum melakukan jilatan di vagina Dewi, harus kulakukan sekarang sebelum penis Fredy mengobok obok vagina ini, now or never. Begitu kucabut penisku, langsung bibir dan lidahku menggantinya, tak kuhiraukan cairan di vagina Dewi yang cukup banyak, lidahku memainkan klitoris dan bibir vaginanya.

“AAAAAuuughhhh… sssssshhhh….. naaakaaal… sssss… masssss…sssssuddaaaaaah” desahnya kaget, tak menyangka aku melakukan ini.
Lidahku menjelajah ke daerah vaginanya, tak kupedulikan Fredy yang sudah bersiap disampingku menunggu giliran, tubuh Dewi menggeliat kelojotan, tangannya dikepalaku menekan dan menarik, pantatnya terangkat ke atas merasakan jilatan kenikmatan dari bibir dan lidahku.
Tanpa setahu Dewi kuberi aba aba ke Fredy untuk segera bersiap, maka begitu bibirku meninggalkan liang vaginanya Fredy langsung mengisi dengan penisnya.
Dengan sekali dorongan yang cepat, langsung penis itu melesak ke liang kenikmatannya yang disambut teriakan kaget Dewi menerima sodokan keras dari Fredy. Tanpa menunggu lagi begitu penis itu masuk semua langsung Fredy menarik keluar dan mendorong masuk lagi dengan lebih cepat, kocokan Fredy begitu ganas sambil lidah dan bibirnya tak pernah lepas dari bibir dan leher jenjang Dewi.

Kulihat Fredy begitu gemas melihat wajah Dewi yang mengerang kenikmatan, berkali kali dia menciumi pipi kiri dan kanannya diselingi lumatan bibir. Sepertinya dia mendapatkan rejeki nomplok bisa menikmati kehangatan dan ke-sexy-an tubuh Dewi dengan segala kenikmatannya, apalagi Dewi memperlakukannya seperti layaknya seorang kekasih dalam bercinta, Dewi selalu menyambut kuluman Fredy dengan penuh gairah meski gaya permainan Fredy cenderung kasar. Dekapan Fredy tak pernah lepas dari Dewi, mereka menyatu dalam permainan birahi yang ganas. Permainan Fredy kasar dan monoton membuat Dewi harus mengambil inisiatif, dia ikutan menggoyangkan pinggulnya meski agak susah karena terhimpit pinggul Fredy dan terhalang kocokannya, tapi dia masih bisa meggoyangkannya.

“dari belakang Fred” pinta Dewi untuk doggie disela desahannya, tapi Fredy tak menggubris, dia masih tetap mengocok dan memeluk Dewi lebih erat.
Sebenarnya aku ingin gabung dengan mereka tapi aku ingin memberi Fredy kesempatan untuk lebih menikmati kehangatan Dewi, disamping itu aku juga ingin tahu seberapa tahan dia menghadapi ganasnya gairah binal Dewi. Dan ternyata dugaanku benar, tak lebih dari sepuluh menit Fredy menggeluti Dewi dia sudah teriak kenikmatan, orgasme kedua yang dia dapat dari Dewi. Tubuh Fredy menelungkup di atas Dewi, keringatnya mengalir deras, sederas semprotannya di vagina.

Dewi memeluknya erat, tiba tiba kudengar Fredy teriak lagi, tapi kali ini agak aneh, bukan teriakan kenikmatan tapi lebih seperti geli, rupanya Dewi mempermainkannya, diremasnya penis Fredy yang masih di vaginanaya dengan otot vagina yang memang kuat mencengkeram dan meremas. Dewi tersenyum nakal melihat expresi Fredy yang aneh menerima remasan itu, hingga akhirnya Fredy tak tahan dan turun dari tubuh Dewi.

Aku tak mau membiarkan Dewi menganggur terlalu lama, kubalikkan tubuhnya untuk doggie, dengan sekali dorong melesaklah penisku di vaginanya untuk kedua kalinya
“aaaaggghhhhh… yessssss” desahnya menerima penisku.
Aku langsung mengocok dengan cepat, buah dadanya yang montok mengayun bebas langsung disambut remasan oleh Fredy yang telentang disampingnya, Dewi merespon dengan mencium bibir Fredy. Melihat mereka berciuman membuat aku makin terangsang, kusodok dengan keras hingga penisku menyentuh dinding dalam vagina Dewi, sesaat ciuman mereka terlepas tapi dia kembali mengulum bibir Fredy. Kocokanku makin cepat dan keras dengan pegangan pada pinggulnya aku bisa lebih bebas melesakkan penisku sedalam dalamnya.

Desah kenikmatan Dewi tertahan di bibir Fredy, mungkin tak tahan menerima kocokanku, kini Dewi memeluk tubuh Fredy sambil menelusupkan kepalanya di leher Fredy. Kutarik rambut Dewi kebelakang hingga ciumannya terlepas, kusodok dengan keras, dia menjerit entah sakit atau nikmat. Kepala Fredy sudah berada di bawah buah dada Dewi yang bergantung memukul lembut wajahnya, penis Fredy kembali menegang dalam genggaman Dewi, sungguh cepat dia recovery, kembali Fredy memasang kondom kedua. Diluar dugaan ketika aku sedang asik mengocok menuju puncak kenikmatan, Dewi berontak dari pelukanku hingga penisku tercabut dan langsung duduk di atas kejantanan Fredy yang memang kelihatan sudah keras. Aku mau protes tetapi melihat Dewi sudah melayang dalam kenikmatan sambil berhula hop di atas Fredy, tak tega mengganggunya.

Aku berdiri dan kusodorkan penisku ke mulut Dewi dan langsung disambut dengan kuluman dan kocokan mulut. Kupegang kepalanya dan kukocokkan penisku ke mulutnya, Dewi melayani dengan tetap menggoyang pinggulnya mengocok Fredy, dua penis tertanam di tubuhnya, atas dan bawah, dia kelihatan begitu enjoy mendapatkan dua kocokan sekaligus. Tak lama kemudian Dewi memeluk pantatku, memegang erat penisku.

“aaaaaahhhh…yesssssss” tubuhnya menegang, pegangannya menguat, dia mengalami orgasme lagi. Ternyata beberapa detik kemudian disusul teriakan yang sama dari Fredy, rupanya mereka mencapai puncak secara bersamaan. Untuk kedua kalinya hari ini Fredy orgasme di vagina Dewi, entah mimpi apa dia tadi malam mendapat kenikmatan seperti ini.

Dewi langsung telentang terkulai di samping Fredy, kudekati dia untuk melanjutkan hasratku yang belum kesampaian.
“ntar mas, kasih aku istirahat sebentar, udah terlalu banyak keluar nih” katanya lemas, tapi tak kuhiraukan, aku bersiap untuk kembali memasukkan penisku ketika tiba tiba kudengar bunyi hp-ku berbunyi. Aku ingin membiarkannya tapi Dewi memaksaku untuk menerima panggilan itu, dengan perasaan dongkol kuambil hp dari kantong celana, ternyata si Bos, Pak Sys.
“Hallo sore Pak” jawabku agak gugup
“Hei Hendra dimana kamu, udah ditungguin lainnya nih” suara dari seberang agak keras, terdengar nada marah.
“eh anu, maaf Pak lagi ada urusan pribadi, kalo boleh aku berangkat besok pagi dengan first flight langsung ke Jakarta, maklum pak baru pertama ke Lombok” jawabku nervous sambil berharap harap cemas.
“bilang kek dari tadi, kan kita nggak perlu nunggu, oke selamat bersenang senang” katanya langsung memutuskan hubungan.
“Mas, bos kamu keren lho, kelihatan cool banget dia, meski kelihatan agak berumur tapi boleh juga kelihatannya” Dewi berkomentar mengagetkanku
“emang kamu tahu bosku yang mana ?” tanyaku heran
“kira kira sih, kalau nggak salah tadi di kolam yang mengenakan topi merah Ferrari, benar kan mas ? dari cara kalian menghormati dia sudah kelihatan kalau dia boss” jawab Dewi, mengagumkan ternyata pengamatan dia.
“iya emang betul dia, emang kenapa ?”
“kenalin dong mas” Dewi merajuk seperti anak kecil minta dibelikan permen. Agak ragu aku menganggapinya karena pengertian “kenal” dalam hal ini pasti mempunyai konteks yang lebih luas.

Setelah mempertimbangkan agak lama, akhirnya aku menurutinya untuk kenalan dengan Pak Sys. Segera kuhubingi beliau untuk minta bicara sebentar secara pribadi sebelum berangkat, untung beliau setuju. Terpaksa kuurungkan niatku untuk merengkuh kenikmatan dengan Dewi lebih jauh. Kukenakan kembali pakaianku, meski tanpa mengenakan celana dalam, kutemui Pak Sys di tepi kolam renang.

Dengan agak bingung aku kemukakan rencanaku dan kemauan Dewi, seperti kuduga tanpa berpikir panjang beliau menyanggupi untuk kenalan dengan Dewi, maka kamipun berpisah setelah kuberitahu kamar Dewi. Beliau menemui rekan lainnya dan mengambil traveling bag-nya sedang aku kembali ke kamar.

Ternyata di kamar kudapati Dewi sedang nungging menerima kocokan Fredy dari belakang, Dewi hanya menolehku sejenak lalu meneruskan desahannya. Gila si Dewi, benar benar sex machine, belum setengah jam kutinggalkan kamar ini dia sudah bercinta lagi dengan Fredy untuk kesekian kalinya. Dongkol juga aku sama Dewi, tadi aku mau ngelanjutin tapi dia bilang capek, sekarang dia melayani Fredy, aku khawatir kalau mereka belum selesai saat Pak Sys dating, tak tahu apa pendapat beliau.

Untunglah lagi lagi Fredy tak bisa bertahan lama menghadapi panasnya gairah Dewi dan untuk kesekian kalinya dia orgasme di vagina Dewi, agak kaget ketika kuperhatikan lebih cermat, ternyata Fredy sudah tidak memakai kondom lagi, berarti yang terakhir dia telah menyirami vagina Dewi dengan spermanya, itupun kalau masih ada cadangan sperma.

Dewi segera meminta Fredy untuk kembali berpakaian dan segera meninggalkan kamar, diangsurkannya beberapa lembar ratusan ribu ke tangan Fredy.
“ah nggak usah mbak, begini saja aku sudah sangat senang kok mbak” tolak Fredy
“aku tidak memberi uang untuk jasamu ini, tapi aku memberi untuk anakmu” kata Dewi langsung meninggalkannya menuju kamar mandi. Part 3


Sepeninggal Fredy, kususul Dewi di kamar mandi, ternyata dia sedang membersihkan vaginanya dari sperma Fredy.
“boss-ku sudah oke mau kenalan, beliau bersedia menemuimu sebelum pulang, sekarang apa rencanamu” tanyaku
“suruh saja dia menunda kepulangannya sampai besok, kita bisa check out dan pulang sama sama” jawabnya sambil menyiramkan air hangat di sekujur tubuhnya.

“terus aku gimana” tanyaku bengong dengan rencananya, tentu saja aku nggak bisa sekamar dengan mereka, lebih baik aku pulang sekarang saja dan menyerahkan kesempatan mendapatkan kehangatan tubuh Dewi dalam pelukan Pak Sys.
“nggak usah khawatir mas, serahkan padaku, percaya deh” jawab Dewi meyakinkan.

Melihat tubuh molek Dewi dengan rambut basah, hasrat birahiku yang tertunda naik lagi, kurangkul dia dan kuciumi tubuh wanginya.
“mas, sebentar lagi boss-mu dating lho” katanya mengingatkanku.
“tapi aku dari tadi belum orgasme, Fredy saja sudah berkali kali mendapatkannya” protesku.
“oke tapi cepetan ya, sebelum dia datang” katanya sambil berjongkok di depanku, membuka resliting celanaku, mengeluarkan penis dan langsung mengulumnya, sekedar untuk membasahi.

Kuberdirikan Dewi dan kubalik membelakangiku, dia agak jongkok menghadap cermain di meja westafel kamar mandi, dengan mudah penisku menerobos masuk liang vaginanya, Dewi menggigit bibir bawahnya saat penisku melesak masuk, langsung kukocok dengan cepat, dari cermin bisa kulihat wajah Dewi yang menahan desah, buah dadanya yang montok menggantung indah, kupegangi pantatnya dan mengocoknya makin cepat, desahannya sudah keluar dengan lepas.

Aku berusaha mencapai puncak orgasme dengan cepat sebelum Pak Sys dating, kuremas remas buah dadanya, sungguh indah melihat bayangan kami dicermin saat bercinta. Puncak kenikmatan yang biasa aku perlambat kini kuusahakan secepat mungkin, tapi rupanya semakin dipercepat semakin susah meraihnya, ternyata aku tidak bisa melakukan quickie. Kubalikkan tubuh Dewi dan kududukkan di meja westafel itu, kembali aku mengocok dengan cepat, kali ini sambil berhadapan, berharap Pak Sys tidak dating terlalu cepat, kocokanku semakin cepat dan keras, desahan Dewi yang lepas makin menggairahkan, kuciumi pipi dan bibirnya dengan gemas melihat bibirnya yang merekah mendesah.

Sepuluh menit sudah berlalu, belum juga ada tanda tanda orgasme dariku. Melihat aku kesulitan mendapatkan orgasme, Dewi mendorong tubuhku dan memintaku telentang di lantai kamar mandi, hanya beralaskan handuk yang habis dia pakai tadi. Dewi langsung melesakkan penisku ke vaginanya dengan posisi dia di atas, dengan jongkok tubuhnya turun naik mengocok penisku sambil pinggangnya berputar putar membuat penisku serasa terpilin, kami berdua sama sama mendesah lepas, kuraih dan kuremas kedua buah dadanya, kami seolah berpacu menuju puncak kenimkatan.

“Ding dong…ding dong” kudengar bel pintu berbunyi mengagetkan kami berdua, kami saling berpandangan, Dewi tersenyum menggoda melihat sorot kekecewaan di wajahku, diciumnya bibirku dan dia langsung berdiri, penisku tercabut dari vaginanya, kembali aku harus menunda atau malah melupakan orgasme yang tertunda dari tadi.
“cepat buka pintu, ntar dia marah lho, rapikan dulu baju mas” perintahnya sambil mengenakan piyamanya, tanpa pakaian dalam.

“sialan.. sialan… sialaaaaaan” jerit hatiku sambil berdiri dan menutup resliting celanaku.
Ketika kubuka pintu kamar, Pak Sys berdiri di depan pintu dengan traveling bag-nya, rupanya dia memang menunda kepulangannya hingga besok, tentu saja ini membuatku kecewa, hilanglah kesempatan untuk berdua mereguk kenikmatan sex dengan Dewi.
“masuk Pak, Dewi masih di kamar mandi” aku mempersilahkan Pak Sys sambil mengambil traveling bag-nya.
“wah bagus juga kamar ini, pemandangannya juga indah dan agak terpencil” komentar Pak Sys ketika duduk di sofa ruang tamu.
Dewi keluar dari kamar ketika aku mengambilkan minuman untuk Pak Sys, dengan tetapmemakai piyama yang aku yakin masih tanpa pakaian dalam, dia menghampiri kami dan langsung mengulurkan tangannya ke arah Pak Sys.
“Dewi”
“Sys”
Dewi duduk disampingku di sofa panjang menghadap ke arah Pak Sys, kami ngobrol ringan seputar pemandangan alam di Lombok, suasana jadi makin akrab seolah kami teman lama yang baru ketemu, baik Dewi maupun Pak Sys ternyata cepat akrab.
Ketika ngobrol berulang kali Dewi membungkuk, aku yakin Pak Sys telah melihat pemandangan indahnya buah dada Dewi.
“sudut pandang pantai dari sini sangat indah” kata Pak Sys ketika berdiri di balkon menatap deburan ombak di kala senja.
“akan lebih indah dari balkon kamar, coba aja dan bandingkan” tambah Dewi sambil berdiri mengajak Pak Sys menuju kamar.
Mereka berdua menuju kamar, Dewi sempat melirik nakal ke arahku sementara Pak Sys melirikku dengan pandangan penuh arti.

Masih kudengar sayup sayup mereka bercakap cakap dan tertawa di kamar tapi tak lama kemudian suara itu sudah tak terdengar lagi, aku tak bisa menebak apa yang mereka bicarakan di dalam, kubaca majalah wanita yang ada dimeja meskipun tidak bisa sepenuhnya konsentrasi, pikiranku melayang mulai pertemuan dengan Dewi, si Fredy dan apa yang telah kami lakukan pada Dewi, hingga belum tuntasnya aku menyelesaikan hasratku hari ini.
Sayup sayup kudengar kembali suara dari kamar, bukan percakapan atau tawa canda tapi suatu suara yang sudah aku kenal sebelumnya, yaitu desahan kenikmatan dari Dewi, terdengar pelan tapi sudah cukup bagiku untuk menebak apa yang mereka lakukan di dalam. Desahan itu bergantian antara Dewi dan Pak Sys, tapi lebih di dominasi suara desah nikmat dari Dewi.

Kucoba mengabaikan suara desah itu dengan membuka halaman demi halaman majalah ditanganku, tapi desahan Dewi makin lama makin keras dan liar menggairahkan, mengganggu konsentrasiku, desahan itu mau tidak mau membuat kejantananku mulai ikut menegang, entah apa yang dilakukan Pak Sys pada Dewi tapi yang aku tahu pasti Dewi sedang mengarungi lautan kenikmatan bersama boss-ku itu.

Limabelas menit berlalu, desahan Dewi berubah menjadi jeritan liar, aku tak tahan, ingin rasanya kumasiki kamar itu, tapi rasa segan pada Pak Sys masih menahanku di ruang tamu, membayangkan apa yang mungkin sedang mereka lakukan, tak kusadari tanganku sudah meremas kejantananku, berkali kali kulirik pintu kamar tidur yang terbuka sambil berharap mereka segera keluar menyelesaikan permainannya, ingin rasanya menengok apa yang Pak Sys perbuat pada Dewi meski mataku tetap tertuju pada majalah yang halamannya hanya kubalik balik tanpa membacanya.

Rasa cemburuku kutahan dan makin membesar, apalagi membayangkan Pak Sys sedang menggumuli dan menikmati kehangatan tubuh sexy Dewi, entah apa yang dilakukan Pak Sys pada Dewi membuat dia menjerit begitu liar.
“AAAauuugggghhh…yessss…yesssss…yaaaaaa…aaaaaaaaaaa ”
Kudengar jeritan keras dari Dewi, pertanda orgasme, kunyalakan sebatang rokok menepis kegelisahanku. Sudah beberapa batang rokok kunyalakan dan kumatikan meski masih belum setengah kuhisap, aku kegerahan dan makin kepanasan mendengar jeritan nikmat yang semalam kunikmati itu, Pak Sys, boss-ku, yang belum satu jam yang lalu kuperkenalkan, kini sedang menikmatinya. Sesaat tak kudengar lagi desahan Dewi, tapi tak lama kemudian desahan Dewi kembali memecahkan keheningan itu.
Akhirnya aku tak tahan lagi, perlahan kudekati pintu kamar tidur, tepat seperti apa yang kubayangkan, kulihat di ranjang yang telah kupakai tadi malam, tubuh telanjang mereka saling berpelukan, Dewi pada posisi di atas dalam pelukan Pak Sys, pantatnya bergoyang goyang sementara Pak Sys mengocoknya dari bawah sambil meremas pantat Dewi.

Aku tak berani bergerak apalagi bersuara, hanya gerakan tanganku yang meremas kejantananku sendiri sambil melihat mereka bercinta dengan penuh gairah. Pak Sys mendorong tubuh Dewi, kini dia duduk di atas tubuh Pak Sys, tubuhnya turun naik dan pantatnya berputar putar, berhula hop, persis seperti apa yang dia lakukan padaku tadi sebelum kedatangan Pak Sys, buah dada Dewi mendapat remasan dan kuluman darinya. Dewi menggeliat dan menjerit penuh kenikmatan, pinggulnya memutar makin liar, seliar kuluman Pak Sys di putingnya.

Mereka terlalu asik untuk memperhatikan kehadiranku, kini mereka bercinta dengan posisi doggie, Pak Sys mengocok Dewi dengan kerasnya, bisa kulihat dari buah dadanya yang mengayun keras, dijambaknya rambut Dewi hingga dia terdongak, sodokannya makin keras menghunjam vagina Dewi membuatnya menjerit. Dewi melawan gerakan sodokan Pak Sys, dia mendorong mundur pantatnya setiap kali Pak Sys menyodok maju, penisnya makin dalam melesak dalam vaginanya membuat Dewi makin menggeliat dalam desahan nikmat.

Hampir setengah jam mereka bercinta sejak kudengar desahan pertama, sementara diluar sudah mulai gelap, angin malam mulai menerobos ke kamar melalui balkon yang tidak tertutup, mereka masih bercinta dengan doggie style, saling kocok dan saling sodok, Pak Sys mendorong tubuh Dewi hingga tengkurap, dia mengikutinya tanpa melepas penis dari vagina. Kini Dewi tengkurap sedang mendapat kocokan liar dari atas, hanya pinggulnya yang agak naik keatas memberi ruang gerak penis Pak Sys yang meluncur keluar masuk.

Dewi tiba menjerit pertanda orgasme, entah sudah berapa kali dia mendapatkan orgasme dari Pak Sys, Dewi menggeleng gelengkan kepalanya saat menjerit orgasme, ternyata Pak Sys justru makin mempercepat sodokannya, lebih keras lagi.
“aaaagghhh…. Paaaaak… aaaaaaghhh” jeritnya disela orgasmenya.

Terus terang aku salut dengan stamina Dewi, entah sudah berapa kali dia orgasme hari ini, baik dariku, Fredy maupun Pak Sys, sungguh wanita yang mempunyai hasrat dan stamina sex yang tinggi. Saat itulah dia menoleh ke arahku, tapi sepertinya dia tidak melihatku, kembali mendesah menerima kocokan Pak Sys. Aku ingin mendekati dan gabung dengan mereka, desahan Dewi terlalu menggairahkan kalau hanya untuk didengar dan dilihat, tapi keseganan pada Pak Sys menahan langkahku, aku tetap berdiri di depan pintu melihat boss-ku sedang bercinta dengan tetanggaku yang cantik, yang semalam tidur denganku.

Terlalu asik aku memperhatikan wajah cantik Dewi yang sedang mendesah hingga dikagetkan suara Pak Sys.
“Hendra, ngapain berdiri bengong di situ, masuk aja, kita kerjain dia rame rame” suara Pak Sys membuyarkan lamunanku pada Dewi, juga berarti undangan untuk ikut pesta. Dewi menolah ke arahku dengan senyum menggoda dan memberi isyarat ke arahku untuk mendekat dengan jari tengahnya.

“uffffff…kasih aku istirahat sebentar” pintanya menoleh ke arah Pak Sys, tapi tak dihiraukannya, tetap saja mengocok vaginanya.
“Pleeeeeeessssssee…..aaagh…agh…pleeeessssse” desah dan permintaannya nggak jelas bercampur menjadi satu.
Aku sudah berdiri di samping ranjang, menunggu giliran atau kesempatan yang aku sendiri tak tahu kapan diberikan oleh mereka.
“kok nggak dilepas mas” kata Dewi disela desahannya. Meski ini bukan pertama kali aku bercinta bertiga, tapi dengan Pak Sys, boss-ku, membuatku seperti anak kemarin sore, terlalu canggung, serba salah. Cepat cepat dengan gugup kulepas semua pakaianku, ragu ragu aku duduk di tepi ranjang.
“oke kita istirahat sebentar” kata Pak Sys seraya mencabut penisnya dari vagina Dewi, aku kaget melihatnya, ternyata begitu besar, bahkan lebih besar dari punyaku meskipun tidak sepanjang penisku, pantesan Dewi dibuat kelojotan berkali kali.

Dewi langsung telentang dengan napas yang turun naik, matanya terpejam, sementara Pak Sys turun dari ranjang menuju lemari es dan mengambil 3 botol minuman berenergi, mengangsurkan pada kami masing masing satu.

“Gila enak banget, KO aku” komentar Dewi setelah menghabiskan minuman itu, terang aja dia KO, sementara kejantanan Pak Sys masih saja tegang, pertanda dia belum orgasme, entah mungkin dia minum viagra.
“tapi asik kan” celetuk Pak Sys sambil rebahan disampingnya setelah menutup pintu balkon dan menyalakan lampu kamar, suasana jadi terang, lebih jelas aku bisa melihat penis Pak Sys yang mulai lemas tapi tetap terlihat kokoh, aku mengikuti telentang di sisi lainnya, kini tubuh telanjang Dewi diapit tubuh kami.

Ingin segera kutindih tubuh telanjang Dewi, tapi rasa segan masih menahanku kuat, setelah hampir sepuluh menit beristirahat, tangan Dewi mulai mengocok penis kami, kiri kanan, pertanda dia sudah siap untuk memulai lagi.
Dewi memintaku untuk mulai duluan, tanpa segan lagi kutindih tubuh Dewi, dia memegang penisku dan mengatur di vaginanya, kakinya dibuka lebar, dengan mudahnya penisku langsung melesak ke vagina Dewi yang memang sudah basah, disambut dengan jeritan ketika semua penisku tertanam di vaginanya, kurasakan mungkin menyentuh rahimnya.

Ketika aku mulai mengocok, terdengar bunyi kecipuk dari vaginanya, dia memandangku sambil tersenyum penuh arti, tangannya tetap tak melepaskan pegangannya pada penis Pak Sys. Bibir Dewi merekah mendesah, terlihat begitu menggairahkan, buah dadanya berguncang guncang seirama dengan kocokanku, Pak Sys segera mengulum buah dada montok itu, mendapat perlakuan dari dua laki laki tubuh Dewi menggeliat dan mendesah nikmat membuat kami makin bergairah. Melihat Pak Sys mengulum putting dan bibir Dewi, nafsuku semakin naik, semakin keras kusodokkan penisku di vaginanya, ada sensasi tersendiri menyelimutiku, apalagi ketika Pak Sys menyodorkan penisnya dimulutnya dan segera disambut dengan jilatan serta kuluman.

Dengan posisi telentang Dewi mendapat dua kocokan penis secara bersamaan dari atas dan bawah. Desah kenikmatan Dewi tertahan penis Pak Sys, mulutnya kelihatan penuh tertutup penis. Kunaikkan kakinya di pundakku hingga pantatnya lebih terangkat, dengan posisiku agak jongkok maka penisku dapat lebih dalam mengisi celah sempit vagina Dewi, hampir dia tersedak ketika kuhentak keras vaginanya. Kulampiaskan kecemburanku yang terpendam sedari tadi, kusodokkan penisku sekeras dan sedalam aku bisa, berulang kali Dewi harus mengeluarkan penis Pak Sys dari mulutnya.

Secara bergantian tanganku, tangan Pak Sys bahkan tangan Dewi sendiri meremas remas buah dada yang berguncang keras, seolah berebutan meremasnya.
Sesekali kuhentikan gerakanku untuk memberi Dewi kesempatan menikmati kocokan Pak Sys di mulutnya, dengan konsentrasi total ke penis Pak Sys dia bisa memberikan “pelayanan total”, tak lama kemudian Pak Sys teriak pertandan orgasme, Dewi malah mempercepat kocokan mulutnya, kulihat cairan sperma menetes keluar dari celah mulutnya, Dewi tetap tidak mengeluarkan penis itu seakan dia menyedot habis sperma Pak Sys, dan menelannya.
Melihat begitu gairah Dewi melahap sperma Pak Sys, aku tak mau ketinggalan, kusodok dengan keras hingga penis itu terlepas dari mulutnya, diraihnya kembali penis itu dengan tangannya dan mengusap usapkan ke wajah cantiknya.

Aku makin bergairah melihat kebinalan Dewi, kubalikkan tubuhnya, dengan posisi doggie kembali kukocokkan penisku keluar masuk. Pak Sys turun dari ranjang, duduk di sofa melihat kami bercinta, kini tinggal aku sendirian menikmati gairah banal Dewi yang tiada habis habisnya. Dengan bebas aku bisa berimprovisasi gerakan mengocokkan penisku ke vagina Dewi, dan Dewi pun sepertinya terbawa gerakan improvisasiku, ternyata aku tak bisa bertahan lebih lama menghadapi gairah binal Dewi yang makin lama makin menggairahkan, tak lebih sepuluh menit dari orgasmenya Pak Sys tadi, aku segera menyusul, menyemprotkan spermaku di vagina Dewi, orgasme yang tertunda sejak tadi siang.

Dewi tak menghentikan gerakannya ketika penisku berdenyut keras, hanya desah dan jerit kenikmatan darinya yang membuatku ingin terus menanamkan penisku di vaginanya, pinggulnya bergoyang dengan gerakan meremas remas. Beberapa detik setelah semprotan spermaku, kurasakan denyutan dari otot vagina Dewi diiringi jeritan nikmat orgasme, kupeluk dia dari belakang sambil kunikmati pijatan nikmat dari vaginanya, akhirnya kami berdua roboh telungkup seiring habisnya denyutan nikmat. Aku masih telungkup di atas tubuh telanjang Dewi yang masih tengkurap, napas kami berpacu kencang, hingga akhirnya turun dari tubuhnya dan telentang disampingnya, kucium bibir Dewi, masih tercium aroma sperma dari mulutnya.

Malam itu kami habiskan bersama dengan kenangan yang indah, baik bergantian maupun bersama sama kami menikmati tubuh sexy Dewi, baik diminta maupun atas inisiatif masing masing dan hebatnya dia bisa mengimbangi permainan kami.

Esoknya kami sama sama bangun kesiangan, maklum baru tidur ketika matahari hampir muncul dari peraduannya.
Pukul satu siang kami sama sama check out setelah masing masing malakukan quickie sex dengan berpakaian, sesaat sebelum meninggalkan kamar nan indah itu.
TAMAT

Posting Komentar

cerita atah-atah

About This Blog

  © Blogger template Noblarum by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP