Top Comment :

CELANA DALAM PENGUAK KEDOK

Sabtu, 05 Desember 2009

- Cinta memang buta, sehingga tak bisa pula membedakan mana pacar mana kakak ipar. Ujang, 31 tahun, dari Bandung ini misalnya, istri dari kakak sendiri kok ya ditaksirnya. Begitu ngebetnya untuk bisa menikmati

tubuh mulus Ny. Ratnika, 29 tahun, dia nekad memperkosanya di siang bolong. Tapi akibat celana dalam Ujang yang dikenali, terbongkarlah asmara busuk sopir angkot dari Regol itu.

Ihwal asmara menghalalkan segala cara ini bermula dari kultur ketimuran kita yang sangat kental. Dalam budaya kita, adik kandung ikut dalam keluarga kakak sudah menjadi hal lumrah. Itu pula yang dilakukan oleh Dadang, 36, warga Jalan Pasirluyu, Regol, Bandung. Dari pada adik lelakinya ngebelangsak tak punya tempat tinggal ditampunglah ke rumahnya. “Maneh milu urang wae, aya teu dahar teri aya hayam dahar hayam (kamu ikut saya saja, ada teri makan teri, ada ayam ya makan ayam),” kata sang kakak pada Ujang.

Normal-normal saja sebetulnya. Jika ada yang salah, kenapa si adik kandung itu lelaki dan kenapa pula istri Dadang cantik laksana Diah Pitaloka putri Pajajaran. Sebagai pemuda yang belum pernah “mbelah duren” hingga usia kepala tiga, Ujang diam-diam naksir pada Ny. Ratnika yang istri kakak kandungnya tersebut. Selain cantik, Ny. Dadang memang putih bersih, sebagaimana tipikal mojang Priangan. Ditambah betisnya yang mbunting padi, Ujang suka pusing keseharian menyaksikan teteh Ratnika.

Tak tahu dari mana bisikan itu datang, lama-lama dia naksir pada istri kakak kandungnya itu. Jadi mirip Raden Samba jatuh hati pada Hagnyanawati istri Setija dalam kisah Mahabarata. Cuma hati nuraninya selalu ragu-ragu dan menafikan sendiri angan-angan gilanya tersebut. “Resep kapamajikan lancek sorangan piraku teuing kewos ngahareupkeun bulan ragrag kana lahunan (naksir istri kakak sendiri mana mungkin, ibarat pungguk merindukan bulan),” batin Ujang ketika masih waras.

Anehnya, meskipun hati nurani selalu meredam, si setan selalu mengompori untuk menghalalkan segala cara. Kata setan, kencan dengan wanita cantik dan bodas ngeplak, sungguh mengasyikkan. Ibarat mangga teteh Ratnika itu mateng puun, manis dan lezat sampai kulit-kulitnya. Soal dia berstatus kakak ipar, itu bukan masyalah. Sebab dalam pemahaman setan, halal haram itu sama enaknya.

Akal-akal setan mulai digelar, bagaimana mencari timing yang tepat untuk menggauli si kakak ipar. Mengajak secara baik-baik, mana mungkin terlaksana. Teteh Ratnika pastilah tidak sudi, karena di samping dirinya hanya sopir angkot, Ujang kan juga adik iparnya sendiri. Maka jalan satu-satunya hanyalah: ole-ole si kotaraja, boleh nggak boleh diperkosa saja. “Ngenahnya eweuh pingping hayam bisa nyobaan pingping lancek (asyiknya, nggak ada paha ayam bisa makan paha kakak),” kata batin Ujang lagi. Tatkala Ujang sudah misah di rumah kontrakan di Cigereleng, mulailah program telatenisasi kakak ipar itu dilancarkan. Dia tahu persis bahwa pada jam-jam siang begini, teteh Ratnika sendirian di rumah, hanya bersama anak kecilnya usia setahun. Biasanya, dia cuma mengenakan daster merah ati sambil ngeloni si upik di kamar. Di situlah Ujang akan menyergap, hip, lalu...! Ah, belum belum pendulum Ujang sudah kontak jadinya.

Ide gila tersebut jadi juga dilancarkan. Beberapa hari lalu sekitar pukul 14.00 siang, dia mengendap-endap masuk rumah kakaknya dengan mencongkel jendela. Dengan mengenakan kedok penutup muka, Ujang langsung menuju kamar teteh Ratnika. Benar juga, si daster merah ati itu sedang mengeloni si Upik. Ratnika memang kaget ada lelaki berkedok masuk ke dalam kamarnya. “Saha maneh aya perlu naon, asup kajero kamar, keluar kaditu (siapa kamu, perlu apa masuk kamarku, keluar sana),” kata Ny. Ratnika panik.

Kepanikan kakak ipar itu tak ada artinya. Tanpa menjawab Ujang menyeret Ratnika ke ruang tamu, lalu dilucuti paksa. Dalam tubuh terikat istri Dadang itu dipaksa melayani kebutuhan biologis Ujang: gusrak, gusrak, hingga usai. Selesai melampiaskan nafsunya, sopir angkot itu ngeloyor pergi. Teteh Ratnika dibiarkan sendiri melepas dari ikatan tambang rafia tersebut.

Akan tetapi, Ny. Ratnika ternyata wanita jeli dan beringatan tajam. Melihat model dan warna celana dalam si pemerkosa, sepertinya dia mengenali bahwa itu milik adik iparnya. Maka bersama suaminya dia melaporkan kasus itu ke Polsek Regol, dan Ujang pun ditangkap. Celana dalam yang masih berlepotan sperma, menguatkan segala tuduhan itu. “Enteu kuring padi kareg ngimpi baseh (nggak, aku tadi memang baru mimpi basah),” ujar Ujang mencoba mengelak saat diperiksa petugas.

Halahhh, alesan. Siang-siang kok mimpi basah, memangnya habis hujan?

0 komentar:

Posting Komentar

cerita atah-atah

About This Blog

  © Blogger template Noblarum by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP