Top Comment :

Diah

Senin, 07 Desember 2009

Perkenalanku dengan Diah juga sama halnya dengan perkenalanku dengan Titien, cewek yang kuceritakan pada ceritaku sebelumnya, yaitu dari hasilku berchatting ria di Internet. Pada awal chatting, Diah udah sudah begitu terbuka tentang dirinya. Dia bercerita bahwa dirinya sudah pernah dekat dengan cowok. Padaku dia mengaku saat ini dia lagi kosong. Kedekatannnya terakhir dengan cowok adalah dengan seorang yang dia anggap terlalu cepat untuk minta lebih pada tahap awal perkenalan. Dia bilang cowok tersebut udah minta ML segala.

Memang untuk membina hubungan dengan seorang cewek agar si cowok dapat merasakan kehangatan tubuh si cewek, itu perlu cara dan kesabaran tersendiri. Pada dasarnya, cewek tidak menyukai cara-cara yang vulgar dan kelihatan memaksa agar dia mau memberi kehangatan pada si cowok, walaupun si cewek menyukai si cowok tersebut. Masalah berapa lama waktu yang diperlukan dalam pendekatan, itu relatif. Bahkan tak jarang dalam perjumpaan pertama sekalipun, si cowok sudah bisa mengajak si cewek untuk bersenggama, bersetubuh, ML, ngentot, atau entah apapun namanya. Seperti pengalamanku dengan si Diah ini.

Pada awal itu pula Diah, begitu aku minta, bersedia memberikan nomor telepon rumahnya. Dan komunikasipun kami lanjutkan dengan pembicaraan telepon. Di telepon dia bercerita pengalaman pertama dengan pacarnya. Secara terbersit, dia mengakui bahwa dia sudah pernah berhubungan intim dengan pacarnya tersebut. Namun pada saat itu aku belum mengetahui apakah dia masih perawan atau tidak akibat hubungannya dengan pacar pertamanya itu.

Akhirnya, setelah beberapa kali berkomunikasi melalui telepon, aku mengajaknya untuk bertemu langsung. Dia segera menyetujui ajakanku tersebut. Kami bersepakat untuk bertemu di Atrium Senen dengan pertimbangan lokasi tersebut cukup netral dari tempatku dan rumahnya yang terletak disekitar daerah Cawang. Waktu pertemuan kami sepakati sekitar jam 19.30. Sedangkan tempat pertemuannya adalah di kafe Cappucino di lantai 2 Atrium.

Dan pada hari yang memang sudah aku tunggu-tunggu, yaitu sekitar pertengahan Pebruari 2003, aku sengaja menunggu terlebih dulu di tempat yang telah kita sepakati. Aku memilih tempat duduk di luar ruangan kafe agar nantinya Diah lebih mudah menemukan diriku, Kami telah saling bertukar ciri-ciri kami masing-masing. Aku beritahu dia bahwa aku mengenakan kemeja putih dan jeans, sedangkan Diah akan memakai kaos biru dengan rok jeans. Aku suka ini. Aku suka cewek yang memakai rok. Pertama, cewek yang memakai rok terkesan lebih feminin. Kedua, itu nantinya akan lebih memudahkan aktivitas ku terhadap cewek itu selanjutnya, jika situasi memungkinkan. Tentu para pembaca paham apa yang aku maksudkan dengan “aktivitas selanjutnya” itu, bukan ? he…he…he.

Setelah menunggu sekitar 20 menit, sambil celingak-celinguk memantau kehadiran cewek yang aku tunggu-tunggu. Aku dikejutkan dengan teguran pelan dari suara di arah belakangku. Dan seketika kutoleh, suara itu ternyata berasal dari seorang wanita yang ciri-cirinya sama dengan ciri-ciri wanita yang kunanti-nanti.
“Anton yah…?“ Sapa wanita itu dengan suaranya yang lebih manja dan lebih enak didengar ketimbang suaranya yang selama ini kudengar melalui telepon.
“Iya. Kamu Diah, khan ? Balasku singkat.

Aku sedikit agak terpana dan seketika tersadar ketika aku harus membalas uluran tangannya yang meminta jabatan tangan. Kuperhatikan cewek ini lekat-lekat. Diah lebih manis ketimbang foto yang dia berikan kepadaku melalui emailnya. Dengan tinggi sekitar 160, berat 50, bra kutaksir dia memakai ukuran 34 B, dan kulit kuning langsat, Diah kelihatan seksi dan sensual dengan setelan kaos biru sedikit ketat dan bawahannya yang dibalut dengan rok jeans selutut. Aku baru tersadar dan segera mempersilahkannya untuk mengambil tempat duduk. Lalu dia menghempaskan pantatnya yang begitu kelihatan seksi di kursi dihadapanku.

“Udah lama yah nunggunya?“ tanyanya. Sebelum aku menjawab, aku sudah terlebih dahulu melambaikan tanganku ke waitress. Aku sudah lebih dahulu meminum hot cappuccino yang sudah habis setengahnya, sembari menghisap rokokku.
“Nggak juga sih. Yah, sekitar 20 menit. Oh ya, kamu mau pesan apa?” Aku memberikan daftar menu ke tangan Diah. Sambil melipat kakinya, dia membaca sekilas daftar menu tersebut. Sekilas kulirik kakinya. Kuning langsat dan bersih. Aku nggak mau terlalu lama mengarahkan pandanganku kesitu. Takut kepergok dan diketahui bahwa betapa bernafsunya aku melihat dirinya.

“Aku orange jus aja deh”
“Kamu gak pesan makanan? kamu udah makan malam, belum?” Tanyaku.
“Nggak usah deh. Ntar aja. Aku udah makan tadi dirumah”.

Satu hal yang baru aku sadari dan kuketahui setelah menatap wajah cewek ini adalah kelebihan matanya. Diah memiliki mata yang indah. Sendu dan menggairahkan. Terlihat seperti memiliki sex appeal yang tinggi.
Dia kelihatan sedikit agak canggung berhadapan langsung denganku. Kusadari mungkin ini adalah ‘blind date’ atau ‘kencan buta’nya yang pertama. Untuk menghidupkan suasana aku berusaha sesantai mungkin. Tampaknya usahaku berhasil. Dia bertambah relaks semakin lama. Dan dengan obrolan seputar diri kami masing-masing, keakraban kami semakin bertambah seiring dengan berlalunya waktu. Tak sadar waktu sudah menunjukkan jam 9. Sudah 2 jam kami ngobrol di kafe Cappucino ini. Aku lalu mengingatkan dia untuk makan malam lagi.

“Kita makan malam dulu yuk? Perutku juga sudah minta diisi nih.“
“Dimana? Di Atrium sini aja?“
“Kita makan nasi uduk aja yuk. Aku tau tempat nasi uduk yang enak” Ajakku.

Aku punya rencana dengan Diah malam ini. Tentu saja rencana itu udah aku susun sebelumnya. Kami pun beranjak dan menuju ke arah daerah Cempaka Putih. Sesampainya di tempat tujuan, yaitu di depan hotel Cempaka Sari. Aku bertanya kepada Diah apakah dia mau makan di pinggir jalan atau mau pesan nasi uduknya dan makan di Restoran hotel Cempaka Sari.

“Terserah kamu aja“. Aku gembira sekali dengan jawaban Diah. Karena sangat sesuai dengan rencanaku semula. Kami lalu memasuki pelataran hotel Cempaka Sari dan langsung menuju restorannya. Aku lalu memesan kepada waiter untuk dibelikan dua porsi nasi uduk, lalu dari restoran kami memesan jus melon untukku dan teh manis hangat buat Diah. Sambil menunggu pesanan, kami lalu melanjutkan obrolan kami. Aku mulai berfikir untuk melaksanakan rencanaku.
“Diah, gimana kalo kita makannya didalam aja? Biar lebih santai dan kita bisa ngobrol “ Aku mulai memancing Diah dengan berusaha mengajaknya untuk check-in ke kamar.
“Ngapain? disini aja khan bisa Kayaknya Diah udah bisa nebak deh kemana arahnya “ Jawabnya. Welehh, ternyata rencanaku terbaca olehnya.
“Bukan begitu, say. Kalo didalam khan bisa sambil nonton tv atau apa kek.” Aku harus lebih meyakinkan dirinya agar setuju dengan ajakanku.
“Iya aku tau. Tapi kamu udah merencanakan semua ini, khan? Kayaknya kamu juga udah sering kesini yah?”
“Lho… kamu kok bisa nebak seperti itu“ ujarku tersenyum.
“Soalnya dari mana kamu tau di dalam ada TV segala. Hayoo…”
“Lha.. kalo masalah itu sih khan nggak harus aku mencoba dulu. Biasanya kalau hotel seperti ini pasti setiap kamarnya dilengkapi dengan TV”
“Sebenarnya kamu pingin apa sih dari aku? Udah deh, nggak usah berbelit-belit dan berdalih macem-macem. Atau kita pulang aja sekarang yah” Diah kelihatannya mulai curiga dan cemas akan rencanaku. Aku nggak mau rencanaku jadi buyar. Aku harus lakukan sesuatu agar lebih meyakinkan cewek ini, pikirku.
“OK deh, kamu boleh pilih, kalo kamu mau pulang sekarang, aku nggak bisa nganterin kamu. Karena aku masih sangat capek. Aku mau beristirahat sebentar di kamar sambil makan makanan yang udah dipesan. Kalo kamu mau ikut, ayo. Kalo nggak terserah deh” Ujarku dengan nada sedikit mengancam. Aku pikir ini adalah upaya terakhirku untuk menaklukkan Diah agar mau ikut dengan rencanaku. Aku lalu berdiri beranjak. Tak kuperdulikan Diah yang terbengong-bengong menatap dan memperhatikan gerakku.
“Kamu mau kemana? “ Tanya Diah.
“Aku mau pesan kamar. Aku pingin beristirahat di dalam sebentar.” Aku lalu menuju front office dan memesan kamar. Setelah melakukan pembayaran, aku lalu balik menuju tempat duduk di restoran dimana Diah masih duduk terdiam, mungkin sambil berfikir.
“Kalo kamu mau ikut aku, ayo. Kalo nggak, kamu bisa tinggal sebentar disini dan menunggu makanan. Dan jika kamu mau pulang dianterin aku, tunggu aku sekitar 2 atau 3 jam, kalo nggak, kamu boleh pulang sendiri. Aku panggilin taksi. Gimana?”
“ Kamu emang licik, yah“ ujar Diah sambil terseyum dan mengangkat pantatnya dari kursi. Kupikir dia akan memilih untuk pulang. Ternyata dia berdiri disampingku bersiap untuk mengikutiku ke kamar hotel. Siiipp, rencanaku berhasil. Dengan bisa mengajak cewek untuk masuk ke kamar, itu berarti keberhasilan berikutnya sedang menunggu.

Sesampainya di kamar, Diah lalu menyetel TV dan duduk di kursi samping di depan TV. Aku membuka sepatuku.
“Kamu nggak pingin mandi?” tawarku kepadanya.
“Nggak ah. Ntar di rumah aja” Jawab Diah. Dia kelihatan masih yakin dan bersikeras bahwa kami hanya sebentar di kamar hotel itu. Aku lalu duduk di kasur dan ikut menatap layar TV.
“Kenapa nggak duduk disini aja?” Tawarku kepadanya. Diah terdiam tanpa menjawab. Dia kelihatan sedikit kaku atau tegang, aku nggak begitu paham. Kami hanyut dalam keheningan beberapa lama. Dia kelihatan terus menonton acara yang ditayangkan di TV. Aku berfikir gimana caranya agar dia mau pindah ke kasur. Aku lalu beranjak menuju tempatnya dan mengulurkan tangan bermaksud menarik tangannya agar mau mengikutiku ke kasur. Dia sedikit bertahan.
“Dari situ khan nontonnya gak enak, posisinya khan menyamping” Kataku memberi alasan.
“Nggak kok. Biasa aja.”
“Ayo dong, duduk disini aja. Aku nggak bakalan ngapain-ngapain kok” Aku berusaha meyakinkannya. Aku harus sabar dan nggak boleh berlaku kasar. Cewek nggak suka cara kasar. Pria harus bisa mengkondisikan suasana selembut dan sesabar mungkin, walau permintaan ‘arus bawah’ sudah menggebu-gebu.

Diah menaikkan kakinya ke atas kursi. Kaki dan betisnya yang putih mulus menjadi santapanku kini. Mungkin karena gerakannya yang sedikit kewalahan dan rok jeansnya yang sebatas lutut itu, pahanya juga sedikti terbuka. Sekilas terlihat ruang diantara kedua pahanya. Namun karena gelap, aku nggak bisa melihat lebih jelas lagi. Yang pasti, aku menjadi semakin barnafsu. “Batang” di pangkal pahaku semakin keras menggeliat. Aku masih berdiri di depannya. Aku kembali menarik tangannya untuk mengikutiku ke kasur. Karena kedua kakinya berada diatas, posisinya agak lemah. Sehingga ketika dia kutarik, Diah kelihatan seperti mau tersungkur ke depan. Dia terjatuh dengan kembali menginjakkan kakinya ke lantai. Dan dia terlihat mengikuti tarikanku yang menuntunnya ke arah kasur.

Dia duduk di tepi tempat tidur. Kembali dia mengangkat kakinya dan duduk bersimpuh diatas kasur. Kali ini pemandangan lebih jelas. Terlihat ujung paha dan celana dalam berwarna terang, mungkin putih atau cream. Dia membenarkan posisi duduknya. Tampaknya dia sadar kalau mata “nakal”-ku sedang “menyatroni” isi roknya.

“Ah…Salah kostum nih” Ujarnya sambil tersenyum dan menurunkan bagian bawah roknya ke arah lutut, masih sambil bersimpuh.
Aku lalu menarik bantal dan berbaring agak jauh dari posisinya.
“Sambil berbaring aja lebih enak” Kataku. Dia hanya tersenyum dan tidak menjawab. Diah masih kelihatan kikuk.
“Kamu nggak usah tegang dan kaku begitu” Aku berusaha membuat dirinya lebih santai dan meyakinkan dirinya bahwa aku bukanlah ancaman. Bahkan mungkin aku akan memberinya kenikmatan malam ini.
“Aku khan bukan Vampire yang bakal menghisap darah kamu” Ujarku bercanda.
“Aku manusia biasa yang nggak makan orang. Aku lelaki normal kok. Nggak percaya?”
“Emang kamu lelaki?” Tiba-tiba Diah bertanya. Bagiku ini adalah lebih merupakan “tantangan” atau “lampu hijau” ketimbang sebuah pertanyaan.
“Iya dong. Aku bukan gay atau homo”
“Kok mirip gay?” Pancing Diah lagi tanpa memalingkan tatapannya dari TV.
Aku langsung tahu bahwa aku harus melakukan sesuatu.
“Apa? kamu kayaknya minta bukti yah” Jawabku bercanda. Kali ini aku langsung menyerbu kearahnya. Aku pegang tangannya lalu aku tarik dia. Dia terjatuh ke kasur. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan. Aku mencari wajahnya, tepatnya bibirnya yang sensual itu. Dia berusaha sedikit melawan dan berusaha menyembunyikan wajahnya.
“Aku harus kasih bukti bahwa aku pria sejati ke kamu” Kataku sambil mendorong hingga Diah kini terbaring terlentang di kasur. Aku mencium bibirnya dengan sedikiit memaksa. Dia kayaknya agak sedikit melawan, walau menurutku hanya perlawanan basi-basi.

Aku kini menindihnya. Ku cium leher dan pipinya bergantian. Aku tahu itu adalah daerah sensitive yang harus pertama digarap ketika pria ingin menaklukkan wanita. Aku lalu membuka kedua kakinya dengan kedua kakiku. Disini dia lebih memberikan perlawanan yang berarti. Aku lalu mempersiapkan diriku terlebih dahulu. Aku membuka celana jeans ku dengan cepat sambil tetap menindih tubuh Diah. Kini penisku bergerak dengan lebih leluasa. Aku lalu kembali melumat bibir Diah. Kali ini Diah kelihatan merespons, walau masih setengah-setengah. Tapi aku tau dia sudah agak terbawa. Kulumanku kini ku arahkan ke bukit di dadanya yang masih terbungkus kaos biru. Aku mengecup bukit sebelah kiri, sementara tangan kananku meremas bukit yang sebelah kanan.

“Nggghhhhhh…” ceracaunya halus. Diah semakin terbawa dengan permainanku.
Aku kembali berusaha membuka kedua kakinya. Dan kini berhasil tanpa perlawanan. Aku sedikit menaikkan rok nya keatas, sehinggak kedua kakiku kini berada diantara pahanya. Aku meraba daerah paling sensitif di dirinya, yaitu pangkal di antara dua pahanya. Dia menjerit halus dan menepis tanganku. Terasa tadi begitu lunak, lembab dan hangat, walau masih dibungkus celana dalamnya yang ternyata berwarna putih dan terbuat dari satin.
Aku menurunkan posisi tubuhku.

“Lho.. punya kamu ntar bisa masuk ke punyaku nih. Tuh udah tepat di depannya” Ucapnya.
Aku nggak ngerti apa itu peringatan darinya agar aku mempertimbangkan kemungkinan yang akan terjadi atas perbuatanku, atau ini sebuah tanda darinya agar aku sekarang menancapkan penisku ke “liang surga” miliknya.
Aku nggak mau berfikir untuk menjawab pertanyaan ini. Yang penting kesempatan ini nggak boleh aku sia-sia kan. Aku harus menaklukkan Diah malam ini. Aku harus bisa merasakan nikmatnya bersenggama dengannya. Akan ku kentot dia. Aku ingin menikmati memeknya. Dan dia juga harus bisa merasakan betapa hebatnya penisku nanti memompa vaginanya.
Aku lalu membuka celah celana dalamnya pas di depan liang vagina, lalu menuntun penisku menyentuh daerah nikmat tersebut. Dia mendelik, lalu terpejam.

“Ssshhhhhh…kokhh.. bener-benerrrhh dimasukin sihchhhhh.. ssshhhh?”
Aku nggak perduli dengan nada protes, ataukah itu nada nikmat darinya. Aku tekan penisku lebih ke depan dan perlahan kepalanya sudah mulai memasuki liang vagina Diah. Kutekan lebih dalam dan kini setengah batangku yang keras sudah bersarang didalam. Ternyata kini kuketahui bahwa Diah sudah tidak perawan lagi. Aku nggak perduli. Walau demikian liang vaginanya masih begitu sempit. Aku lalu menarik sedikit penisku dan kembali kutekan dengan kekuatan penuh. Jlebh. Kini seluruh penisku sudah berada di dalam liang vaginanya. Dinding vagina Diah terasa menjepit-jepit dan mencengkeram batang penisku.

“Okhhhhhhhh. Memek kamu enak banget.” ujarku.
Aku menggenjot dengan perlahan sambil menikmati kehangatan dan jepitan vagina cewek satu ini.
“Ssshhhhhh…. okhhh.. okh…kamu apain punyaku? “ Tanya Diah berceracau.
“Aku sodokhk…sshhh… biar tambah lebar”
“Sialan kamu.. sshhhh.. akhhh”
Tiba-tiba Diah mendelik dan mempererat rangkulannya di tubuhku. Aku tahu dia mau mencapai orgasmenya. Aku lalu mempercepat kocokanku.
“Kamu kapan terakhir mens ..?“ Tanyaku sambil tetap menggenjot dan mencoblosnya. Aku mau memastikan apakah aku bisa menyemprotkan air maniku di dalam vaginanya. Karena bagiku, orgasme dengan meyemprotkan air mani di dalam vagina adalah hal yang sangat nikmat. Akan sangat terasa sensasi kenikmatan berhubungan seksual yang luar biasa, ketimbang pakai kondom atau “coitus interuptus” ( dikeluarin di luar, bahasa "kampung"nya).
“Mungkin 3 atau 4 hari lagi aku mens. Kenaphaaa? ssshhhh... Kamu keluarin diluar yakhhhh. Jangan di dalamphhhh…akkhhhh“ Diah memperingatkanku yang diakhiri dengan rangkulannya yang keras dan teriakannya. Dia menarikku seakan mau menghisap punyaku seluruhnya masuk kedalam vaginanya. Aku juga sudah mau menunjukkan tanda-tanda bahwa aku akan orgasme. Aku semakin mempercepat gerakan kocokanku dan lebih mengeraskan tekananku ke dalam. Dan akhirnya…
“Sshhhhhh…okhhh. ohhhhhh.. ohhhh…”
Crot…crot…crot…. crot…. crot…. sret.. sret….

Tanpa dapat dibendung lagi, sperma ku dengan gumpalan-gumpalan yang sangat kental dan pancaran yang begitu keras memuncrat keluar membanjiri dinding vagina Diah dan aku yakin sampai ke rahimnya. Diah terbelalak seketika. Entah dia kaget atau juga ikut kembali menikmati semprotan maniku. Aku nggak tau dan nggak perduli. Aku terkapar lemas diatas perut Diah. Masih kudengar nafas nya ngos-ngosan akibat permainan kami tadi.Aku lalu berguling kesamping dan aku tertidur sampai pagi karena nikmat dan kelelahan.

OK, itu adalah awal pengalaman hubungan seks dengan Diah. Lain kali, aku akan cerita tentang persetubuhan kami di rumahnya, tepatnya di teras rumah. Bagi cewek-cewek yang mau konsultasi baik teori maupun praktek, silakan hubungi aku yah.
TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar

cerita atah-atah

About This Blog

  © Blogger template Noblarum by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP